Anda di halaman 1dari 29

Nama : Amara Diva Abigail

NIM : 1710111024
Kelas : A (Semester 6)

Tugas I
1. Menjelaskan kesepakatan dan kecakapan dalam berkontrak.
Jawab:
 Yang dimaksud adanya kesepakatan kehendak (Consensus, Agreement) dalam
berkontrak ialah, Dengan syarat kesepakatan kehendak dimaksudkan agar suatu
kontrak dianggap sah oleh hukum, kedua belah pihak pasti ada kesesuaian
pendapat tentang apa yang diatur oleh kontrak tersebut. Oleh hukum umumnya
diterima teori bahwa kesepakatan kehendak itu ada jika tidak terjadinya salah satu
unsur-unsur sebagai berikut.
1. Paksaan (dwang, duress).
2. Penipuan (bedrog, fraud).
3. Kesilapan (dwaling, mistake)

Sebagaimana pada pasal 1321 KUH Perdata menentukan bahwa kata sepakat
tidak sah apabila diberikan karena kekhilafan atau diperoleh dengan paksaan atau
penipuan.

 Yang dimaksud Kecakapan dalam berkontrak ialah, Kecakapan berbuat menurut


hukum (Capacity).
Syarat kecakapan berbuat maksudnya adalah bahwa pihak yang
melakukan kontrak haruslah orang yang oleh hukum memang berwenang
membuat kontrak tersebut. Sebagaimana pada pasal 1330 KUH Perdata
menentukan bahwa setiap orang adalah cakap untuk membuat perikatan, kecuali
undang-undang menentukan bahwa ia tidak cakap. Mengenai orang-orang yang
tidak cakap untuk membuat perjanjian dapat kita temukan dalam pasal 1330 KUH
Perdata, yaitu:
1. Orang-orang yang belum dewasa.
2. Mereka yang berada dibawah pengampuan.
3. Wanita yang bersuami. Ketentuan ini dihapus dengan berlakunya
Undang-Undang No.1 tahun 1974 tentang perkawinan. Karena pasal
31 Undang-Undang ini menentukan bahwa hak dan kedudukan suami
istri adalah seimbang dan masing-masing berhak untuk melakukan
perbuatan hukum.
 Kecakapan untuk Membuat perikatan telah di atur pada Pasal 1329 KUHPerdata
yang menyatakan bahwa setiap orang adalah cakap untuk membuat perjanjian,
kecuali apabila menurut undang-undang dinyatakan tidak cakap. Kemudian Pasal
1330 menyatakan bahwa ada beberapa orang yang tidak cakap untuk membuat
perjanjian, yakni:

1. Orang yang belum dewasa (persons under 21 years of age)


2. Mereka yang ditaruh di bawah pengampuan (curatele
or conservatorship); dan
3. Perempuan yang sudah menikah
Berdasarkan pasal 330 KUHPerdata, seseorang dianggap dewasa jika dia
telah berusia 21 tahun atau kurang dari 21 tahun tetapi telah menikah.
Kemudian berdasarkan pasal 47 dan Pasal 50 Undang-Undang No 1/1974
menyatakan bahwa kedewasaan seseorang ditentukan bahwa anak berada di
bawah kekuasaan orang tua atau wali sampai dia berusia 18 tahun.Berkaitan
dengan perempuan yang telah menikah, pasal 31 ayat (2) UU No. 1 Tahun 1974
menentukan bahwa masing-masing pihak (suami atau isteri) berhak melakukan
perbuatan hukum.
Tugas II

(Rangkuman)
BAB II
Pengertian Peran Kontrak

A. Pengertian Perancangan Kontrak

Kontrak adalah hubungan hukum antara dua pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat
untuk menimbulkan akibat hukum. Akibat hukum, yaitu timbulnya hak dan kewajiban.
Berdasarkan pengertian diatas maka dapat diberikan definisi dari perancangan kontrak.
Perancangan kontrak merupakan proses atau cara untuk merancang kontrak. Merancang kontrak
adalah mengatur dan merencanakan struktur, anatomi, dan substansi kontrak yang dibuatu
oleh para pihak. Dalam KUH Perdata hanya disebutkan bahwa suatu persetujuan adalah
perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau
lebih ( pasal 1313 KUHPdt).

B. Pengertian Akta Dan Bentuk Akta

KETERANGAN AKTA OTENTIK AKTA BAWAH TANGAN


Perbedaan pokok antara akta otentik dengan akta di bawah tangan adalah cara
pembuatan atau terjadinya akta tersebut.
Suatu akta otentik ialah suatu akta akta yang sengaja di buat
yang dibuat dalam bentuk yang untuk pembuktian oleh para
ditentukan undang-undang oleh pihak tanpa bantuan dari
atau dihadapan pejabat umum yang seorang pejabat.
berwenang untuk itu (seperti cara pembuatan atau
Notaris, Hakim, Panitera, Juru Sita, terjadinya tidak dilakukan
Pegawai Pencatat Sipil),di tempat oleh dan atau dihadapan
akta itu dibuat.(vide Pasal 1868 pejabat pegawai umum, tetapi
KUHPerdata, Pasal 165 Herziene cukup oleh pihak yang
Indonesisch Reglemen (“HIR”), berkepentingan saja (vide
Definisi dan Pasal 285 Rechtsreglement Pasal 1874 KUHPerdata dan
Buitengewesten (“RBg”). Pasal 286 RBg).

1.Bentuknya sesuai UU
Bentuk dari akta notaris, akta 1.Bentuknya yang bebas
perkawinan, akta kelahiran dll 2.Pembuatannya tidak harus
sudah ditentukan format dan isinya di hadapan pejabat umum
oleh Undang-Undang. Namun ada 3.Tetap mempunyai kekuatan
juga akta-akta yang bersifat pembuktian selama tdk
perjanjian antara kedua belah pihak disangkal oleh pembuatnya
yang isinya berdasarkan 4.Dalam hal harus dibuktikan,
kesepakatan dari kedua belah pihak maka pembuktian tersebut
sesuai dengan azas kebebasan harus dilengkapi juga dengan
berkontrak. saksi-saksi & bukti lainnya.
2.Dibuat di hadapan pejabat umum Oleh karena itu, biasanya
yg berwenang dalam akta di bawah tangan,
3.Kekuatan pembuktian yang sebaiknya dimasukkan 2
sempurna orang saksi yang sudah
4.Kalau disangkal mengenai dewasa untuk memperkuat
kebenarannya, maka penyangkal pembuktian.
harus membuktikan mengenai
Ciri – Ciri ketidak benarannya.
Akta otentik merupakan alat Menurut Pasal 1857
pembuktian yang sempurna bagi KHUPerdata, jika akta
kedua belah pihak dan ahli dibawah tangan tanda
warisnya serta sekalian orang yang tangannya diakui oleh orang
mendapat hak darinya tentang apa terhadap siapa tulisan itu
yang dimuat dalam akta tersebut. hendak dipakai, maka akta
Akta Otentik merupakan bukti tersebut dapat merupakan alat
yang mengikat yang berarti pembuktian yang sempurna
Kekuatan kebenaran dari hal-hal yang tertulis terhadap orang yang
Pembuktian dalam akta tersebut harus diakui menandatangani serta para
oleh hakim, yatiu akta tersebut ahli warisnya dan orang-
dianggap sebagai benar selama orang yang mendapatkan hak
kebenarannya itu tidak ada pihak darinya.
lain yang dapat membuktikan
sebaliknya.

 Macam Akta Otentik Yang Di Buat Oleh Notaris Dan Kekuatan Pembuktiannya
 Ada dua macam akta notaris yaitu akta pejabat dan partai akta
1. Akta relaas atau akta pejabat.
Disebut juga sebagai akta berita acara. Akta ini dibuat oleh seorang notaris dan
memuat uraian otentik mengenai tindakan yang dilakukan. Bisa juga berdasarkan
keadaan yang disaksikan langsung oleh notaris ketika menjalankan jabatannya.
Contoh akta relaas terdiri dari berita acara/risalah rapat RUPS suatu perseroan
terbatas, akta pencatatan budel, dan lain-lain.
2. Akta partij
Akta yang dibuat di hadapan notaris. Isinya memuat uraian dari yang diceritakan
atau dijelaskan oleh para pihak yang menghadap kepada notaris. Salah satu contoh
akta ini adalah perjanjian kredit.

 Kekuatan Pembuktian Akta Notaris


Akta otentik yang di buat oleh Notaris merupakan tulisan yang sengaja dibuat
untuk dijadikan alat bukti. Dalam Hukum (Acara) Perdata (Pasal 138, 165, 167 HIR,
Pasal 1868 KUH perdata), alat bukti yang sah atau yang diakui oleh hukum terdiri atas:
Bukti tulisan, Bukti dengan saksi-saksi, Persangkaan-persangkaan, Pengakuan, Sumpah.

Selanjutnya, Pasal 1867 KUH Perdata menyebutkan bahwa pembuktian dengan


tulisan dapat dilakukan dengan tulisan otentik atau dengan tulisan di bawah tangan.
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, sebuah akta dapat dikatakan mempunyai
kekuatan sebagai akta otentik apabila akta tersebut dibuat oleh pejabat yang diangkat oleh
pihak yang berwenang.

UUJN tidak memberi pengertian lebih lanjut mengenai apa yang dimaksud
dengan akta otentik. Walaupun demikian, istilah dan pengertian akta otentik dapat dilihat
dalam Buku Ke-4 KUH Perdata mengenai Bukti dan Daluwarsa. Menurut Pasal 1868
KUH Perdata, yang dimaksud dengan akta otentik adalah suatu akta yang dibuat dalam
bentuk yang ditentukan undang-undang oleh atau di hadapan pejabat umum yang
berwenang untuk itu di tempat akta itu dibuat.

 Syarat Akta Otentik Yang Di Buat Oleh Notaris


Menurut ketentuan pasal ini, sebuah akta dapat dikatakan otentik apabila telah memenuhi
unsur-unsur sebagai berikut, yaitu:
1. Dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang.
2. Dibuat oleh atau di hadapan pejabat umum yang berwenang untuk maksud
pembuatan akta tersebut.
3. Dibuat di wilayah notaris berwenang.

 Ciri-Ciri Akta Otentik

Menurut C.A Kraan memberikan beberapa ciri yang terdapat dalam sebuah akta otentik,
yaitu:

1. Suatu tulisan yang sengaja dibuat semata-mata untuk dijadikan bukti atau suatu bukti
dari keadaan sebagaimana yang ditulis dan dinyatakan oleh perjabat yang berwenang.
Tulisan tersebut turut ditandatangani oleh atau hanya ditandatangani oleh pejabat
yang bersangkutan.
2. Suatu tulisan yang harus dianggap berasal dari pejabat yang berwenang, sampai ada
bukti sebaliknya.
3. Memenuhi ketentuan yang mengatur tatacara pembuatannya (sekurang-kurangnya
memuat mengenai tanggal, tempat dibuatnya akta, nama dan kedudukan/jabatan
pejabat yang membuatnya).

 Persyaratan Material Akta Otentik


Menurut R.E van Esch, sebagai alat bukti, material yang digunakan untuk menerakan
tulisan tersebut haruslah memenuhi beberapa persyaratan, antara lain:

1. Ketahanan akan jenis material yang dipergunakan. Hal ini berkaitan dengan kewajiban
notaris untuk membuat minuta akta dan menyimpan minuta akta sehingga aktanya tetap
bertahan ketika disimpan.
2. Ketahanan terhadap pemalsuan sehingga lebih memberikan jaminan bagi para pihak.
3. Orisinalitas bahwa hanya ada satu minuta akta yang „asli‟, kecuali untuk akta in
originally yang dibuat dalam beberapa rangkap yang tetap dianggap „asli‟.
4. Publisitas bagi para pihak yang berkepentingan untuk melihatnya.
5. Data-data yang terdapat dalam akta dapat segera diketahui atau mudah terlihat
(waarneembaarheid).
6. Akta mudah dipindahkan.

 Kekuatan Pembuktian Akta OTENTIK

Pada setiap akta otentik, termasuk pula akta notaris, dapat dibedakan tiga kekuatan
pembuktian, yaitu sebagai berikut:

1. Kekuatan pembuktian lahiriah atau kekuatan pembuktian yang luar (uitwendige


bewijskracht), ialah syarat-syarat formal yang diperlukan agar supaya akta notaris dapat
berlaku sebagai akta otentik.
2. Kekuatan pembuktian formal (formale bewijskracht) ialah kepastian bahwa sesuatu
kejadian dan fakta tersebut dalam akta betul-betul dilakukan oleh notaris atau diterangkan
oleh pihak-pihak yang menghadap.
3. Kekuatan pembuktian materil (materiele bewijskracht) ialah kepastian bahwa apa yang
tersebut dalam akta tersebut merupakan pembuktian yang sah terhadap pihak-pihak yang
membuat akta atau mereka yang mendapat hak dan berlaku umum, kecuali ada
pembuktian sebaliknya (tegenbewijs).
4.
 Sifat-Sifat Akta Otentik

Tiap-tiap akta notaris memuat catatan atau berita acara (verbaal) dari apa yang
oleh notaris dialami atau disaksikannya, antara lain apa yang dilihatnya, didengarnya atau
dilakukannya. Apabila akta hanya memuat apa yang dialami dan disaksikan oleh notaris
sebagai pejabat umum, maka akta tersebut disebut verbalakte atau akta pejabat (amtelijke
akte). Misalnya, berita acara dari suatu RUPS. Selain itu ada juga akta-akta yang selain
memuat berita acara dari apa yang dialami dan disaksikan oleh notaris, mengandung juga
apa yang diterangkan oleh pihak-pihak yang bersangkutan dan dikehendaki oleh mereka
supaya dimasukkan dalam akta notaris untuk mendapat kekuatan pembuktian yang kuat
sebagai akta otentik. Apabila suatu akta selain memuat catatan tentang apa yang
disaksikan dan dialami, juga memuat apa yang diperjanjikan atau ditentukan oleh para
pihak yang menghadap, maka akta tersebut disebut akta partij atau akta pihak-pihak
(partij acte).

Dalam akta pejabat atau akta verbal, masih tetap sah sebagai alat pembuktian
apabila salah satu pihak tidak menandatangani, asal disebutkan oleh notaris apa sebabnya
ia tidak menandatangani akta tersebut. Pada akta pihak, maka akan menimbulkan akibat
hukum lain, bahwa ia tidak menyetujui perjanjian tersebut, apabila dalam hal perjanjian,
kecuali apabila terdapat alasan-alasan kuat, terutama dalam hal fisik sehingga
menyebabkan akta tidak dapat ditandatangani dan alasan tersebut harus dicantumkan
jelas oleh notaris dalam akta bersangkutan.

Verlijden sering diartikan sebagai serangkaian tindakan-tindakan yang dilakukan


oleh notaris, saksi-saksi dan para penghadap sehingga merupaka suatu proses, yang
dimulai dengan penyusunan (pembuatan) aktanya oleh notaris, kemudian dibacakannya
oleh notaris kepada para penghadap dan saksi-saksi dan akhirnya ditandatangani oleh
para penghadap, saksi-saksi dan notaris. Menurut Klaassebm, verlijden itu harus
diartikan: membaca aktanya oleh notaris kepada penghadap dan saksi-saksi serta
penandatangan oleh penghadap dan saksi-saksi dan notaris. Dalam bahasa Indonesia
sering diartikan sebagai “diresmikan”.

 Syarat-Syarat Otentisitas Akta Otentik

Suatu akta disebut otentik bukan karena penetapan undang-undang, melainkan karena
dibuat oleh atau di hadapan seorang pejabat umum. Pasal 1868 KUH Perdata merupakan
sumber untuk otentisitasnya akta notaris, yang juga merupakan legalitas eksistensi akta
notaris, dengan syarat-syarat sebagai berikut:
 Akta Dibuat oleh (door) atau di hadapan (ten overstaan) Seorang Pejabat Umum.
Syarat pertama, akta otentik adalah keharusan pembuatannya di hadapan atau oleh
pajabat umum (openbaar ambtenaar).
 Syarat kedua yang harus dipenuhi oleh sebuah akta otentik adalah formalitas
pembuatan serta peresmiannya. Agar memenuhi syarat sebagai akta otentik, akta
harus dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang (vorm), yaitu harus
memenuhi ketentuan undang-undang.
 Syarat ketiga adalah bahwa pejabatnya harus berwenang untuk maksud itu di tempat
akta tersebut dibuat. Berwenang dalam ini khususnya menyangkut:
1. Jabatannya dan jenis akta yang dibuatnya.
2. Hari dan tanggal pembuatan akta
3. Tempat di mana akta dibuat

Berwenang, artinya, Seorang notaris diangkat oleh Menteri Kehakiman (sekarang


Menter Hukum dan HAM) dengan Surat Keputusan. Seorang notaris yang meskipun sudah
diangkat, tetapi belum disumpah cakap sebagai notaris, tetapi belum berwenang membuat
akta otentik. Notaris harus berwenang sepanjang mengenai waktu pembuatan;Notaris tidak
boleh membuat akta selama ia masih dalam status cuti atau dipecat dari jabatannya. Pasal 25
UUJN mewajibkan notaris untuk menunjuk seorang notaris pengganti selama menjalankan
cuti. Artinya, notaris tidak diperkenankan untuk menjalankan jabatannya selama cuti. Notaris
juga tidak boleh membuat akta sebelum ia diambil sumpahnya untuk memangku jabatan
sebagai notaris. Kewajiban untuk disumpah terlebih dahulu tercantum pada Pasal 4 ayat (1)
UUJN.Apabila salah satu persyaratan di atas tidak terpenuh, maka akta yang dibuatnya
adalah tidak otentik dan hanya mempunyai kekuatan seperti akta yang dibuat di bawah
tangan, apabila akta itu ditandatangani oleh para penghadap. Persyaratan tersebut juga
berlaku untuk akta-akta yang diharuskan oleh undang-undang dibuat dalam akta notaris.
Perbuatan, perjanjian, atau ketetapan yang dinyatakan dalam akta tersebut dianggap tidak
sah.

 Otentisitas Suatu Akta Otentik


1. Kebutuhan untuk Membuat Suatu Bukti
Apabila terjadi suatu sengketa dan harus dibuktikan kebenarannya, para saksi
hidup itulah yang akan memperkuat kebenarannya dengan memberikan kesaksian.
Namun, bagaimana apabila para saksi sudah tidak ada lagi, baik karena sudah meninggal
dunia atau sudah pindah ke tempat lain dan tidak diketahui keberadaannya. Kondisi ini
menimbulkan kesadaran bagi orang-orang yang berkepentingan untuk mencari
peneguhan dari suatu peristiwa penting dengan mencatatkannya dalam suatu surat
(dokumen) dan ditandatangani oleh orang-orang yang berkepentingan dan dua orang
saksi atau lebih. Apabila mereka tidak cakap menulis sehingga tidak dapat menaruh
tandatangannya, maka biasanya mereka menaruh cap jempol sebagai tandatangannya.
Biasanya Lurah/kepala desa ikut menaruh tandatangan dan menaruh cap jabatannya
sebagai pengesahan.

Akta notaris merupakan alat pembuktian yang sempurna, terkuat dan penuh
sehingga selain dapat menjamin kepastian hukum, akta notaris juga dapat menghindari
terjadinya sengketa. Menuangkan suatu perbuatan, perjanjian, ketetapan dalam bentuk
akta notaris dianggap lebih baik dibandingkan dengan menuangkannya dalam surat di
bawah tangan, walaupun ditandatangani di atas materai, yang juga diperkuat oleh tanda
tangan para saksi.

2. Perkembangan Akta Otentik

Pada awal-awal munculnya lembaga notariat, yaitu pada abad ke-2 dan ke-3, para
pengabdinya (dikenal dengan nama tabiliones) tidak diangkat oleh penguasa umum untuk
memberikan pelayanan kepada masyarakat dalam membuat akta-akta. Oleh karena para
pengabdinya tidak diangkat oleh pihak yang berwenang, akta-akta yang dihasilkannya
pun tidak mempunyai kekuatan otentik, sehingga kekuatannya hanya setara akta yang
dibuat di bawah tangan. Pandangan ini kemudian berubah pada abad ke-13. Sifat otentik
akta, yang berarti berlaku sebagai akta umum (openbaar geschrift), sudah diakui apabila
akta itu berasal dari seorang notaris yang diangkat oleh pejabat pemerintah. Walaupun
demikian, kekuatan pembuktian (bewijskracht) terhadap akta-akta notaris benar-
benar diakui sejak abad ke-15. Semenjak saat itu, akta-akta notaris tidak lagi dibuat
hanya sebagai alat untuk mengingat kembali peristiwa-peristiwa yang telah terjadi,
melainkan juga dibuat untuk kepentingan kekuatan pembuktiannya.
 Beberapa Akta Yang Boleh Di Buat Oleh Notaris
1. Pendirian Perseroan Terbatas (PT), perubahan juga Risalah Rapat Umum Pemegang
Saham.
2. Pendirian Yayasan.
3. Pendirian Badan Usaha - Badan Usaha lainnya.
4. Kuasa untuk Menjual.
5. Perjanjian Sewa Menyewa, Perjanjian Jual Beli.
6. Keterangan Hak Waris.
7. Wasiat.
8. Pendirian CV termasuk perubahannya
9. Pengakuan Utang, Perjanjian Kredit dan Pemberian Hak Tanggungan.
10. Perjanjian Kerjasama, Kontrak Kerja, dan
11. Segala bentuk perjanjian yang tidak dikecualikan kepada pejabat lain

 Fungsi Akta Notaris

Selain itu akta juga mempunyai beberapa fungsi, di antaranya adalah sebagai berikut:

 Akta sebagai fungsi formal yang mempunyai arti bahwa suatau perbuatan hokum
akan menjadi lebih lengkap apabila di buat suatu akta. Sebagai contoh perbuatan
hokum harus dituangkan dalam bentuk akta sebagai syarat formil yaitu perbuatan
hokum yang disebutkan dalam pasal 1767 KUHPerdata mengenai perjanjian
uatang piutang. Minimal terhadap perbuatan hukum yang disebutkan dalam pasal
1767 KUHPerdata, disyaratkan adanya akta bawah tangan.
 Akta sebagai alat pembuktian di mana dibuatnya akta tersebut oleh para pihak
yang terikat dalam suatu perjanjian di tujukan untuk pembuktian di kemudian
hari. Akta otentik merupakan alat pembuktian yang sempurna bagi kedua belah
pihak dan ahli warisnya serta sekalian orang yang mendapatkan hak darinya
tentang apa yang di muat dalam akta tersebut. Akta otentik juga merupakan bukti
yang mengikat berarti kebenaran dari hal- hal yang tertulis dalam akta tersebut
harus diakui oleh hakim, yaitu akta tersebut dianggap sebagai benar selamaa
kebenarannya itu tidak ada pihak lain yang dapat membuktikan sebaliknya.
Sebaliknya akta di bawah tangan dapat menjadi alat pembuktian yang sempurna
terhadap orang yang menandatangani serta para ahli warisnya dan orang- orang
yang mendapatkan hak darinya hanya apabila tanda tangan dalam akta di bawah
tangan tersebut di akui oleh orang terhadap siapa tulisan itu hendak di pakai.(vide
pasal 1857 KUHPerdata).
 Memberikan kejelasan status kepemilikan perusahaan agar tidak terjadi hal-hal
yang tidak diinginkan, seperti perselisihan ketika saham akan dijual kembali ke
mitra anda atau kepada orang lain serta proses penilaian pembelian saham.

 Produk Notaris Yang Lain


 Legalisasi

Dalam Pasal 15 ayat (2) huruf a UU Jabatan Notaris, Notaris, dalam jabatannya,
berwenang mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di bawah
tangan, dengan mendaftar dalam buku khusus. Ketentuan ini, merupakan legalisasi
terhadap akta di bawah tangan, yang dibuat sendiri oleh orang perseorangan, atau oleh
para pihak, di atas kertas yang bermaterai cukup, dengan jalan pendaftaran dalam buku
khusus, yang disediakan oleh Notaris. Ringkasnya, poin dari legalisasi ini adalah, para
pihak membuat suratnya, dibawa ke Notaris, lalu menandatanganinya di hadapan Notaris,
kemudian dicatatkan dalam Buku Legalisasi. Tanggal pada saat penandatanganan
dihadapan Notaris itulah, sebagai tanggal terjadinya perbuatan hukum, yang melahiran
hak dan kewajiban antara para pihak.

Untuk legalisasi ini, kadang dibedakan oleh notaris yang bersangkutan, dengan
Legalisasi tanda-tangan saja. Dimana dalam legalisasi tanda-tangan tersebut notaris tidak
membacakan isi dokumen/surat dimaksud, yang kadang-kadang disebabkan oleh
beberapa hal, misalnya: notaris tidak mengerti bahasa dari dokumen tersebut (contohnya:
dokumen yang ditulis dalam bahasa mandarin, korea, Jepang atau bahasa lain yang tidak
dimengerti oleh notaris yang bersangkutan) atau notaris tidak terlibat pada saat
pembahasan dokumen di antara para pihak yang bertanda-tangan. Jadi dalam hal ini
Notaris semata-mata hanya menerangkan bahwa pada tanggal sekian, Tuan A dan Tuan B
menanda-tangani dokumen tersebut di hadapan Notaris yang bersangkutan.

 Waarmerking

Artinya, dokumen/surat yang bersangkutan di daftarkan dalam buku khusus yang


dibuat oleh Notaris pada tanggal tertentu. Biasanya hal ini ditempuh apabila
dokumen/surat tersebut sudah ditanda-tangani terlebih dahulu oleh para pihak, sebelum di
sampaikan kepada notaris yang bersangkutan. Jadi tanggal surat bisa saja Tidak Sama
dengan tanggal pendaftaran. Contohnya: Surat Perjanjian Kerjasama tertanggal 1 Januari
2008 yang ditanda-tangani oleh Tuan A dan Tuan B. Jika hendak di mintakan legalisirnya
oleh Notaris pada tanggal 18 Januari 2008, maka Notaris tidak bisa melegalisasi penuh
ataupun legalisasi tanda-tangan seperti halnya pada point 1 di atas. Notaris hanya bisa
mendaftarkannya (waarmerking) saja.

Poin dari pendaftaran ini, para pihak telah menandatangani suratnya, baik sehari
ataupun seminggu sebelumnya, kemudian membawa surat tersebut ke Notaris untuk
didaftarkan ke dalam Buku Pendaftaran Surat Di Bawah Tangan. Fungsinya, terhadap
perjanjian/kesepakatan yang telah disepakati dan ditandatangani dalam surat tersebut,
selain para pihak, ada pihak lain yang mengetahui adanya perjanjian/kesepakatan itu. Hal
ini dilakukan, salah satunya untuk meniadakan atau setidaknya meminimalisir
penyangkalan dari salah satu pihak. Hak dan kewajiban antara para pihak lahir pada saat
penandatanganan surat yang telah dilakukan oleh para pihak, bukan saat pendaftaran
kepada Notaris. Pertanggungjawaban Notaris sebatas pada membenarkan bahwa para
pihak membuat perjanjian/kesepakatan pada tanggal yang tercantum dalam surat yang
didaftarkan dalam Buku Pendaftaran Surat Di Bawah Tangan.
Tugas III

(Rangkuman)
BAB III
Perancangan Kontrak
A. Hakikat Kontrak
Kontrak atau perjanjian ini merupakan suatu peristiwa hukum di mana seorang
berjanji kepada orang lain atau dua orang saling berjanji untuk melakukan sesuatu atau
tidak melakukan sesuatu. Di dalam kontrak kita mengenal istilah kontrak sepihak, yaitu
dimana seseorang menjanjikan kepada orang lain untuk memberikan sesuatu sedangkan
orang yang menerima sesuatu itu tidak memberikan balasan (kontra prestasi). Dalam
kontrak biasanya janji-janji para pihak itu saling “berlawanan”, misalnya dalamperjanjian
jual beli, dalam jual beli ada pihak yang menginginkan barang da nada pihak lain yang
menginginkan uang, apabila kedua belah pihak menginginkan hal yang sama yaitu
“uang” maka itu bukan di namakan jual beli. Perjanjian (kontrak) Pasal 1331
KUHPerdata: “Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau
lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.” Subekti: “Suatu perjanjian
adalah suatu peristiwa di mana seorang berjanji kepada seorang lain atau di mana dua
orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal.”
 Sumber kontrak:
1. kontrak yang bersumber dari perjanjian:
kontrak yang ada karena keinginan para pihak
2. kontrakn yang bersumber dari undang-undang:
kontrak yang ada karena undang-undang (ps 1320) syarat sah perjanjian:
a. Kesepakatan dari mereka yang mengikatkan diri
b. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan
c. Suatu hal tertentu
d. Suatu sebab yang legal
 Akibat hukum berkontrak:
Menurut I.G.Rai Widjayan,S.H,M.Am;
1. Apabila sarat sah kontrak unsur: Kesepakatan dari mereka yang mengikatkan
diri dan Kecakapan untuk membuat suatu perikatan maka dapat dimintakan
pembatalan kepada hakim melalui pengadilan.
2. Apabila sarat sah kontrak unsur: Suatu hal tertentu dan Suatu sebab yang legal
tidak terpenuhi akibat hukumnya adalah batal demi hukum.
 Dalam suatu perancangan kontrak terkandung beberapa unsur di dalamnya sehingga
terbentuk suatu kontrak:
1. Adanya hubungan hokum
2. Biasanya mengenai kekayaan atau harta benda
3. Antara dua orang atau lebih
4. Memberikan hak kepada salah satu pihak
5. Meletakkan kewajiban pada salah satu pihak
6. Adanya prestasi
B. Asas Asas Hukum Perjanjian Dalam Perancangan Kontrak
 Aspek hukum perikatan dalam perancangan kontrak
1. Asas kebebasan berkontrak
(freedom of contract) memiliki makna : kebebasan bagi para pihak untuk memebuat
perjanjian dalam isi dan bentuk sesuai kehendak. Dan memiliki batasan: dengan tidak
berentangan dengan perundang-undangan, kesusilaan, dan ketertiban umum. (ps. 1337
KUHPerdata).

 Makna asas kebebasan berkontrak perlu dijadikan sikap dasar dalam tugas
perancangan, khususnya dikaitkan dengan 2 (dua) aspek utama dalam
perancangan yaitu:
a. Aspek Akomodatif:Perancang harus mampu optimal
mengakomodasikan kebutuhan dankeinginan yang sah
b. Aspek Legalitas : Perancang kontrak harus menuangkan
transaksi para pihak dalam kontrak yang sah dan dapat
dilaksanakan.
 Sehunggan dapat menjadi kontrak standart dalam kaitannya denagna asas
kebebansan berkontrak.
 Dalam proses pembuatan kontrak standar kebebasan orang untuk
merundingkan dan membentuk kesepakatan tentang bentuk dan isi pada
dasarnya menjadi terbatas, yang ada hanyalah kebebasan untuk memilih
dengan siapa kontrak akan ditutup. Guna kepentingan praktis yang
terpenting dalam perancangan ini dan persyaratan kontrak (yang
dilakukan) adalah aspek perlindungan berdasarkan asas Fairness and
Reasonableness.
2.Asas Pacta Sunt Servenda (Ps.1338 Bw Ayat 1)

 Di satu pihak perancang harus mrumuskan seakurat mungkin hak dan kewajiban
para pihak dalam kontrak, di lain pihak ia harus juga perlu memahami benar
subtansi dari perjanjian dan kondisi yang disepakati.
 Memperhatikan unsur kepastian hukum, keadilan dan kepatuhan dalam
merumuskan hak dan kewajiban, sehingga kontrak layak dan mungkin
dilaksanakan.

 Adapun Syarat Sahnya dalam Perjanjian

 Dalam Pasal 1320 KUH Perdata disebutkan, untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan
empat syarat, yaitu:
1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya.
(sepakat mereka yang mengikat kan dirinya)
2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan.
(Mengenai kecakapan Pasal 1329 KUH Perdata menyatakan bahwa setiap orang cakap
melakukan perbuatan hukum kecuali yang oleh undang-undang dinyatakan tidak cakap.
Pasal 1330 KUH Perdata menyebutkan orang-orang yang tidak cakap untuk membuat
suatu perjanjian yakni: Orang yang belum dewasa.)
3. Suatu hal tertentu.
(Mengenai suatu hal tertentu, hal ini maksudnya adalah bahwa perjanjian tersebut harus
mengenai suatu obyek tertentu.)
4. Suatu sebab yang halal.
(yaitu isi dan tujuan suatu perjanjian haruslah berdasarkan hal-hal yang tidak
bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan dan ketertiban).

 Kelalaian/Wanprestasi
Kelalaian atau Wanprestasi adalah apabila salah satu pihak yang mengadakan
perjanjian, tidak melakukan apa yang diperjanjikan. Kelalaian/Wanprestasi yang
dilakukan oleh salah satu pihak dapat berupa empat macam, yaitu:

1. Tidak melaksanakan isi perjanjian.


2. Melaksanakan isi perjanjian, tetapi tidak sebagaimana dijanjikan.
3. Terlambat melaksanakan isi perjanjian.
4. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya.

 Hapusnya Perjanjian
Hapusnya suatu perjanjian yaitu dengan cara-cara sebagai berikut:
a. Pembayaran
Adalah setiap pemenuhan hak dan kewajiban para pihak dalam perjanjian secara
sukarela. Berdasarkan pasal 1382 KUH Perdata.

b. Penawaran pembayaran tunai diikuti oleh penyimpanan atau penitipan uang atau
barang pada Panitera Pengadilan Negeri
Adalah suatu cara pembayaran yang harus dilakukan apabila si berpiutang (kreditur)
menolak pembayaran utang dari debitur, setelah kreditur menolak pembayaran,
debitur dapat memohon kepada Pengadilan Negeri untuk mengesahkan penawaran
pembayaran itu yang diikuti dengan penyerahan uang atau barang sebagai tanda
pelunasan atas utang debitur kepada Panitera Pengadilan Negeri. Setelah penawaran
pembayaran itu disahkan oleh Pengadilan Negeri, maka barang atau uang yang akan
dibayarkan itu, disimpan atau dititipkan kepada Panitera Pengadilan Negeri, dengan
demikian hapuslah utang piutang itu.

c. Pembaharuan utang atau novasi


Adalah suatu pembuatan perjanjian baru yang menggantikan suatu perjanjian
lama. Menurut Pasal 1413 KUH Perdata ada 3 macam cara melaksanakan suatu
pembaharuan utang atau novasi, yaitu yang diganti debitur, krediturnya (subyeknya)
atau obyek dari perjanjian itu.

d. Perjumpaan utang atau Kompensasi


Adalah suatu cara penghapusan/pelunasan utang dengan jalan memperjumpakan atau
memperhitungkan utang piutang secara timbal-balik antara kreditur dan debitur. Jika
debitur mempunyai suatu piutang pada kreditur, sehingga antara debitur dan kreditur
itu sama-sama berhak untuk menagih piutang satu dengan lainnya.

Menurut pasal 1429 KUH Perdata, perjumpaan utang ini dapat terjadi dengan tidak
membedakan darimana sumber utang-piutang antara kedua belah pihak itu telah
terjadi, kecuali:

- Apabila penghapusan/pelunasan itu dilakukan dengan cara yang berlawanan


dengan hukum.
- Apabila dituntutnya pengembalian barang sesuatu yang dititipkan atau
dipinjamkan.
- Terdapat sesuatu utang yang bersumber pada tunjangan nafkah yang telah
dinyatakan tak dapat disita (alimentasi).

e. Percampuran utang
Adalah apabila kedudukan sebagai orang berpiutang (kreditur) dan orang berutang
(debitur) berkumpul pada satu orang, maka terjadilah demi hukum suatu percampuran
utang dengan mana utang-piutang itu dihapuskan, misalnya: debitur menikah dengan
krediturnya, atau debitur ditunjuk sebagai ahli waris tunggal oleh krediturnya.

f. Pembebasan utang
Menurut pasal 1439 KUH Perdata, Pembebasan utang adalah suatu perjanjian yang
berisi kreditur dengan sukarela membebaskan debitur dari segala kewajibannya.

g. Musnahnya barang yang terutang


Adalah jika barang tertentu yang menjadi obyek perjanjian musnah, tak lagi dapat
diperdagangkan, atau hilang, hingga sama sekali tak diketahui apakah barang itu
masih ada, maka hapuslah perikatannya, jika barang tadi musnah atau hilang di luar
kesalahan si berutang dan sebelum ia lalai menyerahkannya.

h. Batal/Pembatalan
Menurut pasal 1446 KUH Perdata adalah, pembatalan atas perjanjian yang telah
dibuat antara kedua belah pihak yang melakukan perjanjian, dapat dimintakan
pembatalannya kepada Hakim, bila salah satu pihak yang melakukan perjanjian itu
tidak memenuhi syarat subyektif yang tercantum pada syarat sahnya perjanjian.

i. Berlakunya suatu syarat batal


Menurut pasal 1265 KUH Perdata, syarat batal adalah suatu syarat yang apabila
terpenuhi, menghentikan perjanjian dan membawa segala sesuatu kembali pada
keadaan semula seolah-olah tidak penah terjadi perjanjian.

j. Lewat waktu
Menurut pasal 1946 KUH Perdata, daluwarsa atau lewat waktu adalah suatu upaya
untuk memperoleh sesuatu atau untuk dibebaskan dari suatu perjanjian dengan
lewatnya suatu waktu tertentu dan atas syarat-syarat yang ditentukan oleh undang-
undang.

C. Negosiasi Dalam Perancangan Kontrak


Definisi negosiasi secara formal dapat diartikan sebagai suatu bentuk pertemuan
bisnis antara dua pihak atau lebih untuk mencapai suatu kesepakatan bisnis. Negosiasi
merupakan perundingan antara dua pihak dimana didalamnya terdapat proses memberi,
menerima, dan tawar menawar. Selain itu negosiasi juga merupakan ijab kabul dari
sebuah proses interaksi yang dilakukan oleh kedua belah pihak untuk saling memberi dan
menerima atas sesuatu yang ditentukan dengan kesepakatan bersama.
 Tujuan Negosiasi
Ada beberapa tujuan dari sebuah negosiasi dalam bisnis, yaitu antara lain :
1. Untuk mendapatkan atau mencapai kata sepakat yang mengandung kesamaan persepsi,
saling pengertian dan persetujuan.
2. Untuk mendapatkan atau mencapai kondisi penyelesaian atau jalan keluar dari masalah
yang dihadapi bersama.
3. Untuk mendapatkan atau mencapai kondisi saling menguntungkan dimana masing-
masing pihak merasa menang (win-win solution).

 Manfaat Negosiasi
Selain mempunyai tujuan, negosiasi juga mempunyai manfaat. Manfaat yang diperoleh
dari sebuah proses negosiasi di dalam pengertian bisnis resmi antara lain adalah :
1. Untuk mendapatkan atau menciptakan jalinan kerja sama antar badan usaha atau institusi
ataupun perorangan untuk melakukan suatu kegiatan atau usaha bersama atas dasar saling
pengertian.
2. Dalam sebuah perusahaan, sebuah proses negosiasi akan memberikan manfaat untuk
menjalin hubungan bisnis yang lebih luas dan juga untuk mengembangkan pasar, yang
diharapkan memberikan peningkatan penjualan

 Teknis negosiasi dalam penyusunan kontrak


1. Persiapan yang harus dilakukan sebelum perundingan negosiasi.
2. Mengidentifikasi tujuan dalam negosiasi
3. Tahapan-tahapan dalam proses negosiasi
4. Teknik dan strategi dalam perundingan negosiasi
5. Hal-hal yang harus dihindari dalam perundingan
6. Win-win technique
7. Negosiasi menang-kalah.
8. Negosiasi melalui pihak ketiga
9. Upaya-upaya meyakinkan pihak lawan dengan menggunakan pendekatan yuridis
10. Simulasi negosiasi

D. Dasar-Dasar Perancangan Kontrak


 Struktur Perjanjian
Struktur atau kerangka dari suatu perjanjian, pada umumnya terdiri dari:
1. Judul/Kepala
2. Komparisi yaitu berisi keterangan-keterangan mengenai para pihak atau atas permintaan
siapa perjanjian itu dibuat.
3. Keterangan pendahuluan dan uraian singkat mengenai maksud dari para pihak atau yang
lazim dinamakan “premisse”.
4. Isi/Batang Tubuh perjanjian itu sendiri, berupa syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan dari
perjanjian yang disetujui oleh pihak-pihak yang bersangkutan.
5. Penutup dari Perjanjian.

 Bentuk Perjanjian
Perjanjian dapat berbentuk:
1. Lisan
2. Tulisan, dibagi 2 (dua), yaitu:
- bawah tangan/onderhands
- Otentik
 Proses Pembuatan Akta
 Langkah Persiapan
 Kejelasan Transaksi, Mengetahui secara jelas tentang transaksi yang akan
dilakukan oleh para pihak kerena kontrak bisnis yang dibuat harus mencerminkan
apa yang dikehendakai secara komersial oleh para pihak yang terlibat dalam suatu
transaksi
 Pengetahuan dan Pemahaman Tentang Transaksi, Sebelum kontrak bisnis dibuat
maka perancang (drafter) perlu mengetahui secara pasti transaksi yang akan
dilakukan oleh para pihak.
 Pengetahuan Perundang-undangan Yang Terkait, Selanjutnya setelah seorang
perancang kontrak bisnis mengetahui tentang transaksi yang hendak dilakukan
oleh para pihak, maka ia wajib mempelajari peraturan perundangan pada transaksi
yang akan dilakukan. Untuk itu seorang perancang kontrak perlu melakukan
penelusuran terhadap peraturan perundangan ataupun keputusan badan peradilan
yang perlu diperhatikan.

 Pihak Dalam transaksi


 Pihak Yang Terlibat, Mengetahui pihak pihak yang akan menandatangani kontrak
dengan pihak-pihak yang terlibat dalam pelaksanaan kontrak. Umumnya pihak
yang menandatangani kontrak sama dengan pihak yang melaksanakan kontrak.
 Penyebutan Para Pihak
 Apabila transaksi yang akan dilakukan sudah diketahui maka harus ditentukan
penyebutan para pihak. Pada dasarnya para pihak dapat disebut apa saja sepanjang
didefinisikan. Para pihak dalam suatu kontrak bisnis sering disebut sebgai “pihak
pertama” dan “pihak kedua” (apabila perlu pihak ketiga), sering pula penyebutan
sering dilakkan dengan penyingkatan, PT Permana Hasta Lentera menjadi
“Permana” atau PHL”. Penyebutan demikian adalah penyebutan para pihak
dengan cara umum.
 Perlu dicatat bahwa dalam penyebutan para pihak dengan istilah tyertentu harus
dilakukan setelah mengetahui secara betul transaksi yang akan dilakukan para
pihak. Apabila transaksi yang hendak dilakukan merupakan transaksi yang tidak
umum dilakukan atau para pihak sulit diidentifikasikan dengan istilah baku maka
ada baiknya menyebutkan para pihak dengan istilah umum.
 Preseden
 Untuk bahan pertimbangan sebelum dilakukan kontrak bisnis maka ada baiknya
mempelajari kontrak sejenis dengan transaksi yang hendak dilakuakn sering
disebut sebagai “Preseden”. Namun demikian sangat tidak dianjurkan untuk
menggunakan suatu preseden untuk transaksi yang akan dilakukan tanpa
memperhatikan klausula yang diatur. Perlu dipahami bahwa karena suatu kontrak
bisnis merupakan “plaksanaan” dari apa yang diinginkan oleh para pihak maka
apa yang diinginkan tersebut harus tercermin dalam kontrak bisnis. Dengan
demikian, untuk mudah atau praktisnya, seorang perancang menggunakan
preseden dan menggantikan pihak-pihak yang mengaitkan diri. Pada dasarnya
tidak ada kntrak yang bersifat standar dan setiap kontrak harus mencerminkan
keinginan darai pihak yang hendak melakukan pengikatan.
 terdapat pengecualian terhadap asas umum bahwa tidak ada kontrak yang standar.
Pengeceluan ini adalaha dalam hal sala satu pihak dalam kontrak punya posisi
tawar yang lebih tinggi darai pihak yang lainnya. Sehingga kontrak tersebut lebih
merupakan “take it or leave it” bagi pihak yang posisi tawarnya lebih rendah.
Sebagai contoh dalam bisinis pujam meminjam uang atara nasabah dengan Bank
dalam jmlah tertentu maka pihak Bank akan menyodorkan kontrak pada nasabah
yang sifatnya “standar” dalam hal yang demikian posisi tawar terhadap bank.

 Langkah Pelaksanaan Kontrak


 Pihak Yang Akan Melakaukan Kontrak
Pertama-tama yang perlu diindentifikasikan oleh seorang perancang adalah
menentukan pihak-pihak yang akan mengikatkan diri dalam kontrak. Dalam suatu
grup perusahaan misalnya maka harus ditentukan peseroan terbatas mana yang akan
mengikatkan diri dalam bentuk suatu kontrak
 Formulasi Latar Belakang
Perancang kontrak bisnis perlu mengtahui latar belakang dari para pihak yang
akan terkait dalam kontrak. Hal ini dapat dilakukan oleh perancang kontrak dengan
menanyakan sebuah pertanyaan yaitu “Bagaimna samai para pihak sepakat untuk
salinng mengikatkan diri?” pertanyaan ini menjadi dasar diabutanya premis darai
kontrak.
 Pembuatan Bagian, BAB Atau Judul
1. Sebelum membuat klausula kontak dalam bentuk pasal atau ayat seorang
perancang kontrak perlu membuat bagian, bab atau judul dari apa yang hendak
diatur oleh para pihak. Dalam kaitan ini fungsi preseden seorang perancang akan
mendapatkan bagian, bab atau judul yang hendak diatur secara menyeluruh.
2. Apabila dibandingkan tata cara penulisan ilmuah maka penentuan bagain, bab
atau judul merupakan “outline” dari apa yang hendak ditulis. Tentunya bagian,
bab atau judul setelah ditentukan tidaklah statis melainkan dapat diubah-ubah.
Sedapat mungkin penentuan bagian, bab atau judul dilakukan secara sistimatis
sehingga memudahkan pihak lain yang mempelajari kontrak yang dibuat.
 Formulasi Klausula Transaksi
 Setelah ditntuakn bagian, bab atau judul langkah selajutnya adalah membuat
klausula dari tiap bagain, bab atau judul dalam bentuk pasal. Dalam
perumusan pasal sedapat mungkin digunakan bahasa yang sederhana dan
mudah dimengerti.
 Dalam perumusan pasal maka seorang perancang harus betul-betul dapat
menterjemahkan dari apa yang diinginkan oleh para pihak. Dsamping itu
peranang perlu untuk membuat klausula yang melindungai pihak yang
meminta dibuatkan kontrak (apabila kontrak minta dibuatkan pada sala satu
pihak).
 Penentuan Klausula Ketentuan Umum
 Setelah klausula sehubungan dengan transaksi diformulasikan, langkah
selajutnya adalah menetukan klausula ketentuan umum yang sering dijumpai
dalam berbagai kintrak dalam kontrak yang dibuat. Penentuan klausula
ketentuan umum disesuaikan dengan kebutuhan para pihak dan umunya
perancanglah yang menentukan makna klausula ketentuan umum yang
dibutuhkan oleh para pihak.
 Sampai dengan langkah ini rancangan (draft) kontrak telah selesai dibuat.
 Pengecekan
Rancangan bisnis yang telah selesai dibuat ada baiknya untuk diteliti ulang oleh
teman sekerja atau atasan. Hal ini untuk menghindari kesalahan-kesalaha yang tidak
perlu yang mungkin oleh pihak ynag meminta untuk dibuatkan kontrak.
 Konfirmasi
 Langkah selanjutnya setelah pengecekan adaah rancangan kontrak bisnis
disampaikan kepada pihak yang meminta dibuatkan kontrak dan meminta
konfirmasi apakah rancangan kontrak bisnis telah sesuai atau mencerminkan
apa yang diinginkan. Ada beberapa cara untuk melakukan ini diantaranya
adalah menerangkan secara sistimatis rancangan kontrak yang dibuat dan
selajutnya mendiskusikannya. Atau eminta komentar secara tertulis dari
kontrak yang telah ditulis.
 Umumnya pembahasan terhadap rancangan kontak tidak ahanya dilakukan
hanya sekali. Untuk itu ada baiknya setiap perubahan yang dilakukan dalam
setiap pembahasan dicatat dan dibuat “mark up”-nya.
 Perbaikan
 Mengakomodasi perubahan yang dikehendaki oleh pihak yang meminta
pembuatan kontrak dan memberikan nasehat apakah perubahan tersebut dapat
diakomodasi secara hokum dan peraturan perundang-undangan.
 Apabila pengerjaan perancangan kontrak dilakukan dengan menggunakan
komputer ada baiknya untuk tidak menghapus setiap perubahan yang dilakukan
sampai siap untuk dinegosisasi.

 Akta otentik ada 2 macam:


 Pertama, Partij Acten/Partai Akta: Suatu Akta Yang Menurut Keterangan /Pernyataan
Antara /Dari Pihak Yang Dikehendaki Oleh Pihak-Pihak Yang Bersangkutan Seperti
Akta Jual Beli, Tukar-Menukar Dll
 Bentuk partai akta:
 Nomor akta
 Judul akta
 Kepala akta
 Komparitie
 Premise (keterangan pendahuluan pihak-pihak)
 Isi akta
 Penutup akta
 Akhir akta
 Kedua, Ambtelijke Acten/ Akta Pejabat: di sebut juga risalah/ berita acara yang
memuat keterangan pernyataan dari pejabat pembuat akat, contoh: AD PT, Berita
acar pemeriksaan Kepolisian, berita acara penyumpahan
 Bentuk akta pejabat:
 Nomor akta
 Judul akta
 Kepala akta
 Atas permintaan siapa akta di buat
 Siapayang hadir pada saat akta di buat
 Jam dimulainya akta di buat
 Apa yang di bicarakan dalam rapat
 Apa yang di butuhkan dalam rapat
 Penutup akta
 Jam penutup
 Siapa yang ikut menandatangani akta
 Bagian-Bagian Suatu Akta Otentik oleh Notaris:
Dijelaskan oleh UU nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris pada pasal 38 yaitu:
 Awal Akta
1. Judul akta
2. Nomor akta
3. Jam,hari,tanggal,bulan,dan tahun
4. Nama lengkap dan tempat kedudukan Notaris
 Badan Akta
1. Nama lengkap, tempat dan tanggal lahir,kewarganegaraan, pekerjaan,
jabatan,kedudkan,tempat tinggal para penghadap dan/ orang yang mereka
wakili.
2. Keterangan mengenai kedudukan bertindak penghadap
3. Isi akta yang merupakan kehendakdan keinginan dari pihak yang
berkepentingan
4. Nama lengkap, tempat tinggal, dan tanggal lahir, serta pekerjaan.

 Akhir Atau Penutup Akta


1. Uraiaan tentang pembacaan akta.
2. Uraiaan tentang penandatanganan dan tempat penandatangananatau
penerjemahan akta.
3. Nama legkap, tempat dan tanggal lahir, pekerjaan, jabatan, kedudukan, dan
tempat tinggal dari tiap, tiap saksi.
4. Uraian tentang tidak adanya perubahan yang terjadi dalam perbuatan akta atau
uraiaan tentang adanya perubahan yang dapat berupa penambahan,
pencoretan, atau penggantian.

Tahapan Tahapan Yang Perlu Di Perhatikan Dalam Pembuatan Kontrak

Hukum kontrak merupakan bagian dari hukum perikatan karena setiap orang yang
membuat kontrak terikat untuk memenuhi kontrak tersebut. Ketentuan-ketentuan yang diatur
dalam hukum kontrak, termasuk asas-asas yang ada di dalamnya, diciptakan untuk menghindari
kemungkinan terjadinya permasalahan antara para pihak yang terkait dalam kontrak.
Keberhasilan dari kontrak antara lain ditentukan oleh keberhasilan proses perancangan dan
negosiasinya yang akhirnya akan menghasilkan benttuk kesepakatan yang secara maksimal dapat
mengakomodasi perlindungan hak dan kepentingan masing-masing pihak berkontrak. Artinya,
jika salah satu pihak yang berkontrak adalah pihak yang diwakili seorang contract drafter atau
pihak berkontrak adalah contract drafter itu sendiri, paling tidak harus dapat dipastikan bahwa
perlindungan hak dari orang telah dapat dilakukan secara maksimal ketika kontrak dirancang dan
disepakati, bukan ketika permasalahan telah timbul dari kontrak yang telah disepakati tersebut
kemudian.

Dalam posisinya sebagai seorang contract drafter, upaya untuk memaksimalisasi


perlindungan hak akan sangat tergantung pada jenis kontrak apa yang akan dirancangnya, dan
sebagai apa dia atau orang yang diwakilinya dalam kontrak tersebut. Artinya, sebagai pihak,
dalam posisi apa pun dia atau orang yang diwakilinya dalam kontrak, maka ke arah itulah upaya
maksimalisasi perlindungan hak dikonsentrasikan. Selanjutnya akan diterangkan mengenai
ketentuan-ketentuan di dalam kontrak di bawah ini :

 Kontrak Tidak Mempunyai Bentuk Yang Baku

Dalam perancangannya kontrak tidak mempunyai ukuran tertentu dari jumlah


kata-kata atau klausul yang akan digunakan. Begitu juga pada susunan perikatan-
perikatan yang akan disepakati dan ukuran kertas yang digunakan sebagai media dari
kontrak. Artinya, walaupun disajikan dalm bentuk susunan yang tidak lazim, kontrak
tetap sah dan mengikat kedua belah pihak sepanjang kontrak tidak bertentangan dengan
ketentuan Pasal 1320 KUH Perdata mengenai “Syarat-syarat sahnya suatu perjanjian”.

Namun kontrak yang paling baik tidak harus mempunyai hal-hal minimum yang
wajib dipenuhi. Dengan berpegang pada prinsip-prinsip dan hal hal yang harus diketahui,
sehingga pada kontrak yang baik paling tidak berisikan ketentuan-ketentuan sebagai
berikut :

1. Judul Kontrak
(Judul sangat diperlukan sebagai identitas yang menggambarkan maksud dan area yang
akan disepakati para pihak, umumnya judul kontak tidak berbeda dengan isi kesepakatan
kontrak).
2. Hari dan Tanggal Penandatanganan Kontrak.
(Tanggal ini akan menentukan kapan kontrak disepakati para pihak dan kapan mulai
menjadi berlaku untuk mengatur hak dan kewajiban kedua belah pihak).
3. Para Pihak yang Berkontrak.
(Tanpa subjek kontrak, kontrak tidak ada. Bila dihubungkan dengan syarat kedua Pasal
1320 KUH Perdata, lebih jauh ditegaskan bahwa para pihak haruslah mempunyai
kejelasan status hukum dalam kapasitasnya sebagai subjek hukum ,baik perorangan
(natural entity) maupun badan hukum (legal entity)).
4. Latar Belakang Atau Pertimbangan Yang Mendasari Terjadinya Kontrak
5. Klausul Definisi
6. Gambaran Pokok Yang Diperjanjikan
7. Hak Dan Kewajiban Para Pihak Yang Berkontrak
(Bagian ini sangat ditentukan oleh poin-poin yang dipikirkan dan diyakini kedua belah
pihak yang dapat melindungi kepentingan mereka masing-masing secara maksimal).
8. Hal-Hal atau Peristiwa yang menjadi Ukuran Terjadinya Wanprestasi.
9. Konsekuensi Telah Terjadinya Wanprestasi

Para pihak memang dapat memperjanjikan kapan terjadinya pelanggaran prestasi atau
ingkar janji terjadi, serta akibat yang tegas dari pelanggaran atau ingkar janji untuk
membayar seluruh kewajiban yang telah jatuh tempo akibat dari tindakan “lalai” atau “ingkar
janji”. Karena dengan memperjanjikan tata cara terjadinya wanprestasi serta juga akibat dari
wanprestasi, maka kontrak telah meminimalisasi konflik, dari potensi ketidakpastian dari
proses penentuan wanprestasi yang ditentukan secara undang-undang seperti yang diatur
dalam Pasal 1238 KUH Pedata.

 Pilihan Hukum / Pilihan Jurisdiksi / Pilihan Forum, Pilihan Domisili, Dalam


Penyelesaian Konflik
 Pilihan Hukum/Pilihan Jurisdiksi

Umunya terdapat pada kontrak yang bersifat internasional, yang


melibatkan dua pihak dari warga negara yang berbeda. Namun tidak berarti
bahwa dua warga negara yang tunduk pada hukum yang sama tidak mempunyai
hak untuk melakukan pemilihan hukum negara mana yang mereka rasakan akan
menjadi ukuran hukum yang mengatur perjanjian yang mereka sepakati.
 Pilihan Domisili

Secara teori menjadi penting bagi para pihak yang berkontrak (dalam hal
ini antara sesama WNI), dalam hal untuk menentukan domisili hukum yang
menjadi dasar kewenangan dari Pengadilan Negeri untuk memeriksa dan
memutuskan gugatan adalah hal terjadinya dispute antara pihak yang berkontrak.

 Forum Arbitrase

Dikarenakan penyelesaian perkara di pengadilan umunya memakan waktu


yang lama dan keterikatan pelaksanaan hukum acara pemeriksaan perkara
dipengadilan pada formalitas pembuktian dan prinsip untuk meminimalisasi
potensi konflik antar pelaku bisnis, membuat banyak kalangan pelaku usaha
memilih menyelesaikan konflik yang terjadi dengan mitra kontraknya melalui
Lembaga Arbitrase. Hal ini dikarenakan perkara yang diputuskan oleh Badan
Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) bersifat final dan mengikat kedua belah
pihak yang bersengketa.

10. Force Majeure

Adalah suatu keadaan yang luar biasa yang berada di luar dari kekuasaan ataupun
kemampuan normal manusia untuk mengatasinya, yang telah menimbulkan
ketidakmampuan bagi pihak tersebut untuk melaksanakan prestasinya sesuai dengan yang
telah disepakati dalam suatu kontrak.

11. Komunikasi Perubahan dan Penambahan Kontrak

Kontrak yang telah disepakati dan memenuhi ketentuan Pasal 1320 KUH Perdata
tidak dapat dilakukan perubahan secara sepihak atas alasan apapun tanpa persetujuan
dari pihak mitra berkontraknya. Yang artinya bahwa “perjanjian ini dapat diubah hanya
dengan persetujuan tertulis dari debitur dan kreditur. Perubahan akan diatur dalam
perjanjian yang merupakan bagian dan menjadi kesatuan yang tidak dapat terpisahkan
dari perjanjian, dan karenanya seluruh ketentuan dalam perjanjian tetap berlaku pada
perjanjian perubahan kecuali untuk hal-hal yang disepakati untuk dirubah.”

12. Pemberitahuan dan Komunikasi


Komunikasi merupakan bagian yang penting dalam aktivitas berkontrak.
Komunikasi tersebut dapat berisikan informasi-informasi atau instruksi sehubungan
dengan pelaksanaan ketentuan-ketentuan dalam kontrak yang telah disepakati, akan tetapi
dapat juga merupakan pemberitahuan ataupun susulan perubahan terhadap kontrak
tersebut.

13. Tanda Tangan Para Pihak

Kesepakatan dari para pihak yang berkontrak akan direfleksikan dengan


penandatanganan kontrak tersebut oleh pihak-pihak yang berkapasitas ataupun
berwenang. Akan tetapi, dalam prakteknya, tidak semua pembuktian adanya persetujuan
didasarkan dari penandatanganan dari suatu kontrak, karena sepanjang disepakati, dapat
saja persetujuan para pihak terhadap kontrak tidak direfleksikan dengan tandatangan,
misalnya ketika masing-masing pihak yang berkontrak ataupun salah satu dari mereka
adalah buta huruf ataupun tidak bisa menandatangani, maka alternatif lain yang
dimungkinkan dapat dilakukan dengan membubuhkan cap ibu jari.

14. Saksi-saksi

Saksi-saksi adalah pihak yang secara teori dibutuhkan dalam suatu kontrak bisnis
apa bila kontrak tersebut diatur menurut ketentuan hukum yang berlaku di Indonesia.
Saksi-saksi tersebut secara hukum dibutuhkan untuk mempersaksikan ataupun sebagai
bagian dari alat bukti yang dimaksud dalam pasal 1866 KUH Perdata untuk membuktikan
apakah kontrak tersebut telah dilakukan sesuai dengan ketentuan hukum yang ada.
Jumlah saksi dalam kontrak tersebut sebaiknya minimal dua orang untuk memenuhi
persyaratan minimal dua saksi seperti yang diatur dalan pasl 1905 KUH Perdata dan
pasal 169 HIR. Sehubungan dengan upaya pembuktian melalui tulisan yang oleh pasal
1888 KUH Perdata harus diajukan dalam bentuk bukti tulisan asli, maka umumnya ,
dalam perancangan kontrak, kontrak-kontrak yang telah disepakati dan akan
ditandatangani tersebut akan disediakan dalam dua rangkap kontrak atau dibuat sebanyak
jumlah masing-masing pihak yang berkontrak, dengan dibutuhkan materai secukupnya
dan masing-masing pihak yang berkontrak, dengan dibubuhkan materai secukupnya dan
masing-masing dari dokumen tersebut dinyatakan dinyatakan sebagai dokumen asli dan
mempunyai kekuatan pembuktian yang sama.

15. Beberapa Variasi Sistematika Kontrak

Bentuk-bentuk klausula kontrak yang telah dijelaskan di atas merupakan bentuk


yang pada umunya hadir dalam perancangan suatu kontrak. Sesuai dengan kebutuhannya,
maka detail ataupun tatacara dari masing-masing pihak yang berkontrak untuk
memaksimalkan perlindungan terhadap dirinya akan mempengaruhi bentuk-bentuk
kontrak yang dihadirkan oleh pihak yang menyepakatinya berdasarkan azas keterbukaan
yang dimilikinya. Akan tetapi sebaliknya, bentuk-bentuk lainnya dihadirkan dengan
rangkaian perikatan yang sangat detail.

Anda mungkin juga menyukai