Pengadilan
antara subyek hukum yang satu dengan subyek hukum yang lain, dimana
subyek hukum yang satu berhak atas prestasi dan begitu juga suyek hukum
Perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap
satu orang lain atau lebih. Dari peristiwa ini, timbullah suatu hubungan
hukum antara dua orang atau lebih yang disebut Perikatan yang di dalamya
dipenuhi serta berlaku sebagai hukum, dengan kata lain, perjanjian itu
sebagaimana tertuang dalam Pasal 1338 Ayat (1) KUH Perdata yang berbunyi
42
43
Akibat Hukum Perjanjian Didalam Pasal 1338 KUH Perdata: Ayat (1)
menyatakan bahwa: “Setiap perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai
mengikat para pihak. Dari perkataan "setiap" dalam pasal di atas dapat
dibatasi oleh hukum yang sifatnya memaksa. Sehingga para yang membuat
terhadap ketentuan pasal 1320 KUH Perdata. Ayat (2) menyatakan bahwa:
“Suatu perjanjian tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua
pihak atau untuk salah satu pihak menimbulkan suatu kewajiban yang
dirinya dari hubungan semacam itu. Untuk menghindari hal tersebut, biasanya
akan dibuat perjanjian untuk suatu jangka waktu tertentu. Dan selama masa
tersebut, perjanjian dapat diakhiri dengan kata sepakat para pihak. Ayat 3
baik”. Adapun yang dimaksud dengan itikad baik adalah adalah menjelaskan
44
umum dan kesusilaan yang tidak boleh dikesampingkan oleh para pihak.
dalam pasal 1339 KUH Perdata bukanlah kebiasaan setempat, akan tetapi
Kebiasaan yang selamanya diperjanjikan, adalah suatu janji yang selalu harus
diadakan pada waktu membuat perjanjian dari suatu jenis tertentu. Kebiasaan
tertulis.
secara tidak tertulis tidak mempunyai kekuatan hukum apabila tidak didukung
lisan antara Subagyo dengan Ary Kalista. Bermula dari Subagyo dan Ary
45
Kalista membuat suatu perjanjian tidak tertulis yang isinya yaitu, bahwa
Subayo membeli 3 (tiga) bidang tanah dan diatas namakan Ary Kalista,
namun jika Subagyo dan Ary Kalista tidak jadi menikah, Ary Kalista harus
nama Subagyo. Ternyata Subagyo dan Ary Kalista tidak jadi menikah, karena
Ary Kalista menikah dengan orang lain. Subagyo meminta hak yang timbul
dari perjanjian tidak tertulis tersebut, namun Ary Kalista menolaknya, justru
perjanjian tidak tertulis antara Subagyo dan Ary Kalista tetap memiliki
untuk mengikat para pihak yang membuat perjanjian tersebut dan juga
Subagyo yaitu telah terjadi kesepakatan antara Subagyo dengan Ary Kalista
secara musyawarah yang disaksikan beberapa orang atau saksi bahwa ketiga
46
tanah tersebut nantinya untuk hadiah pernikahan kedua belah pihak (Subagyo
dan Ary Kalista) dan apabila pernikahan batal maka ketiga tanah tersebut
akan dikembalikan dan Ary Kalista akan membalik namakan ketiga tanah
tersebut kepada Subagyo. Dalil Subagyo tersebut telah dikuatkan oleh saksi
antara Subagyo dengan Ary Kalista yaitu bahwa maksud Subagyo membeli
Subagyo dan Ary Kalista namun jika pernikahan tidak jadi maka Ary Kalista
mengembalikan tanah-tanah tersebut kepada Subagyo, dan juga saksi Tri Aris
adalah untuk hadiah pernikahan Subagyo dengan Tergugat karena waktu itu
masih ada hubungan asmara antara Subagyo dengan Tergugat, dan apabila
Pasal 1865 KUH Perdata menyatakan bahwa “setiap orang yang mendalilkan
maupun membantah suatu hak orang lain, menunjuk pada suatu peristiwa,
debitur (Ary Kalista). Subagyo mengajukan alat bukti berupa saksi untuk
meneguhkan perjanjian lisan yang tidak diakui atau disangkal oleh Ary
47
Kalista tersebut. Ary Kalista juga mengajukan alat bukti, namun alat bukti
yang diajukan tidak ada yang dapat meneguhkan dalil dari Ary Kalista yang
sangat penting, karena alat bukti tersebutlah yang nantinya akan digunakan
dalam Pasal 1320 KUH Perdata tidak mewajibkan menggunakan saksi dalam
perjanjian memiliki peran penting karena dapat dijadikan sebagai alat bukti
jika salah satu pihak tidak mengakui telah membuat perjanjian tersebut.
sebagai pertimbangan sudah sesuai dengan Pasal 169 HIR yang menyatakan
bahwa “keterangan dari seorang saksi saja, dengan tidak ada suatu alat bukti
(dua) keterangan saksi yaitu dari saksi Tuti Handayani dan saksi Tri Aris
pihak Ary Kalista tidak mengajukan alat bukti atau tidak membuktikan untuk
tersebut, perjanjian tidak tertulis yang dibuat oleh Subagyo dan Ary Kalista
48
hukum untuk mengikat para pihak yang membuatnya dan juga memiliki
wanprestasi.
mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau
lebih”. Perjanjian yang demikian mengikat para pihak secara hukum untuk
perjanjian itu. Perjanjian lisan yang dibuat Subagyo dan Ary Kalista, menurut
penulis bukanlah perjanjian sepihak seperti yang dijelaskan dalam Pasal 1313
KUH Perdata. Perjanjian lisan yang dibuat oleh Subagyo dan Ary Kalista
termasuk perjanjian timbal balik karena tidak hanya Ary Kalista yang
mengatasnamakan 3 (tiga) bidang tanah yang telah dibeli dengan atas nama
menentukan perjanjian tidak tertulis yang dibuat oleh Subagyo dan Ary
Kalista memiliki kekuatan hukum atau tidak, namun dapat dijadikan sebagai
Pasal 1338 KUH Perdata menyebutkan “bahwa semua perjanjian yang dibuat
Pengertian ini berkaitan dengan asas pacta sunt servanda yang artinya bahwa
Pasal 1338 KUH Perdata berkaitan dengan asas pacta sunt servanda yang
mereka satu sama lain dalam perjanjian yang dibuat. Pasal 1338 KUH Perdata
berarti bahwa setiap subjek hukum dapat membentuk hukum (dalam hal ini
Perjanjian tidak tertulis yang dibuat Subagyo dan Ary Kalista sudah
seharusnya mengikat para pihak, sehingga Subagyo dan Ary Kalista wajib
Adapula dalam Pasal 1338 ayat (3) KUH Perdata menyatakan “suatu
Nasonal pada 1981, mengartikan itikad baik, yaitu salah satunya sebagai
perilaku para pihak dalam melaksanakan apa yang telah disepakati dalam
penulis dapat menentukan perjanjian tidak tertulis yang dibuat oleh Subagyo
50
dan Ary Kalista memiliki kekuatan hukum untuk menyatakan Ary Kalista
Pasal 1320 KUH Perdata syarat sahnya perjanjian yaitu sepakat mereka yang
dan suatu sebab yang halal. Hakim menimbang, bahwa sepakat ditandai oleh
perjanjian yang sah karena memenuhi unsur kata sepakat yang terdapat dalam
rumusan Pasal 1320 KUH Perdata, sehingga para pihak yang mengadakan
yang telah disepakati, seperti yang terdapat didalam Pasal 1234 KUH Perdata
berbuat sesuatu dan tidak berbuat sesuatu”. Apabila ada pihak yang tidak
ada perjumpaan atau persesuaian antara janji-janji yang ditujukan satu pihak
terhadap pihak lainnya. Perjanjian tidak tertulis antara Subagyo dan Ary
Kalista harus dilihat terlebih dahulu apakah ada perjumpaan atau persesuaian
antara janji-janji yang ditujukan satu pihak terhadap pihak lainnya, yang
51
dalam hal ini termasuk dalam syarat sahnya perjanjian dalam Pasal 1320
dalam bentuk lisan, berarti penyerahan dari “apa yang dikehendaki dan
diminta oleh pihak yang menawarkan kepada pihak yang menerima. Janji
dan perbuatan, adalah faktor potensial, titik taut dari apa yang sebenarnya
Pasal 1320 KUH Perdata mengenai syarat sahnya perjanjian sangat penting
wanprestasi yang pertama kali dilihat adalah perjanjiannya sah atau tidak sah.
Jika perjanjian tersebut tidak sah maka seseorang yang diduga melakukan
Pasal 1320 KUH Perdata, perjanjian tidak tertulis yang dilakukan oleh
Subagyo dan Ary Kalista sah, sehingga para pihak yang membuat perjanjian
secara tidak tertulis tersebut diwajibkan melaksanakan prestasi dari apa yang
telah disepakati. Suatu perjanjian yang sah, baik secara tidak tertulis maupun
wanprestasi.
Hal ini diperkuat dengan Hakim menimbang Pasal 1234 KUH Perdata
untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu”. Pihak yang tidak
tersebut.
(tiga) bidang tanah dan diatasnamakan Ary Kalista yang nantinya 3 (tiga)
yang dilakukan oleh Ary Kalista terhadap Subagyo adalah perikatan untuk
kenikmatan dari hak milik itu. Pasal 1238 KUH Perdata menyatakan “si
berutang adalah lalai, apabila ia dengan surat perintah atau dengan akta
sejenis itu telah dinyatakan lalai, atau demi perikatannya sendiri, ialah jika ini
pernyataan lalai. Keadaan tertentu tersebut. Misalnya, antara lain: a). Untuk
menjamin prestasi berlaku tenggang waktu yang fatal; b). Debitor menolak
mungkin; e). Pemenuhan tidak lagi berizin; dan f). Debitor melakukan
prestasinya. Dilihat dari gugatan yang diajukan oleh Subagyo, yaitu sebelum
pernyataan lalai.
piutang yang dilakukan secara tidak tertulis, kesimpulan yang dapat penulis
tidak didukung dengan alat bukti yang lainnya misal keterangan saksi dan
1338 KUHPerdata. Karena perjanjian yang dilakukan dengan cara lisan atau
dengan tidak tertulis dan tidak disertakan dengan alat bukti maka tidak
a) Perjanjian hibah harus dalam bentuk tertulis dalam akta notaris, kecuali
perjanjian hibah hak atas tanah (vide Pasal 1682 KUH Perdata);
dalam bentuk tertulis dalam akta notaris (vide Pasal 1171 KUH Perdata);
bentuk tertulis dalam akta notaris (vide Pasal 1172 KUH Perdata);
d) Perjanjian subrogasi harus dalam bentuk tertulis dalam akta notaris (vide
e) Perjanjian peralihan (khusunya jual beli dan hibah) hak atas tanah,
dalam bentuk tertulis dalam akta pejabat pembuat akta tanah (vide pasal
37 PP no 24 Tahun 1997);
f) Perjanjian peralihan (khususnya perjanjian jual beli dan hibah) hak milik
atas tanah satuan rumah susun, kecuali melalui lelang, harus dalam
bentuk tertulis dalam akta pejabat pembuat akta tanah (vide Pasal 37 PP
no 24 Tahun 1997);
55
g) Perjanjian pemindahan hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah
susun dengan lelang harus dalam bentuk tertulis dalam akta pejabat
bentuk tertulis dalam akta pejabat pembuat akta tanah (vide Pasal 15 ayat
akta pejabat pembuat akta tanah (vide Pasal 10 ayat (2) Undang-undang
k) Perjanjian pendirian firma harus dalam bentuk tertulis dalam akta notaris
Tahun 1992);
dan
dianggap tidak pernah ada). Perjanjian tidak tertulis tidak dapat diterapkan
kata lain selama tidak ada undang-undang yang mengatur mengenai suatu
perjanjian harus dalam bentuk tertulis, maka perjanjian lisan tetaplah sah
dahulu apakah perjanjian yang dibuat oleh para pihak sah atau tidak sah
karena mengikat atau tidak mengikatnya suatu perjanjian terhadap para pihak
yang membuatnya tergantung kepada sah atau tidak sahnya perjanjian yang
dibuat oleh para pihak tersebut. Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata, berbunyi
bagi mereka yang membuatnya”. Sah atau tidak sahnya suatu perjanjian dapat
sahnya suatu perjanjian diatur dalam Buku III KUH Perdata. Pasal 1320 KUH
suatu perjanjian yang dibuat oleh para pihak, karena pasal tersebut
menentukan adanya 4 (empat) syarat yang harus dipenuhi untuk sahnya suatu
perjanjian, yaitu:
tertulis dimana dalam pasal 1313 KUHPerdata tidak dijelaskan secara pasti
dan rinci bahwa perjanjian tersebut harus berbentuk perjanjian tertulis dan
tidak berbentuk perjanjian tidak tertulis dan di pasal 1320 KUHPerdata pada
diamana salah satu asas perjanjian yaitu pacta sunt servanda (kebebasan
atau tertulis, para pihak yang membuat perjanjian bebas menentukan bentuk
dan isi perjanjian yang mereka buat asalkan tidak melanggar ketentuan
dibuktikan oleh keterangan para saksi tanpa alat bukti pendukung yang lain.
hal-hal atau keadaan yang tidak atau belum diatur itu dapat terjadi
diatur berarti boleh, selama belum ada tata cara yang jelas dan diatur