Anda di halaman 1dari 13

PAPER

Hukum Perikatan Mengenai Kesepakatan Jual Beli


Disusun Untuk Memenuhi Tugas UAS

Dosen Pengampu:
Hendra Dinata, S.H. M.H

Disusun Oleh:
Aldo setiawan
(2022330050035)

KELAS B
PROGRAM STUDI ILMU HUKUM
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS JAYABAYA
I. Pendahuluan

Perjanjian pada hakikatnya sering terjadi di dalam masyarakat


bahkan sudah menjadi suatu kebiasaan. Perjanjiaan itu
menimbulkan suatu hubungan hukum yang biasa disebut dengan
perikatan. Perjanjian merupakan suatu perhubungan hukum
mengenai harta benda antara dua pihak, dalam mana suatu pihak
berjanji atau dianggap berjanji untuk melakukan sesuatu hal,
sedang pihak lain menuntut pelaksanaan janji itu. Sedangkan
pengertian perjanjian dalam Pasal 1313 KUHPerdata adalah “Suatu
perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau
lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.”

Dalam hukum perjanjian menganut asas kebebasan berkontrak.


Kebebasan berkontrak merupakan kebebasan para pihak yang
terlibat dalam suatu perjanjian untuk dapat menyusun dan
menyetujui klausul-klausul dari perjanjian tersebut, tanpa
campur tangan pihak lain. Asas kebebasan berkontrak dapat
ditemukan dalam Pasal 1338 ayat 1 KUHPerdata yang menyatakan
bahwa: semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai

undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Ada pula yang


mendasarkan tentang syarat sahnya perjanjian pada Pasal 1320
KUHPerdata menyatakan:

untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat:

1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya

2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan

3. Suatu hal tertentu

4. Suatu sebab yang halal

Perjanjian hutang-piutang dapat dilakukan secara tertulis


(kontrak) maupun Non Contractual (lisan). Perjanjian tertulis
adalah perjanjian yang dibuat oleh para pihak dalam bentuk
tulisan atau kontrak. Perjanjian Non Contractual (lisan)
merupakan suatu perjanjian yang dibuat oleh para pihak dalam
wujud lisan (cukup kesepakatan lisan para pihak).Jaminan
pemenuhan prestasi dalam suatu perjanjian diatur dalam pasal
1131 & 1132 KUHPerdata yang menyebutkan bahwa: “Segala
kebendaan si berutang, baik yang bergerak maupun yang tidak
bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada di
kemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala perikatan
perseorangan.” “kebendaan tersebut menjadi jaminan bersama-sama
bagi semua orang yang mengutangkan padanya; pendapatan penjulan
bendabenda itu dibagi-bagi menurut keseimbangan, yaitu menurut
besar kecilnya piutang masing-masing, kecuali apabila diantara
para berpiutang itu ada alasan-alasan yang sah untuk
didahulukan.”

Menurut Subekti, perkataan “perikatan” dalam Buku III


KUHPerdata mempunyai arti yang lebih luas dari "perjanjian",
sebab dalam Buku III itu, diatur juga perihal hubungan hukum
yang Sama sekali tidak bersumber pada suatu persetutujuan
atau perjanjian, yaitu perihal perikatan yang timbul dari
perbuatan yang melanggar hukum (onrechtmatige daad) dan
perihal perikatan yang timbul dari pengurusan kepentingan
orang lain yang tidak berdasarkan persetujuan (zaakwaarneming).
Tetapi sebagian besar dari Buku III ditujukan padaperikatan
yang timbul dari persetujuan atau perjanjian.

Subekti juga dalam bukunya Pokok-Pokok Hukum Perdata


berpendapat, bahwa perikatan adalah suatu hubungan hukum antara
dua orang atau dua pihak, yang mana pihak yang satu berhak
menuntut sesuatu dari pihak yang lainnya yang berkewajiban
memenuhi tuntutan itu. Perikatan sendiri merupakan suatu
pengertian yang abstrak.

Sumber pokok hakum perikatan diatur dalam Buku III Burgerlijk


Wetboek (BW). Dalam buku III BW. Pada Pasal 1233 menyatakan
bahwa: Tiap-tiap perikatan dilahirkan baik karena persetujuan,
baik Karena Undang-Undang Pasal ini dimaknai bahwa perikatan
dapat hadir dari perjanjian yang diperjanjikan dengan kehendak
para pihak dan tidak menutup kemungkinan pula perikatan terjadi
karena diperintah kan oleh undang-undang.

Perikatan hadir karena adanya perjanjian, dimana perjanjian ini


merupakan Langkah awal untuk membuat suatu perikatan,
Berdasarkan contoh diatas dapat disimpulkan bahwa perikatan
tersebut hadir karena adanya perjanjian, setalah lahirnya
perikatan tersebut maka para pihak yang terikat pada perikatan
tersebut harus memenuhi prestasinya. karena perjanjian bersifat
akan melaksanakan suatu hal dikemudian hari/melaksanakan
prestasi.
Prestasi atau yang dalam bahasa inggris disebut juga
dengan istilah “performance” dalam hukum prjanjian dimaksud
sebagai suatu pelaksanaan hal-hal Yang tertulis maupun lusan
dalam suatu perjanjian oleh pihak yang telah mengikatkan diri
untuk Itu, pelaksanaan mana yang sesuai dengan “term” dan
“condition” sebagaimana Disebut dalam perjanjian yang
bersangkutan. Adapun yang merupakan model-model Dari prestasi
adalah seperti yang disebutkan dalam pasal 1234 KUHPerdata.
Sementara itu, yang dimaksud dengan wanprestasi (default
atau non Fulfiment ataupun yang disebut juga dengan istilah
breach of contract) adalah Tidak dilaksanakannya prestasi atau
kewajiban sebagaimana mestinya yang Dibebankan oleh kontrak
terhadap pihak-pihak tertentu seperti yang disebutkan Dalam
kontrak yang bersangkutan. Tindakan wanprestasi membawa
konsekuensi Terhadap timbulnya hak pihak yang dirugikan untuk
menuntut pihak yang Melakukan wanprestasi untuk memberikan
ganti rugi.
Sehingga oleh hukum diharapkan agar tidak ada satu pihak pun
yang dirugikan Karena wanprestasi tersebut.1
Tindakan wanprestasi ini dapat terjadi karena :
1. Kesengajaan;
2. Kelalaian;
3. Tanpa kesalahan (tanpa kesengajaan atau kelalaian).
Akan tetapi berbeda dengan hukum pidana atau hukum tentang
perbuatan Melawan hukum, hukum kontrak tidak begitu membedakan
apakah suatu kontrak Tidak dilaksanakan karen adanya suatu unsur
kesalahan dari para pihak atau tidak. Akibat umumnya tetap sama,
yakni pemberian ganti rugi dengan perhitungan-Perhitungan
tertentu. Kecuali tidak dilaksanakan kontrak tersebut karena
1
Setiawan R. Pokok-Pokok Hukum Perikatan. Bandung : Bina Cipta. 1989.
Leonora Bakarbessy dan Ghansham Anand,, Buku Ajaran Hukon Perikatan,
Zafatima Jawara, Sidoarjo, 2018, h. 16
alasan Force majoure, yang umumnya membebaskan pihak yang tidak
memenuhi prestasi (untuk sementara atau untuk selama-lamanya).
Untuk lebih jelasnya dalam membahas perikatan diantara Juliana
maharani dan Rakan mahardika akan dijelaskan pada bagian
selanjutnya
contohnya dalam kasus tersebut: kurun waktu tahun 2007 Sdri.
Hani berkeinginan menjual sebagian tanah dan bangunan yang
terletak di Jalan Mangga seluas ± 120 M2 dan menawarkan kepada
Sdr. Tarsono. Sdr. Tarsono tertarik untuk membeli sebagian
tanah dan bangunan tersebut. Kedua belah pihak sepakat untuk
mengadakan perjanjian jual beli tanah dan bangunan yang dibuat
secara lisan dengan kesepakatan harga senilai Rp 250.000.000,-
(Dua ratus lima puluh juta rupiah). Sdr. Tarsono menyatakan
kepada Sdri. Hani tidak mampu membeli sebagian tanah dan
bangunan milik Sdri. Hani secara tunai dan hanya memiliki
kesanggupan membeli dengan cara dicicil selama 3 (tiga) kali
pembayaran, hingga akhir tahun 2007. Sebagaimana telah
disepakati antara kedua belah pihak tentang pembayaran sebanyak
3 (tiga) kali untuk melunasi hingga akhir tahun 2007
sebagaimana perjanjian/persetujuan. Adapun fakta pertama kali
Sdr. Tarsono mencicil pada bulan Juni 2007 sampai dengan
terakhir kali pada bulan Desember 2013 dengan total jumlah
cicilan sepanjang tahun tersebut sebanyak 21 kali cicilan.
Sehingga total pembayaran keseluruhan Sdri. Hani hanya menerima
sebesar Rp. 121.500.000,- (Seratus dua puluh satu juta lima
ratus ribu rupiah). Sementara Sdr. Tarsono telah menempati
dan/atau menikmati sebagian kepunyaan tanah dan bangunan
tersebut.

II. Aspek Filosofi


Perjanjian merupakan suatu peristiwa dimana seseorang berjanji
kepada orang lain untuk melakukan suatu prestasi. Perjanjian
menimbulkan perikatan bagi keduanya untuk memenuhi apa yang
menjadi kesepakatan tersebut. Dan dalam membuat suatu perikatan
dalam bentuk perjanjian para pihak harus mengindahkan asas-asas
dan unsur-unsur sebagai suatu prinsip-prinsip dalam hukum
perikatan.

Kitab Undang-undang Hukum Perdata memberikan berbagai asas-asas


umum yang merupakan pedoman atau patokan serta menjadi batas
atau rambu dalam mengatur dan membentuk perjanjian yang akan
dibuat hingga pada akhirnya menjadi perikatan yang berlaku bagi
para pihak. Adapun asas-asas hukum perjanjian yang merupakan
asas-asas umum (principle) yang harus diindahkan oleh setiap
yang terlibat di dalam suatu perjanjian itu. Ada:

1. Asas Kebebasan Berkontrak(Freedom of contract)


Asas kebebasan berkontrak merupakan otonomi para pihak
sebagai penjabaran dari Buku III KUHPerdata. Asas ini dapat
disimpulkan dari Ps 1338 Ayat (1)KUHPerdata: “Semua
perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-
undang bagi mereka yang membuatnya“. Dari kata “semua”
dapat disimpulkan bahwa asas kebebasan berkontrak
mengakibatkan hukum perjanjian bersifat atau menganut
sistem terbuka, dimana undang-undang memberikan kebebasan
yang seluas-luasnya bagi para pihak dalam masyarakat, yaitu
Untuk mengadakan perjanjian, tentang objek perjanjian, dll
asalkan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-
undangan, kepatutan dan ketertiban umum.
(1) Kebebasan untuk membuat atau tidak membua
perjanjian;
(2) Kebebasan untuk memilih pihak dengan siapa ia ingin
membuat perjanjian;
(3) Kebebasan untuk menentukan atau memilih causa dari
perjanjian yang akan dibuatnya;
(4) Kebebasan untuk menentukan obyek perjanjian;
(5) Kebebasan untuk menentukan bentuk suatu perjanjian;
(6) Kebebasan untuk menerima atau menyimpangi ketentuan
perundang- undangan yang bersifat opsional

Saudari Hani menjual Sebagian tanah dan bangunan dan


menawarkan kepada saudara tarsono dan saudara tarsono tertarik
membeli Sebagian tanah dan bangunan tersebut dan kedua belah
pihak sepakat melakukan perjanjian secara lisan

2. Asas Konsensualisme/Konsesnsualitas
Asas konsensualisme dapat disimpulkan dalam pasal 1320 ayat (1)
KUHPerdata. Dalam pasal tersebut salah satu syarat sahnya
perjanjian antara kedua belah pihak. Perjanjian sudah lahir
sejak tercapainya kata sepakat. perjanjian telah mengikat
ketika kata sepakat dinyatakan atau diucapakan, sehingga tidak
perlu lagi formalitas tertentu. Kecuali dalam hal undang-undang
memberikan syarat formalitas tertentu terhadap suatu perjanjian
yang mensyaratkan harus tertulis.
Hani secara tunai dan hanya memiliki kesanggupan membeli dengan
cara dicicil selama 3 (tiga) kali pembayaran, hingga akhir
tahun 2007. Sebagaimana telah disepakati antara kedua belah
pihak tentang pembayaran sebanyak 3 (tiga) kali untuk melunasi
hingga akhir tahun 2007 sebagaimana perjanjian/persetujuan.

3. Asas Kepastian Hukum(Pacta Sunt Servanda)


Menurut Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata bahwa, Semua perjanjian
yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi
mereka yang membuatnya. Jika terjadi sengketa dalam pelaksanaan
perjanjian, maka hakim dengan keputusannya dapat memaksa agar
pihak yang melanggar itu melaksanakan hak dan kewajibannya
sesuai dengan perjanjian, bahkan hakim dapat meminta pihak yang
lain membayar ganti rugi. Putusan pengadilan itu merupakan
jaminan bahwa hak dan kewajiban para pihak dalam perjanjian
memiliki kepastian hukum, sehingga secara pasti memiliki
perlindungan hukum. Pada asas ini tersimpul adanya larangan
bagi para hakim untuk mencampuri isi dari perjanjian.

4. Asas Itikad Baik(Good Faith)


Asas ini tercantum dalam pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata, bahwa
Perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik. Dalam asas
ini para pihak yaitu pihak penjual dan pembeli harus
melaksanakan perjanjian kontrak berdasarkan kepercayaan atau
keyakinan yang teguh maupun kemauan baik dari para pihak.
Dengan itikad baik berarti keadaan batin para pihak dalam
membuat dan melaksanaan perjanjian haruslah jujur, terbuka dan
saling percaya. Keadaan batin para pihak itu tidak boleh
dicemari oleh maksud untuk melakukan tipu daya atau menutup-
tutupi keadaan sebenarnya.
Sudara Tarsono mencicil pada bulan Juni 2007 sampai dengan
terakhir kali pada bulan Desember 2013 dengan total jumlah
cicilan sepanjang tahun tersebut sebanyak 21 kali cicilan.

5. Asas kepribadian Pasal 1340 KUH Perdata berisi perjanjian hanya


mengikat para pihak secara personal dan tidak mengikat pihak-
pihak lain yang tidak memberikan kesepekatanannya. Seseorang
hanya dapat mewakili orang lain dalam membuat perjanjian yang
dibuat oleh para pihak hanya berlaku bagi mereka yang
membuatnya
Saudari hani dan saudara tarsono telah terikat sebagai pihak
yang melakukan perjanjian/perikatan jual beli tanah dan
bangunan tersebut.

III. Aspek Teoritis Hukum


1. Teori tentang perjanjian dan perikat yang terjadi anatara pihak
penjual dan pembeli.
Menurut Prof Subekti
Memberikan pengertian perikatan sebagai suatu hubungan hukum
antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan mana pihak yang
satu berhak menuntut suatu hal dari pihak yang lain, dan pihak
yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut.
Sedangkan perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang
berjanji kepada seorang lain atau dimana dua orang itu saling
berjanji untuk melaksanakan suatu hal.

Menurut Abdul Kadir Muhammad


Memberikan pengertian perikatan adalah suatu hubungan hukum
yang terjadi antara orang yang satu dengan orang yang lain
karena perbuatan peristiwa atau keadaan.32 Yang mana perikatan
terdapat dalam bidang hukum harta kekayaan; dalam bidang hukum
keluarga; dalam bidang hukum pribadi. Perikatan yang meliputi
beberapa bidang hukum ini disebut perikatan dalam arti luas.

Menurut Black’s Law Dictionary, perjanjian adalah suatu


persetujuan antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini
menimbulkan sebuah kewajiban untuk melakukan atau tidak
melakukan sesuatu secara sebagian”. Inti definisi yang
tercantum dalam Black’s Law Dictionary adalah bahwa kontrak
dilihat sebagai persetujuan dari para pihak untuk melaksanakan
kewajiban, baik melakukan atau tidak melakukan secara sebagian.

Menurut Sudikno Mertokusumo, perjanjian adalah suatu hubungan


hukum antara dua pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat
untuk menimbulkan akibat hukum. Maksudnya, kedua pihak tersebut
sepakat untuk menentukan peraturan atau kaidah atau hak dan
kewajiban yang mengikat mereka untuk ditaati dan dilaksanakan.
Kesepakatan tersebut adalah untuk menimbulkan akibat hukum,
yaitu menimbulkan hak dan
2. Teori tentang kepercayaan yang harus di timbulkan antara kedua
belah pihak
Injurious Reliance Theory.
Disebut dengan teori kepercayaan merugi, bahwa kontrak sudah
Dianggap ada jika dengan kontrak yang bersangkutan sudah
Menimbulkan kepercayaan bagi pihak terhadap siapa janji itu
Diberikan sehingga pihak yang menerima janji tersebut karena
Kepercaaannya itu akan menimbulkan kerugian jika janji itu
tidak Terlaksana.

Equivalent Theori.
Teori ini mengajarkan bahwa suatu kontrak baru mengikat jika
para Pihaknya telah memberikan prestasi yang seimbang atau sama
nilai (equivalent). Dalam prakteknya sekarang, teori ini mulai
Ditinggalkan dikarenakan banyak kontrak dalam perkembangannya
Dan dikarenakan alasan apapun dilakukan dengan prestasi yang
Tidak seimbang antara para pihak.
Will Theory.
Disebut juga dengan teori hasrat yang menekankan kepada
Pentingnya hasrat atau “will” atau “intend” dari pihak yang
Memberikan janji. Teori ini kurang mendapat tempat, dikarenakan
bersifat (sangat) Subjektif , dalam hal mana menurut teori ini
yang terpenting dari Suatu kontrak bukanlah apa yang dilakukan
oleh para pihaknya, Tetapi apa yang mereka inginkan belaka.
Aspek pemenuhan dari Kontraknya sendiri dianggap sebagai urusan
belakangan, karena Yang didahulukan adalah kehendaknya

Wirdjono Prodjodikoro mengartikan perjanjian sebagai suatu


hubungan hukum mengenai harta benda antar kedua belah pihak,
dalam mana suatu pihak berjanji atau dianggap berjanji untuk
melakukan sesuatu hal, sedangkan pihak lain berhak menuntut
pelaksanaan janji itu.
IV. Analisa hukum pribadi

Berdasarkan kasus yang diatas telah disebutkan bahwa saudara


tarsono melakukan perbuatan melawan hukum yang mana sesuai
dengan pasal 1457 KUHP perdata tentang peerjanjian jual beli,dan
perjanjian lisan dengan pasal 1320 KUHP Perdata
Dalam kasus ini dapat dilihat bahwa saudara tarsono melakukan
pelanggaran perjanjian dalam membeli tanah dan bangunan seluas
120m2 yang disepakati oleh kedua belah pihak dengan uang
sejumlah Rp.250.000.000, namun saudara tarsono tidak memenuhi
perjanjian pembayaran dan saudari hani hanya menerima sebesar
Rp.121.500.000, Saudari hani merasa rugi karena saudara tarsono
hanya membayar Sebagian tetapi sudah menempati dan atau
menikmati Sebagian kepunyaan tanah dan bangunan.
Saudari hani melakukan mediasi untuk kelanjutan perjanjian
tersebut dengan menuntut Kembali hak atas tanah dan bangunannya
yang sudah ditempati saudara tarsono, Dan dalam pasal 1234 KUHP
Perdata penggantian biaya kerugian selama menempatinya.
Tetapi saudari hani tidak mengembalikan dana sepenuhnya karena
saudara tarsono sudah menempati dan nikmati bangunan serta tanah
milik hani.
V. Kesimpulan
Dapat disimpulkan Perjanjian merupakan suatu perhubungan hukum
mengenai harta benda antara dua pihak, dalam mana suatu pihak
berjanji atau dianggap berjanji untuk melakukan sesuatu hal,
sedang pihak lain menuntut pelaksanaan janji itu. Dan Kebebasan
berkontrak merupakan kebebasan para pihak yang terlibat dalam
suatu perjanjian untuk dapat menyusun dan menyetujui klausul-
klausul dari perjanjian tersebut, tanpa campur tangan pihak
lain.

Dalam faktanya, perikatan dapat terjadi dalam berbagai bidang


kehidupan, seperti dalam bisnis, kontrak kerja, jual beli, sewa
menyewa, dan sebagainya. Penting bagi setiap individu untuk
memahami dan mematuhi perikatan yang telah disepakati, karena
pelanggaran perikatan dapat berakibat pada sanksi hukum yang
serius.

Dalam makalah ini memberikan gambaran mengenai perjanjian dan


perikatan, yaitu unsur unsur, serta akibat akibat dari
pelanggaran hukum perjanjian dan perikatan. Memahami perikatan
sangat penting dalam menjaga keadilan dan keharmonisan dalam
hubungan antara individu dan masyarakat.
DAFTAF PUSTAKA

Setiawan R. Pokok-Pokok Hukum Perikatan. Bandung: Bina Cipta. 1989.

Leonora Bakarbessy dan Ghansham Anand,, Buku Ajaran Hukon Perikatan,


Zafatima Jawara, Sidoarjo, 2018, h. 16

J. Satrio, Hukum Perikatan, Perikatan yang Lahir dari Perjanjian, Buku 1, Bandung: Citra Aditya Bakti, 1995.

Djohari Santoso & Achmad Ali, Hukum Perjanjian Indonsia, Yogyakarta : Perpustakaan FH UII, 1989, hal. 52.
Muhammad Abdul Kadir. 1986. Hukum Perjanjian, Bandung: Alumni

Burhanuddin Salam, Etika Sosial, Jakarta: Rineka Cipta, 1997), hal. 117

O. Notohamidjojo, Masalah: Keadilan, (Semarang: Tirta Amerta, 1971), hal.


18-19

Anda mungkin juga menyukai