2. Badan Hukum
Selain manusia badan hukum juga termasuk sebagai subjek
hukum. Badan hukum merupakan badan-badan atau perkumpulan.
Badan hukum yakni orang yang diciptakan oleh hukum, dan juga
memenuhi syarat formal suatu badan hukum. Oleh karena itu, badan
hukum sebagai subjek hukum dapat bertindak hukum (melakukan
perbuatan hukum) seperti manusia. Dengan demikian, badan hukum
dapat melakukan persetujuan-persetujuan, memiliki kekayaan yang
sama sekali terlepas dari ikekayaan anggota-anggotanya.
Badan hukum menurut pendapat Wirjini Prodjodikoro adalah
sebagai berikut : “ suatu badan yang di samping manusia perorangan
juga bertindak dalam hukum dan yang mempunyai hak-hak,
kewajiban-kewajiban dan kepentingan-kepentingan hukum terhadap
orang lain atau badan lain.”
Kedua jenis subjek hukum tersebut memiliki hak dan kewajiban
yang sama dalam melakukan kontrak. Oleh karena itu, dalam hukum
perjanjian yang dapat menjadi subjek hukumnya adalah individu
dengan individu, atau pribadi dengan pribadi, badan hukum dengan
badan hukum.
C. Objek Hukum Kontrak
Konsep batasan keperdataan objek hukum dalam perbuatan hukum
kontrakObyek dari hukum kontrak adalah prestasi. Maksud dari prestasi
disini adalah apa yang menjadi hak kreditor dan apa yang menjadi
kewajiban debitor.1 Adapun macam-macam prestasi adalah :
a. Memberikan sesuatu (pasal 1237 KUH Perdata)
b. Melakukan perbuatan (pasal 1214 KUH Perdata)
c. Tidak melakukan perbuatan (pasal 1242 KUH Perdata)
1
Meria Utama, Arfiana Novera, Dasar-Dasar Hukum Kontrak dan Arbitrase, (Malang : Tunggal
Mandiri, 2014), h 21
2
Meria Utama, Arfiana Novera, Dasar-Dasar Hukum Kontrak dan Arbitrase, (Malang : Tunggal
Mandiri, 2014), h 22
a. Obyeknya harus tertentu atau dapat ditentukan (pasal 1320 sub 3 KUH
Perdata)
b. Obyeknya diperkenankan oleh undang-undang (pasal 1335 dan 1337
KUH Perdata)
c. Prestasinya dimungkinkan untuk dilaksanakan
Agar mempunyai kekuatan mengikat, menurut pasal 1320 sub 3 dan sub 4
KUH Perdata suatu kontrak harus memiliki obyek tertentu dan menurut
pasal 1339 KUH Perdata suatu kontrak tidak boleh bertentangan dengan
undang-undang, ketertiban umum dan kesusilaan.
3
Dadang Sukandar, Membuat Surat Perjanjian, (Yogyakarta : ANDI, 2011), h 6
kebebasan tersebut tetap ada batasnya, yaitu selama kebebasan itu
tetap berada di dalam batas-batas persyaratannya, serta tidak
melanggar hukum, kesusilaan, dan ketertiban umum. Kebebasan
berkontrak disini yaitu kebebasan para pihak untuk : (1) membuat atau
tidak membuat perjanjian, (2) mengadakan perjanjian dengan
siapapun, (3) menentukan isi perjanjian, pelaksanaan, dan
persyaratannya, san (4) menentukan bentuk perjanjian, yaitu tertulis
atau lisan.4
2. Asas Kepastian Hukum (Pacta Sunt Servanda)
Menurut pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata, hukum mengakui bahwa
suatu kontrak mempunyai kekuatan hukum layaknya undang-undang,
namun terbatas hanya mengikat para pihak yang menandatanganinya.
Pihak ketiga di luar para pihak tidak terikat pada kontrak, kecuali
pihak ketiga ikut serta dalam menandatangani kontrak sebagai bukti
persetujuan. Jika terjadi sengketa dalam pelaksanaan kontrak, hakim
dengan keputusannya dapat memaksakan agar para pihak
melaksanakan hak dan kewajiban sesuai isi kontrak. Keputusan
memaksa dari pengadilan dalam menegakkan hak dan kewajiban isi
kontrak merupakan bukti dari eksistensi kepastian hukum kontrak
tersebut.
3. Asas Konsensualisme (concensualism)
Konsensualisme berarti kesepakatan (concensus), yaitu pada dasarnya
kontrak dan perikatan yang timbul sudah dilahirkan sejak tercapainya
kata sepakat. Kontrak telah lahir dan mengikat para pihak begitu
adanya kesepakatan mengenai hal-hal pokok dalam kontrak sehingga
sebenarnya tidak perlu lagi formalitas tertentu. Namun dalam hal ini
undang-undang memberikan syarat formalitas terhadap suatu kontrak,
misal syarat harus tertulis.
4. Asas Itikad Baik (good faith)
4
Salim, Abdullah, dan Wiwiek Wahyuningsih, Perancangan Kontrak dan Memorandum of
Uderstending (MoU), (Jakarta : Sinar Grafika, 2014), h 2
Di dalam pasal 1338 ayat (3) KUH Perdata menentukan : “Perjanjian
harus dilaksanakan dengan iktikad baik”. Maksud iktikad baik disini
adalah keadaan batin para pihak untuk membuat dan melaksanakan
kontrak secara jujur, terbuka, dan saling percaya, dan dalam kontrak
tidak boleh ada maksud-maksud untuk melakukan tipu daya atau
menutup-nutupi keadaan yang sebenarnya.
5. Asas Kepribadian (personality)
Asas kepribadian berarti suatu prinsip di mana kontrak yang dibuat
oleh para pihak hanya mengikat para pihak secara personal, tidak
mengikat pihak-pihak lain diluar para pihak.5 Seperti yang ditegaskan
dalam pasal 1314 KUH Perdata, “Pada umumnya tang seorang pun
dapat mengikatkan diri atas nama sendiri atau minta ditetapkannya
suatu janji daripada untuk dirinya sendiri”. Dengan itu, perjanjian yang
dibuat oleh para pihak hanya berlaku bagi mereka yang membuatnya.
Pengecualian dalam prinsip ini, yaitu mengikatkan orang lain ke dalam
suatu perjanjian, hanya dapat dilakukan dengan suatu kuasa dari pihak
yang menginginkan perikatan tersebut.
5
Dadang Sukandar, Membuat Surat Perjanjian, (Yogyakarta : ANDI, 2011), h 12
i