Oleh :
FAKULTAS HUKUM
ILMU HUKUM
UNIVERSITAS BUNG HATTA
2021
PERIKATAN YANG LAHIR DARI PERJANJIAN
1. Pengertian
Pasal 1313 KUHPedata:
“Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya
terhadap satu orang atau lebih”
Sebagaiman yang telah diuraikan perjanjian adalah suatu hubungan hukum antara dua
belah pihak berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak lain.
Istilah perjanjian merupakan terjemahan dari kata overeenkomst (Belanda) atau contract
(Inggris)
Pengertian perjanjian menurut sarjana, yaitu
a. Menurut Salim HS
Bahwa definisi perjanjian di dalam Pasal 1313 KUHPerdata adalah tidak jelas, tidak
tampak asas konsensualisme dan bersifat dulisme
b. Menurut doktrin (teori lama)
Yang disebut perjanjian adalah “perbuatan hukum berdasarkan kata sepakat untuk
menimbulkan akibat hukum”.
c. Menurut teori baru yang dikemukakan oleh Van Dunne
Yang diartikan dengan perjanjian adalah “Suatu hubungan hukum antara dua pihak
atau lebihberdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum”.
2. Jenis-Jenis Perjanian
Ada beberapa jenis perjanjian, diantaranya
A. Jenis-Jenis Perjanijan Berdasarkan Sumber Hukumnya.
1. Perjanjian yang bersumber dari hukum
keluarga
2. Perjanjian yang bersumber dari kebendaan
3. Perjanjian obligatoir
4. Perjanjian yang bersumber dari hukum acara
5. Perjanjian yang bersumber dari hukum publik
B. Pembedaan Jenis-Jenis Perjanjian Obligatoir
1) Perjanjian sepihak dan timbal balik
Perjanjian sepihak adalah perjanjian dimana pada satu pihak ada hak saja
dan pada pihak lain ada kewajiban saja. Misalnya perjanjian hibah, perjanjian
kuasa tanpa upah.
Perjanijan timbal balik adalah perjanjian dimana masing-masing pihak
mempunyai hak dan kewajiban. Misalnya perjanjian jual beli, perjanjian sewa
menyewa.
7) Perjanjian Untung-Untungan
Perjanjian untung-untungan adalah suatu perbuatan yang hasilnya,
mengenai untung ruginya, baik bagi semua pihak maupun bagi sementara pihak,
bergantung kepada suatu kejadian yang belum tentu.
B. Asas Konsensualisme.
Asas disimpulkan dari Pasal 1320 ayat (1) KUHPerdata. Asas konsensualisme
merupakan asas yang menyatakan bahwa perjanjian pada umumnya tidak diadakan
secara formal, tetapi cukup dengan kesepakatan kedua belah pihak.
Syarat pertama dan kedua dinamakan syarat Subjektif, karena kedua syarat
tersebut mengenai subjek perjanjian, dan apabila syarat tersebut tidak dipenuhi
perjanjian dapat dibatalkan (vernietigbaar)
Syarat ketiga dan keempat disebut syarat objektif, karena mengenai objek
perjanjian, dan jika syarat tersebut tidak dipenuhi perjanjian batal dengan sendirinya
(nietig)
5. Syarat Pertama Sepakat Mereka Yang Mengikatkan Diri
Yang dimaksud dengan kesepakatan (toesteming) adalah persesuaian pernyataan
kehendak antara satu orang atau lebih dengan pihak lainnya.
Momentum terjadinya persesuaian pernyataan kehendak (terjadinya perjanjian)
Ada empat teori:
A. Teori Ucapan (Uitingstheorie)
Menurut teori ucapan, kesepakatan (toesteming) terjadi pada saat pihak yang
menerima penawaran itu menyatakan bahwa ia menerima penawaran itu. Kelemahan
teori ini adalah sangat teoritis, karena dianggap terjadinya kesepakatan secara
otomatis.
B. Teori Pengiriman (Verzendtheorie)
Menurut teori pengiriman kesepakatan terjadi apabila pihak yang menerima
penawaran mengirim telegram. Kritik terhadap teori ini, bagaimana hal itu bisa
diketahui. Teori ini juga sangat teoritis , dianggap terjadinya kesepakatan secara
otomatis
C. Teori Pengetahuan (Vernemingstheorie)
Teori pengetahuan berpendapat bahwa kesepakatan terjadi apabila pihak yang
menawarkan itu mengetahui adanya penerimaan, tetapi penerimaan itu belum
diterimanya. Kritik terhadap teori ini bagaimana ia bisa mengetahui isi penerimaan itu
apabila ia belum menerimanya.
D. Teori penerimaan (Ontvangstheorie)
Menurut teori penerimaan, bahwa kesepakatan terjadi pada saat pihak yang
menawarkan menerima langsung jawaban dari pihak lawan.
6. Teori Terjadinya Perjanjian Jika Terdapat Ketidak Sesuaian Antara Kehendak Dan
Pernyataan.
Tiga teori yang menjawab tentang ketidak sesuaian antara kehendak dan
pernyatan yaitu:
a. Teori Kehendak (wilstheorie)
Menurut teori kehendak, bahwa perjanjian itu terjadi apabila terjadi
persesuaian antara kehendak dan pernyataan. Apabila terjadi ketidak wajaran,
kehendaklah yang menyebabkan terjadinya perjanjian. Kelemahan teori ini
menimbulkan kesulitan apabila tidak ada persesuaian antara kehendak dan
pernyataan.
b. Teori pernyataan (verklaringstheorie)
Menurut teori ini, kehendak merupakan proses batiniah yang tidak
diketahui orang lain. Akantetapi yang menyebabkan terjadinya perjajian
adalah pernyataan. Dalam prakteknya teori ini menimbulkan kesulitan-
kesulitan, misalnya apa yang dinyatakan berbeda dengan apa yang
dikehendaki.
c. Teori kepercayaan (vertrouwenstheorie)
Menurut teori ini, tidak setiap pernyataan menimbulkan perjanjian,
tetapi pernyataan yang menimbulkan kepercayaan saja yang menimbulkan
perjanjian. Kepercayaan dalam arti bahwa pernyataan itu benar-benar
dikehendaki. Kelemahan teori ini bahwa kepercayaan itu sulit dinilai.
7. Cacat Kehendak (Cacat Kesepakatan)
Cacat kehendak atau cacat kesepakatan dapat terjadi karena hal-hal sebagai
berikut:
1. Kekhilafan atau kesesatan (dwaling)
Pasal 1322 KUHPerdata. Kekhilafan terjadi jika salah satu pihak keliru tentang
apa yang diperjanjikan, namun pihak lain membiarkan pihak tersebut dalam keadaan
keliru.Kekhilafan atau kesesatan dapat dibedakan yaitu kekhilafan mengenai orangnya
(error in persona) dan kekhilafan mengenai hakikat barangnya (error in substantia)
2. Paksaan (dwang)
Paksaan terjadi jika salah satu pihak memberikan kesepakatannya karena ditekan
(dipaksa secara psikologis), jadi yang dimaksud dengan paksaan bukan paksaan fisik,
karena jika yang terjadi adalah paksaan fisik pada dasrnya tdk ada kesepakatan.
3. Penipuan (bedrog)
Pasal. 1328 KUHPerdata.Penipuan terjadi jika salah satu pihak secara aktif
mempengaruhi pihak lain sehingga pihak yang dipengaruhi menyerahkan sesuatu atau
melepaskan sesuatu.
Ketiga cacat kehendak tersebut dapat dilihat dalam Pasal 1321 KUHPerdata yang
menentukan “Tiada kesepakatan yang sah apabila sepakat itu diberikan karena kekhilafan,
atau diperolehnya dengan paksaan atau penipuan. Pasal 1449 KUHPerdata: Perikatan yang
dibuat dengan paksaan, kekhilafan atau penipuan, menerbitkan suatu tuntutan untuk
membatalkannya.
8. Unsur unsur perjanjian
Dilihat dari syarat-syarat sahnya perjanjian maka dalam suatu perjanjian dikenal tiga
unsur yaitu
a. Unsur Esensialia merupakan unsur yang harus ada dalam suatu
perjanjian. Sifat yang menentukan atau menyebabkan perjanjian nitu
lahir seperti kesepakatan para pihak dan objek perjanjian
b. Unsur Naturalia merupakan unsur yang telah diatur dalam undang-
undang, sehingga apabila tidak diatur oleh para pihak dalam perjanjian
undang-undang yg mengaturnya Bagian ini merupakan sifat bawaan
perjanjian sehingga secara diam-diam melekat pd perjanjian, seperti
menjamin tidak ada cacat dalam benda yang dijual.
c. Unsur Aksidentalia, merupakan unsur yang nanti ada atau mengikat
para pihak jika mereka memperjanjikannya. Dengan demikian bagian
ini merupakan sifat yang melekat pada perjanjian dalam hal secara
tegas diperjanjikan oleh para pihak, seperti ketentuan-ketentuan
mengenai domisili para pihak.
9. Isi Perjanjian (Pasal 1339 Dan Pasal 1347 Kuhperdata)
Dari ketentuan ini dapat disimpulkan elemen-elemen perjanjian adalah:
1. Isi perjanjian itu sendiri (hal-hal yang secara
tegas dinyatakan dalam perjanjian)
2. Kepatutan
3. Kebiasaan
4. Undang-undang.
Dalam praktek urutan yg ditentukan dalam Pasal 1339 KUHPerdata mengalami
perubahan. Dalam Pasal 3 AB, ditentukan bahwa kebiasaan diakui sebagai sumber
hukum apabila ditunjuk oleh undang-undang.
Dengan dasar tersebut peradilan menempatkan undang-undang di atas kebiasaan.
Didalam kenyataannya isi perjanjian itu adalah:
1. Hal-hal tegas yang diperjanjikan
2. Undang-undang
3. Kebiasaan
4. Kepatutan
12. Risiko
Pengertian risiko dalam bahasa sehari-hari berbeda dengan pengertian risiko di dalam
hukum perikatan. Risiko dalam bahasa sehari-hari adalah tanggung jawab seseorang sebagai
akibat perbuatannya. Risiko dalam hukum perikatan adalah suatu ajaran ttg siapakah yg
harus menanggung ganti rugi apabila debitor tidak memenuhi prestasi dalam keadaan
memaksa (overmahct)
13. Ketentuan Risiko Dalam Kuhperdata
Beberapa ketentuan risiko dalam KUHPerdata antara lain:
1. Pasal 1237 KUHPerdata , mengatur tentang risiko dalam perjanjian sepihak risiko
ada pada kreditor. Ketentuan Pasal 1237 diperluas lagi dalam Pasal 1444
KUHPerdata
2. Pasal 1460 KUHPerdatamengatur tentang risiko dalam perjanjian jual beli
(ketentuan pasal ini tidak berlaku lagi)