Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH HUKUM PERIKATAN

Dosen Pengampu : Prima Resi Putri,S.H.,M.H

Oleh :

Nama : Nur Hasanah


NPM : 2010012111159
Kelas : IH/3C

FAKULTAS HUKUM
ILMU HUKUM
UNIVERSITAS BUNG HATTA
2021
PERIKATAN YANG LAHIR DARI PERJANJIAN
1. Pengertian
Pasal 1313 KUHPedata:
“Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya
terhadap satu orang atau lebih”
Sebagaiman yang telah diuraikan perjanjian adalah suatu hubungan hukum antara dua
belah pihak berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak lain.
Istilah perjanjian merupakan terjemahan dari kata overeenkomst (Belanda) atau contract
(Inggris)
Pengertian perjanjian menurut sarjana, yaitu
a. Menurut Salim HS
Bahwa definisi perjanjian di dalam Pasal 1313 KUHPerdata adalah tidak jelas, tidak
tampak asas konsensualisme dan bersifat dulisme
b. Menurut doktrin (teori lama)
Yang disebut perjanjian adalah “perbuatan hukum berdasarkan kata sepakat untuk
menimbulkan akibat hukum”.
c. Menurut teori baru yang dikemukakan oleh Van Dunne
Yang diartikan dengan perjanjian adalah “Suatu hubungan hukum antara dua pihak
atau lebihberdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum”.
2. Jenis-Jenis Perjanian
Ada beberapa jenis perjanjian, diantaranya
A. Jenis-Jenis Perjanijan Berdasarkan Sumber Hukumnya.
1. Perjanjian yang bersumber dari hukum
keluarga
2. Perjanjian yang bersumber dari kebendaan
3. Perjanjian obligatoir
4. Perjanjian yang bersumber dari hukum acara
5. Perjanjian yang bersumber dari hukum publik
B. Pembedaan Jenis-Jenis Perjanjian Obligatoir
1) Perjanjian sepihak dan timbal balik
Perjanjian sepihak adalah perjanjian dimana pada satu pihak ada hak saja
dan pada pihak lain ada kewajiban saja. Misalnya perjanjian hibah, perjanjian
kuasa tanpa upah.
Perjanijan timbal balik adalah perjanjian dimana masing-masing pihak
mempunyai hak dan kewajiban. Misalnya perjanjian jual beli, perjanjian sewa
menyewa.

2) Perjanjian bernama dan tidak bernama.


Perjanjian Bernama adalah perjanjian yang telah diatur dalam
KUHPerdata dan diberi nama oleh pembentuk undang-undang. (Perjanjian khusus
yang terdapat dalam Bab V sampai dengan Bab XVIII KUHPerdata).
Perjanjian tidak bernama yaitu perjanjian-perjanjian yang tidak diatur di
dalam KUHPerdata, tetapi terdapat didalam masyarakat. Lahirnya perjanjian ini
dalam praktek berdasarkan asas kebebasan berkontrak. Misalnya Leasing, beli
sewa, franchise, kontrak karya dsb.

3) Perjanjian Konsensuil, riil dan formil


Perjanjian Konsensuil adalah perjanjian yang sudah mempunyai kekuatan
mengikat apabila diantara kedua belah pihak telah dapat persesuaian kehendak.
Perjanjian Riil adalah perjanjian yang hanya berlaku sesudah terjadi
penyerahan barang. Misalnya perjanjian penitipan barang.
Perjanjian Formil adalah perjanjian yang hanya berlaku apabila dibuat
dengan formalitas tertentu. Misalnya perjanjian kawin, perjanjian Pendirian
Perseroan Terbatas.

4) Perjanjian Cuma-Cuma dan Atas Beban


Perjanjian Cuma-Cuma adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang
satu memberikan suatu keuntungan kepada pihak yang lain, tanpa menerima suatu
manfaat bagi dirinya sendiri. Misalnya hibah, pinjam pakai Cuma-Cuma.
Perjanjian atas beban adalah perjanjian di mana terhadap prestasi dari
pihak yang satu selalu terdapat kontra prestasi dari pihak lain, dan antara kedua
prestasi itu ada hubungannnya menurut hukum

5) Perjanjian Sepintas Lalu dan Terus Manerus


Perjanjian sepintas lalu adalah perjanjian yang pemenuhan prestasinya
satu kali saja.
Perjajian terus menerus adalah perjajian yang pemenuhan prestasinya
dilakukan terus menerus sampai berakhirnya perjanjian

6) Perjanjian Pokok dan Tambahan


Perjanjian Pokok adalah perjanjian yang utama atau yang tidak
bergantung kepada hubungan hukum yang lain, misalnya perjanjian pinjam uang.
Perjanjian Tambahan (Accesoir) adalah perjanjian yang bergantung pada
perjanjian pokok. Misalnya perjanjian pembebanan hak tanggungan.

7) Perjanjian Untung-Untungan
Perjanjian untung-untungan adalah suatu perbuatan yang hasilnya,
mengenai untung ruginya, baik bagi semua pihak maupun bagi sementara pihak,
bergantung kepada suatu kejadian yang belum tentu.

8) Perjanjian Campuran (Cotractus Sui Generis)


Perjanjian campuran adalah perjanjian yang mengandung berbagai unsur
perjanjian, misalnya pemilik hotel yang menyewakan kamar (sewa menyewa),
tapi juga menyajikan makanan (jual beli) dan juga memberikan pelayanan.
Terhadap perjanjian campuran ini ada berbagai paham:
i. Contractus kombinasi
Bahwa ketentuan-ketentuan mengenai perjanjian khusus diterapkan secara
analogis, sehingga unsur dari perjanjian khusus tetap ada.
ii. Teori absorsi
Mengatakan ketentuan-ketentuan yang dipakai adalah ketentuan-ketentuan
dari perjanjian yang paling menentukan.

3. Asas-Asas Hukum perjajian


A. Asas Kebebasan Berkontrak.
Asas ini dianalisis dari ketentuan Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata. Adalah suatu
asas `yg memeberikan kebebasan kepada para pihak untuk:
a. Membuat atau tidak membuat perjanjian
b. Mengadakan perjanjian dengan siapapun
c. Menentukan isi perjanjian, pelaksanaan, dan persyaratannya
d. Menentukan bentuk perjanjian, yaitu tertulis atau lisan

B. Asas Konsensualisme.
Asas disimpulkan dari Pasal 1320 ayat (1) KUHPerdata. Asas konsensualisme
merupakan asas yang menyatakan bahwa perjanjian pada umumnya tidak diadakan
secara formal, tetapi cukup dengan kesepakatan kedua belah pihak.

C. Asas Iktikad Baik (Goede Trouw).


Asas ini disimpulkan dari Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata. Asas` iktikad baik
merupakan asas`bahwa para pihak yaitu kreditor dan debitor harus melaksanakan
substansi kontrak berdasarkan kepercayaan atau keyakinan yang teguh atau kemauan
baik dari para pihak.
Asas ini dibedakan menjadi 2 macam ( iktikad baik nisbi dan mutlak). Pada
iktikad baik nisbi org memperhatikan sikap dan tingkah laku nyata dari subjek. Pada
iktikad baik mutlak penilaiannya terletak pada akal sehat dan keadilan.

D. Asas Pacta Sunt Servanda.


Asas ini disimpulkan dari Ps.1338 ayat (1) KUHPerdata. Asas ini disebut juga
dengan asas kepastian hukum . Asas pacta sunt servanda merupakan asas` bahwa
hakim atau pihak ketiga harus menghormati substansi perjanjian yg dibuat oleh para
pihak, sbagamn layaknya sebuah UU.
E. Asas Kepribadian (Personalitas)
Asas kepribadian merupakan asas yang menentukan bahwa seseorang yang akan
membuat perjanjian hanya untuk kepentingan perseorangan saja (Ps. 1315 dan Ps.
1340 KUHPerdata) Namun ketentuan ini ada pengecualiannya sebagaimana
diintrodusir dalam Ps.1317 KUHPerdata bahwa seseorang dapat mengadakan
perjanjian untuk kepentingan pihak ketiga. Sedangkan dalam Ps. 1318 KUHPerdata ,
tidak hanya mengatur perjanjian untuk dirinya sendiri, tetapi juga untuk kepentingan
ahliwarisnya & utk orang yg memperoleh hak darinya.

4. Syarat-Syarat Sahnya Perjanjian


Pasal 1320 KUHPerdata:
Untuk sahnya perjanjian diperlukan 4(empat) syarat:
1. Sepakat mereka yang mengikatkan diri
2. Cakap untuk membuat suatu perikatan
Pasal 1329 KUHPerdata: “Setiap orang adalah cakap untuk membuat perikatan-perikatan
jika oleh undang-undang tidak dinyatakan tidak cakap”.
Ps. 1330 KUHPerdata: “Tidak cakap untuk membuat persetujuan-persetujuan adalah:
a. Orang yang belum dewasa
b. Mereka yang ditaruh dibawah pengampuan
c. Orang-orang perempuan, dalam hal yang ditetapkan undang-undang, dan pada
umumnya semua orang kepada siapa undang-undang telah melarang, membuat
persetujuan-persetujuan tertentu ( ketidak cakapan seorang perempuan yg
bersuami ini sekarang tidak berlaku lagi)
3. Suatu hal tertentu
Suatu perjanjian haruslah mempunyai objek (bepaald onderwerp) tertentu,
sekurang-kurangnya dapat ditentukan bahwa objek tertentu itu dapat berupa benda yang
sekaran ada dan nanti akan ada.

4. Suatu sebab yang halal


Undang-undang tidak memberikan pengertian mengenai sebab atau kausa.
Menurut yuris prudensi yang ditafsirkan dengan kausa adalah isi atau maksud dari
perjanjian. Pasal 1337 KUHPerdata : “Suatu sebab adalah terlarang, apabila dilarang oleh
undang-undang, atau apabila berlawanan dengan kesusilaan baik atau ketertiban umum”.

Syarat pertama dan kedua dinamakan syarat Subjektif, karena kedua syarat
tersebut mengenai subjek perjanjian, dan apabila syarat tersebut tidak dipenuhi
perjanjian dapat dibatalkan (vernietigbaar)
Syarat ketiga dan keempat disebut syarat objektif, karena mengenai objek
perjanjian, dan jika syarat tersebut tidak dipenuhi perjanjian batal dengan sendirinya
(nietig)
5. Syarat Pertama Sepakat Mereka Yang Mengikatkan Diri
Yang dimaksud dengan kesepakatan (toesteming) adalah persesuaian pernyataan
kehendak antara satu orang atau lebih dengan pihak lainnya.
Momentum terjadinya persesuaian pernyataan kehendak (terjadinya perjanjian)
Ada empat teori:
A. Teori Ucapan (Uitingstheorie)
Menurut teori ucapan, kesepakatan (toesteming) terjadi pada saat pihak yang
menerima penawaran itu menyatakan bahwa ia menerima penawaran itu. Kelemahan
teori ini adalah sangat teoritis, karena dianggap terjadinya kesepakatan secara
otomatis.
B. Teori Pengiriman (Verzendtheorie)
Menurut teori pengiriman kesepakatan terjadi apabila pihak yang menerima
penawaran mengirim telegram. Kritik terhadap teori ini, bagaimana hal itu bisa
diketahui. Teori ini juga sangat teoritis , dianggap terjadinya kesepakatan secara
otomatis
C. Teori Pengetahuan (Vernemingstheorie)
Teori pengetahuan berpendapat bahwa kesepakatan terjadi apabila pihak yang
menawarkan itu mengetahui adanya penerimaan, tetapi penerimaan itu belum
diterimanya. Kritik terhadap teori ini bagaimana ia bisa mengetahui isi penerimaan itu
apabila ia belum menerimanya.
D. Teori penerimaan (Ontvangstheorie)
Menurut teori penerimaan, bahwa kesepakatan terjadi pada saat pihak yang
menawarkan menerima langsung jawaban dari pihak lawan.
6. Teori Terjadinya Perjanjian Jika Terdapat Ketidak Sesuaian Antara Kehendak Dan
Pernyataan.
Tiga teori yang menjawab tentang ketidak sesuaian antara kehendak dan
pernyatan yaitu:
a. Teori Kehendak (wilstheorie)
Menurut teori kehendak, bahwa perjanjian itu terjadi apabila terjadi
persesuaian antara kehendak dan pernyataan. Apabila terjadi ketidak wajaran,
kehendaklah yang menyebabkan terjadinya perjanjian. Kelemahan teori ini
menimbulkan kesulitan apabila tidak ada persesuaian antara kehendak dan
pernyataan.
b. Teori pernyataan (verklaringstheorie)
Menurut teori ini, kehendak merupakan proses batiniah yang tidak
diketahui orang lain. Akantetapi yang menyebabkan terjadinya perjajian
adalah pernyataan. Dalam prakteknya teori ini menimbulkan kesulitan-
kesulitan, misalnya apa yang dinyatakan berbeda dengan apa yang
dikehendaki.
c. Teori kepercayaan (vertrouwenstheorie)
Menurut teori ini, tidak setiap pernyataan menimbulkan perjanjian,
tetapi pernyataan yang menimbulkan kepercayaan saja yang menimbulkan
perjanjian. Kepercayaan dalam arti bahwa pernyataan itu benar-benar
dikehendaki. Kelemahan teori ini bahwa kepercayaan itu sulit dinilai.
7. Cacat Kehendak (Cacat Kesepakatan)
Cacat kehendak atau cacat kesepakatan dapat terjadi karena hal-hal sebagai
berikut:
1. Kekhilafan atau kesesatan (dwaling)
Pasal 1322 KUHPerdata. Kekhilafan terjadi jika salah satu pihak keliru tentang
apa yang diperjanjikan, namun pihak lain membiarkan pihak tersebut dalam keadaan
keliru.Kekhilafan atau kesesatan dapat dibedakan yaitu kekhilafan mengenai orangnya
(error in persona) dan kekhilafan mengenai hakikat barangnya (error in substantia)
2. Paksaan (dwang)
Paksaan terjadi jika salah satu pihak memberikan kesepakatannya karena ditekan
(dipaksa secara psikologis), jadi yang dimaksud dengan paksaan bukan paksaan fisik,
karena jika yang terjadi adalah paksaan fisik pada dasrnya tdk ada kesepakatan.
3. Penipuan (bedrog)
Pasal. 1328 KUHPerdata.Penipuan terjadi jika salah satu pihak secara aktif
mempengaruhi pihak lain sehingga pihak yang dipengaruhi menyerahkan sesuatu atau
melepaskan sesuatu.

Ketiga cacat kehendak tersebut dapat dilihat dalam Pasal 1321 KUHPerdata yang
menentukan “Tiada kesepakatan yang sah apabila sepakat itu diberikan karena kekhilafan,
atau diperolehnya dengan paksaan atau penipuan. Pasal 1449 KUHPerdata: Perikatan yang
dibuat dengan paksaan, kekhilafan atau penipuan, menerbitkan suatu tuntutan untuk
membatalkannya.
8. Unsur unsur perjanjian
Dilihat dari syarat-syarat sahnya perjanjian maka dalam suatu perjanjian dikenal tiga
unsur yaitu
a. Unsur Esensialia merupakan unsur yang harus ada dalam suatu
perjanjian. Sifat yang menentukan atau menyebabkan perjanjian nitu
lahir seperti kesepakatan para pihak dan objek perjanjian
b. Unsur Naturalia merupakan unsur yang telah diatur dalam undang-
undang, sehingga apabila tidak diatur oleh para pihak dalam perjanjian
undang-undang yg mengaturnya Bagian ini merupakan sifat bawaan
perjanjian sehingga secara diam-diam melekat pd perjanjian, seperti
menjamin tidak ada cacat dalam benda yang dijual.
c. Unsur Aksidentalia, merupakan unsur yang nanti ada atau mengikat
para pihak jika mereka memperjanjikannya. Dengan demikian bagian
ini merupakan sifat yang melekat pada perjanjian dalam hal secara
tegas diperjanjikan oleh para pihak, seperti ketentuan-ketentuan
mengenai domisili para pihak.
9. Isi Perjanjian (Pasal 1339 Dan Pasal 1347 Kuhperdata)
Dari ketentuan ini dapat disimpulkan elemen-elemen perjanjian adalah:
1. Isi perjanjian itu sendiri (hal-hal yang secara
tegas dinyatakan dalam perjanjian)
2. Kepatutan
3. Kebiasaan
4. Undang-undang.
Dalam praktek urutan yg ditentukan dalam Pasal 1339 KUHPerdata mengalami
perubahan. Dalam Pasal 3 AB, ditentukan bahwa kebiasaan diakui sebagai sumber
hukum apabila ditunjuk oleh undang-undang.
Dengan dasar tersebut peradilan menempatkan undang-undang di atas kebiasaan.
Didalam kenyataannya isi perjanjian itu adalah:
1. Hal-hal tegas yang diperjanjikan
2. Undang-undang
3. Kebiasaan
4. Kepatutan

10. Actio Pauliana (Pasal 1341 Kuhperdata)


Actio Pauliana adalah hak kreditor untuk membatalkan perjanjian yang diadakan
debitornya dengan pihak ketiga. Dalam hal ini kreditor tidaklah merupakan pihak dalam
perjanjian tersebut, karena yang mengadkan perjanjian itu adalah debitornya dengan
pihak lain, akan tetapi perjanjian itu merugikan kepentingan dirinya.
11. Ingebrekestelling (Somasi)
Somasi diatur dalam Pasal 1238 dan Pasal 1243 KUHPerdata. Somasi adalah
teguran dari si kreditor kepada debitor agar dapat memenuhi prestasi sesuai dengan isi
perjanjian yang telah disepakati antara keduanya. Dari berbagai ketentuan tentang
somasi, dapat diketahui bahwa somasi itu harus disampaikan dalam bentuk surat perintah
atau sebuah akta yang sejenis.
Isi atau hal-hal yang harus dimuat dalam somasi adalah:
1. Apa yang dituntut (misalnya pembayaran pokok kredit dan bunganya).
2. Dasar tuntutan (perjanjian kredit antara kreditor dan debitor)
3. Tanggal paling lambat untuk memenuhi prestasi.
Ada peristiwa-peristiwa yg tidak memerlukan somasi :
1. Debitor menolak pemenuhan prestasi,
2. Debitor mengakui kelalaiannya,
3. pemenuhan prestasi tdk mungkin dilakukan,
4. Pemenuhan prestasi tidak berarti lagi (zinloos)
5. Debitor melakukan prestasi tidak sebagaimana mestinya.

12. Risiko
Pengertian risiko dalam bahasa sehari-hari berbeda dengan pengertian risiko di dalam
hukum perikatan. Risiko dalam bahasa sehari-hari adalah tanggung jawab seseorang sebagai
akibat perbuatannya. Risiko dalam hukum perikatan adalah suatu ajaran ttg siapakah yg
harus menanggung ganti rugi apabila debitor tidak memenuhi prestasi dalam keadaan
memaksa (overmahct)
13. Ketentuan Risiko Dalam Kuhperdata
Beberapa ketentuan risiko dalam KUHPerdata antara lain:
1. Pasal 1237 KUHPerdata , mengatur tentang risiko dalam perjanjian sepihak risiko
ada pada kreditor. Ketentuan Pasal 1237 diperluas lagi dalam Pasal 1444
KUHPerdata
2. Pasal 1460 KUHPerdatamengatur tentang risiko dalam perjanjian jual beli
(ketentuan pasal ini tidak berlaku lagi)

14. Risiko Dalam Perjanjian Timbal Balik


Dalam bagian umum KUHPerdata tidak diatur tentang risiko dalam perjanjian
timbal balik.Para pengarang mencari penyelesaian hal ini dalam asas kepatutan. Asas
kepatutan di dalam KUHPerdata dituangkan dalam ketentuan Pasal 1545 dan Pasal 1553
KUHPerdata. Dari kedua ketentuan ini dapat disimpulkan bhw dalam perjanjian timbal
balik, apabila terjadi keadaan memaksa maka risiko adalah atas tanggungan pemilik

Anda mungkin juga menyukai