HUKUM PERJANJIAN
Oleh:
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
SERANG
2020
HUKUM PERJANJIAN
A. PENGERTIAN PERJANJIAN
Menurut Pasal 1313 BW:
“Suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana 1 (satu) orang atau lebih
mengikatkan dirinya terhadap 1 (satu) orang lain atau lebih”.
(2) “Perjanjian-perjanjian itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua
belah pihak, atau karena alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan
cukup untuk itu”.
Terikatnya para pihak pada perjanjian tidak semata-mata terbatas pada apa yang
diperjanjikan, akan tetapi juga terhadap beberapa unsur lain sepanjang dikehendaki oleh
kebiasaan, kepatutan serta moral.
7. Asas Kepribadian
9. Asas Keseimbangan
Asas ini menghendaki kedua belah pihak memenuhi dan melaksanakan perjanjian itu.
Asas ini merupakan kelanjutan dari Asas Persamaan. Kreditur mempunyai kekuatan
untuk menuntut prestasi dan jika diperlukan dapat menuntut pelunasan prestasi melalui
kekayaan debitur, namun kreditur memikul pula beban untuk melaksanakan perjanjian
itu dengan iktikad baik. Dapat dilihat di sini bahwa kedudukan kreditur yang kuat
diimbangi dengan kewajibannya untuk memperhatikan iktikad baik sehingga
kedudukan kreditur dan debitur seimbang.
C. UNSUR-UNSUR PERJANJIAN
1. Unsur Essensialia
Adalah unsur perjanjian yang selalu harus ada didalam suatu perjanjian, unsur mutlak,
dimana tanpa adanya unsur tersebut perjanjian tidak mungkin ada.
2. Unsur Naturalia
Adalah unsur perjanjian yang oleh undang-undang diatur, tetapi oleh para pihak dapat
disingkirkan atau diganti.
3. Unsur Accidentalia
Adalah unsur perjanjian yang ditambahkan oleh para pihak, undang-undang sendiri
tidak mengatur tentang hal tersebut.
F. BENTUK-BENTUK PERJANJIAN
1. Tertulis
2. Tidak Tertulis
Pada asasnya, BW tidak mensyaratkan suatu bentuk perjanjian, tetapi ada perjanjian-
perjanjian tertentu mensyaratkan agar perjanjian tersebut dituangkan ke dalam bentuk
tertentu.
Contoh:
- Dading / Perdamaian harus diwujudkan dalam suatu perjanjian tertentu {Pasal 1851 ayat
(2) BW};
- Wessel {Pasal 100 WvK};
- Perjanjian jual beli tanah harus dengan akta otentik yaitu akta PPAT {PP Nomor 10 Tahun
1961};
- Perjanjian kawin harus dengan akta notarill {Pasal 147 BW}.
G. JENIS-JENIS PERJANJIAN
1. Perjanjian Timbal Balik
Adalah perjanjian yang dibuat dengan meletakkan hak dan kewajiban kepada kedua
belah pihak yang membuat perjanjian. Misalnya perjanjian jual beli (Pasal 1457 BW)
perjanjian sewa-menyewa (Pasal 1548 BW).
2. Perjanjian Cuma-cuma
Adalah perjanjian yang memberikan keuntungan bagi salah satu pihak saja. Misalnya
hibah.
6. Perjanjian Obligatoir
Adalah perjanjian dimana pihak-pihak sepakat mengikatkan diri untuk melakukan
penyerahan suatu benda kepada pihak lain.
8. Perjanjian Konsensual
Adalah perjanjian dimana diantara kedua belah pihak telah tercapai persesuaian
kehendak untuk mengadakan perikatan.
9. Perjanjian Riil
Adalah perjanjian yang hanya berlaku sesudah terjadi penyerahan barang, misalnya
perjanjian penitipan barang (Pasal 1694 BW), perjanjian pinjam pakai (Pasal 1740
BW).
b. Perjanjian Pembuktian
Adalah perjanjian dimana para pihak menentukan pembuktian apakah yang
berlaku di antara mereka.
c. Perjanjian Untung-untungan
Adalah perjanjian yang objeknya ditentukan kemudian, misalnya perjanjian
asuransi (Pasal 1774 BW).
d. Perjanjian Publik
Adalah perjanjian yang sebagian atau seluruhnya dikuasai oleh hukum publik,
karena salah satu pihak yang bertindak adalah pemerintah. Diantara keduanya
terdapat hubungan atasan dengan bawahan, (subordinated) jadi tidak berada
dalam kedudukan yang sama (co-ordinated), misalnya perjanjian ikatan dinas.