DOSEN : DR. H. MARTIN ROESTAMY, SH., MH. HUKUM PERIKATAN adalah suatu kaidah-kaidah hukum yang mengatur hubungan hukum antara subjek hukum yang satu dengan subjek hukum yang lain dalam bidang harta kekayaan, di mana subjek hukum yang satu berhak atas suatu prestasi, sedangkan subjek hukum yang lain berkewajiban untuk memenuhi prestasi. PERIKATAN :
Menurut Ilmu Pengetahuan Hukum Perdata, Perikatan adalah hubungan hukum yang terjadi di antara 2 (dua) orang atau lebih, yang terletak di dalam lapangan harta kekayaan, di mana para pihak yang satu berhak atas prestasi dan pihak lainnya wajib memenuhi prestasi itu.
PENGERTIAN PENGATURAN PERIKATAN DALAM HUKUM INDONESIA BUKU III KUH Perdata : 1. PERIKATAN PADA UMUMNYA 2. PERIKATAN YANG LAHIR DARI KONTRAK ATAU PERJANJIAN 3. PERIKATAN YANG DILAHIRKAN DEMI UNDANG- UNDANG 4. HAPUSNYA PERIKATAN-PERIKATAN 5. JUAL-BELI 6. TUKAR-MENUKAR 7. SEWA-MENYEWA 7A. PERJANJIAN-PERJANJIAN UNTUK MELAKUKAN PEKERJAAN 8. PERSEKUTUAN 9. PERKUMPULAN 10. HIBAH 11. PENITIPAN BARANG 12. PINJAM-PAKAI 13. PINJAM-MEMINJAM 14. BUNGA TETAP ATAU BUNGA ABADI 15. PERJANJIAN UNTUNG-UNTUNGAN 16. PEMBERIAN KUASA 17. PENANGGUNGAN 18. PERDAMAIAN BAB SISTEM PENGATURAN HUKUM PERIKATAN Pengaturan hukum perikatan menganut sistem terbuka. Artinya setiap orang bebas melakukan perjanjian, baik yang sudah diatur maupun belum diatur dalam undang- undang Pasal 1338 KUHPdt : semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya Ketentuan tersebut memberikan kebebasan para pihak untuk : Membuat atau tidak membuat perjanjian; Mengadakan perjanjian dengan siapapun; Menentukan isi perjanjian, pelaksanaan, dan persyaratannya; Menentukan bentuk perjanjian, yaitu tertulis atau lisan. ASAS-ASAS HUKUM PERIKATAN 1. ASAS KONSENSUALISME Asas konsnsualisme dapat disimpulkan dari Pasal 1320 ayat 1 KUHPdt Pasal 1320 KUHPdt : untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat sarat : (1) Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya (2) Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian (3) suatu hal tertentu (4) suatu sebab yang halal. Pengertian kesepakatan dilukiskan dengan sebagai pernyataan kehendak bebas yang disetujui antara pihak-pihak ASAS-ASAS HUKUM PERIKATAN 2. ASAS PACTA SUNT SERVANDA Asas pacta sun servanda berkaitan dengan akibat suatu perjanjian. Pasal 1338 ayat (1) KUHPdt : Perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang. Para pihak harus menghormati perjanjian dan melaksanakannya karena perjanjian itu merupakan kehendak bebas para pihak ASAS-ASAS HUKUM PERIKATAN 3. ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK Pasal 1338 KUHPdt : semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang- undang bagi mereka yang membuatnya Ketentuan tersebut memberikan kebebasan para pihak untuk : Membuat atau tidak membuat perjanjian; Mengadakan perjanjian dengan siapapun; Menentukan isi perjanjian, pelaksanaan, dan persyaratannya; Menentukan bentuk perjanjian, yaitu tertulis atau lisan. ASAS-ASAS HUKUM PERIKATAN Di samping ketiga asas utama tersebut, masih terdapat beberapa asas hukum perikatan nasional, yaitu : 1.Asas kepercayaan; 2.Asas persamaan hukum; 3.Asas keseimbangan; 4.Asas kepastian hukum; 5.Asas moral; 6.Asas kepatutan; 7.Asas kebiasaan; 8.Asas perlindungan; I. PERIKATAN YANG LAHIR DARI PERJANJIAN PERJANJIAN : Pasal 1313 KUHPdt :
PERJANJIAN ADALAH SUATU PERBUATAN DENGAN MANA SATU PIHAK ATAU LEBIH MENGIKATKAN DIRINYA TERHADAP SATU PIHAK ATAU LEBIH Pengertian Perjanjian Pasal 1313 KUHPdt : Tidak lengkap; Karena dalam pengertian itu hanya mengenai perjanjian sepihak saja; Terlalu luas; pengertian itu dapat mencakup hal-hal perbuatan apa saja. Menurut teori baru PERJANJIAN :
SUATU HUBUNGAN HUKUM ANTARA DUA PIHAK ATAU LEBIH BERDASARKAN KATA SEPAKAT UNTUK MENIMBULKAN AKIBAT HUKUM ANTARA PERIKATAN DAN PERJANJIAN Pasal 1233 KUHPdt :
TIAP-TIAP PERIKATAN DILAHIRKAN BAIK KARENA PERSETUJUAN, BAIK KARENA UNDANG-UNDANG PERIKATAN (Ps.1233) PERSETUJUAN Ps. 1313 UNDANG-UNDANG Ps. 1352 Undang-undang karena perbuatan manusia (Ps. 1353) Melulu Undang-undang a) Pekarangan yang berdampingan (Ps.625). b) Kewajiban mendidik dan memelihara anak (Ps. 104) Perbuatan menurut hukum a) Perwakilan sukarela (Ps.1354). b) Pembayaran Perbuatan melawan hukum (Ps. 1365) Syarat Sah Perjanjian Syarat sah Perjanjian Pasal 1320 KUHPerdata Sepakat mereka yang mengikatnya Cakap untuk membuat suatu perikatan Suatu hal tertentu Suatu sebab yang halal Syarat subjektif Syarat Objektif SYARAT SAH PERJANJIAN (1) SEPAKAT
Dimaksudkan bahwa kedua subyek yang mengadakan perjanjian itu harus bersepakat, setuju atau seia-sekata mengenai hal-hal pokok dari perjanjian yang diadakan itu. Apa yang dikehendaki oleh pihak yang satu juga dikehendaki oleh pihak yang lain.
Cacat syarat Subjektif Pasal 1321 KUHPerdata : Tidak ada sepakat yang sah apabila sepakat itu diberikan karena kekhilafan, atau diperolehnya dengan paksaan atau penipuan. 1. Kekhilafan Eror in persona Eror in substantia Kesesatan mengenai orang Kesesatan mengenai hakikat barangnya 2. Paksaan Pasal 1324 KUHPerdata : Paksaan telah terjadi, apabila perbuatan itu sedemikian rupa hinga dapat menakutkan seorang yang berpikiran sehat, dan apabila perbuatan itu dapat menimbulkan ketakutan pada orang tersebut bahwa dirinya atau kekayaannya terancam dengan suatu kerugian yang terang dan nyata. Yang dimaksud paksaan ialah kekerasan jasmani atau ancaman (akan membuka rahasia) dengan sesuatu yang diperbolehkan hukum yang menimbulkan kepad seseorang sehingga ia membuat perjanjian. Paksaan ini harus benar-benar menimbulkan suatu ketakutan bagi yang menerima paksaan Ketakutan saja tidak identik dengan paksaan Pasal 1326 KUHPerdata : Ketakutan saja karena hormat terhadap ayah, ibu atau lain sanak keluarga dalam garis ke atas tanpa disertai kekerasan, tidak lah cukup untuk pembatalan persetujuan. 3. Penipuan Pasal 1328 KUHPerdata Penipuan merupakan suatu alasan untuk pembatalan persetujuan, apabila tipu-muslihat yang dipakai oleh salah satu pihak, adalah sedemikian rupa hingga terang dan nyata bahwa pihak lain tidak telah membuat perikatan itu jika tidak dilakukan tipu-muslihat tersebut. Penipuan tidak dipersangkakan, tetapi haurs dibuktikan. SYARAT SAH PERJANJIAN (2) CAKAP
Pada asasnya setiap orang yang sudah dewasa atau akil balig dan sehat pikirannya, adalah cakap menurut hukum. Dalam Pasal 1330 KUHPerdata disebutkan orang-orang yang tidak cakap untuk membuat suatu perjanjian.
SYARAT SAH PERJANJIAN (3) HAL TERTENTU
Dimaksudkan bahwa harus ditentukan apa yang diperjanjikan itu, mengenai hak-hak dan kewajiban apabila timbul perselisihan. Paling sedikit barang yang diperjanjikan harus ditentukan jenisnya. Bahwa barang itu sudah ada atau sudah berada di tangannya si berutang pada waktu perjanjian dibuat.
SYARAT SAH PERJANJIAN (4) CAUSA YANG HALAL
Sebab yang halal ini dimaksudkan tiada lain dari pada isi perjanjian.
BENTUK-BENTUK PERJANJIAN PERJANJIAN TERTULIS LISAN DI BAWAH TANGAN SAKSI NOTARIS AKTA NOTARIS JENIS PERJANJIAN BERNAMA/ ONBENOMDE/NOMINAT TIDAK BERNAMA/ONBENOMDE/ INNOMINAT 1. JUAL-BELI 2. TUKAR MENUKAR 3. SEWA-MENYEWA 4. PERJANJIAN UNTUK MELAKUKAN PEKERJAAN 5. PERSEKUTUAN 6. PERKUMPULAN 7. HIBAH 8. PENITIPAN BARANG 9. PINJAM-PAKAI 10.PINJAM-MEMINJAM 11.PERJANJIAN UNTUNG- UNTUNGAN 1. SEWA-BELI 2. SHARING CONTRACT 3. KONTRAK KARYA 4. WARALABA 5. KONTRAK RAHIM 6. B. O. T 7. LEASING 8. dll PENAFSIRAN PERJANJIAN Suatu perjanjian terdiri dari serangkaian perkataan-perkataan. Oleh karena itu, untuk menetapkan isi perjanjian perlu diadakan penafsiran, sehingga jelas diketahui maksud-maksud pihak ketika mengadakan perjanjian. 1. KATA-KATA JELAS
Pasal 1342 KUHPerdata : Jika kata-kata suatu persetujuan jelas, tidaklah diperkenankan untuk menyimpang dari padanya dengan jalan penafsiran .
2. KEBIASAAN SEBAGAI ELEMEN PERJANJIAN
Pasal 1347 : hal-hal yang menurut kebiasaan selamanya diperjanjikan, dianggap secara diam-diam dimasukkan dalam persetujuan meskipun tidak dengan jelas tegas dinyatakan. PENAFSIRAN PERJANJIAN 3. PENAFSIRAN SISTEMATIS
Pasal 1348 : Semua janji yang dibuat dalam suatu persetujuan harus diartikan dalam hubungan satu sama lain; tiap janji harus ditafsirkan dalam rangka persetujuan sebelumnya.
4. ADA KERAGUAN
Pasal 1349 : Jika ada keragu-raguan, maka suatu persetujuan harus ditafsirkan atas kerugian orang yang telah minta diperjanjikannya sesuatu hal, dan untuk keuntungan orang yang telah mengikatkan dirinya untuk itu.
PENAFSIRAN PERJANJIAN 5. PENAFSIRAN TIDAK MEMBATASI MAKSUD PARA PIHAK
Pasal 1350 : meskipun bagaimanapun luasnya kata-kata dalam mana suatu persetujuan disusun, namun persetujuan itu hanya meliputi hal-hal yang nyata-nyata dimaksudkan oleh kedua belah pihak sewaktu membuat persetujuan.
6. PENAFSIRAN TIDAK MEMBATASI MAKSUD PARA PIHAK
Pasal 1351 : jika seorang dalam suatu persetujuan menyatakan suatu hal untuk menjelaskan perikatan, tak dapatlah ia dianggap bahwa dengna demikian hendak mengurangi maupun membatasi kekuatan persetujuan menurut hukum dalam hal-hal yang tidak dinyatakan.
II. PERIKATAN YANG LAHIR DARI UNDANG-UNDANG PERIKATAN YG LAHIR DARI UNDANG-UNDANG Pasal 1352 s.d 1380 KUHPdt :
Suatu perikatan yang timbul/lahir/adanya karena telah ditentukan oleh undang-undang itu sendiri PERIKATAN YG LAHIR DARI UNDANG-UNDANG
Perikatan yang lahir dari UU saja, adalah perikatan yang timbul/lahir/adanya karena adanya hubungan kekeluargaan.
Perikatan yang lahir karena perbuatan manusia :
Perbuatan yang diperbolehkan Perbuatan melanggar hukum (PMH). PERIKATAN YG LAHIR DARI UNDANG-UNDANG 1. MEWAKILI URUSAN ORANG LAIN (ZAAKWAARNEMING); 2. PEMBAYARAN HUTANG YANG TIDAK DIWAJIBKAN (Ps. 1359 KUHPdt); 3. PERIKATAN WAJAR (NATURLIJ KE VERINTENIS, Ps. 1359 ayat (2) KUHPdt); 4. PERBUATAN MELAWAN HUKUM (ONRECHTMATIGEDAAD, Ps. 1365 KUHPdt). II. BERAKHIRNYA PERIKATAN 1. KARENA PEMBAYARAN; 2. KARENA PENAWARAN PEMBAYARAN TUNAI, DIIKUTI DENGAN PENYIMPANAN ATAU PENITIPAN (KONSIGNASI); 3. KARENA PEMBAHARUAN UTANG (NOVASI); 4. KARENA PERJUMPAN UTANG ATAU KOMPENSASI; 5. KARENA PENCAMPOURAN UTANG; 6. KARENA PEMBEBASAN UTANGNYA 7. KARENA MUSNAHNYA BARANG TERUTANG; 8. KARENA KEBATALAN ATAU PEMBATALAN; 9. KARENA BERLAKUNYA SUATU SYARAT BATAL; 10. KARENA LEWATNYA WAKTU. PASAL 1381 KUHPdt