Anda di halaman 1dari 21

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada seorang lain

atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal.1 Perjanjian

harus memenuhi syarat sahnya perjanjian, sebagaimana yang tertuang dalam Pasal

1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yaitu sepakat mereka yang

mengikatkan dirinya, kecakapan untuk membuat suatu perikatan, suatu hal tertentu,

dan suatu sebab yang halal. Dengan terpenuhinya empat syarat sahnya perjanjian,

maka secara hukum adalah mengikat bagi para pihak yang membuatnya.

Perjanjian merupakan sumber terpenting yang melahirkan perikatan. Memang

perikatan itu paling banyak lahir dari perjanjian, tetapi ada juga perikatan yang lahir

dari undang-undang.2 Eksistensi perjanjian sebagai salah satu sumber perikatan dapat

kita temui landasannya pada ketentuan Pasal 1233 Kitab Undang-Undang Hukum

Perdata yang menyatakan bahwa : Tiap-tiap perikatan dilahirkan, baik karena

perjanjian baik karena undang-undang. Ketentuan tersebut dipertegas lagi dengan

rumusan ketentuan Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yang

menyatakan bahwa : Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan di mana satu orang atau

lebih mengikatkan diri terhadap satu orang lain atau lebih. Setiap perjanjian yang

melahirkan suatu perikatan diantara kedua belah pihak adalah mengikat bagi kedua

1
Wirjono Prodjodikoro, Azas-Azas Hukum Perjanjian, (Bandung : Mandar Maju, 2000), hal. 4.
2
R. Subekti, Hukum Perjanjian, (Jakarta : Intermasa, 1979), hal. 1.

Universitas Sumatera Utara


2

belah pihak yang membuat perjanjian, hal ini berdasarkan atas ketentuan hukum yang

berlaku di dalam Pasal 1338 (1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang

berbunyi Semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang

bagi mereka yang membuatnya.

Persetujuan-persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat

kedua belah pihak atau karena alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan

cukup untuk itu. Persetujuan-persetujuan harus dilaksanakan dengan itikad baik

sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1338 (3) Kitab Undang-Undang Hukum

Perdata.

Didalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata mengenal berbagai

perjanjian3 contoh dari perjanjian yang sering ditemui dalam kegiatan sehari-hari

antara lain seperti : jual-beli; sewa-menyewa; tukar menukar; pinjam meminjam; dan

lain-lain.

Sewa menyewa adalah merupakan perjanjian timbal balik yang bagi masing-

masing pihak menimbulkan perikatan terhadap yang lain. Perjanjian timbal balik

seringkali juga disebut perjanjian bilateral atau perjanjian dua pihak.

Perjanjian timbal balik adalah perjanjian yang menimbulkan hak dan

kewajiban kepada kedua belah pihak, dan hak serta kewajiban itu mempunyai

hubungan satu dengan lainnya. Yang dimaksud dengan mempunyai hubungan antara

3
Ada 14 jenis perjanjian antara lain : a. Perjanjian timbal balik; b. Perjanjian Cuma-Cuma; c.
Perjanjian atas beban; d. Perjanjian bernama; f. Perjanjian obligatoir; g. Perjanjian Kebendaan; h.
Perjanjian Konsensual; i. Perjanjian riil; j. Perjanjian Liberatori; k. Perjanjian Pembuktian; m.
Perjanjian Untung-Untungan; n. Perjanjian Publik; o. Perjanjian Campuran, Ibid, hal. 66.

Universitas Sumatera Utara


3

yang satu dengan yang lain adalah bahwa bilamana dalam perikatan yang muncul dari

perjanjian tersebut, yang satu mempunyai hak, maka pihak yang lain disana

berkedudukan sebagai pihak yang memikul kewajiban.4

Sehingga dalam hal ini terjadi adanya keseimbangan antara pihak penyewa

dan yang menyewakan. Kedudukan pihak penyewa dan yang menyewakan diperkuat

dengan adanya dasar hukum yang terdapat di dalam Pasal 1548 Kitab Undang-

Undang Hukum Perdata.

Pasal 1548 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang berbunyi :

Sewa menyewa adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu
mengikat dirinya untuk memberikan kepada pihak yang lain kenikmatan dari
suatu barang selama suatu waktu tertentu dan dengan pembayaran sesuatu harga
yang oleh pihak yang tersebut terakhir itu disanggupi pembayarannya.5

Dari definisi sewa menyewa tersebut diatas, maka dapat ditelaah bahwa :

1. Perjanjian sewa menyewa merupakan suatu persetujuan timbal balik antara

pihak yang menyewa dengan pihak penyewa, di mana pihak yang

menyewakan menyerahkan sesuatu kepada penyewa yang berkewajiban

membayar sejumlah harga sewa.

2. Pihak yang menyewakan menyerahkan sesuatu barang kepada si penyewa untuk

sepenuhnya dinikmati atau dipakai dan bukan untuk dimiliki .

3. Penikmatan berlangsung untuk suatu jangka waktu tertentu dengan pembayaran

sejumlah harga yang tertentu pula.

4
J. Satrio, Hukum Perikatan, Perikatan Yang Lahir Dari Perjanjian, (Bandung , Citra Aditya
Bakti, 1995), hal. 43.
5
R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Jakarta, Pradnya
Paramita, 1986) Cetakan keduapuluh, hal. 340.

Universitas Sumatera Utara


4

Perjanjian sewa menyewa menimbulkan suatu perikatan yang bersumber pada

perjanjian. Perjanjian ini diatur dalam Buku III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Tentang Perikatan.6 Meskipun demikian, peraturan tentang sewa menyewa yang termuat

dalam Bab ke Tujuh dari Buku III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata berlaku untuk

segala macam sewa menyewa mengenai semua jenis barang baik bergerak maupun tidak

bergerak, baik yang memakai waktu tertentu maupun yang tidak memakai waktu tertentu,

oleh karena waktu tertentu bukan syarat mutlak untuk perjanjian sewa menyewa.7

Perjanjian sewa menyewa ini seperti juga perjanjian-perjanjian lainnya

merupakan suatu perjanjian konsensuil yaitu bahwa perjanjian itu sudah sah dan

mengikat pada detik tercapainya kesepakatan. Mengenai unsur-unsur pokoknya, yaitu

barang dan harga.8 Akan tetapi walaupun merupakan perjanjian konsensuil oleh

undang-undang diadakan perbedaan terutama berdasarkan akibat-akibat yang timbul

antara sewa tertulis dan sewa lisan.

Jika sewa menyewa itu diadakan secara tertulis, sewa akan berakhir demi

hukum apabila waktu yang ditentukan sudah habis tanpa memerlukan suatu

pemberitahuan pemberhentiannya. Sebaliknya jika sewa menyewa itu dibuat hanya

secara lisan, sewa itu tidak berakhir pada waktu yang ditentukan melainkan jika pihak

yang menyewakan memberitahukan kepada si penyewa bahwa hendak menghentikan

sewanya. Akan tetapi, pemberhentian ini harus dilakukan dengan memperhatikan

jangka waktu yang diharuskan menurut kebiasaan setempat.

6
R. Setiawan,Pokok-Pokok Hukum Perikatan (Bandung : Bina Cipta, 1987), hal. 3.
7
R. Subekti, Aneka Perjanjian Buku II, (Bandung : Citra Aditya Bakti, 1995), hal. 41 .
8
Ibid, hal. 90.

Universitas Sumatera Utara


5

Untuk sewa menyewa terhadap benda tidak bergerak seperti rumah, dengan

berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1994 Tentang Penghuni Rumah

Oleh Bukan Pemilik, khusus mengenai Perjanjian Sewa- Menyewa Rumah haruslah

diperbuat dengan suatu batas waktu tertentu dan segala bentuk perjanjian sewa-

menyewa rumah yang telah diperbuat tanpa batas waktu adalah batal demi hukum9.

Di dalam sewa-menyewa, si pemilik objek hanya menyerahkan hak

pemakaian dan pemungutan hasil dari benda tersebut, sedangkan hak milik atas benda

tersebut tetap berada di tangan yang menyewakan sebaliknya pihak penyewa wajib

memberikan uang sewa kepada pemilik benda tersebut. 10

Pada dasarnya suatu perjanjian akan berlangsung dengan baik jika para pihak

yang melakukan perjanjian tersebut dilandasi oleh itikad baik (good faith), namun

apabila salah satu pihak tidak beritikad baik atau tidak melaksanakan kewajibannya

maka akan timbul perbuatan wanprestasi. Seperti halnya yang terjadi pada perjanjian

sewa menyewa yang telah diputus oleh Mahkamah Agung Republik Indonesia No.

1507 K/PDT/2010, awalnya hubungan sewa menyewa ini berlangsung dengan baik

antara D (pihak yang menyewakan) dengan CF (penyewa) berdasarkan Surat

Perjanjian Sewa Menyewa dibawah tangan seperti ternyata dalam kwitansi tanda

terima tertanggal 20 Desember 1959 dan tidak menentukan jangka waktunya atas :

sebidang tanah sebagian dari bekas Grant C / Controleer Nomor : C 5377 berikut

9
Tan Kamello, Hukum Jaminan Fidusia Suatu Kebutuhan Yang Didambakan, (Bandung :
Alumni, 2006), hal. 185
10
Wirjono Prodjodikoro, Hukum Perdata Tentang Persetujuan-Persetujuan Tertentu,
(Bandung : Sumur Bandung, 1981), hal. 49.

Universitas Sumatera Utara


6

satu pintu rumah petak semi permanen terletak di Kota Medan, Kecamatan Petisah,

Kelurahan Petisah Tengah, setempat dikenal dengan Jalan Mojopahit (yang

selanjutnya menjadi obyek perkara).

Ketika D dan CF meninggal dunia, hubungan tersebut berlanjut ke para ahli

waris mereka yakni antara anak si pemilik tanah (yang menyewakan) yakni KGR

(anak kandung D) dan F (cucu dari penyewa) beserta suaminya R. KGR memperoleh

tanah beserta bangunan rumah tersebut dari almarhum orangtuanya berdasar pada

Akta Pembagian Waris tanggal 9 September 2003 No. 6 yang dibuat dan

ditandatangani dihadapan Notaris di Medan yang kemudian oleh KGR didaftarkan

kepemilikannya sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku dan terdaftar pada

Sertipikat Hak Milik No. 1239 yang diterbitkan oleh Kantor Pertanahan Kota Medan

tanggal 29 Maret 2006.

KGR selaku ahli waris pihak yang menyewakan pernah beberapa kali

menerima pembayaran uang sewa dari cucu penyewa yang dibayar setiap bulannya,

namun sejak bulan April 2005 pihak penyewa (cucu dari penyewa) tidak lagi

membayar uang sewa dengan alasan tidak jelas dan apabila yang menyewakan

menagih uang sewa, penyewa sama sekali tidak mengindahkannya. Hal ini sudah

menimbulkan suatu itikad tidak baik dikarenakan penyewa tidak mau membayar uang

sewa.

Dengan tidak adanya pembayaran uang sewa, maka diawal tahun 2006 pihak

yang menyewakan berencana menempati, memakai dan memanfaatkan obyek perkara

Universitas Sumatera Utara


7

yang secara sah dan menurut hukum adalah miliknya dan karenanya meminta agar

penyewa untuk mengosongkan obyek perkara namun sama sekali tidak dihiraukan .

Bulan Oktober 2006 melalui kuasa hukumnya, pihak yang menyewakan melayangkan

somasi yang intinya agar penyewa dapat segera mengosongkan obyek perkara

dikarenakan obyek tersebut akan ditempatinya.

Penyewa bukannya mengosongkan obyek perkara malah memberikan surat

somasi kepada yang menyewakan dengan alasan bahwa mereka telah tinggal menetap

di obyek perkara sejak tanggal 20 Desember 1959 ( kurang lebih 50 tahun ) dan

sepengetahuan mereka bangunan yang didirikan diatas obyek perkara itu dibangun

oleh kakek penyewa dan selama itu pula pemilik tanah tidak pernah menempati dan

mengurus obyek perkara tersebut.

Perbuatan penyewa tersebut telah membuktikan bahwa mereka telah

melakukan ingkar janji (wanprestasi) dan beritikad tidak baik terhadap yang

menyewakan serta telah melakukan perbuatan melawan hukum (onrechtmatigdaad)

karena selain tidak membayar uang sewa juga tidak mau mengosongkan serta

menyerahkan obyek perkara. Sehingga pihak yang menyewakan merasa sangat

dirugikan dan mengajukan gugatan, kasus ini bergulir panjang sampai pada tahap

Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 1507K/PDT/2010,11 dimana

putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia tersebut menolak gugatan pihak

penyewa.

11
Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia tahun 2010 tentang Sewa Menyewa.pdf,
http: //putusan.mahkamahagung.go.id diakses tanggal 27 Pebruari 2012.

Universitas Sumatera Utara


8

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dilakukan penelitian dalam bentuk

tesis dengan judul Analisis Perbuatan Wanprestasi Pihak Penyewa Dalam

Perjanjian Sewa Menyewa Rumah ( Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung

Republik Indonesia No. 1507 K/PDT/2010).

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka permasalahan (problem) yang

dirumuskan untuk dapat dilakukan pembahasan dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut:

1. Bagaimana akibat hukum jika pihak penyewa melakukan perbuatan

wanprestasi dalam perjanjian sewa menyewa rumah yang telah lama

disewanya?

2 Bagaimanakah dasar pertimbangan dari Mahkamah Agung Republik

Indonesia dalam putusan MARI No. 1507 K/PDT/2010 mengenai perkara ini?

C. Tujuan Penelitian

Mengacu pada judul dan permasalahan dalam penelitian ini maka dapat

dikemukakan bahwa tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui akibat hukum atas perbuatan wanprestasi yang dilakukan

penyewa dalam perjanjian sewa menyewa rumah yang telah lama disewa.

2. Untuk mengetahui dasar pertimbangan dari Mahkamah Agung Republik

Indonesia dalam putusan MARI No. 1507 K/PDT/2010 mengenai perkara ini.

Universitas Sumatera Utara


9

D. Manfaat Penelitian

Melalui penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, secara teoritis

dan secara praktis.

1. Secara Teoritis

Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk

mengetahui dan juga mengembangkan Ilmu Hukum Kenotariatan pada umumnya,

khususnya hukum perjanjian, serta menambah pengetahuan dan wawasan juga

sebagai referensi tambahan pada program studi Magister Kenotariatan Universitas

Sumatera Utara Medan, khusus mengenai perbuatan wanprestasi yang dilakukan

penyewa dalam perjanjian sewa-menyewa rumah.

2. Secara Praktis

Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai bahan

masukan bagi kalangan akademisi, praktisi maupun masyarakat umumnya serta

dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang ingin melakukan penelitian di bidang yang

sama.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan informasi dan penelusuran kepustakaan yang khususnya di

lingkungan Universitas Sumatera Utara, sepanjang yang diketahui dari hasil - hasil

penelitian yang sudah ada maka belum ada penelitian yang menyangkut masalah

Analisis Perbuatan Wanprestasi Pihak Penyewa Dalam Perjanjian Sewa

Menyewa Rumah ( Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

Universitas Sumatera Utara


10

No. 1507 K/PDT/2010) . Adapun penelitian yang berkaitan dengan perjanjian sewa

menyewa yang pernah dilakukan oleh:

1. Nama : RIKA FITRI

Nim : 087011101

Judul Tesis : Tinjauan Yuridis Terhadap Akta Sewa Menyewa Rumah

Yang Dibuat Oleh Notaris.

Permasalahan :

1). Bagaimanakah pengaturan klausul akta sewa menyewa yang dibuat

Notaris?

2). Bagaimanakah kewajiban pemilik rumah untuk menjamin bahwa hak

hak penyewa itu ada?

3). Bagaimanakah ketentuan asuransi yang dibuat di dalam akta sewa

menyewa rumah yang dibuat oleh Notaris ?

2. Nama : KELVINA SEFIALORA

Nim : 087011062

Judul Tesis : Aspek Yuridis Dari Perjanjian Sewa Menyewa Rumah

Yang Objeknya Dijaminkan Bank.

Permasalahan:

1) Apakah sewa menyewa rumah dapat dilakukan jika objek sewa

dijaminkan ke Bank?

2) Bagaimana akibat hukum yang akan timbul terhadap penyewa rumah

dalam masa sewa jika debitur wanprestasi terhadap kreditur (Bank)?

Universitas Sumatera Utara


11

3) Bagaimana upaya penyelesaian dari akibat wanprestasi debitur terhadap

kreditur (Bank)?

Dengan demikian penelitian ini secara ilmiah adalah asli dan secara akademis

dapat dipertanggungjawabkan . Meskipun peneliti terdahulu ada yang pernah

melakukan penelitian mengenai masalah perjanjian sewa-menyewa namun secara

substansi pokok permasalahan yang dibahas berbeda dengan penelitian ini.

F. Kerangka Teori dan Kerangka Konsepsi

1. Kerangka Teori

Perkembangan ilmu hukum, selain bergantung pada metodologi, aktifitas

penelitian dan imajinasi sosial sangat ditentukan oleh teori.12 Teori berfungsi untuk

menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik atau proses tertentu terjadi

dan suatu teori harus diuji dengan menghadapkannya pada fakta-fakta yang dapat

menunjukkan ketidakbenaran. 13

M.Solly Lubis yang menyatakan bahwa:

Teori yang dimaksud di sini adalah penjelasan mengenai gejala yang terdapat
dalam dunia fisik tersebut tetap merupakan suatu abstraksi intelektual dimana
pendekatan secara rasional digabungkan dengan pengalaman empiris. Artinya teori
ilmu hukum merupakan suatu penjelasan rasional yang bersesuaian dengan objek
yang dijelaskannya. Suatu penjelasan walau bagaimanapun meyakinkan, tetapi harus
didukung oleh fakta empiris untuk dapat dinyatakan benar. 14

Teori sebagai perangkat proposisi yang terintegrasi secara sintaktis yaitu

mengikuti aturan tertentu yang dapat dihubungkan secara logis satu dengan lainnya

12
Soerjono Soekanto. Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta : UI Press, 1986), hal. 6.
13
J.J.J M. Wuisman. Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, Asas-Asas, Penyunting : M. Hisyam,
Fakultas Ekonomi, (Jakarta : Universitas Indonesia, 1996), hal. 203
14
M. Solly Lubis. Filsafat Ilmu dan Penelitian, (Bandung : Mandar Maju, 1994), hal. 27.

Universitas Sumatera Utara


12

dengan tata dasar yang dapat diamati dan berfungsi sebagai wahana untuk

meramalkan dan menjelaskan fenomena yang terjadi. 15

Kerangka teori yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah kerangka

pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis, dari para penulis ilmu hukum di

bidang hukum perjanjian, yang menjadi bahan perbandingan, pegangan teoritis, yang

mungkin disetujui atau tidak disetujui,16 yang merupakan masukan bagi penulisan

tesis ini.

Berdasarkan pengertian teori dan kegunaan serta daya kerja teori tersebut

diatas dihubungkan dengan judul penelitian ini tentang Analisis Perbuatan

Wanprestasi Pihak Penyewa Dalam Perjanjian Sewa Menyewa Rumah ( Studi Kasus

Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 1507 K/PDT/2010), maka

dipergunakan teori keadilan dan teori kepastian hukum.

Menurut Roscoe Pound, keadilan dikonsepkan sebagai hasil- hasil konkrit

yang bisa di berikan kepada masyarakat. Dimana menurut Roscoe Pound, bahwa hasil

yang diperoleh itu hendaknya berupa pemuasan kebutuhan manusia sebanyak-

banyaknya dengan pengorbanan sekecil-kecilnya. Yang mana dengan kata lain

semakin meluas/ banyak pemuasan kebutuhan manusia tersebut, maka akan semakin

efektif menghindari pembenturan antara manusia.17

15
Snelbecker, dalam Lexy J. Moleong. Metodologi Penelitian Kualitatif. (Bandung : Remaja
Rosdakarya, 2002), hal.34
16
M. Solly Lubis, Op.Cit., hal. 80
17
Ahmad Yahya Zein, Keadilan Dan Kepastian Hukum, diakses dari:
http://yahyazein.blogspot.com/2008/07/Keadilan dan Kepastian-hukum. html , tanggal 29 April 2012.

Universitas Sumatera Utara


13

Aristoteles dalam bukunya Rhetorica mengatakan bahwa tujuan dari hukum

adalah menghendaki keadilan semata-mata dan isi dari pada hukum ditentukan oleh

kesadaran etis mengenai apa yang di katakan adil dan apa yang dikatakan tidak adil.

Menurut teori ini hukum mempunyai tugas suci dan luhur ialah keadilan

dengan memberikan kepada tiap-tiap orang apa yang berhak ia terima serta

memerlukan peraturan tersendiri bagi tiap- tiap kasus. Untuk terlaksananya hal

tersebut, maka menurut teori ini hukum harus membuat apa yang dinamakan

Algemeene Regels ( peraturan/ ketentuan umum). 18

Kepastian hukum sangat diperlukan untuk menjamin ketentraman dan

ketertiban dalam masyarakat karena kepastian hukum ( peraturan/ ketentuan umum)

mempunyai sifat sebagai berikut :

a. Adanya paksaan dari luar (sanksi) dari penguasa yang bertugas mempertahankan

dan membina tata tertib masyarakat dengan perantara alat- alatnya.

b. Sifat undang- undang yang berlaku bagi siapa saja.

Kepastian hukum ditujukan pada sikap lahir manusia, ia tidak mempersoalkan

apakah sikap batin seseorang itu baik atau buruk, yang diperhatikan adalah

bagaimana perbuatan lahiriahnya. Kepastian hukum tidak memberi sanksi kepada

seseorang yang mempunyai sikap batin yang buruk, akan tetapi yang di beri sanksi

adalah perwujudan dari sikap batin yang buruk tersebut atau menjadikannya

perbuatan yang nyata atau konkrit.

18
Ibid.

Universitas Sumatera Utara


14

Namun demikian dalam prakteknya apabila kepastian hukum di kaitkan

dengan keadilan, maka akan kerap kali tidak sejalan satu sama lain. Adapun hal ini di

karenakan di suatu sisi tidak jarang kepastian hukum mengabaikan prinsip- prinsip

keadilan dan sebaliknya tidak jarang pula keadilan mengabaikan prinsip-prinsip

kepastian hukum. Kemudian apabila dalam prakteknya terjadi pertentangan antara

kepastian hukum dan keadilan, maka keadilan lah yang harus diutamakan. Alasannya

adalah bahwa keadilan pada umumnya lahir dari hati nurani pemberi keadilan

sedangkan kepastian hukum lahir dari sesuatu yang konkrit.19

Di Indonesia pandangan modern tentang peranan hukum sebagai sarana

pembangunan digambarkan oleh Mochtar Kusumaatmadja dengan mengatakan

bahwa hukum itu mempunyai dua fungsi yakni sebagai sarana ketertiban masyarakat

(menjamin adanya ketertiban dan kepastian) dan sarana perubahan masyarakat.20

Dalam keterkaitannya dengan kasus ini diharapkan Putusan Mahkamah Agung

Republik Indonesia No. 1507 K/PDT/2010 dapat memberikan suatu keadilan dan

kepastian hukum bagi kedua belah pihak yang sedang berperkara.

2. Kerangka Konsepsi

Konsep diartikan sebagai kata yang menyatakan abstrak yang

digeneralisasikan dari hal-hal yang khusus, yang disebut dengan defenisi

19
Loc.cit.
20
Ahmad Ubbe, Putusan Hakim sebagai Rekayasa Sosial dalam Pembinaan Hukum
Nasional, tulisan pada Majalah Hukum Nasional No.1 Tahun 2002 yang diselenggarakan BPHN
Depkeh dan HAM, Jakarta, hal.72.

Universitas Sumatera Utara


15

operasional.21 Kegunaan dari adanya konsepsi agar supaya ada pegangan dalam

melakukan penelitian atau penguraian, sehingga dengan demikian memudahkan bagi

orang lain untuk memahami batasan-batasan atau pengertian-pengertian yang

dikemukakan.22

Soerjono Soekanto berpendapat bahwa kerangka konsepsi pada hakekatnya

merupakan suatu pengarah atau pedoman yang lebih konkrit dari kerangka teoritis

yang seringkali bersifat abstrak, sehingga diperlukan defenisi - defenisi operasional

yang menjadi pegangan konkrit dalam proses penelitian.23

Agar terdapat persamaan persepsi dalam memahami penulisan di dalam

penelitian ini, maka dipandang perlu untuk menjelaskan beberapa konseptual

sebagaimana terdapat di bawah ini:

a. Prestasi atau yang dalam bahasa Inggris disebut juga dengan istilah

performance dalam hukum kontrak dimaksudkan sebagai suatu pelaksanaan

hal-hal yang tertulis dalam suatu kontrak oleh pihak yang telah mengikatkan diri

untuk itu, pelaksanaan mana sesuai dengan term dan condition sebagaimana

disebutkan dalam kontrak yang bersangkutan.24 Adapun yang merupakan model-

model dari prestasi adalah seperti yang disebutkan dalam Pasal 1234

KUHPerdata, yaitu berupa :

1) Memberikan sesuatu;

21
Sumadi Suryabarata, Metodologi Penelitian, (Jakarta : Raja Grafindo, 1998), hal.3.
22
H. Hilman Hadikusuma, Hukum Waris Adat (Bandung:Citra Aditya Bakti, 1999), hal.5.
23
Sumadi Suryabarata, Op.cit, hal. 28.
24
Munir Fuady, Hukum Kontrak ,dari Sudut Pandang Hukum Bisnis, (Bandung :Citra Aditya
Bakti, 1999), hal. 87.

Universitas Sumatera Utara


16

2) Berbuat sesuatu;

3) Tidak berbuat sesuatu;

b. Wanprestasi adalah apabila seorang debitur tidak melakukan prestasi sama sekali

atau melakukan prestasi yang keliru atau terlambat melakukan prestasi, maka dalam

hal-hal yang demikian inilah yang disebut seorang debitur melakukan wanprestasi.25

c. Perjanjian, menurut Pasal 1313 KUHPerdata adalah suatu perbuatan dengan

mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau

lebih.26

d. Sewa Menyewa adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu mengikat

dirinya untuk memberikan kepada pihak yang lain kenikmatan dari sesuatu

barang, selama suatu waktu tertentu dengan pembayaran sesuatu harga yang

oleh pihak terakhir disanggupi pembayarannya. Demikian uraian yang diberikan

oleh pasal 1548 KUH Perdata mengenai perjanjian sewa menyewa.27

e. Sewa Menyewa Rumah adalah keadaan dimana rumah dihuni oleh bukan

pemilik berdasarkan perjanjian sewa menyewa.28

f. Pemilik adalah setiap orang atau badan yang mempunyai hak atas rumah.29

g. Penyewa adalah setiap orang atau badan yang membayar harga sewa pemilik

berdasarkan perjanjian yang telah disepakati.30

25
Qirom S. Meliala, Pokok-Pokok Hukum Perjanjian Beserta Perkembangannya, (Yogyakarta : Liberty,
1985), hal. 29.
26
Purwahid Patrik, Dasar-Dasar Hukum Perikatan (Bandung : Mandar Maju, 1994), hal. 94.
27
R. Subekti, Hukum Perjanjian ( Jakarta: Intermasa, 2002), hal. 90.
28
Peraturan Pemerintah Republik Indonnesia Nomor 44 Tahun 1994 tentang Penghunian Rumah Oleh
Bukan Pemilik , Pasal 1 butir (3).
29
Ibid, Pasal 1 butir (5).

Universitas Sumatera Utara


17

h. Ganti Rugi adalah penggantian biaya, rugi dan bunga karena tidak dipenuhinya

suatu perjanjian, barulah mulai diwajibkan apabila debitur setelah dinyatakan

lalai memenuhi perjanjiannya tetap melalaikannya, atau sesuatu yang harus

diberikan atau dibuatnya, hanya dapat diberikan atau dibuat dalam tenggang

waktu yang telah dilampaukannya (Pasal 1243 KUHPerdata). Dengan demikian

pada dasarnya, ganti-kerugian itu adalah ganti-kerugian yang timbul karena

debitur melakukan wanprestasi.

G. Metode Penelitian.

Metode penelitian merupakan suatu sistem dan suatu proses yang mutlak

harus dilakukan dalam suatu kegiatan penelitian dan pengembangan ilmu

pengetahuan.

Penelitian adalah usaha atau pekerjaan untuk mencari kembali yang dilakukan

dengan suatu metode tertentu dengan cara hati-hati, sistematis serta sempurna

terhadap permasalahan, sehingga dapat digunakan untuk menyelesaikan atau

menjawab problemnya.31 Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah, yang

didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk

mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu, dengan jalan menganalisanya.

Kecuali itu,maka diadakan juga pemeriksaan mendalam terhadap fakta hukum

tersebut, untuk kemudian mengusahakan suatu pemecahan atas permasalahan-

30
Ibid, Pasal 1 butir (6).
31
Joko P. Subagyo, Metode Penelitian Dalam Teori Dan Praktek, (Jakarta: Rineka Cipta,
1997), hal. 2.

Universitas Sumatera Utara


18

permasalahan yang timbul didalam gejala yang bersangkutan.32 Sebagai suatu

penelitian ilmiah, maka rangkaian kegiatan penelitian dinilai dari pengumpulan data

sampai pada analisis data dilakukan dengan memperhatikan kaidah-kaidah ilmiah

sebagai berikut :

1. Sifat dan Jenis Penelitian.

Penelitian ini bersifat deskriptif analitis. Bersifat deskriptif maksudnya

penelitian ini diharapkan diperoleh gambaran secara rinci dan sistematis tentang

permasalahan yang diteliti. Analitis dimasukan berdasarkan gambaran fakta yang

diperoleh akan dilakukan secara cermat bagaimana menjawab permasalahan.33

Jenis penelitian yang digunakan disesuaikan dengan permasalahan yang

diangkat di dalamnya. Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum normatif.

Penelitian hukum normatif yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara menganalisa

hukum yang tertulis dari bahan pustaka atau data sekunder belaka yang lebih dikenal

dengan nama bahan hukum sekunder dan bahan acuan dalam bidang hukum atau

bahan rujukan bidang hukum. 34

Penelitian hukum normatif dimaksudkan untuk mengadakan pendekatan

terhadap masalah dengan cara melihat dari segi peraturan perundang-undangan yang

berlaku serta doktrin-doktrin. Dalam penelitian ini, penelitian hukum normatif

32
Soerjono Soekanto, Op.Cit, hal. 43.
33
Sunaryati Hartono, Penelitian Hukum di Indonesia pada Akhir Abad ke 20, (Bandung:
Alumni, 1994), hal. 101.
34
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji. Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat,
(Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1995),. hal. 33.

Universitas Sumatera Utara


19

bertujuan untuk meneliti aturan-aturan mengenai perbuatan wanprestasi yang

dilakukan penyewa dalam perjanjian sewa menyewa rumah.

Penelitian ini dilakukan dengan memakai metode penelitian normatif yakni

dengan cara meneliti bahan kepustakaan atau bahan data sekunder yang meliputi

buku-buku serta norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-

undangan, asas-asas hukum, kaedah hukum dan sistematika hukum serta mengkaji

ketentuan perundang-undangan, putusan pengadilan dan bahan hukum lainnya.35

2. Sumber Data

Pengumpulan data mempunyai hubungan erat dengan sumber data, karena

dengan pengumpulan data akan diperoleh data yang diperlukan untuk selanjutnya

dianalisis sesuai kehendak yang diharapkan. Berkaitan dengan hal tersebut, dalam

penelitian ini menggunakan metode pengumpulan data kepustakaan atau library

research.36

Sumber data dalam penelitian ini diperoleh melalui data sekunder yaitu data

yang dikumpulkan melalui studi dokumen terhadap bahan kepustakaan yang terdiri

dari:

1. Bahan hukum primer yakni bahan hukum yang terdiri dari peraturan

perundang-undangan, seperti Kitab Undang-Undang Hukum Perdata,

Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1994 tentang Penghuni Rumah Oleh Bukan

35
Ibrahim Johni, Teori Dan Metode Penelitian Hukum Normatif, ( Malang : Bayu Media
Publishing , 2005), hal. 336.
36
Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, Suatu Pengantar, (Jakarta:Raja
Grafindo Persada, 2003), hal 10-11.

Universitas Sumatera Utara


20

Pemilik, Undang- Undang Nomor 1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan

Pemukiman, .Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 1507

K/PDT/2010.

2. Bahan hukum sekunder adalah hasil penelitian para pakar yang termuat dalam

literatur, artikel, media cetak maupun media elektronik mengenai perjanjian

yang berhubungan dengan penelitian ini.

3. Bahan hukum tersier yakni bahan hukum yang memberikan petunjuk atau

penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder seperti

kamus umum, kamus hukum, jurnal ilmiah yang berhubungan dengan materi

penelitian.

3. Tehnik Pengumpulan Data.

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang

diperoleh dengan cara melakukan penelitian kepustakaan (library research) untuk

mendapatkan konsepsi teori atau doktrin, pemikiran konseptual dan penelitian yang

dilakukan oleh pihak lain yang relevan dengan penelitian ini dengan cara menelaah

dan menginventarisasi pemikiran atau pendapat juga sejarah atau latar belakang

pemikiran tentang wanprestasi yang dilakukan penyewa dalam perjanjian sewa

menyewa rumah.

Pemikiran dan gagasan serta konsepsi tersebut dapat diperoleh melalui

peraturan perundang-undangan yang berlaku, literatur dari para pakar yang relevan

dengan objek penelitian ini, artikel yang termuat dalam bentuk jurnal, majalah ilmiah,

ataupun yang termuat dalam data elektronik seperti pada internet dan sebagainya

Universitas Sumatera Utara


21

maupun dalam bentuk dokumen atau putusan berkaitan dengan permasalahan

penelitian ini.

4. Analisis Data.

Analisa data merupakan suatu proses mengorganisasikan dan mengurutkan

data ke dalam pola, kategori dan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan

dapat dirumuskan suatu hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data.37

Di dalam penelitian hukum normatif, maka analisis data pada hakekatnya

berarti kegiatan untuk mengadakan sistematisasi terhadap bahan-bahan hukum

tertulis. Sistematisasi berarti, membuat klasifikasi terhadap bahan-bahan hukum

tertulis tersebut, untuk memudahkan pekerjaan analisis dan konstruksi. 38

Penelitian yang dilakukan dalam tesis ini termasuk ke dalam tipe penelitian

hukum normatif. Pengolahan data pada hakekatnya merupakan kegiatan untuk

melakukan analisa terhadap permasalahan yang akan dibahas. Analisis data dilakukan

dengan : 39

a. mengumpulkan bahan-bahan hukum yang relevan dengan permasalahan yang

diteliti;

b. memilih kaidah-kaidah hukum atau doktrin yang sesuai dengan penelitian;

c. mensistematisasikan kaidah-kaidah hukum, azas atau doktrin;

d. menjelaskan hubungan-hubungan antara berbagai konsep, pasal atau doktrin

yang ada;

e. menarik kesimpulan dengan menggunakan pendekatan deduktif.

37
Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung :Remaja Rosdakarya, 2002), hal. 101.
38
Soerjono Soekanto, Op.Cit., hal. 251.
39
Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, (Jakarta : Raja Grafindo Persada,
2004), hal.45

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai