Anda di halaman 1dari 7

KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA R.I.

KANTOR WILAYAH ACEH


Jln T. Nyak Arief No. 185 Jeulingke - Telp : 7553197,7553494 Fax :
7553494
e-mail : kemenkumham_aceh@yahoo.co.id

LAPORAN PELAKSANAAN
PERJALANAN DINAS PENGADUAN MASYARAKAT
BIDANG KEKAYAAN INTELEKTUAL DI KOTA LANGSA

I. DASAR HUKUM
1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2000 Tentang
Rahasia Dagang.
2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2000 Tentang
Desain Industri.
3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak
Cipta.
4. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2016 Tentang
Paten.
5. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merk
dan Indikasi Geografis.
6. Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia R.I. Nomor 28 Tahun
2014 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Wilayah Kementerian
Hukum dan Hak Asasi Manusia R.I.;
7. Surat Perintah Tugas dari Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum
dan Hak Asasi Manusia Aceh Nomor W1- .KI.05.04 Tahun 2017.

II. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kontruksi hukum HKI yang diharmonisasikan dengan ketentuan
WTO maupun TRIPs bermakna bahwa peraturan hak kekayaan
intelektual merupakan bagian dari perdagangan internasional. Praktek
pembajakan karya cipta musik dan film lazimnya melibatkan empat
serangkai yang meliputi pelaku, pencetak / pabrik cakram optic,
distributor, dan pengecer. Langkah yang paling fundamental dalam
penguatan kesadaran hukum masyarakat adalah dengan melalui
pendidikan formal. Idealnya memang dimulai dari tingkat pendidikan
dasar, hingga perguruan tinggi. Namun, yang sekarang sudah dijalankan
masih sebatas pengajaran di perguruan tinggi. Masalahnya, kesadaran
hukum menjadi basis penegakan undang-undang dan sekaligus pagar
pencegah pelanggaran Hak Cipta. Pengaturan di bidang HKI dalam suatu
peraturan perundang–undangan dimaksudkan bahwa peraturan di
bidang HKI telah distandarisasi dan berfungsi sebagai pranata yang
mengatur dan mengarahkan perilaku masyarakat dalam melindungi dan
mempertahankan karya intelektualnya. Dengan rumusan lain, peraturan
perundang–undangan di bidang HKI berfungsi sebagai “a tool of social
engineering”.
Penegakan hukum merupakan upaya kunci yang paling berat
dilaksanakan. Masalahnya tidak hanya ditingkat kebijakan, tetapi juga
ditingkat pelaksanaannya yang tidak mudah atau sederhana. Dari segi ,
kiranya tidak ada lagi kelemahan ataupun kekurangan aturan untuk
mendasari penindakan. Harus diakui, penanganan kasus-kasus
pelanggaran Hak Cipta sejauh ini masih menghadapi kendala teknis.
Diantaranya, kurangnya pemahaman tentang konsep. Harus diakui,
pelanggaran Hak Cipta dibidang musik tidak hanya menghancurkan
industri musik domestik, tetapi juga produser asing. Para pembajak
sangat diuntungkan dari praktek ini karena mereka tidak mengeluarkan
biaya untuk produksi, pemasaran dan promosi.
a) Illegal copying, yaitu dari rekaman tanpa ijin untuk kepentingan
komersial. Bentuk pembajakan dalam kategori ini juga berupa
pembuatan kompilasi lagulagu hit (hits collection)
b) Counterfeiting, adalah produk bajakan yang diperdagangkan dengan
menggunakan kemasan yang mirip dengan aslinya. Untuk dapat
mengelabui/misleadingkonsumen, maka logo dan merek yang
digunakan juga dipalsukan.
c) Bootlegging, yaitu membuat rekaman dari pertunjukan langsung (live
performance), Rekaman juga dapat dibuat dari siaran media penyiaran.
Terkait dengan bidang Kekayan Intelektual, berdasarkan Peraturan
Menteri Hukum dan HAM RI Nomor 28 Tahun 2014 tentang Organisasi
dan Tata Kerja Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi
Manusia khususnya Bidang Pelayanan Hukum mempunyai tugas
melaksanakan pembinaan dan pengendalian pelaksanaan tugas teknis,
kerjasama, pemantuan, evaluasi serta penyusunan laporan pelaksanaan
tugas teknis berupa penerimaan permohonan pendaftaran, sosialisasi,
pelaksanaan penyidikan dan inventarisasi serta pembinaan Penyidik
Pegawai Negeri Sipil dibidang Kekayaan Intelektual.
Sebagai wujud dan bentuk tanggung jawab Kantor Wilayah
Kementerian Hukum dan HAM Aceh dalam menjalan tugas dan fungsi
dari Kementerian Hukum dan Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesi
berkewajiban untuk menangani dan mengumpulkan data terkait
pengaduan oleh masyarakat khususnya dibidang merek yang merupakan
bagaian dari Kekayaan Intelektual dalam hal perlindungan hukum sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.

B. Maksud dan Tujuan


Tujuan dari kegiatan pengaduan masyarakat bidang kekayaan
intelektual khususnya hak cipta ini adalah untuk melakukan monitoring
dan evaluasi di Kabupaten/Kota se-Aceh terkait dengan tingkat
pemahaman, kesadaran dan penegakan hukum dibidang kekayaan
intelektual. Sehingga dengan terlaksananya kegiatan ini dapat kiranya
memberi saran dan masukan kepada Direktorat Jenderal Kekayaan
Intelektual Kementerian Hukum dan Hak Asasi Mansuia R.I dalam
menjalankan tugas dan fungsinya. Pelanggaran yang terjadi khususnya
hak cipta lagu tidak bukan karena masyarakat kurang memahami dan
menyadari bahwa tindak-tindakan yang selama ini dilakukannya
merupakan bentuk pelanggaran sebagaimana yang diatur dalam Undang-
Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.

III. PEGAWAI YANG DITUGASKAN


1. Nama : ANDRE ASMARA, S.H.
NIP : 19830811 200901 1 002.
Pangkat/Gol : Penata Tk. I (III/b)
Jabatan : Perancang Peraturan Perundang-Undangan Tk. I
Unit Organisasi : Kanwil Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia
Aceh
2. Nama : REZA NAZRIANDI, S.H
NIP : 19850601 200604 1 001.
Pangkat/Gol : Penata Muda (III/a)
Jabatan : …………………..
Unit Organisasi : Kanwil Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia
Aceh

3. Nama : IRWAN
NIP : ……………………
Pangkat/Gol : ……………………
Jabatan : ……………………
Unit Organisasi : Kanwil Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia
Aceh

IV. WAKTU DAN TEMPAT


1. Waktu : Kegiatan ini dilaksanakan selama 3 hari, dimulai tanggal
22 sampai dengan 24 Mei 2016.
2. Tempat : Kantor Kepolisian Resor Kota Langsa di gedung Reskrim
Lantai II Ruang Tipiter.
V. PELAKSANAAN KEGIATAN
Dari hasil diskusi dan wawancara yang dilakukan oleh Tim Kantor Wilayah
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Aaceh dengan Penyidik
Kepolisian Resosr Langsa Bapak Bripka M. Rani diperoleh data sebagai
berikut:
1. Bahwa pada bulan februari 2011 diduga telah terjadi pelanggaran di
bidang Kekayaan Intelektual khususnya terkait dengan Hak Cipta lagu
yang dilakukan oleh Sdr. Idris, SE.MM di kota Langsa. Pelanggaran Hak
Cipta Lagu yang sebagaimana dimaksud dilakukan dengan cara menjual
kepingan vcd untuk kepentingan komersil kepada masyarakat tanpa
seizin pencipta;
2. Setalah dilakukan penyelidikan dan penyidikan oleh pihak Kepolisian
Resor Kota Langsa, ternyata pokok dari permassalahan ini adalah
mastering audio ciptaan lagu oleh Sdr. Youldy tanpa sepengetahuan dan
izinnya telah dijual oleh pihak produser Mita Record (produser rekaman
yang lama) ke pihak Multi Record (produser rekaman yang baru) sebesar
Rp. 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah). Untuk itu Sdr. Youldy sebagai
pencipta merasa berkeberatan terkait dengan beberapa lagu ciptaannya
yang diperjual belikan dan diubah;
3. Bahwa dalam temuan barang bukti yang di sita oleh penyidik Kepolisian,
diketahui terdapat 3 (tiga) judul lagu milik Sdr Youldy cinta gaseeh, rindu
teoungoh malom, galak ke coucou yang telah diubah dari format aslinya.
Perubahan tersebut meliputi judul, irama/notasi, gengre/jenis yang
awalnya dangdut menjadi remix dut dan visiual audio yang awalnya Sdr.
Youldy sebagai penyanyi sekaligus pencipta diagnti dengan Sdr. Azhar
Shandy yang terdapat dalam kepingan vcd yang diperjual belikan
tersebut;
4. Sehingga dengan dasar itu, penyidik merasa berdasarkan pengetahuan
dan fakta yang diperoleh menetapkan Sdr Idris, SE.MM sebagai tersangka
dalam kasus pelanggaran Hak Cipta ini dengan Nomor Berkas Perkara
Nomor: BP/116/XII/2016/RESKRIM Kepolisian Resor Kota Langsa
berdasarkan laporan dari Sdr. Youldy;
5. Adapun Pasal-Pasal yang menjadi dasar tuntutan pidana oleh Sdr Youldy
terhadap Sdr. Idris terkait dengan dugaan pelanggaran Hak Cipta yang
dilakukannya adalah sebagai berikut:
a. berdasarkan Pasal 24 ayat (2) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002
tentang Hak Cipta terkait hak moral bahwa:
“Suatu Ciptaan tidak boleh diubah walaupun Hak Ciptanya telah
diserahkan kepada pihak lain, kecuali dengan persetujuan Pencipta
atau dengan persetujuan ahli warisnya dalam hal Pencipta telah
meninggal dunia”.

b. berdasarkan Pasal 55 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang


Hak Cipta terkait dengan penyelesaian sengketa, bahwa:
“Penyerahan Hak Cipta atas seluruh Ciptaan kepada pihak lain tidak
mengurangi hak Pencipta atau ahli warisnya untuk menggugat yang
tanpa persetujuannya:
a) meniadakan nama Pencipta yang tercantum pada Ciptaan itu;
b) mencantumkan nama Pencipta pada Ciptaannya;
c) mengganti atau mengubah judul Ciptaan; atau
d) mengubah isi Ciptaan’.

c. berdasarkan Pasal 72 ayat (6) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002


tentang Hak Cipta terkait dengan Ketentuan Pidana, bahwa:
“Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melanggar Pasal 24 atau
Pasal 55 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun
dan/atau denda paling banyak Rp 150.000.000,00 (seratus lima
puluh juta rupiah)”.

6. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2001 tentang Hak Cipta yang telah


dicabut dan digantikan oleh Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014
tentang Hak Cipta menganut sistem Deklaratif. Sistem Deklaratif ini lebih
menitik beratkan perlindungan hak kepada pencipta yang menggunakan
ciptaannya pertama kali atau melekat pada diri pencipta. Sehingga jelas
pada kasus ini Sdr. Youldy mempunyai hak moral terhadap ciptaanya
tersebut;
7. Perlu juga menjadi perhatian, bahwa meskipun laporan terkait dugaan
telah terjadinya pelanggaran hak cipta lagu sebagaimana dimaksud diatas
di tahun 2011, sedangkan rezim hak cipta pada waktu sekarang telah
beralih pada Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tidak menutup
kebelakuan dari Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak
Cipta. Oleh karena dalam ketentuan peralihan undang-undang yang baru
Tahun 2014 pada Pasal 121 huruf d menyatakan bahwa: “perkara Hak
Cipta yang sedang dalam proses, tetap diproses berdasarkan Undang-
Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta”. Dan jo. Ketentuan
Penutup Pasal 123 sepanjang aturan yang lama tidak bertentang masih
dianggap berlaku. Untuk itu msih relevan kiranya penyidik Kepolisian
Resor Kota Langsa menindaklanjuti perkara pelanggaran Hak Cipta ini
berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta;
8. Berdasarkan dari uraian yang telah disampaikan pada point-point
sebelumnya, maka disimpulkan bahwa masyarakat masih belum
menyadari tindakan penjualan keping-keping vcd baik berupa lagu
maupun film tanpa seizin pencipta merupakan pelanggaran hak cipta dan
dapat dituntut baik pidana maupun perdata. Sehingga banyak terjadi
kasus yang namun tetap berdalih dengan alasan atau alibi ketidak
tahuan peratura perundang-undangan. Hal ini tidak lain dikarenakan
untuk memperoleh nilai ekonomi yang cepat namun disisi lain merugikan
pihak yang berhak atas nilai ekonomi dan moral yang melekat dalam
setiap ciptaan terutama lagu. Pemerintah dalam hal ini juga turut
bertanggungjawab atas pelanggaran-pelanggaran yang terjadi melalui
tindakan preventif melalui sosialisasi, himbuan sampai dengan
pembinaan yang berkelanjutan. Selain itu juga harus didukung oleh
peningkatan kualitas pemahaman dari aparat baik kepolisian maupun
PPNS yang membidangi kekayaan intelektual khususnya hak cipta.

VI. LAMPIRAN
1. Surat Perintah Tugas dari Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum
dan HAM Aceh Nomor .............. Tahun 2017 tanggal ... Mei 2017;
2. Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD);
3. Bill Hotel;
4. Tiket Transportasi Darat; dan
5. Foto-foto Kegiatan.

Demikian laporan ini kami buat dengan sebenarnya untuk dipergunakan


sebagaimana mestinya.

Banda Aceh, 29 Mei 2017


Pegawai yang melaksanakan perjalanan dinas,

1. ANDRE ASMARA, S.H. ( ........................... )


NIP.19830811 200901 1 002.

2. REZA NAZRIANDI, S.H. ( ........................... )


NIP. 19830811 200901 1 002.

3. IRWAN ...... ( ........................... )


NIP. ..........

Mengetahui:
a.n. Kepala Divisi Pelayanan Hukum dan HAM,

BUNYAMIN, S.H., M.H.


NIP. 196707121991031001

Anda mungkin juga menyukai