Abstract
There are two main doctrine in contract law, classical and contemporary doctrine. The classical
doctrin emphasize the legal certainty to be the core of legal issue in contract law. The doctrine noted
that every single purpose of parties should be stated in contract in order to put binding effect to the
parties. It also distinguish the concept of breach of contract and tort. The petition for breach of
contract should be based on the concept of breach of contract instead tort. In reverse, the
contemporary doctrine emphasize the justice and appropriateness aspect in a contract. It recognized
the contract as the whole process held by pre-contractual phase, contractual phase, and post-
contractual phase. Hence, it realize the existence of impact toward promises stated by one party to
others which is distinctly different to the classical doctrine that neglect the impact of pre-
contractual. The contemporary doctrine eliminates the distinguishing of breach of contract and tort
as the basic of the sue because breach of contract was the specific genus of tort.
Abstrak
Doktrin hukum pada prinsipnya terbagi atas dua, yaitu doktrin klasik dan doktrin kontemporer.
Doktrin hukum kontrak klasik menekankan pada aspek kepastian hukum. Aspek ini tergambar dari
penekanannya bahwa setiap pernyataan kehendak harus dituangkan dalam kontrak yang
ditandatangani para pihak agar memiliki kekuatan mengikat. Doktrin klasik membedakan secara
tegas wanprestasi dan perbuatan melawan hukum. Tuntutan atas pelanggaran kontrak harus
dengan dasar wanprestasi, bukan perbuatan melawan hukum. Sebaliknya, doktrin kontemporer
lebih menekankan pada aspek keadilan dan kepatutan. Doktrin kontemporer mengenal kontrak
sebagai konstruksi yang terdiri atas tahap pracontractual, contractual, dan postcontractual.
Karenanya, doktrin kontemporer menganggap janji-janji pra kontrak memiliki akibat hukum
tertentu, hal mana berbeda dengan doktrin klasik yang tidak mengakui adanya akibat hukum pra
kontrak. Doktrin kontemporer juga tidak lagi membedakan secara tegas wanprestasi dan perbuatan
melawan hukum sebagai dasar gugatan pelanggaran kontrak karena wanprestasi pada prinsipnya
merupakan specific genus dari perbuatan melawan hukum.
55
M. Natsir Asnawi, Perlindungan Hukum Kontrak
56
Masalah - Masalah Hukum, Jilid 46 No. 1, Januari 2017, Halaman 55-68
Buku III tersebut mencakup: hukum yang lain dalam bidang harta
a. Ketentuan umum (Pasal 1313 – 1319); kekayaan, dimana satu subjek hukum berhak
b. Syarat sah perjanjian (Pasal 1320 – atas prestasi dan subjek hukum lainnya
1337); berkewajiban untuk melaksanakan prestasi
c. Akibat perjanjian (Pasal 1338 – 1341); tersebut sesuai dengan kesepakatan di antara
d. Penafsiran perjanjian (Pasal 1342 – mereka (Salim HS, 2008).
1351). M. Yahya Harahap mendefinisikan
Pada umumnya, untuk mendefinisikan perjanjian sebagai suatu hubungan hukum
perjanjian, acuan utamanya adalah Pasal 1313 kekayaan atau harta benda antara dua orang
KUHPerdata. Menurut Pasal 1313 (pihak) atau lebih yang member kekuataan
KUHPerdata, perjanjian adalah: hak pada satu pihak untuk memperoleh
“Suatu persetujuan adalah suatu prestasi dan sekaligus mewajibkan pihak lain
perbuatan dimana satu orang atau lebih untuk menunaikan prestasi tersebut. Definisi
mengikatkan diri terhadap satu orang lain atau tersebut menggambarkan bahwa dalam suatu
lebih” perjanjian ada beberapa unsur
Definisi perjanjian dalam Pasal 1313 membangunnya, yaitu 1) hubungan hukum;
tersebut di atas dikritik oleh Subekti. Definisi 2) hak; dan 3) kewajiban (prestasi).
tersebut mengaburkan makna esensial Hubungan hukum dalam perjanjian adalah
perjanjian karena Pasal 1313 seolah-olah hubungan hukum yang dikehendaki para
mendefinisikan perjanjian sebagai perbuatan pihak, bukan hubungan hukum yang lahir
sepihak padahal secara umum perjanjian dengan sendirinya atau lahir karena adanya
merupakan perbuatan timbal balik dari para undang-undang. Sebagai contoh, hubungan
pihak yang mengikatkan diri di dalamnya hukum dalam harta benda kekeluargaan.
( Suharnoko ,. Dalam perjanjian jual beli Dalam hubungan hukum harta benda
misalnya, maka perjanjian jual beli keluarga, dengan sendirinya timbul hubungan
merupakan perjanjian yang mengandung hukum antara anak dengan kekayaan orang
perbuatan secara timbal balik, yaitu penjual tuanya sebagaimana diatur dalam hukum
melakukan penjualan barang atau jasa waris, baik hukum waris Islam maupun
tertentu dan pembeli melakukan pembelian hukum waris perdata barat (M. Yahya Harahap,
dengan membayar sejumlah uang atau alat 1968).
pembayaran lainnya. Hubungan hukum yang lahir dari suatu
Masih dalam definisi yang bersifat perjanjian adalah hubungan hukum yang
normatif, perjanjian dalam hukum Islam dikehendaki. Adanya hubungan hukum
disebut aqd atau akad. Pasal 20 Angka (1) tersebut didahului dengan suatu tindakan
Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 2 hukum (rechtshandeling). Hubungan hukum
Tahun 2008 tentang Kompilasi Hukum dalam perjanjian adalah hubungan timbal
Ekonomi Syariah menyatakan: balik antara hak dan kewajiban pada masing-
“Akad adalah kesepakatan dalam suatu masing pihak ( M. Yahya Harahap, 1968 ).
perjanjian antara dua pihak atau lebih untuk Penulis menyebutnya sebagai hubungan
melakukan dan/atau tidak melakukan resiprokal dalam perjanjian, hak pada salah
perbuatan hukum tertentu” (Kompilasi Hukum satu pihak menjadi kewajiban pada pihak
Ekonomi Syariah). lainnya, vice versa.
Perjanjian menurut Riduan Syahrani b. Asas-asas kontrak (perikatan)
adalah hubungan hukum antara dua pihak di Dalam perjanjian, termuat beberapa
dalam lapangan harta kekayaan dimana salah asas yang menjadi landasan suatu perjanjian.
satu pihak bertindak sebagai kreditur yang Asas tersebut merupakan pedoman bagi para
berhak atas prestasi (kewajiban) tertentu dan pihak dalam melakukan suatu perjanjian,
pihak lain sebagai debitur berkewajiban sehingga perjanjian yang dibuat memiliki
memenuhi prestasi tersebut (Riduan Syahrani, kekuatan mengikat bagi para pihak yang
2006 ). Salim HS, dkk, mendefinisikan membuat perjanjian. KUHPerdata
perjanjian sebagai hubungan hukum antara menetapkan beberapa asas dalam perjanjian
subjek hukum yang satu dengan subjek sebagai koridor bagi para pihak yang
57
M. Natsir Asnawi, Perlindungan Hukum Kontrak
membuat perjanjian hingga menjadi suatu “Semua perjanjian yang dibuat secara sah
perikatan yang dapat dipaksakan pelaksanaan berlaku sebagai undang-undang bagi mereka
atau pemenuhannya. Asas-asas dalam yang membuatnya”. Berdasar ketentuan
perjanjian tersebut adalah: tersebut, maka dapat dipahami bahwa
a. Asas personalia perjanjian yang telah dibuat secara sadar dan
Asas personalia dapat ditemukan dalam berdasar atas kesepakatan masing-masing
ketentuan dalam ketentuan pasal 1315 pihak merupakan undang-undang (peraturan)
KUHPerdata yang menyatakan bahwa “pada yang mengikat masing-masing pihak yang
umumnya tak seorangpun dapat mengikatkan membuat perjanjian tersebut.
diri atas nama sendiri atau meminta f. Wanprestasi
ditetapkannya suatu janji selain untuk dirinya Wanprestasi adalah suatu keadaan
sendiri”. Berdasar rumusan tersebut, dapat dimana pihak-pihak atau salah satu pihak
diketahui bahwa pada dasarnya perjanjian tidak memenuhi prestasi sebagaimana yang
yang dibuat oleh seseorang sebagai subjek telah ditentukan dalam perjanjian (Riduan
hukum hanya berlaku untuk dirinya sendiri. Syahrani, 200). Dalam bahasa yang lebih
Secara spesifik, ketentuan tersebut menunjuk sederhana, wanprestasi adalah kelalaian
pada kewenangan bertindak sebagai individu pihak atau salah satu pihak untuk
pribadi untuk bertindak atas namanya sendiri menjalankan kewajiban-kewajibannya
(Kartini Muljadi & Gunawan Widjaja, 2003). (prestasi) seperti yang tertuang dalam butir-
c. Asas konsensualitas butir perjanjian yang telah disepakati.
Substansi asas konsensualitas adalah Kelalaian atau tidak dipenuhinya
pada dasarnya suatu perjanjian yang dibuat kewajiban dimaksud merupakan condition
secara lisan antara dua pihak atau lebih telah
sine qua non bagi dikualifikasinya satu pihak
mengikat dan karena itu melahirkan
melakukan wanprestasi. Pasal 1234 KUHPdt
kewajiban bagi salah satu pihak atau lebih
menyatakan:
dalam perjanjian tersebut setelah para pihak
“Perikatan ditujukan untuk memberikan
mencapai kesepakatan. Berdasar asas ini,
sesuatu, untuk berbuat sesuatu, atau
perjanjian yang mengikat dan berlaku sebagai
untuk tidak berbuat sesuatu”
perikatan bagi para pihak yang berjanji tidak
memerlukan formalitas. Berdasar klausul pasal tersebut, dapat
d. Asas kebebasan berkontrak
dipahami bahwa dalam suatu perikatan (yang
Asas ini mengatur ketentuan bahwa lahir dari perjanjian maupun karena
pada dasarnya para pihak dapat membuat ditetapkan undang-undang) melahirkan
perjanjian atau kesepakatan yang melahirkan pretasi-prestasi atau kewajiban-kewajiban
kewajiban apa saja sepanjang prestasi yang yang mewujud, sebagai berikut:
wajib dilakukan tersebut bukanlah sesuatu a. Kewajiban untuk memberikan sesuatu
yang terlarang. Ketentuan pasal 1337 oleh satu pihak kepada pihak lain
menyebutkan “Suatu sebab adalah terlarang, b. Kewajiban untuk melakukan suatu
apabila dilarang oleh undang-undang, atau perbuatan (hukum) wujud dan
apabila berlawanan dengan kesusilaan baik kualitasnya telah disepakati bersama
atau ketertiban umum”. Ketentuan tersebut c. Kewajiban untuk tidak melakukan suatu
memberikan gambaran bahwa pada dasarnya perbuatan, termasuk di dalamnya untuk
semua perjanjian dapat dibuat dan menghentikan suatu perbuatan
diselenggarakan oleh setiap orang. Perjanjian Dari penjelasan atas pasal tersebut,
yang dilarang adalah perjanjian yang dapat diketahui bahwa jika salah satu atau
mengandung prestasi atau kewajiban pada beberapa pihak tidak melakukan salah satu
salah satu pihak yang melanggar undang- dari tiga kualifikasi kewajiban tersebut, maka
undang atau kesusilaan (Kartini Muljadi & dapat dikatakan bahwa telah terjadi
Gunawan Widjaja, 2003). wanprestasi atau cidera janji yang
e. Asas pacta sunt servanda menyebabkan adanya hak yang tidak
Asas ini diatur dalam pasal 1338 ayat terpenuhi pada pihak lain. Terjadinya
(1) KUHPdt yang menyatakan bahwa
58
Masalah - Masalah Hukum, Jilid 46 No. 1, Januari 2017, Halaman 55-68
59
M. Natsir Asnawi, Perlindungan Hukum Kontrak
60
Masalah - Masalah Hukum, Jilid 46 No. 1, Januari 2017, Halaman 55-68
61
M. Natsir Asnawi, Perlindungan Hukum Kontrak
62
Masalah - Masalah Hukum, Jilid 46 No. 1, Januari 2017, Halaman 55-68
63
M. Natsir Asnawi, Perlindungan Hukum Kontrak
64
Masalah - Masalah Hukum, Jilid 46 No. 1, Januari 2017, Halaman 55-68
65
M. Natsir Asnawi, Perlindungan Hukum Kontrak
sepihak sangat rentan dengan muatan baku antara produsen dan konsumen batal
kalusula yang berat sebelah dan memberatkan demi hukum (nietig).
konsumen. Karena itu, Pasal 18 Undang- b. Perlindungan hukum terhadap pra
Undang Nomor 8 Tahun 1999 menegaskan kontrak
larangan-larangan klausula dalam kontrak Seperti yang telah dikemukakan
baku, yaitu klausula yang: tersebut di atas bahwa dalam doktrin kontrak
1) Menyatakan pengalihan tanggung jawab modern, para pihak yang akan melakukan
(klausula eksonerasi, exemption suatu perjanjian, terlebih dalam kontrak
clause); bisnis skala besar, lazim dilakukan negosiasi
2) Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak pra kontrak atau kontrak pendahuluan
menolak penyerahan kembali barang (preliminary contract). Negosiasi pra kontrak
yang dibeli konsumen; pada prinsipnya bertujuan menjajagi berbagai
3) Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak kemungkinan atas rencana diadakannya
menolak penyerahan kembali uang perjanjian di antara para pihak. Dalam tahap
yang dibayarkan atas barang dan/atau ini sering muncul atau disampaikan berbagai
jasa yang dibeli oleh konsumen; janji satu pihak kepada pihak lain dengan
4) Menyatakan pemberian kuasa dari harapan pihak lain setuju untuk mengadakan
konsumen kepada pelaku usaha baik perjanjian sebagai tindak lanjut negosiasi.
secara langsung maupun tidak langsung Pihak lain yang dijanjikan menaruh harapan
atas janji tersebut yang ditandai dengan
untuk melakukan segala tindakan
kesediaan melakukan beberapa tindakan
sepihak yang berkaitan dengan barang
h u k u m ( re c h t s h a n d e l i n g ) , m i s a l n y a
yang dibeli oleh konsumen secara
menyerahkan uang atau barang sebagai tanda
angsuran; jadi. Permasalahan muncul ketika salah satu
5) Mengatur perihal pembuktian atas pihak yang menaruh kepercayaan dan telah
hilangnya kegunaan barang atau menyerahkan sejumlah uang sebagai
pemanfaatan jasa yang dibeli oleh prasyarat dalam melakukan perjanjian
konsumen; kemudian ternyata tidak memperoleh hak-
6) Memberi hak kepada pelaku usaha untuk hak yang diharapkan sebagaimana dijanjikan
mengurangi manfaat jasa atau oleh pihak lain dalam negosiasi. Apakah
mengurangi harta kekayaan konsumen pihak yang dirugikan dapat meminta ganti
yang menjadi obyek jual beli jasa; kerugian terhadap pihak yang mengingkari
7) Menyatakan tunduknya konsumen janjinya sementara di antara mereka belum
kepada peraturan yang berupa aturan ada kontrak atau perjanjian yang
baru, tambahan, lanjutan dan/atau ditandatangani?.
pengubahan lanjutan yang dibuat Permasalahan mengenai akibat hukum
sepihak oleh pelaku usaha dalam masa pra kontrak di Indonesia tergambar dalam
konsumen memanfaatkan jasa yang kasus Jeffry Binalay dkk melawal Kepala Staf
dibelinya; Angkatan Laut. Posisi kasusnya adalah
8) Menyatakan bahwa konsumen memberi sebagai berikut:
kuasa kepada pelaku usaha untuk - Jeffry Binalay dkk adalah penghuni dari
pembebanan hak tanggungan, hak rumah dinas TNI-AL. Almarhum orang
gadai, atau hak jaminan terhadap barang tua Jeffry Binalay dkk adalah
yang dibeli oleh konsumen secara purnawirawan TNI-AL. Mereka
angsuran. menghuni rumah dinas TNI-AL
Klausula-klausula tersebut merupakan berdasarkan Surat Izin Perumahan (SIP)
klausula yang bersifat melawan hak-hak yang dikeluarkan oleh Dinas TNI-
subjektif konsumen, baik yang ditetapkan AL.Pada tahun 1992 KASAL
oleh undang-undang maupun menurut mengeluarkan Surat Keputusannya
kepatutan. Oleh karena sifatnya melawan hak Nomor : 1212/III/1992 tanggal 23 Maret
(onrechtmatigeheid), maka klausula-klausula 1992 yang menetapkan bahwa rumah
tersebut jika dicantumkan dalam kontrak Dinas TNI-AL Di Wilayah Jakarta
66
Masalah - Masalah Hukum, Jilid 46 No. 1, Januari 2017, Halaman 55-68
67
M. Natsir Asnawi, Perlindungan Hukum Kontrak