Anda di halaman 1dari 18

MODUL PENYELESAIAN PERSELISIHAN

HUBUNGAN INDUSTRIAL PHK (P3PHK)


(KPH611)

MODUL SESI 2
PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL
SUB TOPIK
PERUNDINGAN BIPARTIT

DISUSUN OLEH
AGUS SUPRAYOGI SH.,MH

UNIVERSITAS ESA UNGGUL


TAHUN 2020

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
0 / 18
TOPIK ATAU SUB TOPIK 1
PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

A. Kemampuan Akhir Yang Diharapkan


Setelah mempelajari modul ini, diharapkan mahasiswa mampu :
1. Memahami tentang pengertian dan jenis perselisihan hubungan industrial
2. Memahami tentang prosedur penyelesaian perselisihan hubungan industrial
di luar Pengadilan.

B. Pendahuluan
Pengertian perselisihan hubungan industrial menurut Pasal 1 ayat (1)
Undang – Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan
Hubungan Industrial bahwa Perselisihan hubungan Industrial adalah
perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara Pengusaha atau
gabungan Pengusaha dengan Pekerja/Buruh atau Serikat Pekerja/Serikat
Buruh karena adanya perselisihan hak, perselisihan kepentingan, perselisihan
hubungan kerja, perselisihan antar Serikat Pekerja atau Serikat Buruh dalam
satu perusahaan.
Dalam melaksanakan prinsip hubungan industrial perlu adanya sikap
mental dan sikap sosial yang sama antara pekerja, Pengusaha dan pemerintah
sehingga tidak ada tempat bagi sikap yang saling berhadapan atau sikap
penindasan oleh yang kuat terhadap yang lemah. Untuk mewujidkan
hubungan industrial dalam kehidupan hubungan kerja sehari – hari mtlak
perlu suasana yang kondusif dalam lingkungan kerja. Terciptanya suasana
tersebut dapat terwujud bila didukung sarana antara lain:
a. Serikat Perkerja/Serikat Buruh
Yaitu organisasi yang dibentuk dari, oleh, dan untuk Pekerja/Buruh,
baik di perusahaan maupun di luar perusahaan, yang bersifat bebas,
terbuka, mandiri, demokratis, dan bertanggungjawab guna
memperjuangkan, membela, serta melindungi hak dan kepentingan
Pekerja/Buruh, serta meningkatkan kesejahteraan Pekerja/Buruh
dan keluarganya.

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
1 / 18
b. Organisasi Pengusaha
Yaitu organisasi yang dibentuk oleh Pengusaha Indonesia yang
bersifat demokratis, bebas, mandiri, dan bertanggung jawab, yang
secara khusus menangani bidang hubungan industrial dan
ketenagakerjaan dalam pelaksanaan hubungan industrial untuk
meningkatkan kualitas sumber daya manusia sebagai salah satu
sarana utama terwujudnya kesejahteraan sosial dan ekonomi dalam
dunia usaha.

c. Lembaga Kerja Sama Bipartit


Yaitu forum komunkasi dan konsultasi mengenai hal – hal yang
berkaitan dengan hubungan industrial di satu perusahaan, yang
anggotanya terdiri atas Pengusaha dan Serikat Pekerja/Buruh yang
sudah tercatat instasi yang bertanggung jawab di bidang
ketenagakerjaan atau unsur Pekerja/Buruh.

d. Lembaga Kerja Sama Tripartit


Yaitu forum komunikasi, konsultasi, dan musyawarah tentang
masalah ketenagakerjaan, yang anggotanya terdiri atas unsur
organisasi Pengusaha, Serikat Pekerja/Serikat Buruh, dan
Pemerintah.

e. Peraturan Perundang – Undangan ketenagakerjaan


Pembuatan peraturan pperundang – undangan ketenagakerjaan
secara partisipatif melibatkan para pemangku kepentingan
(stakeholder), khususnya unsur Serikat Pekerja/Serikat Buruh dan
Pengusaha dengan mempertimbangkan prinsip – prinsip kesetaraan
dan keadilan.

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
2 / 18
f. Lembaga Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial
Lembaga penyelesaian hubungan industrial dimaksud sebagaimana
diatur dalam Undang – Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang
Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, meliputi mekanisme
penyelesaian di luar pengadilan dan melalui hubungan industrial.

C. Jenis – Jenis Perselisihan Hubungan Industrial


Menurut ketentuan Pasal 2 Undang – Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang
Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, jenis perselisihan hubungan
industrial meliputi:
a. Perselisihan Hak
Pengertian perselisihan hak adalah perselisihan yang timbul karena
tidak dipenuhinya hak, akibat adanya perbedaan pendapat tentang
pelaksanaan atau penafsiran terhadap ketentuan – ketentuan yang
telah diatur dalam peraturan perundang – undangan, perjanjian kerja,
Peraturan Perusahaan, atau Perjanjian Kerja Bersama. Perselisihan
hak sering disebut juga sebagai perselisihan yang bersifat normatif,
yaitu perselisihan terhadap permasalahan yang sudah ada
pengaturannya atau dasar hukumnya.

b. Perselisihan Kepentingan
Yaitu perselisihan yang timbul dalam hubungan kerja karena tidak
adanya kesesuaian pendapat mengenai pembuatan, dan atau
perubahan syarat – syarat kerja yang ditetapkan dalam perjanjian
kerja, ataau Peraturan Perusahaan, atau Perjanjian Kerja Bersama.

c. Perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja


Yaitu perselisihan yang timbul karena tidak adanya kesesuaian
pendapat mengenai pengakhiran hubungan kerja yang dilakukan
oleh salah satu pihak.

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
3 / 18
d. Perselisihan Antar Serikat Pekerja/Serikat Buruh
Yaitu perselisihan antara Serikat Pekerja/Serikat Buruh dengan
Serikat Pekerja/Serikat Buruh lain hanya dalam satu perusahaan,
karena tidak adanya persesuaian paham mengenai keanggotaan,
pelaksanaan hak, dan kewajiban keserikatpekerjaan.

D. Prinsip Penyelesaian Hubungan Industrial


Prinsip penyelesaian hubungan industrial adalah:
a. Wajib dilaksanakan oleh Pengusaha dan Pekerja/Buruh atau Serikat
Pekerja/Serikat Buruh secara musyawarah untuk mufakat;

b. Apabila upaya musyawarah untuk mufakat tidak tercapai, Pengusaha


dan Pekerja/Buruh atau Serikat Pekerja/Serikat Buruh,
menyelesaikan perselisihan hubungan industrial melalui prosedur
yang diatur Undang – Undang. Prinsip diatas harus menjadi
pegangan bagi para pihak dalam menghadapi dan menyelesaikan
perselisihan.

E. Prosedur Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Di Luar


Pengadilan
Pengertian Bipartit dalam hal ini sebagai adalah tata cara atau proses
perundingan di luar pengadilan yang dilakukan antara dua pihak, yaitu pihak
Pengusaha dengan pihak Pekerja/Buruh atau Serikat Kerja/Buruh.
Perundingan bipartit pada hakikatnya merupakan upaya musyawarah untuk
mencapai kata mufakat antara pihak Pengusaha dan pihak Pekerja/Buruh atau
Serikat Pekerja/Serikat Buruh.
Mekanisme penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial melaui bipartit
diatur sebagaimana berikut:
a. Penyelesaian melalui bipartit harus diselesaikan paling lama 30 hari
sejak tanggal dimulainya perundingan;

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
4 / 18
b. Apabila dalam jangka waktu 30 hari kerja salah satu pihak menolak
untuk berunding atau telah dilakukan perundingan, tetapi tdak
mencapai kesepakatan, upaya melalui bipartit dianggap gagal;
c. Apabila upaya bipartit gagal, salah satu pihak atau kedua pihak
mencatatkan perselisihannya kepada instansi yang bertanggung
jawab di bidang ketenagakerjaan setempat dengan melampirkan
bukti bahwa upaya – upaya penyelesaian melalui bipartit telah
dilakukan;
d. Apabila bukti – bukti tersebut tidak dilampirkan, keada instansi yang
bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat
mengembalikan berkas untuk dilengkapi paling lambat dalam waktu
7 hari kerja sejak tanggak diterimanya pengembalian berkas;
e. Setelah menerima pencatatan dari salah satu atau para pihak, instansi
yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat wajib
menawarkan kepada para pihak untuk menyepakati memilih
penyelesaiaan melalui konsiliasi atau melalui arbitrase;
f. Apabila para pihak tidak menetapkan pilihan penyelesaian melalui
konsiliasi atau arbitraase dalam jangka waktu 7 hari kerja, instansi
yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat
melimpahkan penyelesaian perselisihan kepada mediator;
g. Setiap perundingan bipartit harus dibuat risalah yang ditandatangai
oleh para pihak;
h. Risaslah perundingan sekurang – kurangnya memuat:
➢ Nama lengkap dan alamat para pihak;
➢ Tanggal dan tempat perundingan;
➢ Pokok masalah atau alasan perselisihan;
➢ Pendapat para pihak;
➢ Kesimpulan atau hasil perundingan; dan
➢ Tanggal serta tanda tangan para pihak yang melakukan
perundingan.
i. Apabila tercapai kesepakatan, dibuat perjanjian bersama yang
ditandatangani oleh para pihak;

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
5 / 18
j. Perjanjian bersama wajib didaftarkan oleh para pihak yang
melakukan perjanjian pada Pengadilan Hubungan Industrial untuk
mendapatkan akta bukti pendaftaran.
Selain perundingan bipartit, penyelesaian hubungan industrial melalui
mediasi dilakukan oleh orang yang bertugas menengahi, yaitu melalui
mediator netral yang tidak berpihak kepada siapapun. Adapun yang bertindak
menjadi mediator adalah pegawai instansi pemerintah yang bertanggung
jawab di bidang ketenagakerjaan. Mekanisme penyelesaian perselisihan
hubungan industrial melalui mediasi diatur sebagai berikut:
a. Penyelesaian perselisihan melalui mediasi dilakokan oleh mediator
yang berada di setiap kantor instansi yang bertanggung jawab di
bidang ketenagakerjaan Kabupaten/Kota;
b. Selambat – lambatnya 7 hari kerja setelah menerima pelimpahan
penyelesaian perselisihan mediator harus mengadakan penelitian
tentang duduknya perkara dan segera mengadakan sidang mediasi;
c. Apabila tercapai kesepakatan melalui mediasi, dibuat perjanjian
bersama yang ditandatangani oleh para pihak dan disaksikan oleh
mediator serta didaftar di Pengadilan Hubungan Industrial untuk
mendapatkan akta bukti pendaftaran;
d. Apabila tidak mencapai kesepakatan melalui mediasi, maka:
➢ Mediator mengeluarkan anjuran tertulis;
➢ Anjuran tertulis harus sudah disampaikan kepada para pihak
selambat – lambatnya 10 hari kerja sejak sidang mediasi
pertama;
➢ Para pihak harus sudah memberikan jawaban secara tertulis
kepada mediator selambat – lambatnya 10 hari kerja sejak
menerima anjuran tertulis, yang isinya menyetujui atau menolak
anjuran;
➢ Para pihak yang tidak memberikan pendapatnya (atau tidak
memberikan jawaban) dianggap menolak anjuran tertulis;
➢ Apabila para pihak menyetujui anjuran tertulis, mediator harus
sudah selesai membantu para pihak membuat perjanjian

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
6 / 18
bersama selambat – lambatnya 3 hari sejak anjuran tertulis
disetujui yang kemudian didaftar di Pengadilan Hubungan
Industrial untuk mendapatkan akta bukti pendaftaran.
e. Mediator menyelesaikan tugas mediasi selambat – lambatnya 30 hari
sejak pelimpahan perkara.

F. Prosedur Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Di Pengadilan


Hubungan Industrial
Dalam hal tidak tercapai penyelesaian melalui bipartit dan mediasi, salah satu
pihak atau para pihak dapat mengajukan gugatan kepada Pengadilan
Hubungan Industrial. Mekanisme penyelesaian hubungan industrial melalui
pengadilan yaitu:
a. Berlaku hukum acara perdata, kecuali yang diatur secara khusus
dalam undang – undang ini;
b. Tidak dikenakan biaya termasuk biaya eksekusi untuk nilai gugatan
dibawah Rp 150.000.000,-;
c. Gugatan diajukan kepada Pengadilan Hubungan Industrial pada
Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat
Pekerja/Buruh bekerja;
d. Pengajuan gugatan harus dilampiri risalah penyelesaian melalui
mediasi atau konsoliasi. Jika tidak dilampiri, hakim wajib
mengembalikan gugatan kepada penggugat;
e. Adanya dismissal process, di mana hakim wajib memeriksa isi
gugatan;
f. Serikat Pekerja/Serikat Buruh dan organisasi Pengusaha dapat
bertindak sebagai kuasa hukum untuk beracara di Pengadilan
Hubungan Industrial untuk mewakili anggotanya;
g. Ketua Pengadilan Negeri sekaligus sebagai Ketua Pengadilan
Hubungan Industrial harus sudah menetapkan Majelis Hakim
selambat – lambatnya 7 hari kerja setelah menerima gugatan;
h. Pemeriksaan dengan acara biasa:

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
7 / 18
➢ Dalam waktu selambat – lambatnya 7 hari kerja sejak penetapan
Majelis Hakim, maka Ketua Majelis Hakim harus sudah
melakukan sidang pertama;
➢ Pemanggilan untuk datang ke sidang dilakukan secara sah
apabila disampaikan dengan surat panggilan kepada para pihak
di alamat tempat tinggalnya atau apabila tempat tinggalnya tidak
diketahui, disampaikan di tempat kediaman terakhir;
➢ Apabila tempat tinggal ataupun tempat kediaman terakhir tidak
dikenal, surat panggilan ditempelkan pada tempat pengumuman
di gedung Pengadilan Hubungan Industrial yang memeriksanya;
➢ Sidang sah apabila dilakukan oleh Majelis Hakim sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 88 ayat (1);
➢ Apabila salah satu pihak atau para pihak tidak dapat hadir tanpa
alasan yang dapat dipertanggungjawabkan, Majelis Hakim
menetapkan hari sidang berikutnya paling lambat 7 hari kerja
sejak tanggal penundaan;
➢ Apabila pada sidang penundaan terakhir pihak – pihak tidak
hadir, akibatnya:
o Bagi penggugat, gugatannya dianggap gugur;
o Bagi tergugat, Majelis Hakim dapat melakukan putusan
verstek.
➢ Sidang Majelis Hakim terbuka untuk umum, kecuali Majelis
Hakim menetapkan lain.
i. Pemeriksaan dengan acara cepat:
➢ Apabila terdapat kepentingan para pihak dan/atau salah satu
pihak yang cukup mendesak, dapat diajukan permohonan
pemeriksaan dengan acara cepat;
➢ Ketua Pengadilan Negeri mengeluarkan penetapan tentang
dikabulkan atau tidak dikabulkan permohonan tersebut dalam
jangka waktu 7 hari kerja setelah diterimanya permohonan;
➢ Tidak ada upaya hukum terhadap penetapan Ketua Pengadilan
Negeri atas permohonan pemeriksaan dengan acara cepat;

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
8 / 18
➢ Apabila permohonan pemeriksaan dengan acar cepat
dikabulkan, Ketua Pengadilan Negeri menentukan Majelis
Hakim, hari, tempat, dan waktu sidang tanpa melalui prosedur
pemeriksaan;
➢ Tenggang waktu untuk jawaban dan pembuktian kedua belah
pihak, masing – masing ditentukan tidak melebihi 14 hari kerja.
j. Pengambilan putusan:
➢ Majelis Hakim mengambil putusan dengan mempertimbangkan
hukum, perjanjian yang ada, kebiasaan, dan keadilan;
➢ Putusan Majelis Hakim dibacakan dalam sidang terbuka untuk
umum;
➢ Putusan majelis hakim wajib diberikan selambat – lambatnya 50
hari sejak sidang pertama.
k. Putusan Pengadilan Hubungan Industrial mengenai perselisah hak
dan perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja mempunyai hukum
tetap apabila tidak diajukan permohonan kasasi kepada Mahkamah
Agung dalam waktu selambat – lambatnya 14 haru kerja;
l. Penyelesaian perselisihan oleh Hakim kasasi:
➢ Majelis Hakim kasasi terdiri atas 1 orang Hakim Agung dan 2
orang Hakim Ad Hoc yang ditugasi memeriksa dan mengadili
perkara perselisihan hubungan industrial pada Mahkamah
Agung yang ditetapkan oleh Ketua Mahkamah Agung;
➢ Tata cara permohonan kasasi serta penyelesaian perselisihan
hak dan perselisihan hubungan kerja oleh Hakim kasasi
dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang – undangan
yang berlaku;
➢ Penyelesaian perselisihan hubungan industrial pada Mahkamah
Agung selambat – lambatnya tiga puluh hari kerja.

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
9 / 18
G. Latihan

1. Perselisihan Kepentingan adalah perselisihan yang timbul dalam hubungan


kerja karena tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai pembuatan, dan
atau perubahan syarat – syarat kerja yang ditetapkan dalam perjanjian kerja,
ataau Peraturan Perusahaan, atau Perjanjian Kerja Bersama.

2. Perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja adalah salah satu jenis perselisihan


hubungan industrial yang mewajibkan kepada Para Pihak yang berselisih
untuk merundingkan secara Bipartit.
A. Benar
B. Salah
C. Tidak Tahu

3. Dalam Proses penyelesaian perselisihan hubungan industrial berlaku hukum


acara perdata, kecuali yang diatur secara khusus dalam Undang-Undang No.
2 tahun 2004.
A. Benar
B. Salah
C. Tidak Tahu

H. Kunci Jawaban

1. A
2. A
3. A

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
10 / 18
SUB TOPIK 2
PERUNDINGAN BIPARTIT

A. Kemampuan Akhir Yang Diharapkan


Setelah mempelajari modul ini, diharapkan mahasiswa mampu :
1. Memahami tentang Perundingan Bipartit
2. Memahami Tata Cara Perundingan Bipartit

B. Perundingan Bipartit
Para pihak yang berselisih mengenai hubungan industrial sebaiknya
mengedepankan perdamaian dari pada membawa langsung perkara ke
Pengadilan Hubungan Industrial (PHI). Perundingan lewat forum bipartit dan
tripartit dulu didesain oleh para legislator sebagai pintu yang memungkinkan
terciptanya perdamaian atau resolusi yang relatif cepat bagi para pihak pada
tahap awal munculnya perselisihan hubungan industrial. Sampai saat ini
mekanisme penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang sering
digunakan adalah perundingan bipartit dan mediasi.
Dalam perundingan bipartit terdapat suatu keadaan dimana posisi pekerja
berada pada satu titik yang lemah sehingga perlu diupayakan suatu
perlindungan. Lemahnya posisi pekerja terlihat dari beberapa indikator antara
lain: pekerja tidak menguasai materi yang menjadi objek perselisihan, pekerja
tidak memiliki pengetahuan dan ketrampilan berunding serta pekerja tidak
memiliki jaminan perlindungan hukum pada saat mereka berselisih dengan
pengusaha. Jaminan perlindungan hukum yang dimaksud seperti pemenuhan
hak-hak normatif pekerja pada saat berselisih dengan pengusaha atau jaminan
bahwa pekerja yang sedang berselisih dengan pengusaha nantinya tidak akan
terkena sanksi dari pengusaha. Hal tersebut masih ditambah dengan lemahnya
regulasi yang mengatur tentang penyelesaian perselisihan hubungan industrial
sebagaimana diatur dalam UU Nomor 2 tahun 2004.
Konflik atau perselisihan juga dapat terjadi dalam dunia ketenagakerjaan
dimana melibatkan para pihak yang disebut pekerja dan pengusaha. Sebenarnya
konflik atau sengketa antara pekerja dan pengusaha tidak perlu ditakuti karena

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
11 / 18
konflik dapat menimbulkan dampak positif bagi pihak-pihak yang terlibat
asalkan konflik tersebut tidak dilandasi oleh semangat kekerasan. Jika konflik
dilandasi kekerasan maka akan mendatangkan kerugian dan permusuhan.
Perselisihan hubungan industrial dapat diselesaikan melalui jalur
pengadilan (litigasi) dan di luar pengadilan (non litigasi) sebagaimana diatur di
dalam UU Nomor 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan
Industrial (PPHI). Para pihak bebas untuk menentukan alternatif penyelesaian
yang akan digunakan dalam menyelesaikan perselisihan Hubungan Industrial.
Secara konvensial penyelesaian sengketa biasanya dilakukan melalui jalur
litigasi atau penyelesaian sengketa di muka Pengadilan. Kenyataannya
berperkara di Pengadilan bukanlah hal yang sederhana, justru proses di
pengadilan kerap menimbulkan penderitaan-penderitaan baru bagi pencari
keadilan sebab akan memakan waktu yang cukup lama dan menghabiskan biaya
yang tidak sedikit. Di samping masih adanya kelemahan-kelemahan lain yang
terdapat pada peradilan formal itu sendiri. Berperkara melalui pengadilan akan
sangat merepotkan dan proses beracaranya bertele-tele. Tidak salah orang
mengatakan berperkara di Pengadilan yang menang menjadi arang, yang kalah
menjadi abu. Jadi masing-masing pihak sebenarnya sama-sama menderita
kerugian.
Penyelesaian sengketa melalui Pengadilan diketahui banyak mengandung
kelemahan-kelemahan sehingga banyak orang berusaha menghindari
penyelesaian di pengadilan dan lebih mengoptimalkan penyelesaian di luar
pengadilan. Sebenarnya cara ini bukanlah hal yang baru karena sudah sejak
lama cara ini dipraktekkan lewat musyawarah untuk mufakat. Dahulu, ketika
terjadi perselisihan antar masyarakat maka akan diselesaikan dengan
musyawarah. Musyawarah untuk mufakat sedikit dilupakan ketika banyak
orang berlomba-lomba untuk menyelesaikan persoalannya di muka pengadilan.
Baru sekarang masyarakat mulai menoleh lagi ke cara lama tersebut setelah
penyelesaian melalui pengadilan dirasakan kurang memenuhi rasa keadilan.
penyelesaian di luar pengadilan. Sebenarnya cara ini bukanlah hal yang baru
karena sudah sejak lama cara ini dipraktekkan lewat musyawarah untuk
mufakat. Dahulu, ketika terjadi perselisihan antar masyarakat maka akan

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
12 / 18
diselesaikan dengan musyawarah. Musyawarah untuk mufakat sedikit
dilupakan ketika banyak orang berlomba-lomba untuk menyelesaikan
persoalannya di muka pengadilan. Baru sekarang masyarakat mulai menoleh
lagi ke cara lama tersebut setelah penyelesaian melalui pengadilan dirasakan
kurang memenuhi rasa keadilan.
Jika dalam penyelesaian perselisihan melalui pengadilan dirasakan menyita
cukup banyak waktu, mahal serta dapat menciptakan pertikaian yang mendalam
karena putusan pengadilan hanya ada dua alternatif yakni menang atau kalah,
maka dalam penyelesaian secara alternatif ini akan dirasakan lebih murah dan
cepat serta keputusan yang dihasilkan sesuai dengan kehendak para pihak yang
bersengketa atau dapat dikatakan bersifat win-win solution.
Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan
Hubungan Industrial merupakan landasan dalam penyelesaian perselisihan
antara pekerja dan pengusaha. Salah satu upaya yang diwajibkan dalam
penyelesaian perselisihan ini adalah penyelesaian di luar pengadilan. Sebelum
sampai ke Pengadilan Hubungan Industrial, para pihak wajib menyelesaikan
permasalahannya dengan musyawarah, artinya tidak boleh langsung ke
Pengadilan Hubungan Industrial.

C. Tatacara Perundingan Bipartit


Sebelum perselisihan diajukan kepada Lembaga Penyelesain Perselisihan
Hubungan Industrial, setiap perselisihan wajib diupayakan penyelesainnya
secara bipartit, yaitu musyawarah antara Pekerja dan Pengusaha. Berdasarkan
ketentuan Pasal 1 angka 10 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004,
Perundingan bipartit adalah perundingan antara Pekerja atau Serikat Pekerja
dengan Pengusaha untuk menyelesaikan Perselisihan Hubungan Industrial.
Perselisihan Hubungan Industrial wajib diupayakan penyelesainnya terlebih
dahulu melalui perundingan bipartit secara musyawarah untuk mencapai
mufakat. Penyelesaian perselisihan melalui bipartit harus diselesaikan paling
lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak tanggal dimulainya perundingan. Apabila
dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kerja sejak tanggal dimulainya

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
13 / 18
perundingan salah satu pihak menolak untuk berunding atau telah dilakukan
perundingan tetapi tidak mencapai kesepakatan, maka perundingan bipartit
dianggap gagal. Setiap perundingan bipartit harus dibuat risalah yang
ditandatangani oleh para pihak.
Risalah perundingan bipartit yaitu memuat:
a. Nama lengkap dan alamat para pihak
b. Tanggal dan tempat perundingan
c. Pokok masalah atau alasan perselisihan
d. Pendapat para pihak
e. Kesimpulan atau hasil perundingan
f. Tanggal serta tanda tangan para pihak yang melakukan
perundingan
Apabila perundingan bipartit gagal maka salah satu atau kedua belah pihak
mencatatkan perselisihannya kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang
ketenagakerjaan setempat dengan melampirkan bukti bahwa upaya-upaya
penyelesaian melalui perundingan telah dilakukan. Namun apabila musyawarah
bipartit mencapai kesepakatan penyelesaian maka dibuat perjanjian bersama
yang ditandatangani oleh para pihak, lalu didaftarkan ke pengadilan negeri di
wilayah para pihak mengadakan perjanjian bersama.
Perundingan bipartit menurut UU No. 2 Tahun 2004 adalah
perundingan antara pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh dengan
pengusaha untuk menyelesaikan perselisihan hubungan industrial. Kedudukan
hukum penyelesaian melalui perundingan Bipartit merupakan penyelesaian
yang bersifat wajib. Seperti yang diterangkan dalam :
▪ UU No. 13 Tahun 2003 “…. Maksud pemutusan hubungan kerja wajib
dirundingkan…”
▪ UU No. 2 Tahun 2004 “Perselisihan hubungan industrial wajib diupayakan
penyelesaian terlebih dahulu melalui perundingan Bipartit.
Namun, perlu diketahui dan menjadi catatan bahwa perundingan Bipartit
berbeda dengan LKS Bipartit sebagaimana diatur dalam Pasal 106 UU No. 13
Tahun 2003 dimana LKS Bipartit adalah sebagai forum komunikasi dan
konsultasi mengenai hal-hal ketenagakerjaan di perusahaan. Berikut ini

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
14 / 18
dijelaskan proses yang terjadi dalam perundingan bipartit.

1. Sebelum Perundingan
a. Menyampaikan masalahnya secara tertulis kepada pihak lawan
b. Pekerja/ buruh non Serikat Pekerja/ Serikat Buruh dapat memberikan
kuasa kepada Serikat Pekerja/ Serikat Buruh Perusahaan;
c. Pengusaha/ manajemen atau yang diberi mandat menyelesaikan secara
langsung.
d. Serikat Pekerja/ Serikat Buruh atau Pengusaha dapat meminta
pendampingan kepada perangkat organisasinya masing-masing
e. Pekerja/ buruh yang jumlahnya lebih dari 10 dapat menunjuk sebagian
pekerja tersebut paling banyak 5 sebagai wakil.
f. Terhadap perselisihan antar Serikat Pekerja/ Serikat Buruh dalam 1
perusahaan dapat menunjuk wakil paling banyak 10 orang

2. Tahap Perundingan
a. Menginventarisir dan mengidentifikasi masalah;
b. Membuat tata tertib dan jadwal perundingan;
c. Dapat disepakati selama perundingan tetap melaksanakan kewajibannya;
d. Melakukan perundingan sesuai dengan tata tertib dan jadwal yang telah
disepakati;
e. Bila tidak bersedia melanjutkan perundingan, salah satu pihak dapat
seketika mencatatkan perselisihannya ke instansi ketenagakerjaan
setempat;
f. Dapat melampaui 30 hari asal disepakati para pihak;
g. Setiap tahap perundingan dibuat risalah apabila salah satu pihak tidak
bersedia tanda tangan maka dicatat dalam risalah.

Risalah akhir sekurang-kurangnya memuat : nama dan alamat para pihak,


tanggal dan tempat perundingan, obyek yang diperselisihkan, pendapat para pihak,
kesimpulan/ hasil perundingan, tanggal dan tanda tangan para pihak. Risalah akhir

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
15 / 18
ditandatangani oleh para pihak atau salah satu pihak bila salah satu pihak tidak
bersedia menandatangani.

3. Selesai perundingan

a. Jika tercapai kesepakatan dibuat Perjanjian Bersama (PB) kemudian PB


didaftarkan ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) setempat.
b. Jika tidak tercapai kesepakatan, salah satu atau kedua pihak mencatatkan
perselisihan ke instansi ketenagakerjaan setempat dengan melampirkan
bukti upaya bipartit telah dilakukan

D. Latihan
1. Perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja adalah salah satu jenis perselisihan
hubungan industrial yang mewajibkan kepada Para Pihak yang berselisih untuk
tahap pertama melakukan perundingan Bipartit.
A. Benar
B. Salah
C. Tidak Tahu
2. Dalam hal perundingan Bipartit berhasil mencapai kesepakatan maka dibuat
Perjanjian Bersama (PB) dan didaftarkan ke Pengadilan Hubungan Industrial
setempat;
A. Benar
B. Salah
C. Tidak Tahu
3. Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan Undang-
Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan
Industrial merupakan landasan dalam penyelesaian perselisihan antara pekerja
dan pengusaha. Sebelum sampai ke Pengadilan Hubungan Industrial, para pihak
wajib menyelesaikan permasalahannya dengan musyawarah, artinya tidak
boleh langsung ke Pengadilan Hubungan Industrial.
A. Benar
B. Salah

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
16 / 18
C. Tidak Tahu

E. Kunci Jawaban
1. A
2. A
3. A

F. Daftar Pustaka
1. Asri Wijayanti, Hukum Ketenagakerjaan Pasca Reformasi.Cet.1.Jakarta:
Sinar Grafika, 2009.
2. Bambang R Joni. Hukum Ketenagakerjaan. Cet 1. Pustaka Setia. Bandung:
2013.
3. C.S.T. Kansil, Modul Hukum Perdata. Cet 2. Jakarta: PT Pradnya Paramita,
1995.
4. Khakim, Abdul. Dasar – Dasar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia. Cet.4.
Bandung: Citra Aditya Bakti, 2014.
5. Soeroso R, Pengantar Ilmu Hukum. Cet 12. Jakarta: Sinar Grafika, 2011.
6. Subekti, Hukum Perjanjian. Cet 21. Jakarta: PT Intermasa. 2005.
7. Indonesia. Kitab Undang – Undang Hukum Perdata.
8. Indonesia. Undang – Undang Tentang Ketenagakerjaan. UU No. 13 Tahun
2003.
9. Indonesia. Undang – Undang Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan
Industrial. UU No. 2 Tahun 2004, LN No. 93 Tahun 1964, TLN No. 2686.
10. Indonesia. Undang – Undang Tentang Penyelesaian Perselisihan Perburuhan.
UU No. 22 Tahun 1957, LN No. 42 Tahun 1957, TLN No. 1227.
11. Indonesia. Undang – Undang Tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh. UU No.
21 Tahun 2000, LN No. 131 Tahun 2000, TLN No. 3989.

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
17 / 18

Anda mungkin juga menyukai