MODUL SESI 2
PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL
SUB TOPIK
PERUNDINGAN BIPARTIT
DISUSUN OLEH
AGUS SUPRAYOGI SH.,MH
B. Pendahuluan
Pengertian perselisihan hubungan industrial menurut Pasal 1 ayat (1)
Undang – Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan
Hubungan Industrial bahwa Perselisihan hubungan Industrial adalah
perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara Pengusaha atau
gabungan Pengusaha dengan Pekerja/Buruh atau Serikat Pekerja/Serikat
Buruh karena adanya perselisihan hak, perselisihan kepentingan, perselisihan
hubungan kerja, perselisihan antar Serikat Pekerja atau Serikat Buruh dalam
satu perusahaan.
Dalam melaksanakan prinsip hubungan industrial perlu adanya sikap
mental dan sikap sosial yang sama antara pekerja, Pengusaha dan pemerintah
sehingga tidak ada tempat bagi sikap yang saling berhadapan atau sikap
penindasan oleh yang kuat terhadap yang lemah. Untuk mewujidkan
hubungan industrial dalam kehidupan hubungan kerja sehari – hari mtlak
perlu suasana yang kondusif dalam lingkungan kerja. Terciptanya suasana
tersebut dapat terwujud bila didukung sarana antara lain:
a. Serikat Perkerja/Serikat Buruh
Yaitu organisasi yang dibentuk dari, oleh, dan untuk Pekerja/Buruh,
baik di perusahaan maupun di luar perusahaan, yang bersifat bebas,
terbuka, mandiri, demokratis, dan bertanggungjawab guna
memperjuangkan, membela, serta melindungi hak dan kepentingan
Pekerja/Buruh, serta meningkatkan kesejahteraan Pekerja/Buruh
dan keluarganya.
b. Perselisihan Kepentingan
Yaitu perselisihan yang timbul dalam hubungan kerja karena tidak
adanya kesesuaian pendapat mengenai pembuatan, dan atau
perubahan syarat – syarat kerja yang ditetapkan dalam perjanjian
kerja, ataau Peraturan Perusahaan, atau Perjanjian Kerja Bersama.
H. Kunci Jawaban
1. A
2. A
3. A
B. Perundingan Bipartit
Para pihak yang berselisih mengenai hubungan industrial sebaiknya
mengedepankan perdamaian dari pada membawa langsung perkara ke
Pengadilan Hubungan Industrial (PHI). Perundingan lewat forum bipartit dan
tripartit dulu didesain oleh para legislator sebagai pintu yang memungkinkan
terciptanya perdamaian atau resolusi yang relatif cepat bagi para pihak pada
tahap awal munculnya perselisihan hubungan industrial. Sampai saat ini
mekanisme penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang sering
digunakan adalah perundingan bipartit dan mediasi.
Dalam perundingan bipartit terdapat suatu keadaan dimana posisi pekerja
berada pada satu titik yang lemah sehingga perlu diupayakan suatu
perlindungan. Lemahnya posisi pekerja terlihat dari beberapa indikator antara
lain: pekerja tidak menguasai materi yang menjadi objek perselisihan, pekerja
tidak memiliki pengetahuan dan ketrampilan berunding serta pekerja tidak
memiliki jaminan perlindungan hukum pada saat mereka berselisih dengan
pengusaha. Jaminan perlindungan hukum yang dimaksud seperti pemenuhan
hak-hak normatif pekerja pada saat berselisih dengan pengusaha atau jaminan
bahwa pekerja yang sedang berselisih dengan pengusaha nantinya tidak akan
terkena sanksi dari pengusaha. Hal tersebut masih ditambah dengan lemahnya
regulasi yang mengatur tentang penyelesaian perselisihan hubungan industrial
sebagaimana diatur dalam UU Nomor 2 tahun 2004.
Konflik atau perselisihan juga dapat terjadi dalam dunia ketenagakerjaan
dimana melibatkan para pihak yang disebut pekerja dan pengusaha. Sebenarnya
konflik atau sengketa antara pekerja dan pengusaha tidak perlu ditakuti karena
1. Sebelum Perundingan
a. Menyampaikan masalahnya secara tertulis kepada pihak lawan
b. Pekerja/ buruh non Serikat Pekerja/ Serikat Buruh dapat memberikan
kuasa kepada Serikat Pekerja/ Serikat Buruh Perusahaan;
c. Pengusaha/ manajemen atau yang diberi mandat menyelesaikan secara
langsung.
d. Serikat Pekerja/ Serikat Buruh atau Pengusaha dapat meminta
pendampingan kepada perangkat organisasinya masing-masing
e. Pekerja/ buruh yang jumlahnya lebih dari 10 dapat menunjuk sebagian
pekerja tersebut paling banyak 5 sebagai wakil.
f. Terhadap perselisihan antar Serikat Pekerja/ Serikat Buruh dalam 1
perusahaan dapat menunjuk wakil paling banyak 10 orang
2. Tahap Perundingan
a. Menginventarisir dan mengidentifikasi masalah;
b. Membuat tata tertib dan jadwal perundingan;
c. Dapat disepakati selama perundingan tetap melaksanakan kewajibannya;
d. Melakukan perundingan sesuai dengan tata tertib dan jadwal yang telah
disepakati;
e. Bila tidak bersedia melanjutkan perundingan, salah satu pihak dapat
seketika mencatatkan perselisihannya ke instansi ketenagakerjaan
setempat;
f. Dapat melampaui 30 hari asal disepakati para pihak;
g. Setiap tahap perundingan dibuat risalah apabila salah satu pihak tidak
bersedia tanda tangan maka dicatat dalam risalah.
3. Selesai perundingan
D. Latihan
1. Perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja adalah salah satu jenis perselisihan
hubungan industrial yang mewajibkan kepada Para Pihak yang berselisih untuk
tahap pertama melakukan perundingan Bipartit.
A. Benar
B. Salah
C. Tidak Tahu
2. Dalam hal perundingan Bipartit berhasil mencapai kesepakatan maka dibuat
Perjanjian Bersama (PB) dan didaftarkan ke Pengadilan Hubungan Industrial
setempat;
A. Benar
B. Salah
C. Tidak Tahu
3. Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan Undang-
Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan
Industrial merupakan landasan dalam penyelesaian perselisihan antara pekerja
dan pengusaha. Sebelum sampai ke Pengadilan Hubungan Industrial, para pihak
wajib menyelesaikan permasalahannya dengan musyawarah, artinya tidak
boleh langsung ke Pengadilan Hubungan Industrial.
A. Benar
B. Salah
E. Kunci Jawaban
1. A
2. A
3. A
F. Daftar Pustaka
1. Asri Wijayanti, Hukum Ketenagakerjaan Pasca Reformasi.Cet.1.Jakarta:
Sinar Grafika, 2009.
2. Bambang R Joni. Hukum Ketenagakerjaan. Cet 1. Pustaka Setia. Bandung:
2013.
3. C.S.T. Kansil, Modul Hukum Perdata. Cet 2. Jakarta: PT Pradnya Paramita,
1995.
4. Khakim, Abdul. Dasar – Dasar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia. Cet.4.
Bandung: Citra Aditya Bakti, 2014.
5. Soeroso R, Pengantar Ilmu Hukum. Cet 12. Jakarta: Sinar Grafika, 2011.
6. Subekti, Hukum Perjanjian. Cet 21. Jakarta: PT Intermasa. 2005.
7. Indonesia. Kitab Undang – Undang Hukum Perdata.
8. Indonesia. Undang – Undang Tentang Ketenagakerjaan. UU No. 13 Tahun
2003.
9. Indonesia. Undang – Undang Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan
Industrial. UU No. 2 Tahun 2004, LN No. 93 Tahun 1964, TLN No. 2686.
10. Indonesia. Undang – Undang Tentang Penyelesaian Perselisihan Perburuhan.
UU No. 22 Tahun 1957, LN No. 42 Tahun 1957, TLN No. 1227.
11. Indonesia. Undang – Undang Tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh. UU No.
21 Tahun 2000, LN No. 131 Tahun 2000, TLN No. 3989.