Anda di halaman 1dari 6

Rafi Latifah Fitri

1911031008

S1 Akuntansi B

Hukum Bisnis (TUGAS ANALISIS)

Pelanggaran Hak Cipta Oleh Rabbit Town

Belakangan ini sedang ramai destinasi wisata untuk berfoto di Indonesia, banyak pihak yang
berlomba-lomba untuk memuat spot foto yang instagramable agar menarik pengunjung untuk
datang ke tempat wisata tersebut. Rabbit Town Bandung adalah salah satu destinasi wisata yang
berada di kawasan Ciumbuleuit tepatnya di Jalan Rancabentang nomor 30-32. Rabbit Town
merupakan tempat wisata swafoto dan edukasi dengan mengusung tema “The Way To More
Happiness” mampu menarik perhatian banyak warga lokal maupun luar daerah.

Dengan sekitar 30 spot foto unik di dalam maupun di luar ruangan, Rabbit Town mampu
membuat wisatawan memiliki kesempatan untuk berfoto di setiap sudut. Terdapat bilik-bilik spot
foto, mobil antic, kolam bola, sampai pengunjung pun bisa foto bersama hewan-hewan jinak
seperti merpati, kelinci, dan burung hantu. Raih sukses, destinasi kekinian ini sempat menuai
kontroversi dan perdebatan di media sosial.

Pasalnya, beberapa konsep yang dihadirkan oleh Rabbit Town memiliki kemiripan dengan
beberapa tujuan wisata di luar negeri. Di antaranya seperti di Museum of Ice Cream, Los
Angeles, Amerika Serikat, serta di Patricco Sticker Room, Singapura. Nah, berikut ini lima spot
di Rabbit Town yang dianggap punya "kembaran" di luar negeri. Berikut adalah spot foto yang
memiliki kesamaan dengan karya orang lain.:

1. Pink Ice Cream Banana vs Banana Split Room


2. Ice Cream vs Ice Cream Light

3. Jungle Arena vs Palm Mural

4. Love Light vs Urban Light


5. Patricco Sticker Room vs Obliteration Room Yayoi Kusama

Kemiripan 5 spot foto tersebut menuai kontrovesi di media sosial. Tuduhan plagiarisme yang
dilakukan pengelola Rabbit Town beredar baik di publik Indonesia maupun media internasional
pun turut menyoroti kontroversi ini. Diantara kelima karya yang memiliki kemiripan, Love Light
diangkat dengan dugaan pelanggaran hak cipta patung Urban Light ciptaan seniman asal
Amerika Serikat yaitu Chris Burden.

Hasil wawancara antara tim berita Online Kumparan dengan Rabbit Town di Bandung,
Jawa Barat ialah bahwa mereka menolak untuk meminta izin Lisensi dari pihak seniman yang
asli, karena menurutnya apabila menggunakan izin Lisensi maka benar bahwa mereka
meniru karya cipta tersebut, sedangkan menurutnya mereka hanya terinspirasi dari karya
seni Urban Lights milik Chris Burden dan karya seni instalasi milik MOIC. Undang-Undang
Nomor 28 Tahun 2014 tidak melindungi konsep maupun ide, sehingga selama perwujudannya
berbeda walaupun berangkat dari ide dan konsep yang sama, hal tersebut tidak melanggar Hak
Cipta.

Namun, objek wisata Love Light di Rabbit Town di Bandung, Jawa Barat, tidak termasuk
dalam Modifikasi Ciptaan menurut Undang-Undang karena tidak memiliki izin, sehingga baik
objek wisata Love Light maupun Pink Ice Cream melanggar hak moral yang melekat secara
pribadi pada diri Pencipta berdasarkan Pasal 5 ayat (1) huruf e. Tetap harus
memperhatikan izin dan hak moral Pencipta nya agar hak ekonomi si Pencipta tidak
terganggu. Dan termasuk pelanggaran Hak Cipta yaitu melanggar hak ekonomi Pasal 9
ayat (1) huruf b, dapat dikenakan sanksi pidana sesuai Pasal 113 ayat (3) Undang-Undang
Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.
Akhirnya kasus ini pun diusut ke Pengadilan Niaga Jakarta Pusat pertanggal 4 Juni 31/Pdt.Sus-
HKI/Hak Cipta/2020/PN Jkt.Pst. Dengan Penggungat adalah Nancy J Rubins (Istri dari
mendiang Chris Ruben) dan yang tergugat adalah Henry Husada selaku pemilik dan PT Pasti
Makan Enak selalu pengelola usaha Rabbit Town Bandung.

Menurut Pasal 1 Nomor (1) UU Nomor 28 Tahun 2014, ialah hak eksklusif pencipta yang timbul
secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk
nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan.
Sifat perlindungan atas hak cipta ialah deklaratif (tidak wajib daftar). Artinya begitu karya itu
diciptakan, maka undang-undang akan melindunginya.

Menurut Pasal 40 ayat (1), ciptaan yang dilindungi meliputi ciptaan bidang ilmu pengetahuan,
seni, sastra, dan Hak Cipta yang dilanggar adalah

f) Karya seni rupa dalam segala bentuk seperti lukisan, gambar, ukiran, kaligrafi, seni pahat,
patung, atau kolase;

h) Karya arsitektur;

Awalnya terkait dengan perkara hak cipta, penggugat mendapatkan informasi dari banyak
pemberitaan, terutama dari internet. Ada beberapa media internasional yang menyoroti hal ini.
Penggugat merasa terkejut karena terdapat instalasi yang mirip dengan milik penggugat. Jadi
penggunggat meminta bantuan untuk mencari keadilan terhadap hal tersebut.

Dua tahun menjalin komunikasi, perwakilan Chris Burden Estate yang diwakili oleh IABF Law
Firm usai melayangkan somasi, mereka tidak menemui titik terang akhirnya mengajukan gugatan
karena tak mencapai kesepakatan. IABF Law Firm dan Chris Burden Estate tidak menyerah
untuk menuntut keadlian, upaya untuk mengumpulkan dokumen demi dokumen pun dilakukan,
akhirnya mereka pun mengeluarkan gugatan.

Pada Senin, 20 April 2021, Dengan nomor perkara 31/Pdt.Sus-HKI/Hak Cipta/2020/PN Jkt.Pst,
diputuskan bahwa Rabbit Town kalah dan terbukti bersalah.Karya seni yang diciptakan dengan
kreativitas, artistik, waktu, tenaga, dan biaya untuk membuat Urban Light harus dihargai.
Pasalnya, pihak Rabbit Town tidak sama sekali meminta izin untuk menggunakan hak cipta dari
Chris Burdern dan hak-hak lainnya yang harus dilindungi.
Oleh karena itu, hakim telah memutuskan untuk menghukum Tergugat I dan Tergugat II dan
dikenakan sanksi atau denda secara materiil Rp 1 miliar secara tunai, sekaligus, dan seketika.
Dalam putusan ini, Rabbit Town diminta untuk memusnahkan instalasi Love Light dalam waktu
selambat-lambatnya 30 hari kerja sejak putusan tersebut berkekuatan hukum tetap.

Di samping itu, Rabbit Town juga diharuskan untuk mengumumkan permintaan maaf kepada
Penggugat secara terbuka, melalui dua surat kabar harian nasional, satu surat kabar harian
nasional berbahasa Inggris, serta mengunggah permintaan maaf melalui media sosial resmi
Rabbit Town dan wisata selfie bandung.

Sangat disayangkan bahwa edukasi seputar Hak Kekayaan Intelektual masih minim di Indonesia,
sehingga hal sepeerti ini masih sangat memungkinkan untuk terjadi. Akibatnya tidak hanya pihak
seniman saja yang dirugikan, tetapi juga nama Indonesia juga ikut tercemar karena perbuatan
oknum. Kurangnya penanaman diri seputar apresiasi seni juga memengaruhi plagiarisme,
pembajakan, dan hal lainya yang merugikan.

Pengaturan mengenai Hak Cipta di Indonesia harus lebih bersifat preventif dan tidak
mengabaikan perlindungan terhadap suatu Ciptaan atau karya seni. Masyarakat Indonesia
pada umumnya termasuk para praktisi seni harus lebih menyadari betapa pentingnya
perlindungan terhadap suatu Ciptaan, karena Indonesia sendiri memiliki banyak Kekayaan
Intelektual yang harus dilindungi. Terkait Modifikasi Ciptaan dalam Undang-Undang Nomor 28
Tahun 2014 tentang Hak Cipta, seharusnya diperjelas pengaturannya agar Ciptaan-Ciptaan yang
dilindungi tidak hanya sekedar mencontek Ciptaan yang sudah ada sehingga menghasilkan
suatu kreativitas.
REFRENSI

Simanjutkan, Agustinus. 2018. “Hukum Bisnis: Sebuah Pemahaman Integratif antara Hukum
dan Praktik Bisnis”. Depok: PT RajaGrafindo Persada.

Januari, Larasati Pasha. “Analisis Yuridis Modifikasi Ciptaan Objek Wisata Rabbit Town
Berdasarkan Undang-Undang Hak Cipta”. Jakarta.

Anjani, Ayu Nur. 2021. “Rabbit Town Bandung Mesti Bayar Denda Rp1 Miliar karena Terbukti
Plagiat”. Bandung : Pikiran Rakyat.

Kumparan. 2021. “Rabbit Town Kalah Gugatan Terkait Karya Love Light yang Disebut
Plagiat”. Bandung.

M Faisal. 2018. “Dugaan Plagiat Rabbit Town Bandung: "Yayoi Kusama Nu Aing!"”. Bandung:
Tirto,id

Anda mungkin juga menyukai