NIM : D1A019497
KELAS : i1 ILMU HUKUM
SOAL
1. Jelaskan alasan mengapa Pasal 2 sampai dengan Pasal 5 dihapus dari KUHD !
2. Jelaskan perbedaan antara Badan Usaha yang berbadan hukum dan Badan Usaha
yang tidak berbadan hukum dan Jelaskan pula masing-masing contohnya !
3. Jelaskan Keperantaraan dalam dunia bisnis !
4. Jelaskan arti pentingnya Pengangkutan dan Hukum Pengangkutan di Indonesia!
5. Jelaskan arti penting Kontrak Bisnis dan Jelaskan pula keabsahan dalam Kontrak
Bisnis !
JAWABAN
1. Pembentuk Undang-Undang telah mengadakan perubahan dalam hukum dagang
dengan dikeluarkannya S. 1938-276 yang mulai berlaku tanggal 17 Juli 1938.
Perubahan ini memuat 2 hal, yaitu:
a. Penghapusan pasal 2 sampai dengan pasal 5 pada bab 1, Buku 1 KUHD: Pasal-
pasal tersebut mengenai pengertian pedagang dan pengertian perbuatan
perniagaan. Jadi mulai tanggal 17 Juli 1938 itu pengertian pedagang sebagai yang
ditentukan dalam pasal-pasal 2 sampai dengan 5 (lama) KUHD dihapus dan
diganti dengan pengertian perusahaan.
b. Memasukkan istilah “perusahaan” dalam hukum dagang, diantara mana yang
tercantum dalam pasal 6, 16, 36 dan lain-lain.
Pasal 2-5 dengan stb.276 tahun 1938.
Pasal 2 berbunyi: “ pedagang adalah mereka yang melakukan perbuatan
perniagaan sebagai pekerjaannya sehari-hari”.
Dicabut karena kalimatnya tidak tepat, kegiatan pedagang bukan hanya dalam
perniagaan saja.
Pasal 3 berbunyi: “perbuatan perniagaan pada umumnya adalah perbuatan
pembelian barang untuk dijual kembali”.
Dicabut karena pedagang bukan hanya melakukan kegiatan membeli kemudian
dijual kembali melainkan ada saja yang langsung menciptakan suatu barang.
Pasal 4 berbunyi: “perbuatan perniagaan yaitu perbuatan-perbuatan mengenai:
1. Perusahaan komisi
2. Perniagaan wesel dan surat-surat berharga
3. Pedagang, banker, kasir, makelar, dan yang sejenis
4. Pembangunan, perbaikan dan perlengkapan kapal untuk berlayar di laut.
5. Ekspedisi dan pengangkutan barang-barang
6. Jual beli perlengkapan dan keperluan kapal
7. Masalah carter mencarter kapal
8. Mempekerjakan nakhoda dan awak kapal
9. Makelar laut dan pembantu-pembantu pengusaha
10. Perusahaan asuransi
Dicabut karena bertentangan dengan pasal 3 diatas.
Pasal 5 berbunyi: “perbuatan-perbuatan yang timbul dari kewajiban-kewajiban
menjalankan kapal untuk melayari laut, kewajiban-kewajiban mengenai tubrukan
kapal, menolong dan menyimpan barang-barang di laut yang berasal dari kapal
karam/terdampar. Begitu pula penemuan-penemuan barang di laut semuanya
termasuk dalam golongan perbuatan perniagaan.
Dicabut karena terlalu luas cakupan pengertian perniagaan.
Dalam pasal 6,16,36, kata pedagang diganti dengan perusahaan.
- Subjek hukumnya adalah badan usaha itu sendiri ,karena ia telah menjadi
badann hukum yang juga termasuk subyek hukum di samping manusia.
- Harta kekayaan perusahaan terpisah dari harta kekayaan pribadi para
pengurus/anggotanya.Akibatnya kalau perusahaannya pailit, yang terkena sita
hanyalah harta perusahaan saja (harta pribadi pengurus /anggotanya tetap
bebas dari sitaan)
- Kewenangan menuntut dan dituntut, pada perusahaan berbadan hukum, yang
bertindak sebagai subjek hukum adalahperkumpulannya artinya pihak ketiga
dapat menuntut perkumpulannya namun pihak ketiga tidak bisa menuntut
masing-masing orangnya.
- Harta kekayaan dalam perusahaan yang berbadan hukum adalah terpisah,
artinya dipisahkan dari kekayaan anggotanya. Sehingga bila terjadi
kerugian/penuntutan yang berujung pembayaran ganti rugi/pelunasan utang
hanya sebatas pada kekayaan perusahaan
- Badan usaha yang termasuk badan hukum yaitu Perseroan Terbatas, Perusahaan
Negara, Perusahaan Daerah, Koperasi, Perum, Perjan, Persero dan Yayasan.
a. Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut Perseroan adalah badan hukum
yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian,
melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi
dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-
Undang ini serta peraturan pelaksanaannya. (Pasal 1 ayat (1) UU No 40 Thn
2007)
b. Koperasi merupakan suatu badan usaha berbentuk badan hukum yang
anggotanya terdiri dari orang perorangan atau kelompok yang kegitannya
didasarkan atas prinsip ekonomi kerakyatan berdasarkan atas asas
kekeluargaan untuk mencapai tujuan kemakmuran anggota.
Prinsip dari koperasi adalah sifat sukarela dan terbuka bagi para anggota,
sifat demokratis kekeluargaan dalam pengelolaannya, sistem pembagan hasil
proporsional/sebanding sesuai dengan jasa para anggota, menutamakan
kesejahtaraan anggota dan kemadirian.
3. Keperantaraan Bisnis
A. Keperantaraan
Keperataraan berasal dari Bahasa Indonesia kata perantara, perantara adalah
orang yang mewakilkan orang lain dalam suatu hal. Perantara adalah orang yang
memegang kuasa untuk melakukan suatu perbuatan hukum berdasarkan kuasa atau
di bawah pengawasan orang yang memberikan kuasa. Perantara diartikan sebagai
pelaku pasar dan dapat juga diartikan sebagai bangunan fisik pasar sebagai
penghubung antara pihak yang mengalami surplus barang dan jasa dengan pihak
yang mengalami kekurangan barang dan jasa.
Bisnis yang merupakan proses memproduksi, mendistribusikan, adanya
transaksi jual beli dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan (profit).
Memasarkan dan menjual produk yang diproduksi baik berupa barang setengah jadi,
barang jadi atau jasa kepada konsumen, sebagai pelaku bisnis atau produsen
memiliki 2 (dua) pilihan dalam menjual produk yang diproduksinya.
Produsen atau pelaku bisnis dapat menjual dan memasarkan secara langsung
(direct) kepada konsumen. Selain itu, pelaku bisnis juga dapat menjual dan
memasarkan produknya secara tidak langsung (indirect) dengan cara menunjuk agen
atau distributor sebagai perantara.
Dalam hukum kontrak atau hukum bisnis, kedua pilihan tersebut dikenal
dengan perjanjian keagenan (agency agreement) dan perjanjian distributor
(distributor agreement).
B. Perjanjian Keagenan
a. Definisi keagenan
Keagenan berasal dari kata agen, bahasa Inggris agent. Dalam istilah,
agen adalah seorang yang diberikan kewenangan oleh prinsipal (principal)
untuk mewakili dirinya untuk melakukan suatu perbuatan hukum atau
hubungan hukum dengan pihak ketiga.
Dari hubungan dan perbuatan hukum antara prinsipal dengan agen ini
berdasarkan pada perjanjian keagenan. Kemudian, keagenan merupakan
perjanjian antara seorang perantara dan prinsipal (principal). Dalam hal ini
perantara mengikatkan diri kepada prinsipal untuk melakukan suatu
perbuatan hukum untuk kepentingan prinsipal. Prinsipal (principal) adalah
orang yang memberikan tugas kuasa untuk melakukan suatu perbuatan
hukum dengan orang lain untuk kepentingannya.
Keagenan diartikan sebagai orang kedua yang ditunjuk orang pertama
sebagai pemegang kuasa untuk melakukan hubungan hukum atau perbuatan
hukum kepada orang ketiga. Terjadinya perjanjian antara orang kedua
dengan orang pertama yang disebut sebagai perjanjian keagenan.
Perjanjian adalah suatu perbuatan hukum yang terjadi antara satu orang
atau lebih mengikatkan dirinya kepada satu orang lainnya atau lebih dimana
keduanya saling mengikatnkan dirinya.
Agreement atau persetujuan dapat dipahami sebagai suatu perjumpaan
nalar, yang lebih merupakan perjumpaan pendapat atau ketetapan
maksud, agreement merupakan esensi kontrak. Dalam hal ini ada
isyarat offer dan acceptance, dimana dari 2 (dua) kata ini sama artinya
dengan istilah ijab dan qabul.
C. Perjanjian Distributor
a. Pengertian Distributor
Distributor adalah seorang pedagang yang membeli barang dari pabrikan
atau manufacturer sebagai prinsipal atau produsen untuk dijual kembali atas
namanya sendiri kepada konsumen. Terdapat transaksi jual beli atau
perjanjian jual beli antara prinsipal dengan distributor ketika prinsipal telah
menunjukkan distributor. Setelah distributor mendapatkan barang tersebut
dari prinsipal, distributor wajib memasarkan dan menjualnya kepada
konsumen wilayah pemasaran dan penjualan yang ditentukan (wilayah
kedistribusian).
Hukum Dagang dapat ditemukan di dalam beberapa pasal, yaitu sebagai berikut:
a). Buku 1 Bab V bagian 2 dan 3, mulai dari Pasal 90 sampai dengan Pasal 98 Tentang
Pengangkutan darat Dan Pengangkutan Perairan Darat
b). Buku II Bab V Pasal 453 sampai dengan Pasal 465 tentang Pencarteran Kapal,
Buku II Bab V A Pasal 466 sampai dengan Pasal 520 tentang Pengangkutan Barang,
Dan Buku II Bab V B Pasal 521 sampai Pasal 544a tentang Pengangkutan Orang
c). Buku I Bab V Bagian II Pasal 86 sampai dengan Pasal 90 mengenai Kedudukan Para
Ekspeditur sebagai Pengusaha Perantara;
d). Buku I Bab XIII Pasal 748 sampai dengan Pasal 754 mengenai Kapal-Kapal yang
melaluiperairan darat.
Di Indonesia, hal pengangkutan laut merupakan suatu bidang kegiatan yang sangat
vital dalam kehidupan masyarakat, karena didasari oleh berbagai faktor berikut ini:
a. Keadaan geografis Indonesia;
b. Menunjang pembangunan berbagai sektor;
c. Perkembangan ilmu dan teknologi.
Selain itu, pada dasarnya kontrak juga mempunyai fungsi ekonomi. Dan
mengenai hal ini Michael J. Trebilock (1993)[9] menyebutkan bahwa sedikitnya ada 4
(empat) fungsi kontrak bila dipandang dari sudut ekonomi. Pertama, kontrak yang
memuat ganti rugi bila salah satu pihak melakukan wanprestasi atau melanggar
kontrak, akan memberikan an essential check on opportunism in nonsimulataneous
exchanges dengan menjamin pihak yang satu, dalam pelaksanaan kontrak, tidak
berhadapan dengan risiko, daripada kerja sama dari pihak lainnya. Kedua, memakai
para pihak given categories of exchange dengan seperangkat ketentuan kontrak (di
mana mereka bebas untuk menentukannya bila mereka mau), sehingga akan
mengurangi transaction costs. Ketiga, mengurangi ketidakhati-hatian para pihak
dengan memberikan tanggung jawab kepada pihak yang mengakibatkan kerugian
kepada pihak lainnya. Keempat, memformulasikan seperangkat ketentuan yang
merupakan alasan yang memaafkan dalam pelaksanaan kontrak sehingga dapat
dilaksanakannya efficient exchanges, tetapi tidak mendorong pelaksanaan inefficient
exchanges yang tidak memenuhi kriteria efisiensi pareto.
1. Sepakat
Didalam perjanjian yang dibuat terdapat kesepakatan para pihak. Para pihak
artinya lebih dari satu pihak menyetujui segala sesuatu terkait apa yang telah
dituangkan dalam isi perjanjian yang telah dibuat.
2. Cakap Hukum
Dalam membuat kontrak atau perjanjian, cakap hukum diartikan para pihak
harus cakap hukum, yaitu sudah dewasa menurut hukum perdata maupun UU
perkawinan. Selain itu cakap hukum juga berarti para pihak tidak dibawah
pengampuan.
3. Objek tertentu