Anda di halaman 1dari 9

RESUME

PENGANTAR ANTROPOLOGI
POKOK-POKOK ETNOGRAFI

DISUSUN OLEH :

NAMA : RIFKA WARDANIA

NIM : D1A019497

KELAS : I1

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MATARAM
2019
BAB I

POKOK-POKOK ETNOGRAFI

1. UNSUR-UNSUR KEBUDAYAAN SUKU BANGSA SEBAGAI


POKOK ETNOGRAFI

Isi dari sebuah karangan etnografi adalah suatu deskripsi mengenai


kebudayaan etnik dari suatu suku bangsa secara holistik (keseluruhan). Akan
tetapi, pokok deskripsi hanya terbatas pada suku bangsa kecil saja dan atau
mengenai sebagian kebudayaan saja. Karena suku-suku bangsa yang kecil kini
jarang dapat ditemukan sehingga sedikit kemungkinan/sangat sulit bagi para
ahli antropologi untuk mampu menulis/mendeskripsikan mencakup seluruh
suku bangsa yang besar yang di dalamnya terdiri dari puluhan juta jiwa. Dan
dengan kondisi ini, tidak ada pilihan lain bagi para ahli antropologi kecuali
membuat deskripsi mengenai bagian dari suku-suku bangsa yang besar dengan
harus membatasi pada suatu lokasi tertentu (misalnya suatu desa atau beberapa
desa yang berdekatan letaknya, suatu wilayah geografi, suatu daerah
administratif, bahkan suatu kota atau bagian tertentu dari suatu kota). Oleh
karena itu, diperlukan metode untuk menentukan secara konkret batas-batas
dari bagian suku bangsa yang menjadi pokok deskripsi.

Seorang pakar antropologi Amerika, R.Naroll pernah menyusun suatu


daftar kesatuan yang umumnya di gunakan oleh para ahli antropologi untuk
menentukan suatu pokok etnografi, serta lokasi yang nyata yang akan
dideskripsikan. Salah satunya adalah, “kesatuan masyarakat yang ditentukan
oleh suatu wilayah geografi yang merupakan kesatuan daerah fisik”.
Kesatuan ini dibatasi oleh kesatuan ciri dalam satu wilayah geografi (misalnya
daerah hutan rimba tropik, daerah sabana tropik, kepulauan atol di Lautan
Teduh, daerah gurun Asia Barat-daya, daerah hutan koniferus di Kanada
Barat-laut, atau daerah pantai dekat kutub utara). Di daerah-daerah geografi
seperti itu penduduk yang berasal dari berbagai suku bangsa dan mengujar
berbagai bahasa yang berbeda memiliki sistem religi dan ekspresi kesenian
yang berbeda, biasanya hidup dalam kebudayaan dengan sistem teknologi,
sistem ekonomi, serta organisasi sosial yang sama.

Seorang ahli antropologi yang mencari suatu kesatuan etnogafi untuk


menjadikan pokok penelitian dan pokok deskripsi etnografinya, tentu juga
menghadapi masalah yang berbeda-beda dalam unsur-unsur kebudayan yang
dihadapinya.

2. SIFAT KEMAJEMUKAN BANGSA INDONESIA


Menurut indeks dari kedua jilid Ensiklopedi Suku-Suku Bangsa Di
Indonesia yang ditulis oleh ahli antropologi J.Mmelalatoa (1995), jumlah suku
bangsa di Indonesia adalah hampir 500 suku bangsa, sedangkan dalam
Ensiklopedi suku bangsa di Indonesia karya ahli antropologi zulyani hidayah
tercantum sebanyak 656 suku bangsa (hlm.284). Perbedaan jumlah suku
bangsa dalam kedua ensiklopedi itu tentu disebabkan karena kriteria yang
digunakan berbeda. Dengan adanya perbedaan/ketimpangan seperti itu di
perlukan penentuan kriterium yang lebih rinci.

3. KERANGKA KEBUDAYAAN DAN KERANGKA ETNOGRAFI

Untuk merinci unsur-unsur bagian dari suatu kebudayaan, sebaiknya di


gunakan daftar unsur-unsur kebudayaan universal yang disebut “kerangka
etnografi” yaitu : (1) bahasa, (2) sistem teknologi, (3) sistem ekonomi, (4)
organisasi sosial, (5) sistem pengetahuan, (6) kesenian, dan (7) sistem religi.
Karena unsur-unsur kebudayaan bersifat universal, maka dapat diperkirakan
bahwa kebudayaan suku bangsa yang dideskripsi juga mengandung aktivitas
adat-istiadat, pranata-pranata sosial, dan benda-benda kebudayaan yang dapat
digolongkan ke dalam salah satu di antara ketujuh unsur universal tadi. Para
ahli antropologi tentunya dapat menggunakan sistem tata-urut dari unsur-
unsur kebudayaan sesuai dengan selera dan perhatian masing-masing. Sistem
yang paling lazim digunakan adalah sistem dari unsur yang paling konkret ke
yang paling abstrak. Walaupun demikian, setiap ahli antropologi mempunyai
fokus perhatian khusus, seperti perhatian terhadap sistem ekonomi, kehidupan
kekerabatan, sistem pelapisan masyarakat, sistem kepemimpinan, religi, dan
kesenian.

Selain bab-bab yang mengandung deskripsi mengenai unsur-unsur


universal dari kebudayaan suku bangsa, bab awal dari suatu karangan
etnografi harus mendeskripsikan lokasi dan lingkungan geografi di wilayah
suku bangsa yang menjadi objek perhatiannya serta dilengkapi dengan
keterangan demografi.

Dengan demikian, etnografi yang mendeskripsikan kebudayaan suku


bangsa yang disusun berdasarkan suatu kerangka etnografi, terdiri dari bab-
bab seperti:

a. Nama Dan Bangsa


b. Lokasi, Lingkungan Alam Dan Demografi
c. Asal-Mula Dan Sejarah
d. Bahasa
e. Sistem Teknologi
f. Sistem Mata Pencaharian
g. Organisasi Sosial
h. Sistem Pengetahuan
i. Kesenian
j. Agama Dan Sistem Religi
Sementara setiap bab terbagi lagi kedalam sub-sub bab khusus.

4. NAMA SUKU BANGSA

Nama yang menjadi sebutan bagi suatu suku bangsa dalam suatu
deskripsi etnografi seringkali menimbulkan masalah, karena suku bangsa yang
bersangkutan sendiri tak jarang menggunakan nama yang berbeda. Sehingga
seorang ahli antropologi yang pergi ke lapangan untuk mengumpulkan data
seringkali mengalami kesulitan. Contohnya, dalam hal sebutan “orang jawa”
yang dimana terdapat pula sebutan terkenal yaitu Javanese. Apabila telah
menggunakan nama yang sudah terlanjur terkenal dalam bahasa etnografi
maka sebaiknya membuat catatan mengenai nama aslinya agar mampu di
kenali. Seperti suku bangsa jawa yang menyebut dirinya Wong Jowo dalam
bahasa santai atau Ngako, dan Tiyang Jawi dalam bahasa resmi atau Krama).

Bias bahasa etnografi sebagian besar menggunakan bahasa inggris


(padahal terdapat bahasa lainna). Apabila seorang ahli antropologi hanya
menguasai bahasa inggris kemudian ingin melakukan penelitian komparatif
mengenai adat di sejumlah kebudayaan etnik yang ada di dunia, ia tentu tidak
dapat membuat perbandingan mengenai suatu adat tertentu yang di
deskripsikan di dalam bahasa lain.

5. LOKASI, LINGKUNGAN ALAM, DAN DEMOGRAFI SUKU


BANGSA

Dalam menguraikan lokasi dan penyebaran suku bangsa yang menjadi


pokok deskripsi perlu dijelaskan ciri-ciri geografinya (iklimnya: tropis,
mediterania, sedang, kutub dan sebagainya; sifat daerah: pegunungan, dataran
tinggi atau dataran rendah, kepulauan, daerah rawa-rawa, hutan tropis, sabana,
stepa, gurun, dan lain-lainnya; suhu udaranya, dan curah hujannya). Akan
lebih baik pula jika dilengkapi ciri-ciri geologi dan geomorfologi, ciri-ciri
flora dan fauna serta peta-peta yang memenuhi syarat ilmiah dan yang memuat
data-data penting yang perlu di tonjolkan.

Semua keterangan itu perlu bagi para ahli lain yang ingin memperlajari
hubungan dan pengaruh timbal-balik antara alam dan tingkah laku manusia
dala kehidupan masyarakat. Suatu etnografi perlu pula di lengkapi data
demografi, yaitu data mengenai jumlah penduduk (dirinci dalam jumlah
wanita dan pria, dan sedapat mungkin sesuai dengan tingkat umur dengan
selisih 5 tahun, data mengenai laju kelahiran dan kematian, dan data mengenai
jumlah pendatang beru maupun penduduk yang meninggalkan daerah).

6. ASAL-MULA DAN SEJARAH SUKU BANGSA

Dalam hal ini diperlukan bantuan dari ahli ilmu lain seperti ilmu
sejarah dan ilmu-ilmu bantu lainnya. Keterangan mengenai asal-mula suku
bangsa yang bersangkutan umumnya harus di cari dalam tulisan para ahli
prehistori yang pernah melakukan penggalian dan analisa benda-benda
kebudayaan prehistori di daerah sekitar lokasi penelitian.

Dalam praktek untuk mencari keterangan mengenai zaman prehistori


suatu suku bangsa, seorang ahli antropologi cukup membaca laporan-laporan
hasil penggalian dan penelitian para ahli prehistori mengenai daerah umum
dari lokasi yang dihuni suku bangsa yang diteliti. Apabila data yang tecantum
kurang memadai, perlu di upayakan bahan keterangan lain dari dongeng-
dongen suci (metologi) dan kesusasteraan rakyat.

Seorang ahli antropologi harus mampu membuat interpretasi dan


mencari makna berdasarkan indikasi-indikasi tertentu yang dapat
mengarahkan kepada sejarah yang sebenarnya. Mitologi dan cerita-cerita
rakyat yang dapat memberi indikasi kepada fakta sejarah dari suatu suku
bangsa, ada yang turun temurun dari generasi ke generasi secara lisan, dan
bagi suku bangsa yang telah mengenal tulisan (tulisan tradisional), dapat juga
diturunkan secara tertulis.

Keterangan sejarah dari zaman sejak suku bangsa yang di teliti telah
mempunyai hubungan dengan bangsa-bangsa lain yang kemudian
menghasilkan berbagai tulisan mengenai suku bangsa yang bersangkutan
sangat banyak membantu pekerjaan seorang peneliti antropologi .
BAB II

KEBUDAYAAN DAN ANTROPOLOGI DESKRIPTIF

1. KEBUDAYAAN SUKU BANGSA SEBAGAI POKOK


ANTROPOLOGI DESKRIPTIF

Kebudayaan adalah segala hal yang dimiliki oleh manusia yang hanya
dapat diperolehnya dengan belajar dan menggunakan akal sehatnya. Untuk
merumuskan konsep “kebudayaan” dengan suatu definisi telah banyak
diupayakan orang, tetapi walaupun dalam tulisan-tulisan ilmiah yang pernah
diterbitkan, definisi yang benar-benar terasa mantap/baik belum ada. Oleh
karena itu, sebaiknya kita mencoba memahami konsep “kebudayaan” dari
bagan visual yang disebut “kerangka kebudayaan”.
Lingkaran yang paling luar dan paling besar menggambarkan
unsur-unsur kebudayaan yang konkret.

Lingkaran di dalamnya menggambarkan aspek prilaku manusia.

Lingkaran berikutnya yang lebih ke tengah menggambarkan unsur-


unsur kebudayaan yang bersifat abstrak karena berupa aspek pikiran.
Aspek inilah yang merupakan pokok dari tiap kebudayaan. Aspek pikiran
itu disebut dengan kata yang berasal dari bahasa sansekerta Buddhi
(buddhayah adalah bentuk jamaknya), dan dengan demikian “kebudayaan”
dapat diartikan “pikiran dan akal”.

Pusat bagan kerangka kebudayaan yang berbentuk sebuah bola


hitam merupakan “nilai budaya” dari kebudayaan, yang dengan istilah
yang lebih populer disebut juga “mentalitas”. Mentalitas terbentuk dari
pikiran-pikiran abstrak yang telah di perlajari seseorang sejak awal
kehidupannya yaitu sejak ia berada dalam proses sosialisasinya sebagai
balita. Oleh karena itu pikiran-pikiran yang telah tertanam kuat tidak
mudah diubah atau digeser oleh pikiran-pikiran lain. Nilai budaya seakan-
akan merupakan jiwanya yang memberi hidup kepada seluruh
kebudayaan.

Setiap unsur kebudayaan tidak hidup sendiri-sendiri dan saling


terpisah. Karena itu ke-7 sektor yang menggambarkan ke-7 unsur
kebudayaan itu saling tumpang-tindih. Setiap dari ke-7 unsur kebudayaan
yang ada dapat dideskripsikan oleh siapapun, dan merupakan bagian dari
deskriptif kebudayaan. Bagian deskriptif dari antropologi, sebaiknya
disebut “etnografi”.

2. FUNGSI ANTROPOLOGI UNTUK INDONESIA


Meneliti secara komparatif tetapi holistik adalah fungsi antropologi untuk
indonesia. Metode itu bahkan juga bermanfaat bagi sosiologi yang dalam
sosiologi Indonesia tidak diterapkan. Sekitar tiga atau empat dasawarsa
yang lalu, oleh sementara ahli sosiologi antropologi pernah dianggap
sebagai bukan ilmu, karena berbeda dengan sosiologi, antropologi tidak
menggunakan statistik. Pendirian yang naif seperti ini tentu tidak
beralasan, karena untuk menerapkan metode cross-cultural dalam
antropologi, statistik sangat banyak digunakan. (lihat Koentjaraningrat,
Sejarah Teori Antropologi, II, 1990: hlm.23-38).

Anda mungkin juga menyukai