RANCANGAN UNDANG-UNDANG
TENTANG
PERJANJIAN INTERNASIONAL
BADAN LEGISLASI
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
2012
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di
era
globalisasi
dimana
ilmu
pengetahuan
dan
teknologi
pula
kerjasama
internasional
di
berbagai
bidang
yang
telah
disepakati
bersama.
Tidak
dilaksanakannya
perjanjian
bagian
dari
hubungan
masyarakat
internasional
internasional,
dan
Indonesia
membuat
juga
perjanjian
(1) Presiden
dengan
persetujuan
Dewan
Perwakilan
Rakyat
Baca: I Wayan Partiana, Kajian Akademis (Teoritis dan Praktis) atas Undang-Undang
Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional Berdasarkan Hukum Perjanjian
Internasional,
Jurnal
Hukum
Internasional,
isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/5308460487.pdf , hal. 473.
2 Baca: Edy Burmansyah (Peneliti Institute for Global Justice), FTA dan UU Perjanjian
Internasional, Globalisasi, www.unisosdem.org/article_detail.php?... .
1
internasional
di
bidang
ekonomi
dan
perdagangan
tidak
oleh
DPR
bersamaan
dengan
disahkannya
UU
Anggaran
APBN
tidak
identik
dengan
pengesahan/ratifikasi
perjanjian
memberikan
manfaat
yang
maksimal
untuk
meningkatkan
kesejahteraan rakyat.
Damos Dumoli Agusman, Beberapa Perkembangan Teori dan Praktik di Indonesia tentang
Hukum Perjanjian Internasional, e-library.kemlu.go.id/index.php?...65%3Aapa-perj... .
3
B. Identifikasi Masalah
Penggantian terhadap UU No. 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian
Internasional telah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas)
Rancangan Undang-Undang (RUU) Prioritas Tahun 2011. Dalam Lampiran
Keputusan DPR RI No. 02B/DPR/II/2010-2011 tanggal 14 Desember 2010
penggantian Undang-Undang ini terdapat di urutan nomor 37, yang Naskah
Akademik dan draft awal RUU penggantiannya disiapkan oleh DPR RI.
Untuk
itu,
berdasarkan
Surat
Ketua
Badan
Legislasi
Nomor
Naskah
Akademik
adalah
naskah
hasil
penelitian
atau
Rancangan Undang-Undang,
mekanisme
pembuatan
dan
pengesahan
perjanjian
materi-materi
perjanjian
internasional
yang
mekanisme
pembuatan
dan
pengesahan
perjanjian
daftar
Prolegnas
2011
2014
RUU
Prioritas
Tahun
2011.
yang
kuat
dan
menjadi
pedoman
dalam
pembuatan
dan
C. Metode Penelitian
1. Jenis dan Sifat Penelitian
Jenis
penelitian
yang
digunakan
dalam
penyusunan
Naskah
peraturan
perundang-undangan,
konvensi/perjanjian
primer,
seperti:
buku-buku,
artikel,
makalah,
laporan
Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1983),
hal. 24.
6 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta UI Press, 1984, hal. 10.
7 Burhan Ashshofa, Metode Penelitian Hukum, Jakarta:Rineka Cipta,1998, hal.103-104.
8
Burhan Ashshofa, Metode Penelitian Hukum (Jakarta: Rineka Cipta,1998), hal. 103-104.
5
diperoleh
dengan
mengadakan
diskusi
internal
dengan
Merdeka
(GAM)
atau
perjanjian
perdamaian
yang
sifat
regulasi
preskriptif,
yang
bahwa
diharapkan
penelitian
untuk
mengemukakan
menjadi
alternatif
Soejono dan Abdurrahman, Metode Penelitian Hukum, cetakan kedua (Jakarta: Rineka Cipta,
2003), hal. 22.
9
BAB II
KAJIAN TEORITIS DAN PRAKTIK EMPIRIS
A. TEORI PERJANJIAN INTERNASIONAL
Dari awal berkembangnya hukum internasional, hukum perjanjian
internasional pada mulanya tumbuh dan berkembang dalam bentuk
hukum
kebiasaan
internasional
(international
customary
law)
yang
tertulis
yang
berupa
konvensi-konvensi
atau
perjanjian
menentukan
bahwa
dalam
mengadili
suatu
perkara
Pembuatan
perjanjian
internasional
merupakan
perbuatan
hukum dari subyek hukum internasional dan mengikat para pihak dalam
perjanjian tersebut.
Berdasarkan praktik-praktik dari hukum kebiasaan internasional,
masyarakat
internasional
berhasil
mengkodifikasikan
kaidah-kaidah
(adoption
of
the
text),
pengotentikan
naskah
perjanian
11
perjanjian
internasional
sebagai
norma
hukum
hukum
nasional
membuat
peraturan
pelaksanaan,
dan
pada
12
demikian,
hukum
internasional
hanya
berlaku
setelah
teori
delegasi,
aturan-aturan
konstitusional
Hukum
Hukum
Internasional
Nasional
dan
dijadikan
cara
Hukum
bagaimana
Nasional.
ketentuan
Indonesia
Perjanjian
cenderung
ratifikasi
dalam
ranah
Hukum
Internasional.
Ratifikasi
Hans Kelsen, General Theory Of Law and State, Translated by Anders Wedberg, New
York, Russel & Russel, 1973, hal. 123-124.
13
Indonesia
melaksanakannya
sudah
dengan
menjadi
itikad
Negara
baik
dan
pihak,
Indonesia
melakukan
wajib
penyesuaian
pelaksanaan
perjanjian
kerjasama
internasional
Negara
14
15
Hikmahanto
Juwana, UU Hbungan Luar Negeri,:Konteks, Konsep pemikiran dan
pelaksanaannya selama ini, artikel Hukum pada Institut for legal and zonstitutional
goverment, 1 Maret 2010.
14
yang
terkandung
di
dalamnya.
Suatu
terminologi
perjanjian
internasional
lainnya,
atau
untuk
Lihat Pasal 4 dan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian
Internasional.
15
perjanjian
internasional
publik
harus
dibedakan
biasa.
Pemahaman
publik
tentang
apa
itu
segi
popular
yaitu
negara/transnasional.
Pemerintah
RI-GAM
perjanjian
Sebagai
2005
yang
contoh,
akan
bersifat
MOU
dimengerti
lintas
Helsinki
sebagai
batas
antara
Perjanjian
Internasional, MOU RI-Vietnam untuk jual beli beras dan MOU RIMicrosoft 2007 juga dipahami sebagai suatu perjanjian internasional.
Distorsi publik ini pulalah yang mendorong lahirnya klaim bahwa
Production Sharing Contracts (PSC) di bidang minyak dan gas oleh
Pemerintah RI adalah perjanjian internasional sehingga memicu
adanya judicial review terhadap Undang-Undang No. 22 Tahun 2001
tentang Minyak dan Gas Bumi ke Mahkamah Konstitusi pada tahun
2007. Kasus judicial review ini merupakan kasus yang pertama dalam
jurisprudensi Indonesia yang mengangkat permasalahan teoritis
tentang hukum perjanjian internasional.
Keputusan Mahkamah Konstitusi terhadap judicial review
undang-undang Nomor 22 tahun 2001 tentang minyak dan gas bumi
memberikan penegasan dan batasan dan perbedaan yang jelas dalam
pembedaan tersebut. Dalam kasus ini yang menjadi permasalahan
adalah Pasal 11 ayat (2) yang berketentuan : setiap kontrak
kerjasama yang sudah ditandatangani harus segera diberitahukan
secara tertulis kepada DPR RI dianggap bertentangan dengan Pasal
11 ayat (2) UUD 1945 yang menentukan Presiden dalam membuat
perjanjian internasional lainnya yang menimbulkan akibat yang luas
dan mendasar bagi kehidupan rakyat yang terkait dengan beban
keuangan
Negara
dan/atau
mengharuskan
perubahan
atau
DR. Boer Mauna, Hukum Internasional Pengertian Peranan dan Fungsi Dalam Era
Dinamika Global, Alumni Bandung, Cetakan ke-4, Bandung, hlm. 89.
16
perjanjian
internasional
lainnya yang
perubahan
atau
pembentukan
undang-undang
ini
pada
Konvensi
Wina
1969
tentang
Perjanjian
17
by
International
Law
(diatur
dalam
hukum
Whatever Form.
Undang-Undang
Internasional
sendiri
No.
24
telah
Tahun
2000
menekankan
tentang
Perjanjian
bahwa
perjanjian
pembedaan
yang
berkaitan
dengan
Governed
by
18
kategori
perjanjian
internasional
yang
memerlukan
akibat
yang
dapat
ditimbulkan
dari
suatu
perjanjian
dari
luar
negeri
di
pasar
domestik
tanpa
adanya
di
Provinsi
Aceh
dan
Provinsi
Kalimantan
Barat
Republik
Indonesia
untuk
menandatangani
atau
20
1969:
yang
berhubungan
dengan
pembuatan
perjanjian
Internasional yakni :
2) Kepala-kepala
perwakilan
diplomatic
dengan
maksud
untuk
akreditasi
dan
Negara
dimana
mereka
diakreditasikan;
3) Wakil-wakil yang diakreditasikan oleh Negara-negara pada suatu
konferensi internasional atau organisasi internasional, atau salah
satu badannya, dengan maksud untuk mengesahkan naskah dari
suatu perjanjian di konfrensi, organisasi atau badan tersebut.
Terkait
dengan
pemberian
surat
kuasa
tersebut,
dalam
negara
21
lain, harus ada ketentuan yang mengikat menteri luar negeri untuk
mengeluarkan suarat kuasa bagi seorang kepala daerah setelah
kepala daerah yang bersangkutan mengajukan permohonan. (berapa
lama surat kuasa itu dapat digunakan, apakah dapat digunakan
berulang-ulang. Kedua hal ini harus diatur dalam RUU yang baru.
Sebagai catatan bahwa kuasa jabatan sebagaimana dipangku oleh
seorang menteri keuangan misalnya, sangat berbeda pengertiannya
dengan kewenangan yang diterima oleh menteri keuangan melalui
sebuah surat kuasa untuk melakukan suatu perjanjian karena sifat
berlakunya dengan surat kuasa ada tenggang waktunya, yakni
selesainya sebuah perjanjian.
3. Peran Pemerintah Daerah
Terkait dengan peran daerah dalam pelaksanaan perjanjian
internasional khususnya dalam pembuatan perjanjian Internasional,
dalam Bab II Pasal 5 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2000 tentang
Perjanjian Internasional menyebutkan :
Lembaga negara dan lembaga pemerintah, baik departemen
maupun nondepartemen, di tingkat pusat dan daerah, yang
mempunyai rencana untuk membuat perjanjian internasional,
ter1ebih dahulu melakukan konsultasi dan koordinasi mengenai
rencana tersebut dengan Menteri.
Dengan demikian dari ketentuan yang terdapat dalam Pasal 5
ayat (1) tersebut, menyimpulkan bahwa daerah yang mempunyai
rencana untuk membuat perjanjian internasional, terlebih dahulu
melakukan konsultasi dan koordinasi mengenai rencana tersebut
dengan menteri. Dalam pembuatan perjanjian internasional yang
dilakukan oleh pemerintah, kewenangan atau yang menjadi pihak
dalam perundingan rancangan suatu perjanjian tersebut sesuai
dengan bunyi Pasal 5 ayat (4) adalah Menteri atau pejabat lain sesuai
dengan materi perjanjian dan lingkup kewenangan masing-masing.
Selain itu, daei aspek hukum internaional, Subyek Hukum
Internasional adalah Negara, dalam ha1 ini
perjanjian internasional,
22
Namun peran
daerah perlu diatur secara jelas agar tidak terjadi lagi pengalaman
kasus yang telah lalu, misal: rencana Kalbar untuk mendatangkan
mobil bekas yang dituangkan dalam Perda dimentahkan oleh SK
Menteri Perdagangan yang mengakibatkan Perda tidak berlaku.
Kasus yang terbaru adalah mengenai tata gula. Meskipun hal
tersebut tidak dapat dibenarkan dimana produk legislasi (Perda)
dibatalkan oleh eksekutif (SK Menteri Perdagangan), hal tersebut
dapat dimaklumi karena merupakan mekanisme kontrol dari pusat
kepada daerah.
Dalam pembuatan PI, dunia internasional (negara pihak) akan
melihat konstitusi. Berdasarkan konvensi Montivideo yang mengatur
hak dan kewajiban negara, jika negara berbentuk negara kesatuan
maka yang memiliki kewenangan/kemampuan untuk melakukan
hubungan keluar adalah pemerintah pusat. Oleh karena itu, jika
daerah hendak membuat PI maka harus melibatkan pemerintah
pusat. Berbeda halnya dengan negara yang berbentuk federal, dimana
negara bagian ada yang diberi wewenang untuk membuat PI. Untuk
itu, ke depan agar tidak ada permasalahan lagi maka dalam kerangka
NKRI, perlu ada dialog dengan daerah dalam pembuatan PI agar
23
kebutuhan/keinginan
daerah
dapat
terakomodasi.
Sehubungan
suatu
ketentuan
pokok
yang
berhubungan
dengan
dengan
persetujuan
Dewan
Perwakilan
Rakyat
di dalam
maka
Pemerintah
tidak
akan
mempunyai
cukup
Syahmin AK, Hukum Perjanjian Internasional (Menurut Konvensi Wina 1969), Penerbit CV. Armico,
Bandung, Edisi ke-2, Agustus 1988, Lampiran II, Hal.269-271.
24
dengan
sewajarnya,
karena
tiap-tiap
perjanjian
walaupun
dewasa
ini
demikian
intensifnya,
sehingga
Dewan
Perwakilan
Rakyat,
hanya
perjanjian-
persahabatan,
perjanjian-perjanjian
yang
sedemikian
rupa
sifatnya
sehingga
ikatan-ikatan
sedemikian
dicantumkan
di
dalam
25
undang,
seperti
soal-soal
kewarganegaraan
dan
soal-soal
kehakiman.
Perjanjian-perjanjian yang mengandung materi yang lain yang
lazimnya berbentuk agreement akan disampaikan kepada Dewan
Perwakilan Rakyat hanya untuk diketahui setelah disahkan oleh
Presiden.
Dari Surat Presiden tersebut, keikutsertaan DPR seperti
dimaksudkan Pasal 11 UUD 1945, mencakup :
a. Soal-soal politik atau yang akan mempengaruhi politik luar negeri
RI, antara lain :
1) perjanjian persahabatan;
2) perjanjian persekutuan;
3) perjanjian tentang perubahan wilayah;
4) perjanjian kerja sama ekonomi dan teknik;
5) perjanjian pinjaman uang;
b. Soal-soal yang menurut UUD 1945 dan peraturan perundangundangan harus diatur oleh Undang-undang.
c. Soal-soal yang menurut
traktat (treaty).18)
Sedangkan perjanjian yang mengandung materi yang lain yang
lazimnya berbentuk agreement akan disampaikan kepada Dewan
hanya untuk diketahui setelah disahkan oleh Presiden. Didalam
praktek pembedaan antara traktat dan persetujuan (agreement) dapat
dilihat bahwa traktat memerlukan persetujuan DPR dan bentuk
yuridis persetujuan ini dalam bentuk Undang-undang. Sedang dalam
hal persetujuan DPR hanya diberitahu dan bentuk yuridis ratifikasi
persetujuan dalam bentuk KEPPRES atau kadang-kadang tanpa
ratifikasi.19)
18)
Bagir Manan, Kekuasaan Presiden Untuk Membuat, Memasuki dan Mengesahkan Perjanjian/Persetujuan,
Majalah Universitas Padjajaran No. 3-4, Jilid XVI, 1998. Hal.14.
19)
Sri Setianingsih Suwardi, Ratifikasi Perjanjian Internasional Dalam Kaitannya Dengan Pasal 11 UUD
1945, Makalah Pada Lokakarya Perjanjian RI dengan Negara Lain serta Ratifikasi oleh DPR RI, di DPR, 10
Juni 1993. Hal. 15.
26
Untuk
menghindari
kontroversi
antara
utusan-utusan
yang
Pengaruh
Parlementer
yang
mempunyai
wewenang
untuk
berdasarkan
penandatangan
dan
Ratifikasi,
suatu
dari
perjanjian
internasional
untuk
tunduk
terhadap
Aksesi
ke
negara
penyimpan
untuk
kemudian
19
20
internasional
mengandung
dua
aspek
yaitu
aspek
Sedangkan
aspek
internalnya
adalah
perjanjian
dengan
substansi
dari
perjanjian
internasional
Mengenai Pensyaratan diatur di dalam Konvensi Wina 1969 di dalam Pasal 19 yaitu :
suatu Negara waktu menandatangani, meratifikasi, menerima, atau aksesi dapat
mengajukan Pensyaratan terhadap suatu Perjanjian kecuali; 1.Pensyaratan dilarang
oleh perjanjian, 2.Pensyaratan tertentu dimana tidak termasuk Pensyaratan yang
dilarang, 3.Pensyaratan tersebut tidak sesuai dengan maksud dan tujuan Perjanjian.
28
konteks
Undang-Undang
APBN
tidak
identik
dengan
(dengan
demikian
melalui
persetujuan
DPR)
sehingga
rencana
pemerintah
untuk
melakukan
pinjaman.
29
tersebut,
wewenang
penandatanganan
Perjanjian
Peraturan
Pemerintah
ini
tidak
terdapat
aturan
yang
akan
menyulitkan
Departemen
Luar
Negeri
jika
ternyata
dalam
mengamankan
rangka
akuntabilitas
juridis
serta
kepentingan
hukum
khususnya
untuk
kewajiban
pada
setiap
mengupayakan
perjanjian
klausula
pinjaman
tentang
kategori
dipenuhinya
ini
terlebih
selalu
dahulu
praktik,
notifikasi
telah
Departemen
terpenuhinya
Luar
Negeri
prosedur
akan
menyampaikan
konstitusional/internal
30
Undang-Undang
ini
yaitu
perjanjian
Governed
by
Luar
Negeri
ditandatangani
oleh
Menteri
Keuangan
Tahun
2000
tentang
Perjanjian
Internasional,
Dalam
hal
pinjaman luar negeri, Menteri (dalam hal ini Menteri Luar Negeri)
mendelegasikan kepada Menteri Keuangan.
Terkait dengan pemberian hibah dari hasil pengumpulan data
yang dilakukan di Pemda Provinsi Kalimantan Barat dan Provinsi
Aceh, menyatakan,
31
perdagangan
bebas,
yaitu
dengan
World
Trade
positif
FTA
telah
dipaparkan
oleh
perwakilan
masalah
transformasi
sektor
penanganan
pertanian,
sektor
masalah
informal,
reforma
masalah
agraria,
atau
urbanisasi
yang
juga
menimbulkan
masalah
sosial
32
di
data
dan
bidang
alasan
ekonomi,
diatas,
maka
khususnya
perjanjian
terkait
dengan
bebas
harus
Undang,
internasional
pertama
memiliki
penandatanganan
diratifikasi,
;
perjanjian
dampak
perjanjian
atau
penting
disyahkan
melalui
perdagangan
dan
perdagangan
luas.
bebas
bebas
Kedua,
menuntut
ini
awam
mengenal
perdagangan
bebas
sebagai
antar
Negara.
Perdagangan
bebas
tidaklah
demikian.
masing-masing
negara
untuk
menurunkan
dan
konsekuensi
yang
luas
terhadap
perekonomian
33
menyangkut
semakin
lemahnya
posisi
Indonesia
dalam
perdagangan internasional.
Selain
WTO
perjanjian
perdgaangan
bebas
lainnya
ASEAN
Indonesia
telah
menandatangani
perjanjian
perjanjian
perdagangan
bebas
tersebut
telah
34
Indonesia menjadi sasaran eksploitasi sumber daya alam oleh actoraktor ekonomi dari Negara tersebut.
Ringkasnya perjanjian perdagangan bebas memiliki dampak
penting dan luas. Penadatanganan perjanjian ini oleh pemerintah
menyebabkan Negara terikat di dalam rezim internasional yang
seringkali Negara tidak dapat menarik diri keluar dari perundingan
karena
berbagai
konsekusnsi
yang
dapat
diterima
secara
pemerintah
(eksekutif)
begitu
mudah
adalah
UU
ratifikasi
FTA
nantinya
tidak
boleh
35
BAB III
EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
TERKAIT
A. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar
Negeri
Dalam UU No. 37 Tahun 1999, yang dimaksud dengan hubungan
luar negeri adalah setiap kegiatan yang menyangkut aspek regional dan
internasional yang dilakukan oleh Pemerintah di tingkat pusat dan daerah,
atau lembaga-lembaganya, lembaga negara, badan usaha, organisasi politik,
organisasi masyarakat, lembaga swadaya masyarakat, atau warga negara
Indonesia (Pasal 1 angka 1). Hubungan luar negeri diselenggarakan sesuai
dengan Politik Luar Negeri, peraturan perundang-undangan nasional dan
hukum serta kebiasaan internasional {Pasal 5 ayat (1)}.
Berdasarkan
Pasal
ayat
(1),
kewenangan
penyelenggaraan
36
internasional
maka
Pasal
dapat
menjadi
pedoman.
baik
departemen
maupun
nondepartemen,
yang
akan
Indonesia
dengan
Pemerintah
negara
lain,
organisasi
pemerintah,
baik
departemen
maupun
nondepartemen
sebagaimana yang ada dalam Pasal 13 dan Pasal 14 tersebut saat ini sudah
tidak sesuai lagi. Berdasarkan UU No. 39 Tahun 2008 tentang Kementerian
Negara,
istilah
yang
digunakan
adalah
Kementerian
dan
Lembaga
mengatur
ketentuan
mengenai
pembuatan
dan
pengesahan
37
38
39
(2) Bidang usaha yang dinyatakan tertutup bagi penanam modal asing
adalah:
(3) produksi senjata, mesiu, alat peledak, dan peralatan perang, dan
(4) bidang
usaha
yang
secara
eksplisit
dinyatakan
tertutup
berdasarkan undang-undang.
(5) Pemerintah berdasarkan Peraturan Presiden menetapkan bidang
usaha yang tertutup untuk penanaman modal, baik asing maupun
dalam negeri, dengan berdasarkan kriteria kesehatan, moral,
kebudayaan,
lingkungan
hidup,
pertahanan
dan
keamanan
dengan
bidang
usaha,
dalam
rangka
pengembangan
penanaman modal bagi usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi, Pasal
13 ayat (1) mengatur bahwa Pemerintah wajib menetapkan bidang usaha
yang dicadangkan untuk usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi serta
bidang usaha yang terbuka untuk usaha besar dengan syarat harus bekerja
40
modal;
dan
e)
mematuhi
semua
ketentuan
peraturan
perundang-undangan.
Tanggung jawab Penanam Modal diatur dalam Pasal 16, yaitu: a)
menjamin tersedianya modal yang berasal dari sumber yang tidak
bertentangan
dengan
ketentuan
peraturan
perundang-undangan;
b)
peraturan
perundang-undangan.
Selain
tanggung
jawab
41
penanaman
kewenangan
modal
pemerintah
sehingga
daerah
dan
dapat
diketahui
pemerintah
secara
pusat
di
jelas
bidang
yang
merupakan
urusan
wajib
pemerintah
daerah
satu
kabupaten/kota
menjadi
urusan
pemerintah
kabupaten/kota.
(7) Dalam urusan pemerintahan di bidang penanaman modal, yang
menjadi kewenangan Pemerintah adalah :
a. penanaman modal terkait dengan sumber daya alam yang tidak
terbarukan dengan tingkat risiko kerusakan lingkungan yang
tinggi;
b. penanaman modal pada bidang industri yang merupakan
prioritas tinggi pada skala nasional;
c. penanaman modal yang terkait pada fungsi pemersatu dan
penghubung antarwilayah atau ruang lingkupnya lintas provinsi;
42
modal
asing
dan
penanam
modal
yang
(7),
Pemerintah
menyelenggarakannya
sendiri,
antara
Pemerintah,
Pemerintah
Daerah
Provinsi,
dan
43
fungsi
pemerintahan
pemerintahan
negara
dalam
tersebut
berbagai
menimbulkan
bidang.
hak
dan
kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang yang perlu dikelola dalam
suatu sistem pengelolaan keuangan negara. Berdasarkan Pasal 1 angka 1
dinyatakan bahwa keuangan negara adalah semua hak dan kewajiban
negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa
uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung
dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.
Sejalan dengan semakin luas dan kompleksnya kegiatan pengelolaan
keuangan negara, hubungan keuangan antara pemerintah dan lembagalembaga
infra/supranasional
meliputi
hubungan
keuangan
antara
dan/atau
hibah
yang
diterima
Pemerintah
Pusat
44
sehingga
pengelolaan
diperlukan
pinjaman
luar
kecermatan
negeri.
dan
kehati-hatian
Pengadaan
pinjaman
dalam
dan/atau
dalam
efektivitasnya.
negeri
yang
Kepentingan
berasal
utama
dari
pajak
pembiayaan
terus
ditingkatkan
pemerintah
adalah
Nomor
12
Tahun
2011
tentang
Pembentukan
internasional
sebagaimana
Peraturan Perundang-Undangan
Mengingat
pentingnya
pergaulan
45
Nomor
12
Tahun
2011
tentang
Pembentukan
Peraturan
dengan
Dikarenakan
kepentingan
negara
dan
bangsa
Indonesia.
undang.
Bahwa dalam ketentuan Pasal 10 Undang-Undang Nomor 24 Tahun
2000 tentang Perjanjian Internasional, menyebutkan bahwa pengesahan
perjanjian
internasional
dilakukan
dengan
undang-undang
apabila
berkenaan dengan:
a) masalah politik, perdamaian, pertahanan, dan keamanan negara;
b) perubahan wilayah atau penetapan batas wilayah negara Republik
Indonesia;
c) kedaulatan atau hak berdaulat negara;
d) hak asasi manusia dan lingkungan hidup;
e) pembentukan kaidah hukum baru; dan
f) pinjaman dan/atau hibah luar negeri.
Sementara itu dalam Pasal 11 Undang-Undang Nomor 24 Tahun
2004 tentang Perjanjian Internasional dinyatakan bahwa:
46
(1) Pengesahan
perjanjian
internasional
yang
materinya
tidak
presiden
yang
mengesahkan
suatu
perjanjian
perjanjian
internasional
melalui
undang-undang
Ketentuan
ini
berarti
perjanjian
internasional
yang
tidak
menimbulkan akibat yang luas dan mendasar bagi kehidupan rakyat yang
terkait dengan beban keuangan negara, dan/atau tidak mengharuskan
perubahan
atau
pembentukan
undang-undang,
tidak
harus
dengan
dengan
undang-undang
merupakan
suatu
bentuk
semua
pengesahan
perjanjian
internasional
harus
dengan
47
persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat yaitu dengan menggunakan undangundang. Pengesahan perjanjian internasional tidak semuanya harus
diratifikasi dengan Undang-Undang, mengingat perjanjian atau persetujuan
internasional ada yang bersifat teknis dan administratif yang tidak
berpengaruh terhadap hak, kewajiban, dan kehidupan masyarakat luas. Di
samping itu proses pembentukan undang-undang memerlukan waktu yang
panjang, di satu sisi perjanjian internasional harus segera dilaksanakan.
Selain
ketentuan
tersebut
di
atas,
berkaitan
dengan
kondisi
di
Indonesia
dan
menjadi
salah
satu
yang
UU
internasional
No.
21
yang
Tahun
berkenaan
2001
mengenai
dengan
pembuatan
kepentingan
perjanjian
provinsi
Papua.
Gubernur
dan
sesuai
dengan
peraturan
perundang-
atau badan di luar negeri yang diatur dengan keputusan bersama sesuai
dengan
peraturan
perundang-undangan.
Untuk
itu,
dalam
rangka
terutama
hal-hal
kesepakatan-kesepakatan
Pelaksanaan
kewenangan
luar
yang
negeri
pembuatan
menyangkut
dan
standarisasi
kerjasama
perjanjian
dan
antarnegara.
internasional
dan
49
pelaksanaan
kewenangan
tersebut
dilakukan
dalam
bingkai
Negara
Otonomi
Khusus
hanya
mengatur
mekanisme
50
dalam
naskah
kerja
sama
tersebut dicantumkan
frasa
51
mineral,
batubara,
panas
bumi,
bidang
kehutanan,
Pusat
penggunaan
dengan
sumber
Kabupaten/Kota,
Pemerintah
daya
alam
Pemerintah
Aceh
Aceh.
(SDA)
tetap
non
Menyangkut
migas
melakukan
dengan
di
daerah
koordinasi
dan
mengenai pengelolaan sumber daya alam diatur dalam Pasal 156 yang
menyatakan bahwa:
(1) Pemerintah Aceh dan Pemerintah kabupaten/kota mengelola
sumber daya alam di Aceh baik di darat maupun di laut wilayah Aceh sesuai
dengan kewenangannya. (2) Pengelolaan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) meliputi perencanaan, pelaksanaan, pemanfaatan dan pengawasan
kegiatan usaha yang dapat berupa eksplorasi, eksploitasi, dan budidaya. (3)
Sumber daya alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi bidang
pertambangan yang terdiri atas pertambangan mineral, batu bara, panas
bumi,
bidang
kehutanan,
pertanian,
perikanan,
dan
kelautan
yang
52
ayat (3) dapat dilakukan oleh Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik
Daerah, koperasi, badan usaha swasta lokal, nasional, maupun asing.
Dibuka ruang partisipasi masyarakat bekenaan dengan kerjasama
internasonal,
dalam
hal
ini
penduduk
di
Aceh
dapat
melakukan
Pembangunan
Nasonal.
Dalam
pembuatan
perjanjian
53
melakukan
hubungan
internasional
dan
membuat
perjanjian
54
dengan
kedudukan
kepala
daerah
sebagai
pejabat
negara
yang
memperoleh surat kuasa penuh (full powers) dari Menteri Luar Negeri untuk
melaksanakan hubungan luar negeri, disisi yang lain adalah saling
berkaitan satu dengan yang lain. Oleh karenanya obyek hubungan
kerjasama luar negeri yang dilakukan oleh pemerintah daerah adalah
segala
urusan
yang
berdasarkan
ketentuan
perundang-undangan
pemerintah
daerah,
pada
saat
terjadi
sengeketa
internasional
55
ini berbeda dengan ketentuan umum (lex generalis) yang berlaku bagi
kebanyakan daerah lainnya di Indonesia.
Mengingat
perkembangan
hukum
yang
mengatur
tentang
Pemerintahan Daerah, baik yang bersifat umum (UU No. 32/2004) maupun
yang bersifat khusus seperti Aceh (UU No. 11/2006) dan Papua (UU No.
21/2001) telah membuka kesempatan bagi daerah-daerah secara khusus
untuk melakukan hubungan luar negeri. Oleh karena itu, prinsip one door
policy
sebaiknya
diadakan
pembatasan
hanya
terhadap
perjanjian
internasional
(Memorandum
of
Understnding)
serta
untuk
56
22
23
Lihat Pasal 1 ayat (1) UU No. 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri.
Lihat Pasal 42 ayat (1) huruf f UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah.
57
inilah
yang
secara
tidak
langsung
menimbulkan
problematika,
mengingat perumusan pasal ini tidak didukung oleh konsepsi yang jelas
mengenai apa yang dimaksud dengan perjanjian internasional dalam
konteks
pemerintah
daerah
karena
di
dalam
penjelasannya
hanya
perjanjian
yang
terkait
dengan
kepentingan
daerah
praktik
internasional,
kekuasaan
membuat
perjanjian
58
25membuktikan
59
Dengan
demikian
maka
praktik
tersebut
bukanlah
dalam
rangka
(termasuk
Pemerintah
Daerah)
apabila
ingin
mengadakan
kerjasama dengan pihak dari luar negeri harus melewati proses yang
panjang agar aman dari segi politik, yuridis, security dan teknis. Adapaun
proses pengajuan rencana kerjasama luar negeri oleh Pemerintah Daerah
adalah sebagai berikut:
Pemerintah daerah mengajukan rencana kerjasama luar negeri kepada
DPRD untuk dipertimbangkan dan disetujui.
1. Pemerintah
daerah
berkonsultasi
dan
berkoordinasi
dengan
60
61
2. Pengesahan dengan peraturan presiden (Perpres), jika menyangkut halhal di luar Pasal 10 ayat (3) UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah
Daerah dan Pasal 10 UU No. 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian
Internasional, adapun mekanismenya adalah sebagai berikut:
- Pemerintah
Daerah
mengkoordinasikan
rapat
interkementeriaan
untuk
mengembalikan
uang
yang
dipinjamnya
dengan
memenuhi persyaratan yang telah disetujui oleh kedua pihak, yaitu tentang
besaranya bunga dan waktu pengembaliannya, dan lain-lain.
Terdapat beberapa unsur yang harus dipenuhi dalam pinjaman uang
pada umumnya sebagai berikut:
- Ada unsur kepercayaan;
62
bebas,
artinya
penggunaannya
diserahkan
kepada
internasional
dam
pemerintahan
negara-negara
yang
seperti
IMF
(International
Bank
for
and
Development),
IBRD
IDA
tergabung dalam
IGGI,
tidak
berlaku
63
(Menkeu)
melalui
perjanjian
penerusan
pinjaman
kepada
berdasarkan
peraturan
yang
mengatur
mengenai
Pemeintah
Daerah
dapat
melakukan
pinjaman
dengan
gubernur
dan
sesuai
dengan
pertauran
perundang-
undangan.
Sementara itu UU No. 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh
juga ikut menyinggung mengenai treaty making power, yang memuat
rumusan sebagai berikut:27
26
27
Lihat Pasal 4 angka 6 UU No. 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua.
Lihat Pasal 8 UU No. 11 Tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh.
64
Aceh
yang
dibuat
oleh
pemerintah
dilakukan
dengan
The
World
Trade
Organization
(Persetujuan
banyaknya
perubahan-perubahan
mendasar,
antara
lain
perjanjian
internasional
dengan
hukum
nasional.
Dengan
fenomena ini, maka cepat atau lambat, publik hukum Indonesia di semua
lini harus bersentuhan dengan perjanjian internasional dan akan semakin
65
tidak
dapat
dipungkiri
bahwa
globalisasi
di
bidang
perdagangan dan investasi serta lahirnya pasar bebas telah melahirkan pola
hubungan lintas batas yang mengharuskan adanya pemahaman terhadap
hukum
perjanjian
internasional.
Perjanjian-perjanjian
dewasa
ini
mewujudkan
tatanan
dunia
baru
berdasarkan
kemerdekaan,
66
akan
dapat
mempengaruhi
stabilitas
nasional
serta
dapat
diambil
langkah-langkah
yang
tepat
dan
cepat
dalam
bertumpu
pada
pemerataan
pembangunan
dan
hasil-hasilnya,
rangka
menghadapi
perkembangan
dan
perubahan,
serta
non-migas
pembangunan
yang
nasional
diarahkan
pada
untuk
dasarnya
menunjang
juga
pelaksanaan
menghadapi
berbagai
67
(Persetujuan
Umum
mengenai
Tarif
dan
Perdagangan).
Persetujuan tersebut terwujud dalam tahun 1947, dan Indonesia telah ikut
serta dalam persetujuan tersebut sejak tanggal 24 Pebruari 1950.
General Agreement on Tariffs and Trade/GATT (Persetujuan Umum
mengenai Tarif dan Perdagangan) merupakan perjanjian perdagangan
multilateral dengan tujuan menciptakan perdagangan bebas, adil, dan
membantu menciptakan pertumbuhan ekonomi dan pembangunan guna
mewujudkan kesejahteraan umat manusia. Hingga saat ini Persetujuan
tersebut telah diikuti oleh lebih dari 125 negara. Dari segi tujuan, GATT
dimaksudkan
perdagangan
sebagai
upaya
bebas,
adil
untuk
dan
memperjuangkan
menstabilkan
sistem
terciptanya
perdagangan
tatanan
multilateral
yang
memuat
prinsip-prinsip
antar
negara
dilakukan
tanpa
diskriminasi
(non
discrimination). Hal ini berarti, suatu negara yang tergabung dalam GATT
tidak diperkenankan untuk memberikan perlakuan khusus bagi negara
tertentu. Setiap negara harus memberikan perlakuan yang sama dan timbal
balik dalam hubungan perdagangan internasional. GATT berfungsi sebagai
forum
konsultasi
negara-negara
anggota
dalam
membahas
dan
68
Meskipun
dimungkinkan
demikian,
sepanjang
pengecualian
pembatasan
atas
tersebut
larangan
tersebut
merupakan
tindakan
dari
suatu
bersangkutan
mengalami
perdagangan.
Untuk
kewajiban
tertentu
permasalahan
melindungi
dalam
industri
yang
apabila
negara
yang
bidang
ekonomi
dan
masih
dalam
tahap
69
hambatan
perdagangan
di
antara
mereka
juga
melalui
Sistem
Preferensi
Umum
(Generalized
System
of
70
saja bagi pelaku usaha yang melakukan kegiatan di wilayahnya tetapi juga
kewenangan untuk membuat kebijakan atas barang atau jasa asal negara
lain yang akan masuk ke negaranya. Oleh karena itu adalah kurang tepat
apabila
mempresepsikan
perdagnagn
internasional
sebagai
transaksi
bidang
perdagangan,
seperti
pemerintah
Indonesia
melakukan
oleh
pemerintah
Indonesia
(PT.
Industri
Pesawat
Terbang
antara
lain
negara,
organisasi
internasional,
palang
merah
yang
mengatur
aturan-aturan
bagi
pemerintah
dalam
subyek
hukum
internasional.
Dalam
hukum
perdagangan
71
satu
kesatuan
khususnya
berkaitan
dengan
hukum
langsung
kepada
pihak
luar
negeri.
Jelas
bahwa
dalam
berkonsultasi
dan
berkoordinasi
dengan
pemerintah
pusat.
membuat
perjanjian
pinjaman
yang
tidak
sesuai
dengan
Peraturan
Pemerintah
ini
dibatasi
yaitu:
Kementerian
72
mengenai
pinjaman
dan/atau
hibah
luar
negeri
atau
dijadikan
penyertaan
modal
kepada
BUMN.
11
Tahun 2010
tata
cara
kerjasama,
kerjasama,
pembinaan,
73
Aceh, kerja sama Pemerintah Aceh dengan lembaga atau badan di luar
negeri adalah bentuk hubungan antara Pemerintah Aceh sebagai bagian
dari Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan lembaga atau badan di
luar negeri.
Rencana kerja sama merupakan ide atau gagasan dan rancangan
naskah kerja sama yang dibuat Pemerintah Aceh mengenai kerja sama
Pemerintah Aceh dengan lembaga atau badan di luar negeri, yang memuat
pokok pikiran, ruang lingkup, dan tujuan yang akan dicapai. Lembaga atau
badan di luar negeri adalah pemerintah negara bagian/pemerintah daerah,
kementerian/lembaga
pemerintah
non
kementerian,
lembaga
non
yang
telah
mempunyai
hubungan
diplomatik
dengan
Indonesia.
c. Kerja sama Pemerintah Aceh dengan lembaga atau badan di luar
negeri hanya meliputi bidang urusan pemerintahan yang menjadi
kewenangan
Pemerintah
Aceh
sesuai
dengan
peraturan
perundangundangan.
Dalam tahapannya, setiap kerjasama luar negeri yang dilakukan oleh
Pemda Aceh harus melalui tahapan berikut:
74
75
BAB IV
LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS, DAN YURIDIS
A. Landasan Filosofis
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD
1945)
memuat
baik
cita-cita,
dasar-dasar,
maupun
prinsip-prinsip
ketertiban
abadi,
dan
dunia
yang
keadilan
berdasarkan
sosial.
Cita-cita
kemerdekaan,
tersebut
akan
mencapai
penyelenggaraan
negara
cita-cita
berdasarkan
tersebut
dan
Pancasila,
UUD
melaksanakan
1945
telah
76
mencapai
tujuan
Negara
Republik
Indonesia
sebagaimana
segenap
bangsa
Indonesia
dan
seluruh
tumpah
darah
Indonesia,
sebagai
bagian
dari
masyarakat
internasional,
Saat
ini
perjanjian
Sosek
Malindo
dirasakan
masyarakat
77
maupun
lembaga
pemerintah
dengan
subyek
hukum
Parry and Grant, et.al., Encyclopaedic Dictionary of International Law, New York: Oceana Publications inc.,
1986, hlm. 374.
78
Landasan Sosiologis
Adanya ketimpangan dimana dalam perjanjian internasional yang
dilakukan oleh Indonesia dengan pihak asing selalu merugikan rakyat dan
Bangsa Indonesia sangat mengganggu rasa keadilan masyarakat. Rasa
keadilan
masyarakat
terhadap
perbaikan
pengaturan
hukum
dalam
implementasi
UU
No.
24
Tahun
2000
tentang
Perjanjian
keinginan
masyarakat
yang
diwakili
oleh
anggota
Dewan
Landasan Yuridis
Berdasarkan Lampiran I Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011
79
yang
lebih
rendah
dari
undang-undang
sehingga
daya
80
BAB V
JANGKAUAN, ARAH PENGATURAN, DAN RUANG LINGKUP
MATERI MUATAN UNDANG-UNDANG
81
rakyat
dalam
kaitannya
dengan
perjanjian
internasional
menjadi sangat penting dalam sistem yang akan dibangun dalam UndangUndang Perjanjian Internasional. Penguatan peran Dewan Perwakilan
Rakyat dimaksudkan untuk diwujudkan dengan sebuat klausul, bahwa
setiap perjanjian internasional yang dibuat oleh Pemerintah harus disertai
dengan pemberitahuan dan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.
Khusus perjanjian internasional di bidang atau yang menyangkut
dengan
pengelolaan
memberikan
sebuah
diperhatikan
oleh
sumber
garis
daya
acuan
Pemerintah
alam,
atau
Undang-Undang
rambu-rambu
manakala
melakukan
ini
yang
juga
perlu
perjanjian
Perjanjian
Internasional
ke
depan
juga
ingin
daerah
yang
bersangkutan,
maka
Pemerintah
harus
82
memberitahukan
dan
mengikutsertakan
daerah
dalam
pembuatan
perjanjian internasional.
Perjanjian internasional sebagai sebuah dokumen hukum perlu
memiliki sistem penyimpanan yang memadai dan mudah diakses oleh
setiap
orang
yang
memerlukan
internasional.
Oleh
karenanya,
naskah
atau
penyimpanan
dokumen
perjanjian
dokumen
perjanjian
telah
diuraikan
sebelumnya,
bahwa
perjanjian
diketahui
sitematika
undang-undang
penggantian
terdiri atas dua bagian, yaitu Pasal I yang berisi materi pokok dan Pasal II
sebagai penutup. Oleh karenanya, ruang lingkup materi Undang-Undang
Penggantian
Atas
Undang-Undang
Nomor
24
Tahun
2000
tentang
83
berpedoman
memperhatikan
baik
pada
kepentingan
hukum
nasional
nasional,
maupun
dan
hukum
internasional.
d. Ketentuan Pasal 5 diubah dengan rumusan sebagai berikut:
(1) Lembaga negara, lembaga pemerintah baik kementerian maupun
nonkementerian,
dan
pemerintah
daerah,
yang
mempunyai
Republik
pembuatan
Perjanjian
Indonesia
Internasional,
dalam
terlebih
mempersiapkan
dahulu
harus
84
menetapkan
posisi
Pemerintah
Republik
Indonesia
yang
serta
aspek
lain
yang
dapat
mempengaruhi
menerimaan
atau
menandatangani
naskah
suatu
yang
tidak
memerlukan
Surat
Kuasa
sebagaimana
85
lembaga
kementerian
negara
atau
maupun
lembaga
nonkementerian,
pemerintah,
baik
dilakukan
tanpa
Perjanjian
Internasional
dilakukan
sepanjang
(1)
dilakukan
dengan
Undang-Undang
atau
Peraturan
Presiden.
g. Diantara Pasal 9 dan Pasal 10 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal
9A dengan rumusan sebagai berikut:
Pengesahan
Perjanjian
Internasional
dengan
undang-undang
bagi
kehidupan
keuangan
negara,
rakyat
dan/atau
yang
terkait
mengharuskan
dengan
penggantian
beban
atau
pembentukan undang-undang.
h. Ketentuan Pasal 10 ayat (1) diubah dan ditambah 2 (dua) huruf,
yakni huruf g dan huruf h dengan rumusan sebagai berikut:
Pengesahan Perjanjian Internasional dilakukan dengan undangundang apabila materi Perjanjian Internasional berkenaan dengan :
a. masalah politik, perdamaian, pertahanan, dan keamanan
negara;
86
Internasional
mengenai
hibah
luar
negeri
yang
pembahasan
Rancangan
Undang-Undang
tentang
(1)
dapat
diajukan
terhadap
substansi
Perjanjian
87
Pasal 10C
DPR berhak tidak memberikan persetujuan terhadap rancangan
undang-undang
tentang
pengesahan
Perjanjian
Internasional
baik
kementerian
maupun
nonkementerian,
pembahasan
rancangan
dan/atau
materi
pengajuan
pengesahan
perjanjian
internasional
internasional
ditempatkan
dalam
Lembaga
Negara
Republik Indonesia.
l. Di antara Pasal 17 dan Pasal 18 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal
17A dengan rumusan sebagai berikut:
(1) Lembaga
negara,
nonkementerian,
dan
kementerian
pemerintah
maupun
daerah
yang
lembaga
membuat
88
setiap
orang
mengetahuinya,
memerintahkan
pengundangan
89
BAB VI
PENUTUP
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD
1945)
memuat
baik
cita-cita,
dasar-dasar,
maupun
prinsip-prinsip
(d)
ikut
melaksanakan
ketertiban
dunia
yang
berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Untuk mencapai citacita tersebut Pemerintah Negara Republik Indonesia sebagai bagian dari
masyarakat
internasional
melakukan
hubungan
dan
kerja
sama
yang
terkait
dengan
pinjaman
yang
dilakukan
pemerintah
daerah
dan
masyarakat
daerah
dalam
90
g. membuka
akses
bagi
publik
mengenai
dokumen
perjanjian
internasional.
Dengan dibuatnya penggantian atas undang-undang ini diharapkan
bahwa perjanjian internasional dapat dilaksanakan untuk sebesar-besar
kemakmuran rakyat, dan melindungi segenap bangsa dari segala bentuk
penjajahan dalam bentuk apapun dan keterpurukan.
91