NIM : 1904551505
TUTORIAL III
1. Jelaskan apakah Badan Usaha Milik Negara memiliki kapasitas untuk membuat
perjanjian internasional?
Jawab :
Kedudukan hukum yang dimiliki subyek hukum internasional merupakan status yang
menentukan dapat atau tidaknya subyek tersebut menjadi pihak di dalam suatu perjanjian
internasional. Dalam praktiknya, pembentukan perjanjian internasional mencakup
sejumlah proses yang bersifat diplomatik, seremonial, dan administratif. Sebagai contoh
adalah proses pembentukan perjanjian internasional antar Negara yang secara teknis
proses negosiasinya tidak selalu dihadiri oleh Kepala Negara, Kepala Pemerintahan, atau
Menteri Luar Negeri sebagai representasi suatu negara.
Maka dari itu Bahan Usaha Milik Negara juga dapat dikatakan memiliki kapasitas untuk
membuat perjanjian internasional.
2. Jelaskan bagaimana kedudukan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dalam
Pembentukan Sister City dan Sister Province!
Jawab : Perjanjian kerja sama Sister city merupakan kerja sama Kabupaten/ Kota kembar
yang dilakukan oleh pemerintah daerah dengan salah satu kota di luar negeri. Kedudukan
pemerintah daerah dalam pembuatan perjanjian kerja sama internasional tersebut,
berdasarkan Konvensi Montievideo yang mengatur hak dan kewajiban negara, jika
negara berbentuk negara kesatuan maka yang memiliki kewenangan/kemampuan untuk
melakukan hubungan ke luar adalah pemerintah pusat. oleh karena itu jika daerah hendak
membuat perjanjian internasionalmaka harus melibatkan pemerintah pusat. Berbeda
halnya dengan negara yang berbentuk federal, dimana negara bagian ada yang
diberiwewenang untuk membuat perjanjian internasional. Hal tersebut ditegaskan dalam
pendapat cF strong, yang menyatakan negara kesatuan merupakan bentuk negara dimana
wewenang legislatif tertinggi dipusatkan dalam satu badan tegislasi nasional/pusat.
Kekuasaan terletak pada pemerintah pusat bukan pada pemerintah daerah. Hakikatriya
kekuasaan tidak terbagi. Jadihanya ada satu pemerintahan pusat
3. Jelaskan mengapa sejumlah perjanjian internasional melarang dilakukannya reservasi?
Jawab :
Pada pasal 21 ayat (1) memperlihatkan bahwa akibat hukum dari suatu reservasi adalah
mengubah hubungan antara negara yang mengajukan reservasi dengan pihak lain yang
berhubungan dengan aturan yang diajukan reservasi tersebut dan juga sebaliknya. Hal
tersebut juga terlihat dalam pasal 21 ayat (2) yang menyebutkan bahwa reservasi tersebut
tidak mengubah aturan perjanjian antara pihak lain yang tidak mengajukan reservasi.
Dalam hal ini, sebenarnya kita tidak melihat hal yang istimewa dalam hubungan antara
pihak; hanya saja kita melihat sifat atau ciri dari suatu hubungan para pihak – yaitu
masing-masing terikat dengan apa yang sudah disepakati – jadi jika satu pihak sudah
membuat suatu reservasi yang efektif, maka hal tersebut akan saling berlaku di antara
pihak tersebut.Dalam hal penolakan atas suatu reservasi oleh satu atau beberapa peserta
konvensi, tidak secara otomatis mengakibatkan status negara yang mengajukan reservasi
sebagai pihak peserta perjanjian menjadi hilang, melainkan ia akan tetap dianggap
sebagai pihak peserta oleh yang menerima pensyaratan tersebut. Hal ini berdampak
dalam bentuk hubungan antara negara yang menolak reservasi dengan negara yang
mengajukan reservasi yang berhubungan dengan objek atau aturan yang direservasikan,
tidak berlaku di antara kedua belah pihak. Dengan kata lain, antara pihak yang
mengajukan reservasi dengan pihak yang menolak, maka perjanjian akan tetap mengikat
bagi kedua belah pihak. Apabila suatu reservasi dianggap "tidak sesuai" dengan tujuan
dan maksud perjanjian, maka akan berakibat bahwa reservasi itu akan ditolak oleh
seluruh peserta konvensi, dengan demikian pihak yang mengajukan reservasi tidak
TUTORIAL IV
1. Jelaskan apakah praktik hukum internasional memungkinkan pengabaian terhadap asas
non retroaktif?
Jawab : Romli Atmasasmita berpendapat bahwa, perbedaan penerapan asas tersebut
(nonretroaktif) tergantung dari sudut pandang mana, apakah sudut pandang aliran hukum
alam dan utilitarian atau sudut pandang positivist. Dalam sudut pandang positivist, asas
non retroaktif termasuk dalam hukum materiel (hukum substantif) sehingga sifat asas
tersebut, “nonderogable” (tidak dapat disimpangi). Sedangkan menurut sudut pandang
aliran hukum alam dan utilitarian, memandang asas non-retroaktif termasuk hukum
prosedural (hukum acara) sehingga sifat asas tersebut, “derogable” (dapat disimpangi).
SOAL TAMBAHAN
1. Jelaskan asas-asas yang ada dalam perjanjian internasional ?
Jawab :
Ada beberapa asas yang harus dipenuhi dalam mengadakan sebuah -Perjanjian
Internasional yaitu
• Pacta Sunt Servanda – Asas ini memiliki arti bahwa setiap perjanjian yang sudah
dibuat harus ditaati oleh pihak yang bersangkutan.
• Egality Rights, asas ini berarti bahwa pihak yang saling melakukan hubungan
harus punya derajat atau kedudukan yang sama.
• Reciprositas – Asas yang satu ini berarti bahwa tindakan sebuah negara kepada
negara lain bisa dibalas dengan tindakan yang sama besar.
• Bonafides, asas yang satu ini berarti kalau semua perjanjian harus dilakukan
dengan niat yang baik.
• Courtesy, artinya setiap negara yang bersangkutan haruslah saling menghormati
dan saling menjaga kehormatan negara satu sama lain.
• Rebus sic Stantibus, asas yang terakhir ini memiliki arti bahwa jika terpaksa,
maka negara yang bersangkutan bisa melakukan perubahan yang mendasar di dalam
keadaan yang berkaitan dengan perjanjian itu.
2. Apa perbedaan Reservation (persyaratan) dengan penafsiran ?
Jawab :
Merujuk pada Article 2 (1)(d) Vienna Convention on the Law of the Treaties 1969,
Pensyaratan didefinisikan sebagai suatu pernyataan sepihak, dengan bentuk dan nama
apapun, yang dibuat oleh suatu negara, ketika menandatangani, meratifikasi,
mengakseptasi, menyetujui, atau mengaksesi atas suatu perjanjian internasional, yang
maksudnya untuk mengesampingkan atau mengubah akibat hukum dari ketentuan
tertentu dari perjanjian itu dalam penerapannya terhadap negara yang bersangkutan.
Dalam praktiknya, pensyaratan dapat dinyatakan dengan istilah reservation atau
declaration. Ada dua macam pensyaratan/reservasi, yaitu pertama, pensyaratan
dengan sistem suara bulat (unanimity system) dan pensyaratan menurut doktrin atau
sistem (Pan American system). Tidak semua perjanjian memungkinkan dilakukannya
Pensyaratan, atau dalam pemahaman sebaliknya, Pensyaratan dimungkinkan
sepanjang memang diperbolehkan oleh suatu Perjanjian Internasional.
Sedangkan Penafsiran dari perjanjian internasional adalah upaya-upaya yang dibuat
untuk dapat menerapkan ketentuan-ketentuan perjanjian tersebut ke dalam suatu
tindakan yang nyata untuk memenuhi prestasi dari perjanjian tersebut. Oleb karena
itu.
penafsiran pada hakikatnya merpakan suatu proses kedua yang hanya dapat dilakukan
jika pecjaniian itu tidak mungkin dirasakan masuk akal, khususnva terhadap istilab
istilah biasa yang ada dalam suatu perjanjian. Pada dasarnya suatu penafsiran atas
perjanjian internasional merupakan usaha untuk menjelaskan makna dari isi
perjanjian tersebut.
3. Jelaskan proses perubahan dalam perjanjian internasional dalam kaitannya dengan
proses modifikasi dan amandemen?
Jawab : Seperti halnya hukum yang senantiasa perlu mengikuti perkembangan jaman,
demikian pula perjanjian internasional yang perlu fleksibel dalam penerapannya.
Dalam rangka mengakomodir kepentingan para pihak, setiap perjanjian internasional
pada umumnya membuka ruang bagi sejumlah perubahan atas ketentuan-ketentuan di
dalam perjanjian. Hal ini dikenal dengan istilah amandemen dan modifikasi.
Amandemen atas perjanjian internasional dapat diartikan sebagai tindakan formal
untuk mengubah ketentuan suatu perjanjian internasional yang menyangkut
kepentingan semua pihak, sedangkan modifikasi merupakan tindakan formal untuk
mengubah ketentuan suatu perjanjian internasional yang menyangkut beberapa pihak
tertentu saja tanpa mempengaruh pihak-pihak lainnya.