MAKALAH
2023
II
Kata Pengantar
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang
telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga
saya dapat menyelesaikan makalah ilmiah tentang GUGATAN DALAM
HUKUM ACARA PERDATA.
Terlepas dari semua itu, Saya menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh
karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari
pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini.
M. Faqihudin Arief
III
Daftar Isi
Pendahuluan
A. Latar Belakang
Manusia dalam berinterkasi satu sama lainnya dalam kehidupan masyarakat
sering menimbulkan konfilk. Konflik ini adakalanya dapat diselesaikan secara damai,
tetapi adakalanya konflik tersebut menimbulkan ketegangan yang terus- menerus
sehingga menimbulkan kerugian pada kedua belah pihak. Agar dalam
mempertahankan hak masing-masing pihak itu tidak melampaui batas-batas dari
norma yang ditentukan maka perbuatan sekehendaknya sendiri haruslah dihindarkan.
Apabila para pihak merasa hakhaknya terganggu dan menimbulkan kerugian, maka
orang yang merasa haknya dirugikan dapat mengajukan gugatan kepada Pengadilan
Negeri dengan prosedur yang berlaku.
Menurut Darwin Prints, Gugatan adalah suatu upaya atau tindakan untuk
menuntut hak atau memaksa pihak lain untuk melaksanakan tugas atau kewajibannya,
guna memulihkan kerugian yang diderita oleh Penggugat melalui putusan pengadilan.
Sementara itu Sudikno Mertokusumo mengemukakan bahwa gugatan itu adalah
tuntutan hak yaitu tindakan yang bertujuan memberikan perlindungan yang diberikan
oleh pengadilan untuk mencegah perbuatan main hakim sendiri (eigenrighting).
Perkara gugatan merupakan perkara yang diajukan ke pengadilan yang
didalamnya terdapat konflik atau sengketa yang meminta hakim untuk mengadili dan
memutus siapa diantara pihak-pihak yang bersengketa atau berkonflik tersebut yang
benar. Perkara gugatan disini termasuk dalam lingkup perkara perdata yang diatur
tersendiri oleh hukum acara perdata.
Tuntutan hak adalah tindakan yang bertujuan memperoleh perlindungan hak
yang diberikan oleh pengadilan untuk mencegah “eigenrighting” (main hakim sendiri).
Tindakan menghakimi sendiri merupakan tindakan untuk melaksanakan hak menurut
kehendaknya sendiri yang bersifat sewenang-wenang, tanpa persetujuan dari pihak
lain yang berkepentingan, sehingga akan menimbulkan kerugian. Tindakan
menghakimi sendiri ini tidak dibenarkan dalam hal kita hendak memperjuangkan atau
melaksanakan hak kita.
2|Perihal Gugatan dalam Hukum Acara Perdata
C. Tujuan
1. Mengetahui pemahaman dari gugatan;
2. Memahami hal-hal terkait gugatan;
3. Sanggup menerapkan secara teoris dan praktis.
Pembahasan
A. Permohonan Gugatan
Gugatan adalah surat yang diajukan oleh penggugat terhadap tergugat ke
Pengadilan Negeri/ Mahkamah Syari’ah, yang memuat tuntutan hak yang di
dalamnya mengandung suatu sengketa dan merupakan landasan dasar
pemeriksaan perkara dan suatu pembuktian kebenaran suatu hak.
Gugatan dapat diajukan dapat berbentuk tertulis (Pasal 118 HIR/Pasal 142
RBg) dan lisan (Pasal 120 HIR/Pasal 144 RBg). Gugatan lisan diajukan bilamana
penggugat buta huruf maka surat gugatannya yang dapat dimasukannya dengan
lisan kepada ketua pengadilan negeri yang mencatat gugatan, seperti yang
diuraikan dalam Pasal 120 HIR. Pada saat ini, gugatan lisan sudah tidak lazim
3|Perihal Gugatan dalam Hukum Acara Perdata
pernyataan yang bertentangan satu sama lain disebut abscuur libel (gugatan yang
tidak jelas dan tidak dapat dijawab dengan mudah oleh pihak tergugat sehingga
menyebabkan ditolaknya gugatan) berakibat tidak diterimanya gugatan tersebut.
menurut Pasal 272 Rv dilakukan oleh penggugat sendiri secara pribadi. Hal ini
karena penggugat sendiri yang paling berhak melakukan pencabutan karena dia
sendiri yang paling mengetahui hak dan kepentingannya dalam kasus perkara
yang bersangkutan.
Pencabutan dapat juga dilakukan oleh kuasa yang ditunjuk oleh penggugat
berdasarkan surat kuasa khusus yang tetapkan dalam Pasal 123 HIR yang
didalamnya dengan tegas diberi penugasan untuk mencabut atau dapat uga
dituangkan dalam surat kuasa tersendiri yang secara khusus memberi penegasan
untuk melakukan pencabutan gugatan.
Pencabutan gugatan yang sudah diperiksa dilakukan dalam sidang
pencabutan dilakukan pada sidang, apabila perkara telah diperiksa, minimal pihak
tergugat telah menyampaikan jawaban: pencabutan mutlak harus dilakukan dan
disampaikan penggugat pada sidang pengadilan. Penyampaian pencabutan
dilakukan pada sidang yang dihadiri tergugat. Kalau begitu pencabutan hanya
dapat dilakukan dan dibenarkan pada sidang pengadilan yang memenuhi syarat
contradictoir, yaitu harus dihadiri para pihak. Tidak dibenarkan pencabutan dalam
persidangan secara ex parte (tanpa dihadiri tergugat).
Jika pemeriksaan perkara sudah berlangsung, pencabutan harus mendapat
persetujuan tergugat. Oleh karena itu, jika ada pengajuan pencabutan gugatan
disidang pengadilan, proses yang harus ditempuh majelis untuk
menyelesaikannya adalah sebagai berikut: Majelis menanyakan pendapat
tergugat, tergugat menolak pencabutan (maka majelis hakim harus tunduk atas
penolakan tersebut, majelis hakim harus menyampaikan pernyataan dalam sidang
bahwa pemeriksaan harus dilanjutkan, memerintahkan panitera untuk mencatat
penolakan tersebut dalam berita acara).
Tergugat menyetujui pencabutan, majelis hakim menerbitkan putusan/
penetapan pencabutan. Maka putusan tersebut bersifat final dalam arti sengketa
antara penggugat dan tergugat berakhir. Majelis memerintahkan pencoretan
perkara dari register atas alasan pencabutan.
Akibat hukum pencabutan Pasal 272 Rv, pencabutan gugatan bersifat final
mengakhiri perkara. Tidak menjadi soal apabila pencabutan tersebut dilakukan
sebelum proses pemeriksaan. Walaupun pencabutan tersebut bercorak ex parte
8|Perihal Gugatan dalam Hukum Acara Perdata
Penutup
A. Kesimpulan
1. Permohonan gugatan harus memenuhi syarat sebelum diajukan;
2. Dalam membuat suatu gugatan memang diperlukan kecermatan dan
kehati-hatian, karena kekeliruan-kekeliruan yang dibuat dalam membuat
gugatan baik itu yang mengakibatkan syarat formil dan materiil gugatan
tidak terpenuhi akan membuat gugatan kandas ditengah jalan;
3. Putusan pencabutan gugatan mengikat (binding) sebagaimana putusan
yang telah berkekuatan hukum tetap. Tertutup bagi para pihak untuk
mengajukan segala bentuk upaya hukum. Pengajuan kembali gugatan
yang telah dicabut di dalam Pasal 124 HIR masih tetap memberi hak
kepada penggugat untuk mengajukan kembali gugatan yang digugurkan
sebagai perkara baru, dengan syarat dibebani membayar biaya perkara.
Gugatan yang dicabut tanpa persetujuan tergugat dapat diajukan kembali.
Gugatan yang dicabut atas persetujuan tergugat tidak dapat diajukan
kembali.
9|Perihal Gugatan dalam Hukum Acara Perdata
Daftar Pustaka
AbdulKadir Muhammad, 2000, Hukum Acara Perdata Indonesia, Citra Aditya Bakti,
Bandung.
M. Yahya Harahap, 2005, Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan, Persidangan,
Penyitaan, Pembuktian dan Putusan Pengadilan, Sinar Grafika, Jakarta.
Retnowulan Sutantio, dan Iskandar Oeripkartawinata, 2005, Hukum Acara Perdata
Dalam Teori dan Praktek, Mandar Maju, Bandung.
R.Soeroso, Praktik Hukum Acara Perdata, Contoh Bentuk Surat di Bidang
Kepengacaraan Perdata, 2005, Sinar Grafika, Jakarta.
Sudikno Mertokusumo, 2002, Hukum Acara Perdata Indonesia, Liberty, Yogyakarta.
Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang
Nomor 14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung.
Undang-Undang Nomor 49 Tahun 2009 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 1986 Tentang Peradilan Umum.
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986 jo UU Nomor 9 Tahun 2004 tentang Peradilan Tata
Usaha Negara.
Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Undang-undang Nomor 7
Tahun 1989 tentang Peradilan Agama.
Undang-undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer.