Anda di halaman 1dari 15

ALUR PENGAJUAN GUGATAN DAN PERSIDANGAN

DI PENGADILAN AGAMA

MAKALAH
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Penilaian Ujian Akhir Semester
Pada Mata Kuliah Hukum Acara Peradilan Agama

Dosen : Muhamad Yusar, S.H., M.H

Disusun Oleh :
1. Aldestianah (211401)
2. Firyal Kamila (211020)
3. Intan Maulidah (211308)

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS PRIMAGRAHA

2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan
Makalah ini dengan baik, yang alhamdulillah tepat pada waktu yang telah ditentukan,
yang berjudul Alur Pengajuan Gugatan dan Persidangan di Pengadilan Agama.
Makalah ini disusun untuk memenuhi persyaratan penilaian Ujian Akhir
Semester dari mata kuliah Hukum Acara Peradilan Agama oleh bapak Muhamad
Yusar, S.H., M.H.

Diluar itu kami menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak kekurangan dari
penulisan makalah ini, baik dari segi bahasa maupun isi. Oleh sebab itu, kami dengan
kerendahan menerima segala kritik dan saran yang membangun dari pembaca kepada
kami. Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan bagi
pembaca.

Serang, 8 Juni 2023

Kelompok 3

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
A. Latar Belakang.............................................................................................1
B. Rumusan Masalah........................................................................................3

BAB II PEMBAHASAN........................................................................................4
A. Pengertian Gugatan......................................................................................4
B. Pembuatan Surat Gugatan...........................................................................4
1. Perkara Cerai Gugat.................................................................................4
2. Perkara Cerai Talak.................................................................................6
3. Perkara Gugatan Lainnya.........................................................................7
4. Perkara Verzet..........................................................................................8
C. Alur Persidangan di Pengadilan Agama.....................................................9

BAB II PENUTUP.................................................................................................11
A. Kesimpulan..................................................................................................11

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................12

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Peradilan agama berwenang memeriksa berwenang memeriksa, mengadili,
memutus dan menyelesaikan perkara antara orang-orang yang beragama Islam
sesuai ketentuan peraturan Perundang-undangan. Kewenangan pengadilan agama
sebagaimana diatur dalam UU No 3 tahun 2006 tentang perubahan atas UU No.7
Tahun 1989 tentang peradiilan agama yaitu :
- Perkawinan - Zakat
- Waris - Infaq
- Wasiat - Shodaqoh
- Hibah - Ekonomi Syariah

Dalam hal ini bahwa Peradilan Agama adalah Peradilan Perdata dan
Peradilan islam di Indonesia jadi ia harus mengindahkan peraturan perundang-
undangan negara dan syariat islam sekaligus. Oleh karena itu, rumusan Acara
Peradilan Agama diusulkan sebagai berikut:

 Segala peraturan baik yang bersumber dari peraturan perundang-undangan


negara maupun dari syariat islam yang mengatur bagaimana cara bertindak
ke muka Pengadilan Agama tersebut menyelesaikan perkaranya, untuk
mewujudkan hukum material islam yang menjadi kekuasaan peradilan
Agama.

 Untuk menghindari kekeliruan pengertian antara Peradilan Agama dengan


Peradilan Islam, perlu adanya kejelasan kearah pengertian tersebut.

 Peradilan Agama sebagai perwujudan Peradilan Islam di Indonesia dapat


dilihat dari beberapa sudut pandang:
a. Secara filosofis peradilan dibentuk dan dikembangkan untuk menegakan
hukum dan keadilan. Hukum yang ditegakan adalah hukum Allah yang

1
telah disistematisasi oleh manusia.
b. Secara yuridis hukum islam (di bidang perkawinan, kewarisan, wasiat,
hibah, wakaf, shadaqah) berlaku di Peradilan Agama.
c. Secara Historis Peradilan Agama merupakan salah satu mata rantai
Peradilan Islam yang berkesinambungan sejak masa Rasulullah Saw.
d. Secara Sosiologis Peradilan Agama didukung dan dikembangkan oleh
dan di dalam masyarakat islam.

Unsur-unsur Peradilan Agama meliputi:


kekuasaan Negara yang merdeka, penyelenggara kekuasaan negara yaitu
pengadilan, perkara yang menjadi wewenang Pengadilan, orang-orang yang
berperkara, hukum yang dijadikan rujukan dalam berperkara, prosedur dalam
menerima memeriksa mengadili, memutus, dan menyelesaikan perkara,
penegakan hukum dan keadilan, sebagai tujuan.
Undang-undang aturan Hukum Acara Peradilan Agama disebutkan pada bab
IV undang-undang Peradilan Agama. Diantaranya bahwa Hukum Acara yang
berlaku di Pengadilan Agama Adalah Hukum Acara Perdata yang berlaku pada
pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum berlaku pada pengadilan dalam
lingkungan Peradilan Umum, kecuali yang telah diatur secara khusus dalam
Undang-undang Peradilan Agama. Dalam suatu perkara tentunya ada dua pihak
yang saling menggugat dan di gugat serta ada yang meminta haknya atau
pemohon yang sering kita dengar dengan istillah permohonan. Dalam menghadapi
masalah perdata seseorang yang menghadapi masalah bisa mengajukan surat
gugatan perdata kepada pengadilan setempat (Pengadilan Agama).
Surat gugatan perdata dan surat permohonan dibuat oleh pengacara atau
kantor advokad yang di tunjuk oleh orang yang berpekara dan yang telah di beri
kewenangan oleh yang bersangkutan (orang yang berpekara tersebut). Surat ini
merupakan permohonan dari pihak penggugat kepada pengadilan untuk
menyelenggarakan persidangan antar pihak penggugat dan tergugat terkait kasus
yang menimpa pihak penggugat.Sedangkan surat permohonan merupakan surat
untuk memperoleh hak-hak atau kerugian yang harus di tanggung oleh tergugat.

2
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan gugatan?
2. Bagaimana cara membuat surat gugatan?
3. Bagaimana alur gugatan?
4. Bagaimana alur persidangan di Pengadilan Agama?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui apa itu gugatan.
2. Untuk mengetahui cara membuat surat gugatan.
3. Untuk mengetahui alur gugatan.
4. Untuk mengetahui alur persidangan di Pengadilan Agama.

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Gugatan
Gugatan adalah surat yang diajukan oleh penggugat pada ketua pengadilan
yang berwenang yang memuat tuntutan hak yang di dalamnya mengandung suatu
sengketa dan melupakan dasar landasan pemeriksaan perkara dan suatu
pembuktian kebenaran suatu hak.

B. Pembuatan Surat Gugatan


Gugatan harus diajukan secara tertulis oleh penggugat atau kuasanya dan
bagi yang buta huruf dapat mengajuakan secara lesan. Surat gugatan harus
memuat diantaranya:
1. Identitas para pihak (nama lengkap, gelar, alias, julukan, bin atau binti, umur,
agama, pekerjaan, tempat tinggal, dan statusnya sebagai penggugat atau
tergugat),
2. Posita atau position (fakta-fakta atau hubungan hukum yang terjadi antara dua
belah pihak) dan
3. petita atau petitum (isi tuntutan)

Namun surat gugatan dapat dibuat sesuai dengan perkaranya, yaitu:


 PERKARA CERAI GUGAT
1. Langkah yang harus dilakukan Penggugat (istri/kuasanya) :
a) Mengajukan gugatan secara tertulis atau lisan kepada Pengadilan
Agama/Mahkamah Syariah (pasal 118 HIR 142 Rbg jo pasal 73 UU
nomor 7 tahun 1989 yang telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 3
Tahun 2006).
b) Penggugat dianjurkan untuk meminta petunjuk kepada Pengadilan
Agama/Mahkamah Syariah tentang tata cara membuat surat gugatan
(pasal 118 HIR 142 Rbg jo pasal 58 UU nomor 7 tahun 1989 yang

4
telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006).
c) Surat gugatan dapat dirubah sepanjang tidak mengubah posita dan
petitum. Jika Tergugat telah menjawab surat gugatan tersebut harus
atas persetujuan Tergugat.
2. Gugatan tersebut diajukan kepada Pengadilan Agama/Mahkamah Syariah:
a) Yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman Penggugat (pasal
73 ayat (1) UU no 7 tahun 1989 yang telah diubah oleh Undang-
Undang Nomor 3 Tahun 2006).
b) Bila Penggugat meninggalkan tempat kediaman yang telah disepakati
bersama tanpa izin Tergugat, maka gugatan harus diajukan kepada
Pengadilan Agama/Mahkamah Syariah yang daerah hukumnya
meliputi tempat kediaman Tergugat (pasal 32 ayat (2) UU no 1 tahun
1974 jo pasal 73 ayat (1) UU no 7 tahun 1989 yang telah diubah oleh
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006).
c) Bila Penggugat berkediaman di luar negeri, maka gugatan diajukan
kepada Pengadilan Agama/Mahkamah Syariah yang daerah hukumnya
meliputi tempat kediaman Tergugat (pasal 73 ayat (2) UU no 7 tahun
1989 yang telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006).
d) Bila Penggugat dan Tergugat bertempat kediaman di luar negeri, maka
gugatan diajukan kepada Pengadilan Agama/Mahkamah Syariah yang
daerah hukumnya meliputi tempat dilangsungkan pernikahan atau
kepada Pengadilan Agama Jakarta pusat (pasal 73 ayat (3) UU no 7
tahun 1989 yang telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 3 Tahun
2006).
3. Gugatan tersebut memuat :
a) Nama, umur, pekerjaan, agama, dan tempat kediaman Penggugat dan
Tergugat.
b) Posita (fakta kejadian dan fakta hukum).
c) Petitum (hal-hal yang dituntut berdasarkan posita).
4. Gugatan soal penguasaan anak, nafkah anak, nafkah istri dan harta
bersama, dapat diajukan bersama-sama dengan gugatan atau sesudah

5
putusan perceraian memperoleh kekuatan hukum tetap (pasal 66 ayat (5)
UU no 7 tahun 1989 yang telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 3
Tahun 2006).
5. Membayar biaya perkara (pasal 121 ayat (4) HIR, 145 ayat (4) Rbg jo
pasal 89 UU no 7 tahun 1989 yang telah diubah oleh Undang-Undang
Nomor 3 Tahun 2006. Bagi yang tidak mampu, dapat berperkara secara
cuma-cuma/prodeo (pasal 237 HIR, 273 Rbg).
6. Penggugat dan Tergugat atau kuasanya menghadiri persidangan
berdasarkan panggilan Pengadilan Agama/Mahkamah Syariah.

 PERKARA CERAI TALAK


1. Langkah yang harus dilakukan Pemohon (suami/kuasanya) :
a) Mengajukan permohonan secara tertulis atau lisan kepada Pengadilan
Agama/Mahkamah Syariah (pasal 118 HIR 142 Rbg jo pasal 66 UU
nomor 7 tahun 1989 yang telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 3
Tahun 2006).
b) Pemohon dianjurkan untuk meminta petunjuk kepada Pengadilan
Agama/Mahkamah Syariah tentang tata cara membuat surat
permohonan (pasal 119 HIR 143 Rbg jo pasal 58 UU nomor 7 tahun
1989 yang telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006).
2. Surat permohonan dapat dirubah sepanjang tidak mengubah posita dan
petitum. Jika Termohon telah menjawab surat permohonan tersebut harus
atas persetujuan Termohon.
3. Permohonan tersebut diajukan kepada Pengadilan Agama/Mahkamah
Syariah:
a) Yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman Termohon (pasal
66 ayat (2) UU no 7 tahun 1989 yang telah diubah oleh Undang-
Undang Nomor 3 Tahun 2006).
b) Bila Termohon meninggalkan tempat kediaman yang telah disepakati
bersama tanpa izin Pemohon, maka permohonan harus diajukan
kepada Pengadilan Agama/Mahkamah Syariah yang daerah hukumnya

6
meliputi tempat kediaman Pemohon (pasal 66 ayat (2) UU no 7 tahun
1989 yang telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006).
c) Bila Termohon berkediaman di luar negeri, maka permohonan
diajukan kepada Pengadilan Agama/Mahkamah Syariah yang daerah
hukumnya meliputi tempat kediaman Pemohon (pasal 66 ayat (3) UU
no 7 tahun 1989 yang telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 3
Tahun 2006).
d) Bila Pemohon dan Termohon bertempat kediaman di luar negeri,
maka permohonan diajukan kepada Pengadilan Agama/Mahkamah
Syariah yang daerah hukumnya meliputi tempat dilangsungkan
pernikahan atau kepada Pengadilan Agama Jakarta pusat (pasal 66
ayat (4) UU no 7 tahun 1989 yang telah diubah oleh Undang-Undang
Nomor 3 Tahun 2006).
4. Permohonan tersebut memuat :
a) Nama, umur, pekerjaan, agama, dan tempat kediaman Pemohon dan
Termohon.
b) Posita (fakta kejadian dan fakta hukum).
c) Petitum (hal-hal yang dituntut berdasarkan posita).
5. Permohonan soal penguasaan anak, nafkah anak, nafkah istri dan harta
bersama, dapat diajukan bersama-sama dengan permohonan cerai talak
atau sesudah ikrar talak diucapkan (pasal 66 ayat (5) UU no 7 tahun 1989
yang telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006).
6. Membayar biaya perkara (pasal 121 ayat (4) HIR, 145 ayat (4) Rbg jo
pasal 89 UU no 7 tahun 1989). Bagi yang tidak mampu, dapat berperkara
secara cuma-cuma/prodeo (pasal 237 HIR, 273 Rbg).

 PERKARA GUGATAN LAINNYA


1. Langkah yang harus dilakukan Penggugat (istri/kuasanya) :
a) Mengajukan gugatan secara tertulis atau lisan kepada Pengadilan
Agama/Mahkamah Syariah (pasal 118 HIR 142 Rbg).

7
b) Gugatan tersebut diajukan kepada Pengadilan Agama/Mahkamah
Syariah:
 Yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman Tergugat.
 Bila tempat kediaman Tergugat tidak diketahui, maka gugatan
diajukan kepada Pengadilan Agama/Mahkamah Syariah yang
daerah hukumnya meliputi tempat kediaman Penggugat.
 Bila mengenai benda tetap, maka gugatan dapat diajukan kepada
Pengadilan Agama/Mahkamah Syariah yang daerah hukumnya
meliputi tempat letak benda tersebut. Bila benda tetap tersebut
terletak dalam wilayah beberapa Pengadilan Agama/Mahkamah
Syariah, maka gugatan dapat diajukan kepada salah satu
Pengadilan Agama/Mahkamah Syariah yang dipilih oleh
Penggugat (pasal 118 HIR, 142 Rbg).
2. Membayar biaya perkara (pasal 121 ayat (4) HIR, 145 ayat (4) Rbg jo
pasal 89 UU no 7 tahun 1989 yang telah diubah oleh Undang-Undang
Nomor 3 Tahun 2006). Bagi yang tidak mampu, dapat berperkara secara
cuma-cuma/prodeo (pasal 237 HIR, 273 Rbg).
3. Penggugat dan Tergugat atau kuasanya menghadiri sidang pemeriksaan
berdasarkan panggilan Pengadilan Agama/Mahkamah Syariah (pasal 121,
124 dan 125 HIR, 145 Rbg).

 PERKARA VERZET
Verzet adalah Perlawanan Tergugat/Termohon atas Putusan yang
dijatuhkan secara Verstek.
Tenggang Waktu Untuk Mengajukan Verzet/Perlawanan :
a) Dalam waktu 14 hari setelah putusan diberitahukan (Pasal 129 (2) HIR).
b) Sampai hari ke 8 setelah teguran seperti dimaksud Pasal 196 HIR; apabila
yang ditegur itu datang menghadap.
c) Kalau tidak datang waktu ditegur sampai hari ke 8 setelah eksekutarial
(pasal 129 HIR). 1

1
Retno Wulan SH. hal 26

8
Perlawanan Terhadap Verstek, Bukan Perkara Baru
Perlawanan merupakan satu kesatuan yang tidak terpisah dengan gugatan
semula. Oleh karena itu, perlawanan bukan gugatan atau perkara baru,
tetapi tiada lain merupakan bantahan yang ditujukan kepada
ketidakbenaran dalil gugatan, dengan alasan putusan verstek yang
dijatuhkan, keliru dan tidak benar. Putusan MA No. 494K/Pdt/1983
mengatakan dalam proses verzet atas verstek, pelawan tetap berkedudukan
sebagai tergugat dan terlawan sebagai Penggugat 2.

C. ALUR PERSIDANGAN
 Setelah perkara didaftarkan, Pemohon atau Penggugat dan pihak
Termohon atau Tergugat serta Turut Termohon atau Turut Tergugat
menunggu Surat Panggilan untuk menghadiri persidangan.
 Tahapan Persidangan:
a) Upaya perdamaian
b) Pembacaan permohonan atau gugatan
c) Jawaban Termohon atau Tergugat
d) Replik Pemohon atau Penggugat
e) Duplik Termohon atau Tergugat
f) Pembuktian (Pemohon/Penggugat dan Termohon/Tergugat)
g) Bukti Saksi (Pemohon/Penggugat dan Termohon/Tergugat)
h) Kesimpulan (Pemohon/Penggugat dan Termohon/Tergugat)
i) Musyawarah Majelis
j) Pembacaan Putusan/Penetapan
 Setelah perkara diputus, pihak yang tidak puas atas putusan tersebut dapat
mengajukan upaya hukum (verset, banding, dan peninjauan kembali)

2
Yahya Harahap, Hukum acara Perdata, hal. 407

9
selambat-lambatnya 14 hari sejak perkara diputus atau diberitahukan.
 Setelah putusan mempunyai kekuatan hukum tetap, untuk perkara
permohonan talak, Pengadilan Agama:
a) Menetapkan hari sidang ikrar talak.
b) Memanggil Pemohon dan Termohon untuk menghadiri sidang ikrar
talak.
c) Jika dalam tenggang waktu 6 (enam) bulan sejak ditetapkan sidang
ikrar talak, suami atau kuasanya tidak melaksanakan ikrar talak di
depan sidang, maka gugurlah kekuatan hukum penetapan tersebut
dan perceraian tidak dapat diajukan berdasarkan alasan hukum
yang sama.
 Setelah pelaksanaan sidang ikrar talak, maka dapat dikeluarkan Akta
Cerai.
 Setelah putusan mempunyai kekuatan hukum tetap, untuk perkara cerai
gugat, maka dapat dikeluarkan Akta Cerai.
 Untuk perkara lainnya, setelah putusan mempunyai kekuatan hukum tetap,
maka para pihak yang berperkara dapat meminta salinan putusan.
 Apabila pihak yang kalah dihukum untuk menyerahkan obyek sengketa,
kemudian tidak mau menyerahkan secara sukarela, maka pihak yang
menang dapat mengajukan permohonan eksekusi ke Pengadilan Agama
yang memutus perkara tersebut.

10
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
 Peradilan agama berwenang memeriksa berwenang memeriksa,
mengadili, memutus dan menyelesaikan perkara antara orang-orang
yang beragama Islam sesuai ketentuan peraturan Perundang-
undangan. Kewenangan pengadilan agama sebagaimana diatur dalam
UU No 3 tahun 2006 tentang perubahan atas UU No.7 Tahun 1989
tentang peradiilan agama.

 Gugatan adalah surat yang diajukan oleh penggugat pada ketua


pengadilan yang berwenang yang memuat tuntutan hak yang di
dalamnya mengandung suatu sengketa dan melupakan dasar landasan
pemeriksaan perkara dan suatu pembuktian kebenaran suatu hak.

 Gugatan harus diajukan secara tertulis oleh penggugat atau kuasanya


dan bagi yang buta huruf dapat mengajuakan secara lesan. Surat
gugatan harus memuat diantaranya:
1. Identitas para pihak (nama lengkap, gelar, alias, julukan, bin atau
binti, umur, agama, pekerjaan, tempat tinggal, dan statusnya
sebagai penggugat atau tergugat),
2. Posita atau position (fakta-fakta atau hubungan hukum yang terjadi
antara dua belah pihak) dan
3. petita atau petitum (isi tuntutan)

11
DAFTAR PUSTAKA

A. Buku
Dr. Sudirman L, M.H, Hukum Acara Peradilan Agama, Sulawesi Selatan : IAIN
Parepare Nusantara Press, 2021.
B. Internet
Mahkamah Agung Republik Indonesia, Pengadilan Agama Baturaja Kelas 1A.
Prosedur Gugatan. 2021. Prosedur Gugatan (pa-baturaja.go.id). di akses pada
tanggal 7 Juni 2023 pukul 13.10 WIB.
Mahkamah Agung Republik Indonesia, Pengadilan Agama Jakarta Timur.
Prosedur Persidangan. 2021. Prosedur Persidangan (pa-jakartatimur.go.id). di
akses pada tanggal 7 Juni 2023 pukul 13.24 WIB.

12

Anda mungkin juga menyukai