Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

PENDAFTARAN GUGATAN DAN PERMOHONAN DALAM PERADILAN AGAMA

Makalah ini disusun untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Hukum Acara Peradilan Agama
Dosen Pengampu :
Prof. Dr. H. Ahmad Tholabi Kharlie, SH., M.Ag., MH.

Disusun Oleh Kelompok 5 :

Alfazri 11210480000103
Muhammad Abdullah Azzam 11210480000117
Choyrunisa Vedorofa 11210480000149

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM


FAKULTAH SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1444 H/2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa pemakalah haturkan atas kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini sesuai
harapan dengan judul “Pendaftaran Gugatan Dan Permohonan Dalam Peradilan Agama”.
Shalawat serta salam juga tak lupa tercurah kepada bagginda Nabi besar kita, Nabi Muhammad
SAW beserta keluarga dan sahabatnya yang membawa kita semua dari zaman Jahiliah menuju
zaman yang terang benderang akan cahaya-cahaya ilmu penuh berkah-Mu ini. Semoga kita
selalu berada dalam syafa’at-Nya. Aamiin.
Tujuan disusunnya makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Hukum
Acara Peradilan Agama pada semester 5 di Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. Kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. H. Ahmad
Tholabi Kharlie, SH., M.Ag., MH. selaku dosen pengampu yang telah memberikan ilmu
kepada kami dan memberikan tugas makalah ini. Kami berharap dengan adanya tugas makalah
ini dapat bermanfaat dan menambah pengetahuan terutama bagi kami para pemakalah.

Masih banyak cacat dan cela pada makalah ini. Oleh karena itu, kritik dan saran yang
bersifat membangun sangat diperlukan demi perbaikan yang berarti. Segala kekurangan yang
ada pada makalah ini adalah milik pemakalah, dan segala kelebihannya milik Allah SWT.
Pemakalah hanya dapat berikhtiar, berdoa, ikhlas, dan mempasrahkan kepada Allah SWT.
Semoga karya sederhana ini dapat bermanfaat bagi pemakalah khususnya, dan bagi para
pembaca pada umumnya.

Jakarta, 13 Oktober 2023

Kelompok 5

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................... ii

DAFTAR ISI ................................................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................. 1

A. Latar Belakang ................................................................................................... 1


B. Rumusan Masalah .............................................................................................. 1
C. Tujuan ................................................................................................................. 1

BAB II PEMBAHASAN .............................................................................................. 2

A. Tata Cara Pengajuan Berkas di Kepanitraan ..................................................... 2


B. Pembayaran Biaya Panjar dan Pendaftran Perkara ............................................ 3

BAB III PENUTUP ...................................................................................................... 8

A. Kesimpulan......................................................................................................... 8
B. Saran ................................................................................................................... 8

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................... 9

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Peradilan Agama memiliki peranan penting dalam masalah hukum yang terkait
di Negara ini salah satunya dalam menangani masalah perdata. Jika tidak ada Peradilan
Agama entah apa yang terjadi dengan suatu negara tersebut, yang jelas pemerintahan
yang berjalan tidak akan seimbang. Akan banyak sekali kekacauan yang terjadi dan
tidak akan bisa dikondisikan dengan waktu yang singkat.
Dalam suatu perkara tentunya ada dua pihak yang saling menggugat dan di gugat
serta ada yang meminta haknya atau pemohon yang dikenal dengan istillah
permohonan. Dalam menghadapi masalah perdata seseorang yang menghadapi masalah
bisa mengajukan surat gugatan perdata kepada pengadilan setempat atau Pengadilan
Agama.
Surat gugatan perdata dan surat permohonan dibuat oleh pengacara atau kantor
advokad yang di tunjuk oleh orang yang berpekara dan yang telah di beri kewenangan
oleh yang bersangkutan. Surat ini merupakan permohonan dari pihak penggugat kepada
pengadilan untuk menyelenggarakan persidangan antar pihak penggugat dan tergugat
terkait kasus yang menimpa pihak penggugat. Sedangkan surat permohonan merupakan
surat untuk memperoleh hak-hak atau kerugian yang harus di tanggung oleh tergugat.
Oleh karena itu penting untuk mempelajari tentang pendaftaran gugatan dan
permohonan.

B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dari makalah ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana tata cara pengajuan berkas di kepanitraan ?


2. Bagimana tata cara pembayaran biaya panjar dan pendaftaran perkara ?

C. Tujuan

Adapun tujuan dari makalah ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui bagaimana tata cara pengajuan berkas di kepanitraan


2. Untuk mengetahui bagimana tata cara pembayaran biaya panjar dan pendaftaran
perkara

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Tata Cara Pengajuan Berkas di Kepanitraan

Pengadilan Agama merupakan salah satu penyelenggara kekuasaan kehakiman yang


memberikan layanan hukum bagi rakyat pencari keadilan yang beragama Islam mengenai
perkara perdata tertentu yang diatur dalam Undang-undang Nomor 7 tahun 1989 tentang
Peradilan Agama yang telah diubah dengan Undang-undang Nomor 3 tahun 2006 dan
Undang-undang Nomor 50 Tahun 2009. Susunan organisasi Kepaniteraan Pengadilan
Agama terdiri dari empat unsur, yaitu Sub atau urusan kepaniteraan permohonan, sub atau
urusan kepaniteraan gugatan, sub atau urusan kepaniteraan hukum, dan kelompok tenaga
fungsional kepaniteraan.

Untuk melaksanakan tertib administrasi perkara di Pengadilan Agama dan dalam rangka
penyelenggaraan administrasi peradilan yang seragam, baik, dan tertib. Ketua Mahkamah
Agung RI dengan suratnya tertanggal 24 Januari 1991 No. KMA/001/SK/1991 telah
menetapkan pola-pola pembinaan dan pengendalian administrasi perkara.

Pada prinsipnya, prosedur penerimaan perkara di Pengadilan Agama ditentukan dengan


model unit, yang disebut meja satu, meja dua, meja tiga yang masing-masing unit
mempunyai tugas dan tanggung jawab sendiri-sendiri tetapi berkaitan satu dengan yang
lain. Pelaksanaan tugas unit-unit ini dilakukan oleh Sub Kepaniteraan Perkara di bawah
pengamatan langsung Wakil Panitera.

1. Meja Satu
a. Menerima gugatan dan permohonan, termasuk permohonan banding, kasasi,
PK, maupun eksekusi, dengan catatan bahwa permohonan verzet tegen verstek
tidak didaftar sebagai perkara baru, tetapi denden verzet didaftar sebagai
perkara baru.
b. Menaksir biaya yang dituangkan dalam SKUM.
c. Menyerahkan surat gugat/permohonan, permohonan banding, kasasi, PK,
maupun eksekusi, yang telah dilengkapi dengan SKUM kepada yang
bersangkutan agar membayar biaya panjar perkara kepada pemegang kas.
d. Pemegang kas (Kasir) adalah bagian dari meja pertama yang bertugas antara
lain:
• Menerima dan membukukan uang panjar biaya perkara yang tercantum
pada SKUM ke dalam jurnal keuangan yang bersangkutan (nomor jurnal
dengan nomor perkara)

2
• Mengeluarkan dan membukukan/mencatat uang biaya administrasi dan
biaya proses perkara
• Seminggu sekali pemegang kas harus menyerahkan uang hak-hak
kepaniteraan kepada bendahara penerima untuk disetorkan ke Kas Negara,
yang dicatat pada kolom 13 KI-PA8
• Pencatatan masuk keluarnya uang perkara dalam buku induk keuangan
dilakukan oleh panitera atau staf yang ditunjuk.
2. Meja Dua
a. Mendaftar perkara yang masuk ke dalam buku register induk perkara perdata
sesuai dengan nomor perkara yang tercantum pada SKUM/surat
gugatan/permohonan. Pendaftaran perkara baru dapat dilaksanakan setelah
panjar biaya perkara lunas dibayar pada Pemegang Kas.
b. Mengisi kolom-kolom buku register dengan tertib, rapi, teliti, dan cermat,
seperti misalnya tentang PHS, penundaan sidang, sebab penundaan sidang,
amar putusan, PBT, dsb.
c. Menyerahkan berkas perkara yang diterima yang telah dilengkapi formulir
Penetapan Majelis Hakim (PMH) kepada Wakil Panitera untuk diteruskan
kepada Ketua Pengadilan Agama (KPA).
d. Menyerahkan berkas perkara yang telah ditentukan majelis hakimnya kepada
Ketua Majelis Hakim yang ditunjuk disertai formulir Penetapan Hari Sidang
(PHS)
3. Meja Tiga
a. Menyiapkan dan menyerahkan salinan putusan apabila ada permintaan dari
para pihak.
b. Menerima dan memberikan tanda terima atas: memori/kontra memori
banding, memori/kontra memori kasasi, jawaban/tanggapan atas alasan PK.
c. Menyusun/menjahit/mempersiapkan berkas (tugas pembundelan berkas)
d. Mengatur giliran tugas jurusita/jurusita pengganti yang ditunjuk oleh
panitera.1

B. Pembayaran Biaya Panjar dan Pendaftaran Perkara


Petugas Meja Pertama menyerahkan kembali surat gugatan atau permohonan
kepada pihak berperkara disertai dengan Surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM) dalam
rangkap 3 (tiga). Kemudian pihak berperkara menyerahkan kepada pemegang kas
(KASIR) surat gugatan atau permohonan tersebut dan Surat Kuasa Untuk Membayar
(SKUM).

1
Dr. Sudirman L, M. H., Hukum Acara Peradilan Agama, (Parepare: IAIN Parepare Nusantara Press,
2021), Hal. 46-49.

3
Pemegang kas menyerahkan asli Surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM) kepada
pihak berperkara sebagai dasar penyetoran panjar biaya perkara ke bank. Kemudian
pihak berperkara datang ke loket layanan bank yang sudah di tunjuk atau bekerjasama
dengan PA dan mengisi slip penyetoran panjar biaya perkara. Pengisian data dalam slip
bank tersebut sesuai dengan Surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM), seperti nomor
urut, dan besarnya biaya penyetoran. Kemudian pihak berperkara menyerahkan slip
bank yang telah diisi dan menyetorkan uang sebesar yang tertera dalam slip bank
tersebut.
Setelah pihak berperkara menerima slip bank yang telah divalidasi dari petugas
layanan bank, pihak berperkara menunjukkan slip bank tersebut dan menyerahkan Surat
Kuasa Untuk Membayar (SKUM) kepada pemegang kas. Pemegang kas setelah
meneliti slip bank kemudian menyerahkan kembali kepada pihak berperkara. Pemegang
kas kemudian memberi tanda lunas dalam Surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM) dan
menyerahkan kembali kepada pihak berperkara asli dan tindasan pertama Surat Kuasa
Untuk Membayar (SKUM) serta surat gugatan atau permohonan yang bersangkutan.2

Setelah selesai membayar panjar biaya perkara, calon penggugat/pemohon


menghadap kepada Meja II dengan menyerahkan surat gugatan/permohonan dan
SKUM yang telah dibayar tersebut. Kemudian petugas di Meja II melakukan :

1. Pemberian nomor pada surat gugatan/permohonan sesuai dengan nomor yang


diberikan oleh Kasir. Sebagai tanda telah terdaftar, maka petugas di meja II
membubuhkan paraf.
2. Menyerahkan satu lembar surat gugatan/permohonan yang telah terdaftar
bersama satu helai SKUM kepada penggugat/pemohon.
3. Mencatat surat gugatan/permohonan tersebut pada buku register induk perkara
gugatan/permohonan sesuai dengan jenis perkaranya.
4. Memasukkan surat gugatan/permohonan tersebut dalam map berkas perkara dan
menyerahkannya kepada Wakil Panitera untuk disampaikan kepada Ketua
Pengadilan Agama melalui Panitera.
Sesudah semua proses administrasi tersebut selesai, maka Penggugat dan Tergugat
tinggal menunggu panggilan dari Pengadilan untuk menghadiri sidang pada hari tertentu
yang ditetapkan oleh Majelis Hakim. Apa yang kemudian harus dilakukan para pihak
untuk menghadapi proses persidangan? Jika merasa perlu dibantu oleh seorang
Advokat, maka orang yang akan berperkara itu bisa minta bantuan Advokat untuk
mewakilinya di persidangan. Namun jika sejak awal memang sudah menggunakan

2
Ahmad Mujahidin, Pembaharuan Hukum Acara Peradilan Agama, Dilengkapi Format Formulir
Berperkara (Bogor: Ghalia Indonesia, 2012), Hal. 133.

4
kuasa hukum/advokat, maka dalam gugatannya juga dimasukkan pemberian kuasa
tersebut.3

Setelah Ketua Pengadilan menerima gugatan, maka ketua pengadilan menunjuk


hakim yang ditugaskan untuk menangani/memeriksa dan mengadili perkara tersebut.
Pada prinsipnya pemeriksaan dalam persidangan dilakukan ole majelis hakim untuk it
Ketua Pengadilan menunjuk seorang hakim sebagai Ketua Majelis dan dua hakim
anggota. Hakim yang bersangkutan dengan surat penetapan menentukan agenda sidang
dan memanggil para pihak agar menghadap kepersidangan di Pengadilan itu pada hari
sidang yang telah ditetapkan dengan menyiapkan alat-alat buktinya yaitu bukti surat,
saksi-saksi serta bukti-bukti yang diperlukan (Pasal 121 ayat (1) HIR, Pasal 145 ayat
(1) RBg). Pemanggilan dilakukan oleh juru sita. Surat panggilan tersebut dinamakan
exploit. Exploit itu beserta salinan surat gugatan diserahkan kepada tergugat pribadi di
tempat tinggalnya. Apabila tergugat tidak diketemukan, surat panggilan tersebut
diserahkan kepada Kepala Desa yang bersangkutan untuk diteruskan kepada tergugat
(Pasal 390 ayat (1) HIR, Pasal 789 ayat (1) RBg). Kalau tergugat sudah meninggal,
maka surat disampaikan kepada ahli warisnya dan apabila ahli warisnya tidak diketahui,
maka disampaikan kepada Kepala Desa di tempat tinggal terakhir.

Apabila tempat tinggal tidak diketahui, maka surat panggilan diserahkan kepada
Bupati/Walikota dan untuk selanjutnya surat panggilan tersebut ditempelkan pada papan
pengumuman di Pengadilan Agama yang bersangkutan. Pasal 126 HIR, Pasal 150 RB
memberi kemungkinan untuk memanggil sekali lagi tergugat sebelum perkaranya
diputuskan hakim. Setelah melakukan panggilan, juru sita harus menyerahkan "relaas"
(risalah) panggilan kepada hakim yang akan memeriksa perkara yang bersangkutan.
Relaas itu merupakan bukti bahwa tergugat telah dipanggil. Kemudian pada hari yang
telah ditentukan sidang pemeriksaan perkara dimulai. Untuk ini dapat diikuti bab
tentang jalannya persidangan.4

Penyelesaian perkara di pengadilan, Majelis Hakim dibantu oleh panitera sidang


yang tugasnya untuk mencatat dan mendokumentasikan setiap detail jalannya
persidangan, membuat berita acara persidangan, membuat penetapan dan putusan, dan
melaksanakan semua perintah hakim dalam menyelesaikan perkara tersebut. Panitera
sidang ini bisa dilakukan oleh panitera sendiri, wakil panitera, panitera muda, atau
panitera pengganti yang ditunjuk oleh Panitera secara tertulis dan ditandatanganinya.5

3
Aah Tsamrotul Fuadah, Hukum Acara Peradilan Agama Plus Prinsip Hukum Acara Islam Dalam
Risalah Qadha Umar Bin Khattab (Depok: PT Raja Grafindo Persada, 2019), 106.
4
Ecep Nurjamal, Praktik Beracara di Peradilan Agama, (Tasikmalaya: Edu Publisher, 2020), hal. 66-67.
5
M. Khoirur Rofiq, Hukum Acara Peradilan Agama, (Semarang: CV. Rafi Sarana, 2022), hal. 149.

5
Ketua majelis membuat surat penetapan hari sidang untuk menentukan hari sidang
pertama akan dimulai. Nomor kode indeks penetapan adalah nomor agenda surat keluar
biasa. Kalau panitera belum ditunjuk dalam penetapan PMH terdahulu, ketua majelis
sekaligus menunjuk pula panitera sidangnya.
Berdasarkan PHS, juru sita akan melakukan pemanggilan kepada pihak – pihak yang
berperkara untuk menghadiri sidang sesuai dengan hari, tanggal, jam dan tempat yang
ditunjuk dalam PHS. Penetapan hari sidang selain “sidang pertama” dapat ditentukan
dan dicatat saja dalam berita acara sidang (tidak perlu dengan PHS lagi).
Pemanggilan dilakukan oleh juru sita dengan menyerahkan surat panggilan (exploit,
berita acara pemanggilan), dan khusus untuk tergugat disertai salinan surat
gugatan.Pemanggilan ini harus dilakukan dengan patut, yang ditunjukkan dengan
pengembalian risalah (relaas) panggilan itu kepada Majelis Hakim. Apabila yang
dipanggil bertempat tinggal di luar wilayah hukum pengadilan yang memeriksa perkara
yang bersangkutan, panggilan dilakukan melalui Ketua Pengadilan yang wilayah
hukumnya meliputi tempat tinggal orang yang dipanggil tersebut.
Pemanggilan dilakukan oleh juru sita dengan menyerahkan surat panggilan (exploit,
berita acara pemanggilan), dan khusus untuk tergugat disertai salinan surat
gugatan.Pemanggilan ini harus dilakukan dengan patut, yang ditunjukkan dengan
pengembalian risalah (relaas) panggilan itu kepada Majelis Hakim.Apabila yang
dipanggil bertempat tinggal di luar wilayah hukum pengadilan negeri yang memeriksa
perkara yang bersangkutan, panggilan dilakukan melalui Ketua Pengadilan Negeri yang
wilayah hukumnya meliputi tempat tinggal orang yang dipanggil tersebut.

Sidang pertama bagi pengadilan mempunyai arti yang sangat penting dan
menentukan dalam beberapa hal, misalnya sebagai berikut :

1. Jika tergugat atau termohon sudah dipanggil dengan patut, ia atau kuasa sahnya
tidak datang menghadap pada sidang pertama ia akan diputus verztek.
2. Jika penggugat atau pemohon sudah dipanggil dengan patut, ia atau kuasanya
sahnya tidak datang menghadap pada sidang pertama, ia akan diputus dengan
digugurkan perkaranya.
3. Sanggahan (eksepsi) relative hanya boleh diajukan pada sidang pertama. Kalau
diajukan sesudah waktu itu, tidak akan diperhatikan lagi.
4. Gugat balik hanya boleh diajukan pada sidang pertama.
oleh karena itu, dari uraian diatas menjelaskan bahwa sidang pertama sesuatu hal
yang sangat penting karena bagaimana jalanya sidang terus berlanjut sampai dengan
hakim memutus perkara. Sehingga perkara tersubut benar – benar sempurna dalam

6
keputusan atau ketetapan yang kemudian bila tergugat kurang puas dengan keputusan
atau ketetapan itu dapat dilanjutkan dengan proses upaya hokum ( banding atau kasasi).6

6
Amri, SHI., M.H., Buku Ajar Hukum Acara Peradilan Agama, (Malang: CV. Literasi Nusantara Abadi,
2021), hal. 30-31.

7
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Surat gugatan perdata dan surat permohonan dibuat oleh pengacara atau kantor
advokad yang di tunjuk oleh orang yang berpekara dan yang telah di beri kewenangan
oleh yang bersangkutan. Surat ini merupakan permohonan dari pihak penggugat kepada
pengadilan untuk menyelenggarakan persidangan antar pihak penggugat dan tergugat
terkait kasus yang menimpa pihak penggugat. Jika dalam gugatan ada lawan dan perkara
atau pemasalahan,tidak dalam permohonan. Dalam gugatan ada pihak yang digugat
(tergugat) dan yangdigugat (penggugat) yang mana jumlahnya bisa lebih dari 1, sedang
dalam permohonanhanya ada pemohon. Sehingga Tata Cara Pengajuan Berkas di
Kepanitraan dapat dimulai dari penerimaan gugatan dan permohonan, termasuk
permohonan banding, kasasi, PK, maupun eksekusi, Hingga Pemegang kas
menyerahkan asli Surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM) kepada pihak berperkara
sebagai dasar penyetoran panjar biaya perkara ke bank. Kemudian pihak berperkara
datang ke loket layanan bank yang sudah di tunjuk atau bekerjasama dengan PA dan
mengisi slip penyetoran panjar biaya perkara.

B. Saran
Adapun saran penulis kepada pembaca agar pembaca dapat mengetahui tentang
istilah-istilah yang ada pada Hak Asasi Manusia atau HAM. Penulis berharap dengan
adanya makalah ini mampu menambah wawasan para pembaca serta mampu menjadi
sumber penelitian dan mampu membuka pola pikir para pembaca.

8
DAFTAR PUSTAKA

Amri, S. M. (2021). Buku Ajar Hukum Acara Peradilan Agama. Malang: CV. Literasi
Nusantara Abadi.

Dr. Sudirman L, M. (2021). Hukum Acara Peradilan Agama. Pare Pare: IAIN Pare Pare
Nusantara Press.

Fuadah, A. T. (2019). Pembaharuan Hukum Acara Peradilan Agama. Depok: PT Raja Grafindo
Persada.

Mujahidin, A. (2012). Pembaharuan Hukum Acara Peradilan Agama. Bogor: Ghalia Indonesia.

Nujamal, E. (2020). Praktik Beracara di Peradilan Agama. Tasikmalaya: Edu Publisher.

Rofiq, M. K. (2022). Hukum Acara Peradilan Agama. Semarang: CV. Rafi Sarana.

Anda mungkin juga menyukai