Anda di halaman 1dari 10

GUGATAN DAN PERMOHONAN

MAKALAH
Oleh : Kelompok 2

Muhammad Hasyim Asy’ari Hamzah


10100121038
Khairunnisa
10100121039
Mawadda Warahma
10100121040
Aida Ilmiyati Marhabani
10100121041
Firda Islamia Nur Fahni
10100121042
Ainun Asisa
110100121043
Ahmad Naufal Fayyadh
10100121044

JURUSAN HUKUM KELUARGA ISLAM


FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UIN ALAUDDIN MAKASSAR
2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah swt, karena dengan kehendak-Nyalah
kami mampu menyelesaikan makalah ini dengan lancar. Tak lupa pula sholawat serta salam kami
kirimkan kepada junjungan Nabiullah Muhammad saw yang membawa kita dari alam kebodohan
menuju dunia kecerdasan dengan segala pengorbanannya.

Terima kasih juga kami ucapkan kepada Bapak Prof. Dr. H. Lomba Sultan, MA selaku
dosen mata kuliah Hukum Acara Peradilan Agama yang telah membantu mengasah literasi kami
dengan memberikan tugas ini.

Makalah ini kami buat dengan bersumber dari beberapa sumber tertulis yang telah kami
baca. Sekiranya ada kekurangan atau kekeliruan, kami akan dengan senang hati menerima setiap
kritikan atau saran.

Kami harap makalah ini dapat berguna untuk menambah ilmu pengetahuan. Sekian, terima
kasih.

Samata, 29 Mei 2023

Kelompok 2

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ....................................................................................................... ii
DAFTAR ISI...................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
A. Latar Belakang ....................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .................................................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................... 2
A. Pengertian Gugatan Dan Permohonan ................................................................. 2
B. Pembuatan Gugatan Dan Permohonan .................................................................. 2
C. Prosedur Pendaftaran Gugatan Dan Permohonan .................................................. 3
D. Tata Cara Pengajuan Gugatan Dan Permohonan .................................................. 4
BAB III PENUTUP ........................................................................................................... 6
A. Kesimpulan ............................................................................................................ 6
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 7

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Peradilan Agama memiliki peranan penting dalam masalah hukum yang terkait di Negara
ini salah satunya dalam menangani masalah perdata. Jika tidak ada Peradilan Agama entah
apa yang terjadi dengan suatu negara tersebut, yang jelas pemerintahan yang berjalan tidak
akan seimbang. Akan banyak sekali kekacauan yang terjadi dan tidak akan bisa dikondisikan
dengan waktu yang singkat.

Dalam suatu perkara tentunya ada dua pihak yang saling menggugat dan di gugat serta
ada yang meminta haknya atau pemohon yang sering kita dengar dengan istillah permohonan.
Dalam menghadapi masalah perdata seseorang yang menghadapi masalah bisa mengajukan
surat gugatan perdata kepada pengadilan setempat (Pengadilan Agama).

Surat gugatan perdata dan surat permohonan dibuat oleh pengacara atau kantor advokat
yang di tunjuk oleh orang yang berpekara dan yang telah di beri kewenangan oleh yang ber-
sangkutan (orang yang berpekara tersebut). Surat ini merupakan permohonan dari pihak
penggugat kepada pengadilan untuk menyelenggarakan persidangan antar pihak penggugat
dan tergugat terkait kasus yang menimpa pihak penggugat. Sedangkan surat permohonan
merupakan surat untuk memperoleh hak-hak atau kerugian yang harus di tanggung oleh ter-
gugat.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian gugatan dan permohonan?
2. Bagaimana cara pembuatan surat gugatan dan permohonan?
3. Bagaimana prosedur pendaftaran gugatan dan permohonan di pengadilan agama?
4. Bagaimana tata cara mengajukan gugatan dan permohonan di pengadilan agama?

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Gugatan dan Permohonan

Gugatan merupakan perara contensius ialah sesuatu yang diajukan oleh penggugat
kepada pengadilan yang berwenang, memuat tuntutan hak, di dalamnya mengandung suatu
sengketa dan sekaligus merupakan dasar pemeriksaann perkara dan pembuktian kebenaran
suatu hak. Dalam perkara gugatan ini terdapat dua pihak yang saling berhadapan yaitu
penggugat dan tergugat.

Permohonan merupakan perkara voluntair yaitu sesuatu yang diajukan ke pengadilan,


didalamnya berisi tuntutan hak perdata oleh suatu pihak yang berkepentingan terhadap
suatu hal, yang tidak mengandung sengketa, sehingga badan peradilan yang mengadili di-
anggap sebagai suatu proses peradilan yang bukan sebenarnya. Dalam perkara permohonan
ini hanya ada satu pihak saja yaitu pemohon. Namun di Pengadilan Agama ada permo-
honan yang mengandung sengketa sehingga didalamnya ada dua pihak yang berperkara
yaitu permohonan ikrar talak dan permohonan izin beristri lebih dari satu orang, yang mana
pemohonnya adalah suami dan termohonnya adalah istri.

Ada beberapa perkara voluntair yang dapat diajukan di muka Pengadilan Agama
yang hanya ada satu pihak yaitu:
1. Permohonan penetapan wali pengampu bagi ahli waris yang tidak mampu untuk
melakukan tindakan hukum;
2. Permohonan penetapan pengangkatan wali;
3. Permohonan penetapan pengangkatan anak;
4. Permohonan penetapan pengesahan nikah (isbat nikah)
5. Permohonan penetapan wali ‘adhol, dan sebagainya.

B. Pembuatan Surat Gugatan dan Permohonan

Surat gugatan dan permohonan pada dasarnya harus dibuat secara tertulis . namun
kalau ada penggugat atau pemohon yang tidak bisa menulis dan membaca, maka gugatan
atau permohonan dapat dilakukan secara lisan kepada ketua pengadilan yang berwenang.
Kemudian ketua pengadilan yang berwenang tersebut memerintahkan kepada hakim untuk
membuatkan surat gugatan/permohonan dengan cara mencatat dan memformulasikan
segala sesuatu yang dikemukakan oleh penggugat/pemohon dan membacakannya,
kemudian surat gugatan/permohonan tersebut ditandatangani ketua/hakim yang membuat-
kannya itu. Sedangkan penggugat/pemohon sendiri tidak perlu menandatanganinya. Hal
ini sesuai dengan ketentua Pasal 120 HIR atau Pasal 144 (1) RBg.

2
Surat gugatan harus memuat diantaranya:

1. Identitas para pihak (nama lengkap, gelar, alias, julukan, bin atau binti, umur,
agama, pekerjaan, tempat tinggal, dan statusnya sebagai penggugat atau tergugat),
2. Posita atau position (fakta-fakta atau hubungan hukum yang terjadi antara kedua
belah pihak) dan
3. Petita atau petitum (is tuntutan).
Sedangkan untuk surat permohonan tidak jauh beda dengan isi surat gugatan yaitu iden-
titas, petita, dan posita. Hanya saja pada surat permohonan tidak dijumpai kalimat “berla-
wanan dengan”, “duduk perkaranya”, dan “permintaan membayar biaya perkara kepada
pihak lain”.
Kelengkapan dari surat gugatan atau surat permohonan diantaranya :
1. Surat permohonan atau gugatan tertulis, kecali bagi yang buta huruf yang menyam-
paikan kepada kuasanya atau pada pengadilan agama ke ketua hakim seperti pada
kasus gugatan cerai. Surat gugatan atau surat permohonan yang dibuat sendiri atau
lewat kuasanya di tunjukan ke pengadilan yag berwenanang.
2. Foto copy identitas seperti KTP.
3. Vorchot biaya perkara dan bagi yang miskin dapat mengajukan dispensai biaya
dengan membawa surat keterangan miskin dari kelurahan atau kecamatan.
4. Surat keterangan kematian untuk perkara waris.
5. Surat izin komandan bagi TNI atau POLRI, surat izin atasan bagi PNS (untuk
perkara poligami).
6. Surat persetujuan tertulis dari istri atau istri-istrinya (untuk perkara poligami).
7. Surat keterangan penghasilan (untuk perkara polgami).
8. Salinan atau foto copy akta nikah (untuk perkara gugat cerai, gugatan nafkah, istri,
dan lain-lain).
9. Salinan atau foto copy akta cerai (untuk perkara nafkah iddah , gugatan tentang
mut’ah).
10. Surat keterangan untuk bercerai dari kelurahan.

C. Prosedur Pendaftaran Gugatan Dan Permohonan

‘Gugatan dan permohonan di daftarkan ke kepaniteraan pengadilan agama yang ber-


wenang memeriksa dan selanjutnya membayar panjar biaya perkara. Dalam hukum acara
peradilan agama yang mengenai perkara perkawinan biaya perkaranya dibebankan kepada
penggugat atau pemohon. Biaya perkaranya diantaranya :
1. Biaya kepaniteraan dan biaya materai.
2. Biaya untuk para saksi, saksi ahli, penerjemah, dan biaya pengambilan sumpah.
3. Biaya untuk pemeriksaan setempat dan tindakan lain yang diperlukan pengadilan.
4. Biaya penggilan, pemberitahuan, dan lain-lain.

3
Panjar biaya perkara dibayar saat mendaftarkan perkara. Besarnya biaya perkara ber-
dasarkan penaksiran oleh petugas kepaniteraan yang ditunjuk oleh ketua pengadilan
agama. Dan hasilnya akan di tuangkan dalam SKUM.

D. Tata Cara Pengajuan Gugatan Dan Permohonan

1. Tahap Persiapan
Sebelum mengajukan permohonan atau gugatan ke pengadilan, perlu diper-
hatikan hal-hal sebagai berikut:
a. Pihak yang berperkara : setiap orang yang mempunyai kepentingan dapat men-
jadi pihak dalam berperkara di pengadilan.
b. Kuasa : pihak yang berperkara di pengadilan dapat menghadapi dan menghadiri
pemeriksaan persidangan sendiri atau mewakili kepada orang lain untuk
menghadiri persidangan.
c. Kewenangan pengadilan : kewenangan relative dan kewenangan absolut harus
diperhatikan sebelum membuat permohonan atau gugatan yang di ajukan ke
pengadilan.
2. Tahap pembuatan permohonan atau gugatan.
Permohonan atau gugatan pada prinsipnya secara tertulis (pasal 18 HIR) na-
mun para pihak tidak bisa baca tulis (buta huruf) permohonan/gugatan dapat dilim-
pahkan kepada hakim untuk disusun permohonan/gugatan kemudian dibacakan dan
diterangkan maksud dan isinya kepada pihak kemudian ditandatagani oleh ketua
pengadilan agama/hakim yang ditunjuk berdasarkan pasal 120 HIR.
3. Tahap pendaftaran permohonan atau gugatan.
Setelah permohonan atau gugatan dibuat kemudian didaftarkan di kepaniteraan
pengadilan agama yang berwenang memeriksa dengan membayar biaya panjar
perkara. Dengan membayar biaya panjar perkara maka penggugat atau pemohon
mendapatkan nomor perkara dan tinggal menunggu panggilan sidang. Perkara yang
telah terdaftar di pengadilan agama oleh panitera diampaikan kepada ketua penga-
dilan agama untuk dapat menunjuk majelis hakim yang memeriksa, memutus, dan
mengadili perkara dengan suatu penetapan yang disebut penetapan majelis hakim
(PMH) yang terdiri satu orang hakim sebagai ketua majelis dan dua orang hakim
sebagai hakim anggota serta panitera sidang.
4. Tahap pemeriksaan permohonan atau gugatan.
Pada hari sidang telah ditentukan apabila satu pihak atau kedua belah pihak tidak
hadir maka persidangan ditunda dan menetapkan hari sidang berikutnya kepada
yang hadir diperintahkan menghadiri sidang berikutnya tanpa dipanggil dan yang
tidak hadir dilakukan pemanggilan sekali lagi. Dalam praktek pemanggilan pihak
yang tidak hadir dilakukan maksimal tiga kali apabila :
a. Penggugat tidak hadir maka gugatan gugur. Tergugat tidak hadir maka
pemeriksaan dilanjutkan dengan putusan verstek.

4
b. Apabila terdapat beberapa tergugat yang hadir ada yang tidak hadir,
pemeriksaan tetap dilakukan dan kepada yang tidak hadir dianggap tidak
menggunakan haknya untuk membela diri.
c. Apabila penggugat dan terguugat hadir, maka pemeriksaan dilanjutkan
sesuai dengan hukum yang berlaku.

5
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Gugatan adalah surat yang diajukan oleh penggugat pada ketua pengadilan yang ber-
wenang yang memuat tuntutan hak yang di dalamnya mengandung suatu sengketa dan
melupakan dasar landasan pemeriksaan perkara dan suatu pembuktian kebenaran suatu
hak. Sedangakan permohonan adalah suatu surat permohonan yang di dalamnya berisis
tuntutan hak perdata oleh satu pihak yang berkepentingan terhadap suatu hal yang tidak
mengandung sengketa. Jika dalam gugatan ada lawan dan perkara atau pemasalahan, tidak
dalam permohonan. Dalam gugatan ada pihak yang digugat (tergugat) dan yang digugat
(penggugat) yang mana jumlahnya bisa lebih dari satu, sedang dalam permohonan hanya
ada pemohon.

Dalam surat gugatan atau surat permohonan berisi identitas para pihak, posita atau
position, dan petita atau petitum. Bedanya dalam surat permohonan tidak ada kalimat “ber-
lawanan dengan”, duduk perkaranya”, dan “permintaan membayar biaya perkara kepada
pihak lawan”. Suatu perkara bisa di wakilkan pada kuasanya, yaitu orang yang di berikan
kewenangan untuk menangani kasus tersebut atau orang yang dapat berpekara di pengadi-
lan seperti advokad atau sodaranya.

Pengadilan Agama hanya bisa menangani suatu gugatan kasus-kasus antara orang
Islam dengan orang Islam . Jadi jika kasus yang terjadi antara orang Islam dengan orang
Non Muslim maka kasus tersebut tidal dapat di tangani atau bisa digugurkan. Dalam ber-
pekara di pengadilan ado proses pendaftaran dan registrasi yang harus diselesaikan.

6
DAFTAR PUSTAKA

Wahyudi, Abdullah Tri, 2004, Peradilan Agama di Indonesia , Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Mardani, 2017, Hukum Acara Perdata Peradilan Agama dan Mahkamah Syari’ah,
Jakarta: Sinar Grafika Offset.
Wahyudi, Abdullah Tri, 2018, Hukum Acara Peradilan Agama, Bandung: CV. Mandar Maju

Anda mungkin juga menyukai