Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

HUKUM PERDATA ISLAM


“PERCERAIAN DALAM UNDANG – UNDANG NO.1 TAHUN 1974
TENTANG PERKAWINAN”

Dosen Pengampu :
Hatoli, S.,Sy, M.H

OLEH:

NUZUL FIRDAUS
NIM 302.2019.027
RIKI WINARTA
NIM 302.2019.056
SEMESTER : 2B

PROGRAM STUDI HUKUM TATA NEGARA


FAKULTAS SYARIAH
INSTITUT AGAMA ISLAM SULTAN MUHAMMAD SYAFIUDDIN
SAMBAS
2020 M/ 1441 H
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan karunianya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini guna
memenuhi tugas mata kuliah Hukum Perdata Islam program studi Hukum Tata
Negara. Shalawat serta salam semoga selalu tercurah kepada junjungan Nabi besar
Muhammad SAW beserta sahabat, keluarga maupun para pengikutnya yang setia
hingga akhir zaman. Penulis menyadari dalam penulisan makalah ini masih
banyak terdapat kelemahan dan kekurangan. Untuk itu, penulis mengharapkan
kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini menjadi
lebih baik lagi. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Hatoli,
S.Sy., MH selaku dosen pengampu mata kuliah Hukum Perdata Islam yang telah
mempercayakan dan memberi penulis tugas makalah ini. Semoga makalah ini bisa
bermanfat bagi penulis dan pembaca.

Penulis

i
DAFTAR ISI

Halaman:
KATA PENGANTAR....................................................................................i
DAFTAR ISI...................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang......................................................................................1
B. Rumusan Masalah.................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN
A. Terminologi Perceraian Dalam Hukum Islam......................................2
B. Tata Cara Perceraian.............................................................................2
1. Menyiapkan Dokumen Yang Dibutuhkan......................................2
2. Mendaftarkan Gugatan Cerai Ke Pengadilan.................................3
3. Membuat Surat Gugatan.................................................................3
4. Menyiapkan Biaya Perceraian........................................................3
5. Mengetahui Tata Cara dan Proses Persidangan..............................4
6. Menyiapkan Saksi ..........................................................................4
7. Ikuti Seluruh Instruksi dari Pengadilan..........................................5
C. Waktu Tunggu (‘Iddah)........................................................................5
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan...........................................................................................7
B. Saran.....................................................................................................7
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................8

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam pernikahan, perceraian merupakan suatu peristiwa yang
kadang tidak dapat dihindarkan oleh pasangan menikah, baik mereka yang
baru saja menikah atau mereka yang sudah lama menikah. Perceraian
merupakan salah satu sebab putusnya ikatan perkawinan di luar sebab lain
yaitu kematian dan atau atas putusan pengadilan seperti yang terdapat di
dalam Pasal 38 UU Perkawinan. Dalam hal perceraian dapat dilakukan dan
diputuskan apabila memiliki alasan-alasan, baik dari pihak suami maupun
istri.
Saat berproses atau berperkara di pengadilan, baik itu di
Pengadilan Agama maupun Pengadilan Negeri, sangat disarankan pihak
penggugat dan pihak tergugat dapat didampingi oleh advokat (pengacara).
Advokat selain dapat mendampingi para pihak yang beracara, ia juga dapat
menjembatani dialog antara para pihak yang akan bercerai terkait dengan
kesepakatan-kesepakatan, seperti harta gono gini, tunjangan hidup, hak
asuh anak, dan hal-hal penting lainnya.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud Terminologi Perceraian Dalam Hukum Islam?
2. Bagaimana Tata Cerai Perceraian?
3. Kapan waktu Tunggu (‘iddah)?

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Terminologi Perceraian Dalam Hukum Islam


Perceraian menurut bahasa berasal dari kata dasar cerai yang
berarti pisah, kemudian mendapat awalan per yang berfungsi penbentuk
kata benda abstrak kemudian menjadi perceraian yang berarti hasil dari
perbuatan cerai.
Perceraian dalam istilah fiqih disebut talaq atau furqah. Talak
berarti pembuka ikatan atau membatalkan perjanjian. Furqah berarti
bercerai lawan dari berkumpul kemudian perkataan ini di jadikan istilah
oleh hali fiqih yang berarti perceraian antara suami istri.
Sedangkan menurut syara’ ialah melepaskan ikatan perkawinan
dengan mengucapkan lafadz talaq atau yang semakna dengannya.
Diantara para ulama’ ada yang member pengertian talaq ialah melepaskan
ikatan nikah pada waktu sekarang dan yang akan datang dengan lafadz
talaq atau denan lafadz yang semakna dengan itu.
Dalam istilah fiqih, perkataan talaq mempunyai dua arti yaitu arti
yamg sudah umum dan arti yang khusus. Talaq menurut arti yang umum
ialah segla bentuk perceraian baik yang dijatuhkan oleh suami yang
ditetapkanoleh hakim maupun perceraian yang jatuh dengan
sendirinyaatau perceraian karena meninggalkan salah satupihak. Talaq
dalam arti khusu ialah perceraian yang dijatuhkan oleh suami.1

B. Tata Cara Perceraian


1. Menyiapkan Dokumen Yang Dibutuhkan
Dokumen-dokumen yang perlu Anda siapkan dalam pengajuan
gugatan cerai cukup banyak, meliputi:
a. Surat nikah asli
b. Fotokopi surat nikah

1
Goode,William J. 1991. “Sosiologi Keluarga”. Jakarta: PT Bina Aksara.

2
3

c. Fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) dari penggugat


d. Surat keterangan dari kelurahan
e. Fotokopi Kartu Keluarga (KK)
f. Fotokopi akte kelahiran anak (jika memiliki anak)
g. Meterai
Nah jika ingin menggugat harta gono gini atau harta milik
bersama, siapkan pula berkas-berkas, seperti surat sertifikat tanah,
surat-surat kepemilikan kendaraan bermotor (BPKB dan STNK), dan
dokumen harta lainnya.
2. Mendaftarkan Gugatan Cerai Ke Pengadilan
Setelah menyiapkan kelengkapan dokumen, Anda dapat pergi
mendaftarkan gugatan cerai ke Pengadilan Agama atau Pengadilan
Negeri. Mendaftarkan gugatan cerai harus ke pengadilan di wilayah
kediaman pihak tergugat. Jika istri akan menggugat cerai suami, maka
istri harus mengajukan gugatan tersebut di pengadilan tempat suami.
3. Membuat Surat Gugatan
Begitu tiba di pengadilan, Anda bisa langsung menuju pusat
bantuan hukum di pengadilan guna membuat surat gugatan. Surat
gugatan cerai ini harus mencantumkan alasan menggugat cerai. Alasan
gugatan cerai harus dapat diterima pengadilan, seperti ada unsur
penganiayaan, penelantaran, kekerasan, pertengkaran terus menerus,
dan alasan lainnya.2
4. Menyiapkan Biaya Perceraian
Biaya selama masa sidang cerai wajib dibayar pihak yang
mengajukan gugatan cerai. Biaya-biaya tersebut, antara lain biaya
pendaftaran, biaya meterai, biaya proses (ATK), biaya redaksi, dan
biaya panggilan sidang. Biaya yang dikeluarkan selama proses sidang
perceraian tergantung dari kedua belah pihak yang bercerai. Kalau
salah satu pihak tidak pernah menanggapi surat panggilan persidangan,
maka pihak pengadilan berhak membebankan biaya yang lebih besar.

2
Ibrahim Lubis, Agama Islam; Suatu Pengantar, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1982, hlm. 145.
4

Tapi, hal ini kembali lagi tergantung pada jumlah ketidakhadiran pihak
yang bercerai.
5. Mengetahui Tata Cara dan Proses Persidangan
Saat proses persidangan berjalan, kedua belah pihak harus
menghadiri persidangan untuk mengikuti mediasi. Dengan adanya
mediasi, diharapkan kedua belah pihak bisa berdamai dan menarik
gugatannya. Akan tetapi, kalau keputusan untuk bercerai sudah bulat,
maka akan dilanjutkan dengan pembacaan surat gugat perceraian.
Jika pihak tergugat tidak pernah memenuhi panggilan dari pihak
pengadilan untuk mengikuti sidang, maka pihak pengadilan dapat
membuat amar putusan yang berisi pemutusan sah antara suami dan
istri.
Amar putusan ini kemudian akan dikirimkan kepada pihak tergugat
sebagai bukti kalau pernikahan sudah berakhir. Apabila pihak yang
tergugat sama sekali tidak memberi tanggapan mengenai amar putusan,
maka pihak pengadilan berhak membuat surat akta cerai.
6. Menyiapkan Saksi 
Gugatan perceraian dapat berjalan lancar jika pihak penggugat
memberikan alasan yang jelas terkait pengajuan gugatan cerai. Alasan
ini juga akan disampaikan di pengadilan, termasuk menghadirkan
saksi-saksi yang dapat memperkuat alasan perceraian. Saksi-saksi
tersebut bakal dihadirkan saat sidang perceraian.
Jika Anda masih bingung, tidak mau ribet mengurus sendiri
gugatan cerai, Anda bisa menyewa jasa pengacara yang akan
melancarkan semua masalah perceraian Anda. Dengan adanya
pengacara, Anda setidaknya sudah memiliki shield untuk melindungi
diri dari adanya ancaman yang datang dari pasangan secara tiba-tiba.3
7. Ikuti Seluruh Instruksi dari Pengadilan
Selengkap apapun dokumen perceraian yang Anda serahkan ke
pengadilan, tetap tidak akan berguna jika Anda tidak mengikuti

3
Hadi Mufaat Ahmad, Fiqh Munakahat, Jakarta: Dutra Grafika, 1992, hlm. 201-206.
5

seluruh instruksi dari pengadilan dengan baik dan benar. Oleh karena
itu, ikuti seluruh instruksi pengadilan dan selalu memenuhi panggilan
sidang, apalagi jika Anda sebagai penggugat. 
C. Waktu Tunggu (‘Iddah)
Waktu Tunggu (‘iddah) adalah sebuah masa di mana seorang
wanita yang telah diceraikan oleh suaminya, baik cerai karena suaminya
mati atau karena diceraikan ketika suaminya hidup, untuk menunggu dan
menahan diri dari menikahi laki-laki lain. Kompilasi Hukum Islam (KHI)
sendiri ternyata mengatur beberapa jenis masa iddah tergantung pada
kondisi yang menyebabkan terputusnya perkawinan.
Berikut ini adalah rincian masa waktu iddah yang terdapat dalam
Pasal 153 KHI:
1. Apabila suami meninggal dan perempuan tersebut sedang
hamil, maka masa iddahnya hingga bayi melahirkan.
2. Jika suami meninggal dan perempuan tersebut tidak dalam
keadaan hamil, maka masa iddahnya selama 4 bulan 10 hari.
3. Apabila bercerai, maka dibagi menjadi cerai yang bisa rujuk
(talak 1 dan talak 2) serta cerai yang tidak bisa rujuk (talak 3).
Inipun dibagi lagi menjadi yang masih haid ataupun sudah
tidak haid (menopause), yaitu:4
a. Untuk kasus bisa rujuk dan masih haid, masa iddahnya 3
kali haid.
b. Untuk kasus bisa rujuk dan tidak haid, masa iddahnya 3
bulan.
c. Untuk kasus bisa rujuk dan sedang hamil, masa iddahnya
sampai melahirkan bayi.
d. Untuk kasus tidak bisa rujuk (talak 3), maka masa iddahnya
hanya 1 kali haid (1 bulan).

4
Ihromi, T.O (Penyunting). 1999. “Bunga Rampai Sosiologi Keluarga”. Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia.
6

e. Jika istri yang menggugat cerai, maka masa iddahnya 1


bulan (1 bulan).
Bagi perkawinan yang putusnya karena perceraian maka tenggang
waktu tunggu dihitung sejak jatuhnya putusan Pengadilan Agama yang
mempunyai kekuatan hukum tetap. Sedangkan bagi perkawinan yang
putus karena kematian, tenggang waktu tunggu dihitung sejak kematian
suami.
Hikmah Pengaturan ‘Iddah
Pengaturan mengenai waktu tunggu atau iddah adalah untuk
beberapa tujuan, di antaranya sebagai berikut :
Memberi kesempatan kepada suami istri untuk kembali kepada
kehidupan rumah tangga, bila keduanya masih melihat adanya kebaikan di
dalam hal itu.
Untuk mengetahui adanya kehamilan atau tidak pada istri yang
diceraikan sehingga menjadi jelas siapa ayah dari bayi tersebut.
Agar istri yang diceraikan dapat ikut merasakan kesedihan yang
dialami keluarga suami dan juga anak-anak mereka serta menepati
permintaan suami. Hal ini jika ‘iddah tersebut dikarenakan oleh kematian
suami.5

5
KN. Sofyan Hasan, Dasar-dasar Memahami Hukum Islam di Indonesia, (Surabaya: Usaha
Nasional, 1994), hal. 118.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Perceraian hukumnya halal, tapi sangat dibenci oleh Allah. Oleh
karena itu jangan menjadikan perceraian sebuah jalan keluar untuk
sebuah masalah dalam keluarga. Karena bukan hanya suami dan istri
yangmenderita kerugian. Tetapi juga anak hasil pernikahan tersebut.
Bagi pasangan suami-isteri hendaknya saling memahami, saling
terbuka dalam rumah tangga untukmemecahkan masalah yang
dihadapi, sehingga tidak terjadi disharmonis dalam keluarga. Langkah
yang ditempuh adalah dengan cara mengemukakan permasalahan yang
ada, kemudian permasalahan tersebut dibicarakan bersama dan dicari
jalankeluarnya bersama-sama, salah satunya adalah harus ada yang
mengalah dan saling menyadari satu sama lain, sehingga perselisihan
cepat terselesaikan dengan damai.

B. Saran
Dengan adanya makalah ini, diharapkan agar pembaca mengetahui
apa itu tentang perceraian, apa saja yang termasuk dalam persyaratan
dan apa itu perceraian pada masa kini dan dapat memahami perceraian
pada masa kini tersebut.

7
DAFTAR PUSTAKA

Goode,William J. 1991. “Sosiologi Keluarga”. Jakarta: PT Bina Aksara.


Hadi Mufaat Ahmad, Fiqh Munakahat, Jakarta: Dutra Grafika, 1992, hlm.
201-206.
Ibrahim Lubis, Agama Islam; Suatu Pengantar, Jakarta: Ghalia Indonesia,
1982, hlm. 145.
Ihromi, T.O (Penyunting). 1999. “Bunga Rampai Sosiologi Keluarga”.
Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
KN. Sofyan Hasan, Dasar-dasar Memahami Hukum Islam di Indonesia,
(Surabaya: Usaha Nasional, 1994), hal. 118.
M Ridwan Indra. 1994. Hukum Perkawinan Di Indonesia, CV. Haji
Masagung, Jakarta, hal. 1

Anda mungkin juga menyukai