Anda di halaman 1dari 17

PUTUSNYA PERKAWINAN DAN AKIBATNYA

MAKALAH
Diajukan Guna Untuk Memenuhi Tugas
Mata Kuliah Hukum Perkawinan Di Indonesia

Disusun Oleh:
Jony Syahputra 202113025
Mulyani Dewi 202113037

Dosen
DR. BASTIAR, S.HI, MA

FAKULTAS SYARIAH
JURUSAN HUKUM TATA NEGARA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI LHOKSEUMAWE
2023/2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, atas limpahan rahmat dan
hidayahnya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Putusnya
Perkawinan, serta shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad SAW yang telah
membawa manusia ke alam yang penuh dengan ilmu pengetahuan.
Makalah ini disusun guna menambah wawasan pengetahuan mengenai
pentingnya memahami sebab putusnya perkawinan, yang meliputi macam-macam
Putus nya perkawinan, putusnya perkawinan karena perceraian dan tata cara
penceraian, tugas ini disajikan sebagai bahan materi mata kuliah Hukum Perkawinan
di Indonesia, fakultas syari'ah IAIN Lhokseumawe.
Penulis menyadari bahwa kemampuan dalam penulisan makalah ini jauh dari
kata sempurna. Penulis sudah berusaha dan mencoba mengembangkan dari beberapa
referensi mengenai sebab putusnya perkawinan dan akibatnya yang saling berkaitan.
Apabila dalam penulisan makalah ini ada kekurangan dan kesalahan baik dalam
penulisan dan pembahasannya maka penulis sangat menyadari bahwa semua itu karena
keterbatasan kemampuan penulis. Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat
bagi penulis dan pembaca yang budiman. Aamin.

Lhokseumawe, 20 September 2023

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................................. i


DAFTAR ISI ............................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................... 1
A. Latar Belakang.......................................................................................... 2
B. Rumusan Makalah .................................................................................... 2
C. Tujuan Penulisan ...................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN .......................................................................................... 3
A. Putusnya Perkawinan ................................................................................ 3
B. Macam-macam Putusnya Perkawinan ...................................................... 3
C. Putusnya Perkawinan Karena Perceraian ................................................. 5
D. Tata Cara Perceraian ................................................................................. 9
E. Akibat Perceraian ..................................................................................... 11
BAB III PENUTUP .................................................................................................. 12
A. Kesimpulan ............................................................................................... 12
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 14

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perceraian merupakan akibat perkawinan yang kurang harmonisnya pasangan
suami istri. Putusnya perkawinan karena kehendak suami atau istri atau kehendak
keduanya, karena adanya ketidak rukunan, yang bersumber dari tidak dilaksanakannya
hak-hak dan kewajiban-kewajiban sebagai suami atau istri sebagaimana seharusnya
menurut hukum perkawinan yang berlaku. Konkretnya, ketidak rukunan antara suami
dan istri yang menimbulkan kehendak untuk memutuskan hubungan perkawinan
dengan cara perceraian, antara lain pergaulan antara suami dan istri yang tidak saling
menghormati, tidak saling menjaga rahasia masing-masing, serta keadaan rumah
tangga yang tidak aman dan tenteram.Setiap orang menghendaki agar perkawinan
yang dilaksanakannya itu tetap utuh sepanjang masa kehidupannya, tetapi tidak sedikit
perkawinan yang dibina dengan susah payah harus berakhir dengan suatu
perceraian.Namun pada prinsipnya, seorang pria dan seorang wanita yang mengikat
lahir dan batinnya dalam suatu perkawinan sebagai suami dan istri mempunyai hak
untuk memutuskan perkawinan tersebut dengan cara perceraian berdasarkan hukum
perceraian yang berlaku. Memilih bercerai, berarti harus berhadapan dengan
pengadilan. Perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang pengadilan dan untuk
dapat melakukan perceraian harus ada cukup alasan. Putusnya hubungan suami istri
yang telah terjalin dibenarkan oleh pengadilan dengan membacakan putusan cerai.
Pada saat putusnya perkawinan karena bercerainya kedua suami istri mau tidak mau
anak akan menjadi korban. Selain itu, perceraian juga mempunyai akibat hukum
terhadap harta bersama sebagaimana diatur dalam Pasal 37 UU No. 1 Tahun 1974.

B. Rumusan Makalah
1. Sebutkan macam-macam putusnya perkawinan?

1
2. Apa yang dimaksud dengan putusnya perkawinan karena perceraian dan
tata cara dalam perceraian?
C. Tujuan Penulisan
1. Agar dapat mengetahui apa saja yang menjadi macam-macam putusnya
perkawinan
2. Mampu memahami bagaimana yang dimaksud dengan putusnya
perkawinan Karena perceraian dan tata cara dalam perceraian.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Putusnya Perkawinan
Perceraian berasal dari kata dasar cerai, yang berarti putus hubungan sebagai
suami istri. Menurut bahasa perceraian adalah perpisahan antara suami dan istrinya.
Perceraian menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia berasal dari kata cerai, yang
berarti pisah, putus hubungan sebagai suami istri. Menurut pokok-pokok hukum
perdata bahwa perceraian adalah penghapusan perkawinan dengan putusan Hakim
atau tuntutan salah satu pihak dalam perkawinan. Perceraian walaupun diperbolehkan
oleh agama Islam, namun pelaksanaannya harus berdasarkan suatu alasan yang kuat
dan merupakan jalan terakhir yang ditempuh oleh suami istri. Apabila cara-cara yang
lain telah diusahakan sebelumnya tetap tidak dapat mengembalikan keutuhan
kehidupan rumah tangga suami istri tersebut.1

B. Macam-macam Putus nya perkawinan


Pemutusan ikatan perkawinan ini tentu tidak tanpa sebuah sebab, melainkan ada
beberapa hal yang melatar belakangi mengapa pemutusan perkawinan itu dilakukan.
Sepatutnya sebuah upaya pemutusan perkawinan itu dilakukan bukan atas dasar
alasan yang ringan, melainkan ini sebagai jalan terakhir.
Sebuah perkawinan dapat putus apabila memenuhi sebab-sebab tertentu yang
diatur didalam Undang-Undang Perkawinan. Tidak menutup kemungkinan bagi
mereka warga negara Indonesia yang beragama Islam.2 Perceraian diatur dalam Pasal
38 sampai Pasal 41 Undang-Undang Perkawinan.3

1
Dr. Bastiar, S.HI, MA., Hukum Perkawinan di Indonesia, (Lhokseumawe: Dr. Alimuddin,S.Ag.,
M.Ag., 2018). Hal 161.
2
Umar Haris Sanjaya, Aunur Rahim Faqih, Hukum Perkawinan islam, (Yogyakarta: Gama media,
2017. Hal 103.
3
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, pasal 38.

3
Disebutkan dalam Pasal 38 Undang-Undang Perkawinan, bahwa perkawinan
dapat putus karena:
a. Kematian
b. Perceraian
c. Atas putusan pengadilan

Untuk sebab yang pertama (1) adalah kematian, hal ini tidak perlu diperdebatkan
lebih lanjut atau dibuktikan melalui proses pembuktian dipengadilan. Karena jelas
kematian itu menjadikan salah satu pasangan suami atau istri ditinggalkan untuk
selama-lamanya. Konsekuensi dari kematian ini menyebabkan putusnya sebuah
perkawinan. Terhadap hal ini suami atau istri yang ditinggalkan secara otomatis telah
terputus hubungan perkawinannya.
Sebab putusnya perkawinan yang kedua (2) adalah perceraian. Perceraian
dijelaskan dengan kata pisah, putus hubungan, atau talak. Ungkapan talak secara
tersurat ada pada ayat suci Al-Qur’an, hal itu dinyatakan pada surat Al-Baqarah dan
Surat An-Nisa. Seperti misalnya Surat Al-Baqarah ayat 229 yang mengatakan “maka
menahanlah dengan baik atau melepaskan dengan baik” dan ayat 231 yang
mengatakan “tahanlah mereka dengan baik atau pisahlah dengan baik”. Pada surat
An-Nisa digambarkan pada ayat 130 yang artinya”dan jika mereka berpisah Allah
mengkayakan mereka dari keluasan-Nya”.
Sebab putusnya perkawinan yang ketiga (3) adalah atas putusan pengadilan. Di
Indonesia pelaksanaan perceraian ini memerlukan putusan pengadilan untuk
memutus sebuah perkawinan itu telah putus. Undang-Undang No. 1 Tahun 1974
menyatakan bahwa sebuah perceraian hanya dapat dilakukan didepan sidang
pengadilan setelah pengadilan tidak dapat mendamaikan pasangan yang ingin
bercerai.183 Proses mendamaikan ini sifatnya wajib bagi pengadilan. Suatu
pemutusan perkawinan baru dapat dilaksanakan apabila masing-masing dari suami
isteri telah melakukan upaya damai. Upaya damai ini wajib dilaksanakan dan
diperintahkan untuk mendamaikan kedua belah pihak untuk tetap mempertahankan

4
rumah tangga yang telah dibuat.184 Harapan dari adanya perdamaian adalah masing-
masing pihak dapat berpikir ulang dan menjadikan bahwa perceraian bukanlah suatu
pilihan yang mudah, tetapi memerlukan pertimbangan-pertimbangan dan alasan yang
dibenarkan. Dengan perkataan lain, perceraian adalah suatu jalan yang paling terakhir
bagi suami istri jika kebahagian didalam rumah tangga sudah tidak ada kembali.4

C. Putusnya Perkawinan Karena Perceraian


Salah satu penyebab putusnya perkawinan adalah perceraian, perceraian Menurut
Undang-Undang Perkawinan pada Pasal 39 dengan Pasal 365 Peraturan Pemerintah
Nomor 9 Tahun 1975. Perceraian adalah Perceraian adalah putusnya ikatan lahir batin
antar suami dan istri yang mengakibatkan berakhirnya hubungan keluarga (rumah
tangga) antara suami dan istri. Dalam kenyataannya prinsip-prinsip berumah tangga
sering kali tidak dilaksanakan sehingga suami dan istri tidak lagi merasa tenang dan
tentram serta hilang rasa kasih sayang dan tidak lagi saling mencintai satu sama lain
yang berakibat akan terjadinya perceraian. Perceraian berakibat hukum putusnya
perkawinan, putusnya perkawinan itu tergantung kepada siapa yang
menginginkannya. Macam-macam bentuk penceraian :

1. Talak
Secara harfiyah Thalaq itu berarti melepaskan dan atau membebaskan. Apabila
dihubungkan dengan putusnya perkawinandan menurut syariat, maka talak dapat
diartikan dengan melepaskan isteri atau membebaskannya dari ikatan perkawinan
atau menceraikannya. Menurut hukum Islam talak adalah suatu perkataan yang
diucapkan oleh suami untuk memutuskan ikatan pernikahan terhadap istrinya.
Apabila seorang suami telah mentalak istrinya, maka putuslah hubungan antara suami
istri tersebut, baik secara lahir maupun batin.

4 Umar Haris Sanjaya, Aunur Rahim Faqih, Hukum Perkawinan Islam, (Yogyakarta: Gama media,
2017. Hal 107.
5 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974, Pasal 38-39.

5
Hukum Islam menentukan bahwa hak menjatuhkan talak ada pada suami. Hal ini
disebabkan karena suami mempunyai beban tanggung jawab yang sangat besar dalam
suatu perkawinan, baik itu tanggung jawab kewajiban membayar mahar kepada istri,
maupun kewajiban tanggung jawab memberi nafkah istri dan anak-anaknya. Karena
hak talak ada pada suami, suami harus berhati-hati dalam menyatakan kata-kata yang
dapat berakibat jatuhnya talak. Hal yang perlu diketahui adalah anggapan bahwa talak
itu adalah hak penuh seorang suami tidak mempunyai dasar sama sekali baik dalam
AlQuran maupun hadits Nabi. Yang demikian hanyalah merupakan. kebiasaan atau
urf orang Arab yang terbawa dari masa sebelum Islam. Pada zaman Jahiliyah, banyak
laki-laki yang sesuka hatinya menceraikan istrinya dengan kata-kata yang diucapkan
seenaknya. Akan tetapi, istrinya masih tetap jadi istrinya, sekalipun sudah
diceraikannya seratus kali atau lebih. Oleh karena banyaknya suami mempermainkan
kata cerai, turunlah ayat Al-Qur’an surat Al-Baqarah Ayat 229’ :6

Artinya: Talak (yang dapat dirujuk) itu dua kali. (Setelah itu suami dapat)
menahan dengan baik, atau melepaskan dengan baik. Tidak halal bagi kamu
mengambil kembali sesuatu yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali
keduanya (suami dan istri) khawatir tidak mampu menjalankan hukum-hukum Allah.
Jika kamu (wali) khawatir bahwa keduanya tidak mampu menjalankan hukum-hukum

6
Al-Qur’an Surah Al-Baqarah ayat 299.

6
Allah, maka keduanya tidak berdosa atas bayaran yang (harus) diberikan (oleh istri)
untuk menebus dirinya. Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu
melanggarnya. Barangsiapa melanggar hukum-hukum Allah, mereka itulah orang-
orang zalim.

Dengan melihat kepada keadaan istri waktu talak itu diucapkan oleh suami, maka
talak dapat diklasifikasikan menjadi tiga macam, yaitu:
a. Talak Sunni.
Talak Sunni ialah talak yang pelaksanaannya telah sesuai dengan
petunjuk dalam Al-Quran dan Sunnah Nabi. Bentuk talak ini yaitu talak
ini dijatuhkan oleh suami kepada istrinya yang pada saat itu istrinya
tidak dalam keadaan haid atau dalam masa suci yang pada masa itu si
istri belum pernah dicampuri oleh suaminya.
b. Talak bid’i yaitu talak yang menyalahi ketentuan agama, misalnya talak
yang diucapkan dengan tiga kali talak pada yang bersamaan atau talak
dengan ucapan talak tiga atau menalak istri dalam keadaan haid dan
menalak istri dalam keadaan suci, tetapi sebelumnya telah di dhukul.
Sedangkan talak ditinjau dari segi boleh tidaknya suami rujuk, dibagi
menjadi 2 (dua) macam, yaitu:
a) Talak raj’i, yaitu talak di mana suami masih memiliki hak untuk
kembali kepada isterinya (rujuk) sepanjang isterinya tersebut
masih dalam masa iddah, baik isteri tersebut bersedia dirujuk
maupun tidak.
b) Talak ba’in, yaitu talak di mana suami tidak memiliki hak untuk
merujuk isteri yang telah ditalaknya.7

7
Dr. Bastiar, S.HI, MA., Hukum Perkawinan di Indonesia, (Lhokseumawe: Dr. Alimuddin,S.Ag.,
M.Ag., 2018). Hal 167.

7
2. Khuluk
Khuluk adalah penyerahan harta yang dilakukan oleh isteri untuk menebus
dirinya dari (ikatan) suaminya. Perceraian dengan cara ini diperbolehkan dalam
agama Islam dengan disertai beberapa hukum perbedaan dengan talak biasa. Khuluk
menurut bahasa arab adalah menanggalkanpakaian, artinya melepaskan
kekuasaannya sebagai suami dan memberikan kepada isterinya dalam bentuk talak.
Hal ini mengingat karena isteri merupakan pakaian bagi laki-laki sebagaimana laki-
laki merupakan pakaian bagi wanita.
Dalam Komplikasi Hukum Islam (KHI), masalah khulu’ ini tidak dijelaskan
secara detail. Oleh karena itu pasal yang membahas masalah ini juga sangat
terbatas. Di dalam KHI, tidak dijelaskan suatu proses bagaimana khulu’ terjadi
secara khusus serta penyelesaian khulu’. Hal ini disebabkan Khi memandang
khulu’, sebagai salah satu jenis talak. Namun, untuk menyelesaikan kasus khulu’
KHI memberikan prosedur khusus melalui pasal 148 yaitu:
1) Seorang istri yang mengajukan gugatan dengan jalan
khulu’,menyampaikan permohonannya ke Pengadilan Agama yang
mewilayahi tempat tinggalnya disertai alasan atau alasan-alasanya.
2) Pengadilan Agama selambat-selambatnya satu bulan memanggil istri
dan suaminya untuk didengar keterangannya masing-masing.
3) Penjelasan tentang akibat khulu’ dan memberikan nasihat-nasihatnya.
4) Setelah kedua belah pihak sepakat tentang besarnya ‘iwadh atau
tebusan, maka Pengadilan Agama memberikan penetapan tentang izin
bagi suami untuk mengikrarkan talaknya di depan sidang Pengadilan
Agama. Terhadap penetapan ini tidak dapat dilakukan upaya banding
dan kasasi.
5) Dalam hal tidak tercapai kesepakatan tentang besarnya tebusan atau
‘iwadh, Pengadilan Agama memeriksa dan memutus sebagai perkara
biasa.

8
3. Fasakh
Pengertian Fasakh pada hakikatnya adalah rusak dan putusnya akad perkawinan
karena putusan pengadilan. Fasakh adalah rusak atau putusnya perkawinan, melalui
pengadilan, yang hakikatnya hak suami istri disebabkan sesuatu yang diketahui
setelah akad berlangsung. Misalnya, suatu penyakit yang muncul setelah akad yang
menyebabkan pihak lain tidak dapat merasakan arti dan hakikat sebuah perkawinan.
Atau penyakit atau cacat tersebut telah sejak lama ada, namun ditutup-tutupi oleh
yang bersangkutan, baru diketahui setelah perkawinan berlangsung, sehingga yang
satu merasa tertipu akibat perbuatan tersebut.8
Fasakh artinya merusak atau melepaskan tali ikatan perkawinan. Fasakh dapat
terjadi karena sebab yang berkenaan dengan akad nikah atau dengan sebab yang
datang setelah berlakunya akad. Perceraian dengan fasakh tidak mengurangi hak talak
dari suami, dengan demikian apabila suami isteri yang telah bercerai dengan jalan
fasakh, kemudian hidup kembali sebagai suami isteri, suami tetap mempunyai hak
talak tiga kali.

D. Tata Cara Perceraian


Putusnya perkawinan menurut Undang-undang No. 1 Tahun 1974, pasal 38.
Perceraian dapat terjadi setelah suami mendapat izin untuk menceraikan isterinya
dengan mengucapkan ikrar talaknya dimuka sidang Pengadilan Agama, Maka pada
saat itulah terjadi perceraian sebagaimana disebutkan dalam pasal 39 ayat 1 Undang-
Undang No. 1 Tahun 1974. Adapun tata cara perceraian menurut Undang-undang
Perkawinan tahun 1974, dibedakan menjadi dua bagian yaitu perceraian yang terjadi
atas kehendak pihak suami yang kemudian disebut cerai talak dan yang kedua
perceraian atas kehendak pihak isteri atau yang kemudian disebut cerai gugat.9

8
Ibid; hal 167-169.
9
Ibid; hal 171-172

9
Cerai talak dan cerai gugat tersebut hanya dapat dilakukan di muka sidang
pengadilan sesuai dengan peraturan pemerintah yang surat permohonanya harus
diajukan kepada Pengadilan Agama yang daerah hukumnya meliputi daerah hukum
tergu atau isteri atau kuagat, sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 20 ayat (1)
Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975. “Gugatan perceraian diajukan oleh suami atau
isteri atau kuasanya kepada pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat
kediaman tergugat”.
Adapun pemohon sebagaimana yang diatur dalam Pasal 14 PP No. 9 Tahun 1975
mengajukan permohonan kepada Pengadilan Agama yang wilayah hukumnya seperti
dimaksud dalam pasal 66 Undang-Undang No. 7 Tahun 1989 Yaitu:
1. Pemohon sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) diajukan kepada
pengadilan agama yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman termohon
kecuali apabila termohon dengan sengaja meninggalkan tempat kediaman yang
ditentukan bersama tanpa izin pemohon.
2. Apabila termohon bertempat tinggal diluar negeri maka permohonan diajukan
kepada pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat tinggal pemohon.
3. Dalam hal termohon bertempat kediaman diluar negeri permohonan diajukan
kepada pengadilan yang meliputi tempat perkawinan mereka dilangsungkan
atau Pengadilan Agama Jakarta Pusat.Selanjutnya tata cara pengajuan
permohonan perceraian juga prosesperceraian itu sendiri.

Adapun tata cara prosedurnya sebagaimana diatur dalam Pasal 20 Peraturan


Pemerintah No. 9 Tahun 1975 tentang pelaksanaan atas Undang-Undang Perkawinan
No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan yang menyatakan bahwa formulasi gugatan
permohonan dalam perkara cerai talak dan cerai gugat dan berpedoman pada Pasal
67 tahun 1989, bahwa ketentuan-ketentuan termuat adalah:161
1. Identitas para pihak, yaitu: Nama, umur, dan tempat kediaman pemohonan,
yaitu suami dan termohon yaitu isteri.

10
2. Alasan-alasanyang menjadi dasar cerai talak atau sering disebut dengan istilah
posita gugat.

E. Akibat Perceraian
Hal-hal apa yang perlu dilakukan oleh pihak isteri maupun suami setelah terjadi
perceraian diatur dalam pasal 41 Undang-Undang Perkawinan yang pada dasarnya
adalah sebagai berikut:
a. Baik ibu atau bapak tetap berkewajiban memlihara dan mendidik anak-
anaknya, semata-mata berdasarkan kepentingan anak; bilamana ada
perselisihan mengenai penguasaan anak-anak, Pengadilan memberi
keputusannya.
b. Biaya pemeliharaan dan pendidikan anak-anak menjadi tanggungjawab pihak
bapak, kecuali dalam kenyataannya bapak dalam keadaan tidak mampu
sehingga tidak dapat melakukan kewajiban tersebut, maka Pengadilan dapat
menentukan bahwa ibu ikut memikul biaya tersebut.
c. Pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk memberikan biaya
penghidupan dan/atau menentukan suatu kewajiban bagi bekas isteri.

11
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Perceraian berasal dari kata dasar cerai, yang berarti putus hubungan sebagai
suami istri. Menurut bahasa perceraian adalah perpisahan antara suami dan istrinya.
dalam Pasal 38 Undang-Undang Perkawinan, bahwa perkawinan dapat putus karena:
a. Kematian
b. Perceraian
c. Atas putusan pengadilan
Salah satu penyebab putusnya perkawinan adalah perceraian, perceraian
Menurut Undang-Undang Perkawinan pada Pasal 39 dengan Pasal 36 Peraturan
Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975. Perceraian adalah Perceraian adalah putusnya ikatan
lahir batin antar suami dan istri yang mengakibatkan berakhirnya hubungan keluarga
(rumah tangga) antara suami dan istri.
Macam-macam bentuk penceraian:
1. Talak
Talak adalah suatu perkataan yang diucapkan oleh suami untuk
memutuskan ikatan pernikahan terhadap istrinya. Apabila seorang suami
telah mentalak istrinya, maka putuslah hubungan antara suami istri tersebut,
baik secara lahir maupun batin.
2. Khuluk
Khuluk adalah penyerahan harta yang dilakukan oleh isteri untuk menebus
dirinya dari (ikatan) suaminya.
3. Fasakh
Fasakh adalah rusak atau putusnya perkawinan, melalui pengadilan, yang
hakikatnya hak suami istri disebabkan sesuatu yang diketahui setelah akad
berlangsung. Misalnya, suatu penyakit yang muncul setelah akad yang

12
menyebabkan pihak lain tidak dapat merasakan arti dan hakikat sebuah
perkawinan.
Adapun tata cara perceraian menurut Undang-undang Perkawinan tahun 1974,
dibedakan menjadi dua bagian yaitu perceraian yang terjadi atas kehendak pihak suami
yang kemudian disebut cerai talak dan yang kedua perceraian atas kehendak pihak isteri
atau yang kemudian disebut cerai gugat.

13
DAFTAR PUSTAKA

Dr. Bastiar, S.HI, MA., Hukum Perkawinan di Indonesia, (Lhokseumawe: Dr.


Alimuddin,S.Ag., M.Ag., 2018).
Umar Haris Sanjaya, Aunur Rahim Faqih, Hukum Perkawinan islam,
(Yogyakarta: Gama media, 2017.
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan

Al-Qur an Karim

14

Anda mungkin juga menyukai