KELOMPOK 10
FAKULTAS SYARI’AH
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan karunia-NYA, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “Perjanjian dan Harta Kekayaan Dalam Perkawinan” ini tepat pada
waktunya. Shalawat beriring salam tidak lupa kami sampaikan kepada Nabi
Muhammad SAW yang telah menerangi semua umat di muka bumi ini dengan
cahaya kebenaran.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah ikut
membantu dalam penyelesaian penyusunan makalah ini. Khususnya kepada dosen
pembimbing yaitu buya Drs. M Thahir, M.Ag yang telah membimbing dan
memberi pengalamannya kepada kami, dan kami menyadari bahwa dalam
makalah ini masih terdapat berbagai kekurangan dan kesalahan, baik dari segi isi
maupun dari segi bahasa. Untuk itu, kami mengharapkan kritik dan saran dari
pembaca yang bersifat konstruktif untuk penyempurnaan makalah.
Kami berharap agar makalah ini dapat berguna dan bermanfaat bagi
pembaca. Aamin ya rabbal’alamin.
Pemakalah
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................... i
DAFTAR ISI......................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN......................................................................... 1
A. Latar Belakang............................................................................... 1
B. Rumusan Masalah.......................................................................... 1
C. Tujuan............................................................................................ 1
Kesimpulan....................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................23
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
Apa itu perjanjian perinakahan dan penjabaran tentangnya?
Apa itu harta kekayaan pernikahan siapa yg atas hal tersebut, bagaimana
pembagiannya dan penjabaran tentangnya?
C. Tujuan
Mengetahui berbagai hal mengenai perjanjian dan harta kekayaan
pernikahan seperti bagaimana pelaksanaannya ketentuannya, dan cara
kerja serta penjelasannya.
1
BAB II
2
perkawinan maupun isi perjanjian perkawinan itu sendiri. Adanya ketidakjelasan
pengertian perjanjian perkawinan menimbulkan perbedaan pendapat dari para ahli
hukum mengenai pengertian perjanjian perkawinan.
2
H. A. Damanhuri, Op. Cit, hlm. 7.
3
untuk mengatur akibat-akibat perkawinan terhadap harta kekayaan
mereka.Sementara itu Soetojo Prawirohamidjojo berpendapat, bahwa perjanjian
kawin umumnya dibuat:
1. Bilamana terdapat sejumlah kekayaan yang lebih besar pada salah satu
pihak dari pihak lain;
4
Menurut penjelasan Pasal 29 Undang-Undang Perkawinan dinyatakan
bahwa “yang dimaksud dengan perjanjian” dalam pasal ini tidak termasuk taklik
talak. Dalam Pasal 35 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
menyatakan bahwa:
5
adalah berhak menyiapkan beberapa penyimpangan dari peraturan undang-undang
sekitar persatuan harta kekayaan, asal perjanjian itu tidak menyalahi tata susila
yang baik atau tata tertib umum dan asal diindahkan pula segala ketentuan
dibawah ini menurut pasal berikutnya”.
Sedangkan perjanjian perkawinan yang diatur dalam Inpres Nomor 1 Tahun 1991
yang termuat dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) terdapat dalam Buku I Bab VII Pasal
45-51 KHI yang uraiannya sebagai berikut :
6
bentuk penyimpangan dari peraturan perundang-undangan mengenai persatuan
harta perkawinan. Apabila tidak dibuat perjanjian perkawinan berarti diantara
kedua belah pihak terjadi kepemilikan harta bersama dalam perkawinan, oleh
karena hukum di Indonesia menganut sistem percampuran harta dalam
perkawinan.
4
J. Andy Hartanto, Op. Cit, hlm. 40
7
bersama tetapi untuk pengeluaran atau kerugian yang diperoleh
ditanggung masing-masing pihak. persatuan hasil dan pendapatan adalah
bentuk lain dari macam harta kekayaan perkawinan yang tidak berupa
pemisahan harta secara keseluruhan dan bukan pula persatuan untung dan
rugi.
Persatuan hasil dan pendapatan pada prinsipnya hampir sama dengan
persatuan untung dan rugi, hanya saja bentuk persatuan ini dilakukan
pembatasan bahwa hutang-hutang yang melebihi aktiva persatuan hasil
dan pendapatan (diluar persatuan) hutang-hutang tersebut akan menjadi
tanggungan pribadi dari pihak yang berhutang.
d. Materi yang dapat diatur dalam perjanjian perkawinan
Harta bawaan dalam perkawinan, baik harta yang diperoleh dari usaha
masing-masing maupun dari hibah, warisan ataupun cuma-cuma yang diperoleh
masing-masing selama perkawinan.
Semua hutang dan piutang yang dibawa oleh suami atau istri dalam
perkawinan mereka, sehingga tanggung jawab yang dibuat oleh mereka selama
perkawinan tetap akan menjadi tanggungan masing-masing atau tanggung jawab
keduanya dengan pembatasan tertentu.
Hak istri dalam mengurus harta pribadinya baik yang bergerak maupun
yang tidak bergerak dan dengan tugas memungut (menikmati) hasil serta
pendapatan baik dari pekerjaannya sendiri atau sumber lain Kewenangan istri
dalam mengurus hartanya, agar tidak memerlukan bantuan atau pengalihan kuasa
dari suami.
8
Pencabutan wasiat, serta ketentuan-ketentuan lain yang dapat melindungi
kekayaan maupun kelanjutan bisnis masing-masing pihak (dalam hal salah
satu/kedua pihak merupakan pemegang saham/pemimpin usaha pada suatu entitas
bisnis).
9
(2) Perjanjian tersebut tidak dapat disahkan bilamana melanggar batas-batas
hukum, agama dan kesusilaan.
10
harta bersama adalah barang-barang yang menjadi kekayaan yang diperoleh suami
istri dalam perkawinan. Sayuti Thalib dalam bukunya Hukum kekeluargaan di
Indonesia mengatakan bahwa : “harta bersama adalah harta kekayaan yang
diperoleh selama perkawinan diluar hadiah atau warisan”.
Maksudnya adalah harta yang didapat atas usaha mereka atau atas usaha
sendiri-sendiri selama masa perkawinan. Dalam yurisprudensi Peradilan Agama
juga dijelaskan bahwa harta bersama yaitu harta yang diperoleh dalam masa
perkawinan dalam kaitan dengan hukum perkawinan, baik penerimaan itu lewat
perantara istri maupun lewat perantara suami. Harta ini diperoleh sebagai hasil
karya-karya dari suami istri dalam kaitannya dengan perkawinan.17
Di atas telah di kemukakan bahwa harta bersama adalah harta hasil usaha
bersama (suami istri) di dalam perkawinan mereka. Hak atas harta bersama antara
seorang suami istri di dalam perkawinan mereka. Hak atas harta bersama seorang
suami lebih besar istrinya. Allah berfirman:
Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada
sebagian kamu lebih banyak dari sebagian yang lain. (QS. An-Nisa’[4]:32)
Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah
telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas yang lain (wanita), dan karena
mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. (QS. An-
Nisa’[4]:34.)
Merujuk kepada sejumlah ayat dan surat di dalam Al-Quran, maka hak
suami atas harta bersama adalah dua bagian hak istri.6
Suami atau istri tanpa persetujuan dari salah satu pihak tidak
diperbolehkan menjual atau memindahkan harta bersama tersebut. Dalam hal ini,
baik suami maupun istri mempunyai pertanggung jwaban untuk menjaga harta
bersama. Dalam hal pertanggung jawaban hutang, baik hutang suami maupun
istri, bisa dibebankan pada hartanya masing-masing. Sedangkan terhadap hutang
yang dilakukan untuk kepentingan keluarga, maka dibebankan pada harta
6
Otje Salman, Mustofa Haffas, Hukum Waris Islam, (Bandung: Refika Aditama, 2001), 13.
11
bersama. Akan tetapi, bila harta bersama tidak mencukupi, maka dibebankan pada
harta suami, bila harta suami tidak mencukupi, maka dibebankan pada harta istri.
Harta bersama merupakan salah satu macam dari sekian banyak jenis harta
yang dimiliki seseorang. Ada dua pendapat tentang harta bersama menurut hukum
Islam, menurut pendapat pertama, jika harta bersamatersebut merupakan syirkah
sepanjang ada kerjasama antara keduanya maka harta tersebut dinamakan harta
bersama, dab jika terjadi perceraian baik cerai mati maupun cerai hidup, harta
bersama itu harus dibagi secara berimbang. Berimbang disini dimaksudkan ialah
sejauh mana masing-masing pihak mamasukkan jasa dan usahanya dalam
menghasilkan harta bersama itu dahulunya.
Dalam berbagai istilah yang berasal dari setiap lingkungan adat yang
bersangkutan berbeda-beda dalam memaknai harta bersama tersebut, sesuai
dengan keaneka ragaman lingkungan masyarakat adat seperti dalam masyarakat
Aceh, dipergunakan istilah “harta seharkat”, dalam masyarakat suku melayu
dikenal dengan sebutan “harta sayarekat”, dalam masyarakat jawa dikenal dengan
“harta gono-gini”. Banyak lagi istilah yang dipakai, seperti “harta raja kaya” dan
sebagainya. Semua sebutan dan istilah itu mengandung makna yang sama yaitu
mengenai “harta bersama” dalam perkawinan antara suami istri.
Dalam pasal 35 UU No. 1 Tahun 1974, hukum mengenal dua jenis harta
dalam perkawinan :
12
2. Harta bawaan masing-masing suami istri dan harta yang diperoleh
masing-masing sebagai hadiah atau warisan yang disebut dengan “harta pribadi”
yang sepenuhnya berada dibawah penguasaan masing-masing sepanjang para
pihak tidak menentukan lain.
1) Harta bawaan suami, yaitu harta yang dibawa suami sejak sebelum
perkawinan.
2) Harta bawaan istri, yaitu harta yang dibawanya sejak sebelum perkawinan.
3) Harta bersama suami istri, yaitu harta benda yang diperoleh selama
perkawinan menjadi harta bersama suami istri.
4) Harta hasil dari hadiah, hibah, waris, dan shadaqah suami, yaitu harta
yangdiperolehnya sebagai hadiah atau warisan.
5) Harta hasil hadiah, hibah, waris, dan shadaqah istri, yaitu harta yang
diperolehnya sebagai hadiah atau warisan.
1. Harta Bersama Menurut Hukum Islam
Dalam hukum Islam tidak mengenal istilah harta bersama yang ada adalah
harta kekayaan bersama disamping ada kekayaan pribadi, maka dengan demikian
dapat dikatakan harta bersama adalah harta yang diperoleh selama perkawinan,
atau dapat dikatakan harta yang didapat atas usaha mereka atau sendiri-sendiri
selama masa perkawinan. Para ulama’ mempersamakan definisi ini dan
memasukan kedalam definisi “Syirkah”. Makna Syirkah menurut bahasa adalah
al-Ikhtilath yaitu penggabungan, percampuran atau serikat. Sedangkan menurut
istilah adalah akad antara dua orang yang berserikad dalam hal modal dan
keuntungan.
7
T,M. Hasbi ash Shiddiqie, Pedoman Rumah Tangga, (Pustakamaju, Medan, 1971), 9.
13
merupakan harta kekayaan tambahan karena usaha berama suami istri selama
perkawinan menjadi milik bersama.8 Manusia mempunyai kepentingan,
kepentingan itu adakalanya dapat dipenuhi secara individual, dan terkadang harus
dikerjakan secara bersama-sama, terutama dalam hal-hal untuk mencapai tujuan
tertentu. Kerjasama ini dilakukan tentunya dengan orang lain yan mempunyai
kepentingan atau tujuan yang sama pula.
8
Moch Idris Ramulyo, Hukum Perkawinan Kewarisan Hukum Acara Peradilan Agama, (Sinar
Grafika, Jakarta 1995), 31.
14
hidup dan membiayai hidup. Mencari hidup jangalah selalu diartikan
mereka yang bergerak keluar rumah berusaha dengan nyata. Memang hal
itu adalah yang pertama dan yang terutama. Tetapi disamping itu
pembagian pekerjaan yang menyebabkan seseorang dapat bergerak maju,
dalam hal ini dalam soal kebendaan dan harta kekayaan, banyak pula
tergantung kepada pembagian pekerjaan yang baik antara suami istri.9
2. Harta Bersama Menurut Undang-Undang No.1 tahun1974
9
Imron Rosyidin, Tinjaua Hukum Islam Terhadap Pasal 1467 BW mengenai jual beli antara suami
15
Berdasarkan Pasal 96 Kompilasi Hukum Islam dan Pasal 37 Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan dikemukakan bahwa harta
bersama suami istri apabila terjadi putusnya perkawinan baik karena kematian
atau perceraian maka kepada suami istri tersebut maisng-masing mendapat
setengah bagian dari harta yang mereka peroleh selama perkawinan berlangsung.
Hal ini diatur dalam KHI pasal 96 ayat 2, “pembagian harta bersama bagi
eorang suami atau istri yang istri atau suaminya hilang harus ditangguhkan sampai
adanya kepastian matinya yang hakiki atau matinya secara hukum atas dasar
putusan Pengadilan Agama”. Begitu juga dengan cerai hidup, pasal 97 KHI
menegaskan “janda atau duda cerai hidup masing-masing berhak seperdua dari
harta bersama sepanjang tidak ditentukan lain dalam perjanjian perkawinan”.
Artinya, dalam kasus cerai hidup, jika tidak ada perjanjian perkawinan maka
16
pembagian harta bersamanya ditempuh berdasarkan ketentuan di dalamnya, yaitu
masing-masing berhak mendapat seperdua dari harta bersama.
ini ketentuan khusus yang berlaku pada lingkungan pengadilan dalam lingkungan
Pengadilan Agama. Hal ini dimaksudkan untuk mewujudkan suatu peradilan yang
17
maka hal ini harus diselesaikan oleh Pengadilan Agama (pasal 98 KHI),
Perselisihan mengenai harta bersama dapat berupa :10
10
Mukti arto, Praktek Perkara Perdata pada Peradilan Agama, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,1996),
248.
18
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
19
oleh Pegawai Pencatat Perkawinan, setelah mana isinya berlaku juga
terhadap pihak ketiga sepanjang pihak ketiga tersangkut”.
20
3. Harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama.
4. Harta bawaan dari masing-masing suami dan istri dan harta benda yang
diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan adalah dibawah
pengawasan masing-masing sepanjang tidak menetukan lain.
11
www.lindungikami.Org/.../UU_Nomor_39_tentang_Hak_Asasi_Manusia.pdf
21
Berdasarkan Pasal 96 Kompilasi Hukum Islam dan Pasal 37 Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan dikemukakan bahwa harta
bersama suami istri apabila terjadi putusnya perkawinan baik karena kematian
atau perceraian maka kepada suami istri tersebut maisng-masing mendapat
setengah bagian dari harta yang mereka peroleh selama perkawinan berlangsung.
22
DAFTAR PUSTAKA
www.lindungikami.Org/.../UU_Nomor_39_tentang_Hak_Asasi_Manusia.pdf
Imron Rosyidin, Tinjaua Hukum Islam Terhadap Pasal 1467 BW mengenai jual
beli antara suami istri, skripsi th.1996.
Mukti arto, Praktek Perkara Perdata pada Peradilan Agama, (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar,1996), 248.
23