Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH

“HUKUM PERIKATAN”
Untuk Memenui Salah Satu Tugas Mata Kuliah Aspek Hukum dalam Ekonomi
Dosen Pengampu: Ilham Ahmad, S.Ag., M.H.

Disusun Oleh:
KELOMPOK 2
Rizki Taufik Ilham (E.22.34333)
Nazwa Arina Al-Haq (E.22.34346)
Riri Febrianti (E.22.34352)

EKONOMI SYARIAH

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM DARUL ARQAM (STAIDA)


MUHAMMADIYAH GARUT
2024
KATA PENGANTAR
Alhamdulilah puji syukur kami panjatkan atas kehadirat allah SWT. Karena atas rahmat-Nya
saya dapat menyelesaikan tugas makalah mata kuliah Aspek Hukum Dalam Ekonomi yang
berjudul “HUKUM PERIKATAN”.

Dalam penyelesaian makalah ini penulis banyak mendapatkan bantuan dan bimbingan dari
beberapa pihak, untuk itu melalui kata pengantar ini penulis mengharapkan kritik dan saran
demi kesempurnaan makalah ini. Dan tidak pula penulis mengucapkan terima kasih kepada
dosen mata kuliah Aspek Hukum dalam Islam.

Sebagai bantuan dan dorongan serta bimbingan yang telah diberikan kepada penulis dapat
diterima dan menjadi amal sholeh dan diterima allah sebagai sebuah kebaikan. Semoga
makalah ini bermanfaat khususnya bagi penulis dan semua pembaca pada umumnya.

Garut, 26, Maret 2024

Penulis

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................... 1


DAFTAR ISI.............................................................................................................................. 2
BAB 1 ........................................................................................................................................ 3
PENDAHULUAN ..................................................................................................................... 3
A. Latar Belakang ................................................................................................................ 3
B. Rumusan Masalah ........................................................................................................... 3
C. Tujuan Masalah ............................................................................................................... 3
BAB 2 ........................................................................................................................................ 4
PEMBAHASAN ........................................................................................................................ 4
A. Pengertian Hukum Perikatan .......................................................................................... 4
B. Dasar Hukum Perikatan .................................................................................................. 4
C. Asas-Asas Perikatan........................................................................................................ 4
D. Wanprestasi ..................................................................................................................... 5
E. Hapusnya Perikatan ........................................................................................................ 6
BAB 3 ........................................................................................................................................ 7
PENUTUP.................................................................................................................................. 7
A. Kesimpulan ..................................................................................................................... 7
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................ 8

2
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perikatan adalah suatu perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak,
berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak yang lain, dan
pihak lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu. Hubungan hukum yang menerbitkan
perikatan itu, bersumber pada apa yang disebut dengan perjanjian atau sumber lainya yaitu
undang – undang.
Menurut Subekti, Perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada
seorang lain atau dimana dua orang saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal. Bentuk
dari pada suatu penjanjian atau persetujuan secara tertulis bisa sebagai kontrak. Perjanjian
Merupakan Hal yang Mendasar dari dibuatnya suatu kontrak.
Perjanjian adalah sumber dari perikatan, disamping sumber – sumber lain. Suatu
perjanjian juga dinamakan pesetujuan, adanya hak dan kewajiban timbul diluar kehendak
subjek hukumnya. Perikatan ini dapat disebabkan oleh tindakan tidak melawan hukum dan
tindakan melawan hukum. Sedangkan perikatan yang ditimbulkan karena perjanjian lazim
disebut “perjanjian”, hak dan kewajiban yang timbul dikehendaki oleh subjek-subjek
hukum.
Bahkan, terkadang hak dan kewajiban itu sering merupakan tujuan dalam
menjalankan tindakannya. Pasal 1338 KUHPerdata menyatakan bahwa “Semua perjanjian
yang dibuat secara sah yaitu berdasarkan syarat sahnya perjanjian, berlaku sebagai undang
– undang bagi mereka yang membuatnya”. Maksudnya, semua perjanjian mengikat mereka
yang tersangkut bagi yang membuatnya, mempunyai hak yang oleh perjanjian itu diberikan
kepadanya dan berkewajiban melakukan hal-hal yang ditentukan dalam perjanjian. Setiap
orang dapat mengadakan perjanjian, asalkan memenuhi syarat yang ditetapkan dalam Pasal
1320 KUHPerdata. (R. Abdoel Djamali,2005:147).arena dua pihak itu setuju untuk
melakukan sesuatu.

B. Rumusan Masalah
1. Jelaskan Mengenai Hukum Perikatan?
2. Jelaskan Dasar Hukum Perikatan?
3. Jelaskan Asas-Asas dalam Hukum Perikatan?
4. Jelaskan Mengenai Wanprestasi serta Akibatnya?
5. Jeleskan Mengenai Berakhirnya Hukum Perikatan?

C. Tujuan Masalah
1. Untuk Mengetahui Mengenai Hukum Perikatan?
2. Untuk Mengetahui Dasar Hukum Perikatan?
3. Untuk Mengetahui Asas-Asas dalam Hukum Perikatan?
4. Untuk Mengetahui Mengenai Wanprestasi serta Akibatnya?
5. Untuk Mengetahui Mengenai Berakhirnya Hukum Perikatan?

3
BAB 2
PEMBAHASAN
A. Pengertian Hukum Perikatan
Istilah Perikatan berasal dari bahasa belanda verbintenis. Secara terminologi,
verbintenis berasal dari kata “verbinden” yang artinya mengikat. Dengan demikian
verbintenis menunjuk kepada adanya ikatan atau hubungan. Subekti dalam bukunya
Pokok-Pokok Hukum Perdata berpendapat, bahwa perikatan adalah suatu hubungan
hukum antara dua orang atau dua pihak, yang mana pihak yang satu berhak menuntut
sesuatu dari pihak yang lainnya yang berkewajiban memenuhi tuntutan itu.

B. Dasar Hukum Perikatan


Dasar hukum perikatan berdasarkan KUH Perdata terdapat tiga sumber yaitu:
1. Perikatan yang timbul dari persetujuan (perjanjian);
2. Perikatan yang timbul dari undang-undang;
3. Perikatan terjadi bukan dari perjanjian, tetapi terjadi karena perbuatan melanggar
hukum (onrechtmatige daad) dan perwakilan sukarela (zaakwaarneming)
Sumber perikatan berdasarkan undang-undang yaitu sebagai berikut:
1. Perikatan (Pasal 1233 KUH Perdata): Perikatan lahir karena suatu persetujuan atau
karena undang-undang. Perikatan ditujukan untuk memberikan sesuatu, untuk
berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu;
2. Persetujuan (Pasal 1313 KUH Perdata): Suatu persetujuan adalah suatu perbuatan
dimana satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang lain atau lebih;
3. Undang-Undang (Pasal 1352 KUH Perdata): Perikatan yang lahir karena undang-
undang atau dari undang-undang sebagai akibat perbuatan orang

C. Asas-Asas Perikatan
Didalam hukum perjanjian dikenal tiga asas, yaitu asas konsensualisme, asas pacta
suntservada, dan asas kebebasan berkontrak.
1. Asas konsensualisme (kesepakatan).
Asas konsensualisme, artinya bahwa suatu perikatan itu terjadi (ada) sejak
tercapainya kata sepakat antara para pihak. Dengan kata lain bahwa perikatan itu sudah
sah dan mempunyai akibat hukum sejak tercapai kata sepakat antara para pihak
mengenai pokok perikatan. Berdasarkan Pasal 1320 ayat (1) KUH Perdata, dinyatakan
bahwa salah satu syarat sahnya perjanjian adalah kesepakatan kedua belah pihak.
Artinya bahwa perikatan pada umumnya tidak diadakan secara formal, tetapi
cukup dengan adanya kesepakatan para pihak. Kesepakatan tersebut dapat dibuat secara
lisan maupun dituangkan dalam bentuk tulisan berupa akta, jika dikehendaki sebagai
alat bukti. Perjanjian yang dibuat secara lisan didasarkan pada asas bahwa manusia itu
dapat dipegang mulutnya, artinya dapat dipercaya dengan kata-kata yang
diucapkannya. Tetapi ada beberapa perjanjian tertentu yang harus dibuat secara tertulis,
misalnya perjanjian perdamaian, perjanjian penghibahan, perjanjian pertanggungan dan
sebagainya. Tujuannya ialah sebagai alat bukti l ngkap dari pada yang diperjanjikan.

4
2. Asas pacta sunt servada
Asas Pacta Sunt Servada, berhubungan dengan akibat dari perjanjian. Pasal1338
KUH Perdata menyebutkan bahwa semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku
sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Persetujuan-persetujuan itu
tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak atau karena alasan-
alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup, untuk itu persetujuan-persetujuan
harus dilaksanakan dengan itikad baik.
3. Asas kebebasan berkontrak.
Kebebasan berkontrak (freedom of contract), adalah salah satu asas yang sangat
penting di dalam hukum perjanjian. Kebebasan ini adalah perwujudan dari kehendak
bebas hak asasi manusia. Asas kebebasan berkontrak dapat dianalisis dari ketentuan
pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata yang berbunyi “Semua perjanjian yang dibuat secara
sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”.
Asas kebebasan berkontrak merupakan asas kebebasan kepada para pihak untuk
membuat atau tidak membuat perjanjian, mengadakan perjanjian dengan siapapun,
menentukan isi perjanjian, pelaksanaan, dan persyaratan, serta menentukan bentuknya
perjanjian secara lisan atau tertulis. Selain ketiga asas diatas, dalam hukum perikatan
yang diselenggarakan oleh Badan Hukum Nasional, Departemen Kehakiman tanggal
17-19 Desember 1985 telah berhasil dirumuskan delapan asas hukum perikatan
nasional yaitu asas kepercayaan, asas persamaan hukum, asas keseimbangan, asas
kepastian hukum, asas moral, asas kepatuhan, asas kebiasaan dan asas perlindungan.

D. Wanprestasi
Wanprestasi adalah: “Pelaksanaan perjanjian yang tidak tepat waktunya atau
dilakukan tidak menurut selayaknya atau tidak dilaksanakan sama sekali.”35 Secara umum
wanprestasi adalah: “Suatu keadaan dimana seorang debitur (berutang) tidak memenuhi
atau melaksanakan prestasi sebagaimana telah ditetapkan dalam suatu perjanjian”.
Wanprestasi terjadi apabila salah satu pihak tidak memenuhi apa yang menjadi
kewajibannya yang telah ditetapkan dalam perikatan, baik perikatan yang timbulkarena
perjanjian maupun undang-undang. Wanprestasi dapat terjadi baik karena disengaja maupun
tidak disengaja. Pihak yang tidak sengaja, wanprestasi ini dapat terjadi karena memang tidak
mampu untuk memenuhi prestasi tersebut atau juga terpaksa untuk tidak melakukan prestasi
tersebut. Dalam pelaksanaan perjanjian apabila terjadi suatu keadaan, dimana debitur (pihak
yang berkewajiban) tidak melaksanakan prestasi (kewajiban) yang bukan dikarenakan
keadaan memaksa, maka debitur akan dimintai ganti rugi.
Akibat Terjadinya Wanprestasi
1. Perikatan tetap ada
2. Debitur harus membayar ganti rugi kepada kreditur (Pasal 1243 KUH Perdata).
3. Beban resiko beralih untuk kerugian debitur, jika halangan itu timbul setelah debitur
wanprestasi, kecuali bila ada kesenjangan atau kesalahan besar dari pihak kreditur.
Oleh karena itu, debitur tidak dibenarkan untuk berpegang pada keadaan memaksa.

5
4. Jika perikatan lahir dari perjanjian timbal balik, kreditur dapat membebaskan diri
dari kewajibannya memberikan kontra prestasi dengan menggunakan pasal 1266
KUH Perdata.

E. Hapusnya Perikatan
Menurut ketentuan pasal 1381 KUH Perdata suatu perikatan baik yang lahir dari
perjanjian maupun undang-undang dapat berakhir karena beberapa hal diantaranya adalah:
1. Pembayaran, yaitu jika kewajiban terhadap perikatan itu telah dipenuhi (pasal 1382
KUH Perdata).
2. Penawaran bayar tunai diikuti penyimpanan atau penitipan.
3. Pembaharuan utang, yaitu apabila utang yang lama digantikan oleh utang yang baru.
4. Kompensasi atau imbalan, yaitu apabila kedua belah pihak saling berhutang, maka
utang mereka masing-masing diperhitungkan.
5. Percampuran utang yaitu apabila pada suatu perikatan kedudukan kreditur dan
debitur ada di satu tangan seperti warisan.
6. Pembebasan utang, yaitu apabila kreditur membebaskan segala utang- tang dan
kewajiban hak debitur.
7. Batal dan pembatalan, yaitu apabila perikatan itu batal atau dibatalkan.
8. Hilangnya benda yang diperjanjikan, yaitu apabila benda yang diperjanjikan binasa,
hilang, atau menjadi tidak dapat diperdagangkan.
9. Timbul syarat yang membatalkan, yaitu ketentuan si perjanjian yang disetujui
kedua belah pihak.
10. Kedaluwarsa atau lewat waktu.

6
BAB 3
PENUTUP
A. Kesimpulan
Perikatan adalah suatu perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak,
berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak yang lain, dan
pihak lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu. Hubungan hukum yang menerbitkan
perikatan itu, bersumber pada apa yang disebut dengan perjanjian atau sumber lainya yaitu
undang – undang. Perjanjian ini suatu kesepakatan yang di perjanjikan di antara dua atau
lebih pihak yang menimbulkan akibat hukum, yang dengan mempertimbangkan
berdasarkan syarat-syarat sahnya suatu perjanjian, sehingga pengangkutan yang dilakukan
terlebih dahulu para pihak melakukan kesepakatan berdasarkan asas konsensualisme.

7
DAFTAR PUSTAKA
Hs, S. (1979). A. Hukum Perikatan.

Amalia, N. (2012). Hukum Perikatan. Unimal Press.

Sinaga, N. A., & Darwis, N. (2020). Wanprestasi dan Akibatnya Dalam pelaksanaan
perjanjian. Jurnal Mitra Manajemen, 7(2).

Anda mungkin juga menyukai