Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

PENGANTAR HUKUM EKONOMI


“HUKUM PERJANJIAN SYARIAH”

DOSEN PENGAMPU : JALALUDDIN FA, S.H.,M.H.

DISUSUN OLEH KELOMPOK 3


1. AHMAD SIDQII
2. ROHAN SAIMAN

PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS SYARIAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTHAN THAHA SAIFUDDIN
JAMBI
TAHUN AJARAN 2023
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr.wb

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, hidayah dan
karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul
“Hukum Perjanjian Syariah ” tanpa ada kendala sesuatu apapun. Sholawat dan salam senantiasa
tercurahkan kepada nabi Muhammad SAW, yang telah membawa kita dari zaman jahiliyah hingga
zaman terang menderang seperti sekarang ini.seperti halnya manusia yang tidak sempurna di mata
manusia lain ataupun di mata Allah SWT, penyusunan Makalah ini tidak terlepas dari kesalahan
penulisan dan penyajiannya mengingat keterbatasan kemampuan yang kami miliki. Untuk itu kami
selalu mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca demi penyempurnaan
makalah ini.

Akhir kata semoga makalah ini dapat memberi manfaat untuk kita semua . Aamin.

Jambi, 02 Mai 2023

Penulis
DAFTAR ISI
COVER...................................................................................................................................................i

KATA PENGANTAR………………………………………………………………………………….ii

DAFTAR ISI…………………………………………………………………………………………..iii

BAB I PENDAHULUAN......................................................................................................................1

1.1 Latar Belakang..................................................................................................................................1


1.2 Rumusan Masalah.............................................................................................................................1
1.3 Tujuan...............................................................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN......................................................................................................................2

A. Hukum Perjanjian Syariah................................................................................................................2


B. Syarat dan Akad................................................................................................................................3
C. Syarat sah perjanjian syariah........................................................................................................3
D. Hukum perjanjian..........................................................................................................................4
E. Hukum Islam akad/ perjanjian.....................................................................................................5

BAB III PENUTUP............................................................................................................................6

2.1 Kesimpulan ...................................................................................................................................6

2.2 Saran..............................................................................................................................................6

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................................7
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Perjanjian atau disebut juga kontrak mempunyai arti penting dalam kehidupan
bermasyarakat. Perjanjian menjadi dasar dari sekian banyak jenis aktivitas manusia. Fitrah
manusia sebagai makhluk sosial yang mana manusia akan saling bergantung dengan manusia
lainnya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Hubungan yang timbul dari interaksi antar
manusia ini menciptakan berbagai macam sistem kehidupan di masyarakat, yang salah
satunya adalah kontrak. Dengan menggunakan kontrak manusia akan dimudahkan dalam
menjalani aktivitas kesehariannya guna mencukupi kebutuhan hidup. Hal ini memudahkan
dalam mengembangkan usaha/bisnis yang dijalankan dengan bantuan dari orang lain.
Kontrak memfasilitasi setiap orang dalam memenuhi kebutuhan dan kepentingan yang tidak
dapat dipenuhi seorang diri. Karenanya dapat dibenarkan apabila kontrak disebut sebagai
sarana sosial yang ditemukan oleh peradaban umat manusia dalam mendukung kehidupannya
sebagai mahkluk sosial.

1.2 RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis membuat rumusan permasalahan


dalam makalah ini yaitu :
1. Hukum Perjanjian Syariah?
2. Syarat dan Akad?
3. Syarat sah perjanjian syariah?
4. Hukum perjanjian?
5. Hukum Islam akad/ perjanjian?

1.3 TUJUAN

1. Memahami Hukum Perjanjian Syariah


2. Menganalisis Syarat dan Akad
3. Mengetahui Syarat sah perjanjian syariah
4. Mengetahui Hukum perjanjian
5. Memahami Hukum Islam akad/ perjanjian
BAB II

HUKUM PERJANJIAN SYARIAH

A. Pengertian Hukum Perjanjian Syariah

Didalam menjelaskan hukum perjanjian terdapat dua pengertian, baik secara etimologi
maupun secara terminologi. Dalam bahasa Arab perjanjian itu diartikan sebagai
al-‘aqdu(Akad ), Akan tetapi di dalam Bahasa Indonesia, perjanjian itu dikenal dengan
kontrak. Menurut Gemala pengertian akad secara bahasa adalah ikatan, mengikat. Dikatakan
ikatan(al-rabth) maksudnya adalah menghimpun atau mengumpulkan dua ujung tali dan
mengikatkan salah satunya pada yang lainnya hingga keduanya bersambung dan menjadi
seperti seutas tali yang satu. Perjanjian dalam sistem hukum Indonesia, diatur dalam Buku III
KUHPerdata. Pengertian perjanjian menurut Pasal 1313 KUHPerdata, perjanjian adalah
suatu perbuatan dimana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain
atau lebih. Baik pengertian secara KUH Perdata maupun secara bahasa arab, memiliki
kesamaan bahwasanya perjanjian itu suatu perbuatan yang dilakukan oleh dua pihak atau
lebih dimana kedua belah pihak tersebut saling mengikatkan dirinya satu sama lain. Adanya
suatu perjanjian (akad) mengakibatkan para pihak terikat secara syariah berupa hak dan
kewajiban yang harus dipenuhi oleh masing-masing pihak sesuai dengan prinsip syariah.
Sahnya suatu akad menurut Hukum Islam ditentukan dengan terpenuhinya rukun dan syarat
suatu akad. Rukun adalah unsur yang mutlak harus dipenuhi dalam suatu hal, peristiwa dan
tindakan1.

B. Syarat Dan Akad

Adapun yang menjadi syarat dalam akad berkaitan dengan subyek akad dan obyek
akad. Subyek akad adalah subyek hukum pada umumnya yaitu pribadi-pribadi baik manusia
maupun badan hukum yang pada dirinya terdapat pembebanan kewajiban dan perolehan hak.
Adapun syarat yang harus dipenuhi seseorang dalam suatu akad adalah :

1. Aqil (berakal/dewasa)

2. Tamyiz (dapat membedakan) sebagai tanda kesadaran

3. Mukhtar (bebas melakukan transaksi/bebas memilih)

1
Abdul Ghofur Anshori, 2006, Pokok-pokok Hukum Perjanjian Islam di Indonesia, Yogyakarta : Citra Media, hal.
15
Syarat seseorang dalam berakad ini berkaitan dengan syarat sahnya perjanjian dalam
Pasal 1320 KUHPerdata yaitu kecakapan dalam membuat perikatan. Adapun syarat obyek
akad adalah :

1. Telah ada pada waktu akad diadakan, obyek perikatan disyaratkan telah ada ketika akad
dilangsungkan dan sesuatu yang belum berwujud tidak boleh dijadikan obyek akad. Hal ini
disebabkan karena sebab akibat hukum akad tidak mungkin bergantung pada sesuatu yang
belum ada.

2. Dapat menerima hukum akad/dibenarkan oleh syariah, obyek dari perikatan merupakan
barang/jasa yang dibenarkan oleh syariah untuk ditransaksikan, dan sesuatu yang tidak dapat
menerima hukum akad tidak dapat menjadi obyek akad.

3. Dapat ditentukan dan diketahui, obyek akad harus diketahui dengan jelas fungsi, bentuk
dan keadaannya oleh para pihak.

4. Dapat diserahkan pada waktu akad terjadi, obyek harus dapat diserahterimakan secara
nyata untuk benda berwujud atau dapat dirasakan manfaatnya untuk obyek berupa jasa, serta
obyek tersebut benar-benar di bawah kekuasaan yang sah dari pihak yang berakad. Obyek ini
telah wujud, jelas dan dapat diserahkan pada saat terjadinya akad.

C. Syarat Sah Perjanjian Syariah

Ada tiga macam syarat sahnya perjanjian secara syariah adalah sebagai berikut :

1. Tidak menyalahi hukum syariah yang disepakati adanya, syarat ini mengandung pengertian
setiap orang pada prinsipnya bebas membuat perjanjian tetapi kebebasan itu ada batasannya
yaitu tidak boleh bertentangan dengan syariah Islam baik yang terdapat dalam Alquran
maupun Hadist. Apabila syarat ini tidak terpenuhi maka akan mempunyai konsekuensi
yuridis perjanjian yang dibuat batal demi hukum. Syarat sahnya perjanjian ini menurut
Hukum Perdata mengenai syarat sahnya perjanjian yang diatur dalam Pasal 1320
KUHPerdata disebut dengan kausa halal.

2. Harus sama ridha dan ada pilihan, syarat ini mengandung pengertian perjanjian harus
didasari pada kesepakatan para pihak secara bebas dan sukarela, tidak boleh mengandung
unsur paksaan, kekhilafan maupun penipuan. Apabila syarat ini tidak terpenuhi dan belum
dilakukan tindakan pembatalan maka perjanjian yang dibuat tetap dianggap sah. Syarat
sahnya perjanjian ini menurut Hukum Perdata mengenai syarat sahnya perjanjian yang diatur
dalam Pasal 1320 KUHPerdata disebut dengan kesepakatan (konsensualisme).

3. Harus jelas dan gamblang, sebuah perjanjian harus jelas apa yang menjadi obyeknya, hak
dan kewajiban para pihak yang terlibat dalam perjanjian. Apabila syarat ini tidak terpenuhi
maka perjanjian yang dibuat oleh para pihak batal demi hukum sebagai konsekuensi
yuridisnya. Syarat sahnya perjanjian ini menurut Hukum Perdata mengenai syarat sahnya
perjanjian yang diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata disebut dengan adanya obyek tertentu.
Apabila salah satu syarat tidak dapat terpenuhi mempunyai konsekuensi yuridis terhadap
perjanjian tersebut dapat dibatalkan atau batal demi hukum, sedangkan bagi perjanjian yang
sah akan mengikat bagi para pihak sebagai undang-undang dan para pihak wajib
melaksanakan perjanjian secara sukarela dengan itikad baik serta tidak bisa memutuskan
perjanjian tersebut secara sepihak. Apabila salah satu pihak mengabaikan perjanjian maka
akan mendapat sanksi dari Allah di akhirat nanti.

D. Hukum Perjanjian

Hukum perjanjian berdasarkan Hukum Perdata dikenal adanya asas konsensualisme, asas
kebebasan berkontrak, asas pacta sunt servanda, asas kepribadian, dan asas itikad baik. Asas-
asas hukum perjanjian dalam konteks Hukum Islam adalah :[6]

1. Al-Hurriyah (kebebasan), QS. Al-Baqarah ayat 256. Asas ini mengandung pengertian para
pihak bebas membuat suatu perjanjian atau akad (freedom of making contract). Asas al-
hurriyah ini dikenal sebagai asas kebebasan berkontrak sebagaimana yang diatur dalam Pasal
1338 KUHPerdata.

2. Al-Musawah (persamaan atau kesetaraan), QS Al-Hujurat ayat 13. asas ini mengandung
pengertian bahwa para pihak dalam perjanjian mempunyai kedudukan yang sama yaitu
mempunyai kesetaraan atau kedudukan yang seimbang dalam menentukan term of condition
dari suatu akad. Asas ini menunjukkan bahwa semua orang mempunyai kedudukan yang
sama di depan hukum (equality before the law) dan yang membdakan kedudukan seseorang
di sisi Allah adalah derajat ketakwaannya.

3. Al-Adalah (keadilan), perjanjian yang dibuat senantiasa mendatangkan keuntungan yang


adil dan berimbang dan tidak boleh mendatangkan kerugian bagi salah satu pihak.

4. Al-Ridha (kerelaan), QS. An-Nissa ayat 29, segala transaksi yang dilakukan atas dasar
kerelaan antara masing-masing pihak dan didasarkan pada kesepakatan bebas dari para pihak
dan tidak boleh mengandung unsur paksaan, tekanan, dan penipuan. Asas ini dikenal dengan
asas konsensualisme dalam hukum Perdata.

5. Ash-Shidq (kebenaran dan kejujuran), QS. Al-Ahzab ayat 70, setiap muslim wajib untuk
berkata benar dan jujur terutama dalam hal melakukan perjanjian dengan pihak lain, sehingga
kepercayaan menjadi sesuatu yang esensial demi terlaksananya suatu perjanjian atau akad.

6. Al-Kitabah (terulis), QS. Al-Baqarah ayat 282-283, setiap perjanjian hendaknya dibuat
secara tertulis untuk kepentingan pembuktian jika di kemudian hari terjadi sengketa dan
dalam pembuatan perjanjian tersebut hendaknya disertai dengan adanya saksi-saksi serta
prinsip tanggung jawab individu. Bentuk tertulis ini dimaksudkan apabila terjadi sengketa di
kemudian hari terdapat alat bukti tertulis mengenai sengketa yang terjadi.
E. Hukum Islam akad/ perjanjian

Hukum Islam menggolongkan akad/perjanjian dalam sektor ekonomi menjadi dua macam
yaitu :

1. Akad Tabarru’

Adalah jenis akad yang berkaitan dengan transaksi nonprofit, yaitu transaksi yang tidak
bertujuan mendapatkan laba atau keuntungan tetapi dimaksudkan untuk tolong menolong
tanpa ada unsur mencari imbalan (return). Akad yang termasuk dalam akad tabarru’ ini
adalah al-qard, ar-rahn, hiwalah, wakalah, kafalah, wadi’ah, hibah, hadiah, waqaf, dan
shodaqah.

2. Akad Mu’awadah

Adalah akad yang bertujuan untuk mendapatkan imbalan berupa keuntungan tertentu, atau
dengan kata lain akad ini menyangkut transaksi bisnis dengan motif untuk memperoleh laba
(profit oriented). Akad yang termasuk akad Mu’awadah ini adalah akad yang berdasarkan
prinsip jual beli (al-murabahah dengan mark up, akad salam, dan akad isthisna), akad yang
berdasarkan prinsip bagi hasil (al-mudharabah dan al-musyarakah), akad yang berdasarkan
prinsip sewa-menyewa (ijarah dan ijarah wa isthisna).

Perjanjian yang dibuat oleh para pihak akan berakhir apabila dipenuhi tiga hal yaitu:

1. berakhirnya masa berlaku akad

2. Dibatalkan oleh pihak-pihak yang berakad

3. Salah satu pihak yang berakad meninggal dunia


BAB III

PENUTUP

2.1. KESIMPULAN

Hukum perjanjian syariah adalah akad perjanjian yang menimbulkan
kewajiban berprestasi pada salah satu pihak, dan hak bagi pihak yang lain atas prestasi terseb
ut, dengan atau tanpa melakukan kontraprestasi. Kewajiban bagi
salah satu pihak merupakan hak bagi pihak lain, begitu sebaliknya. Prinsip- prinsip
yang ada dalam perjanjian syariah yaitu: prinsip tauhid, prinsip kebolehan, prinsip
keadilan, prinsip persamaan atau kesetaraan, prinsip kejujuran dan kebenaran, prinsip tertulis, 
prinsip kerelaan atau konsesualisme, prinsip kebebasan berkontrak
dan prinsip kepastian hukum. Rukun perjanjian meliputi al- āqidāni, Mahallul ‘aqd,
shighatul ‘aqd, dan tujuan akad (maudlu  al- ‘aqd).

2.2. SARAN

Dalam pembuatan makalah ini, penulis menyadari bahwa masih banyak
kekurangan. Oleh karena itu penulis mengharapkan adanya saran dan kritik dari pembaca yan
g bersifat membangun agar makalah ini dapat lebih baik. Semoga
dengan adanya makalah ini dapat menambah pengetahuan dan bermanfaat bagi pembaca
DAFTAR PUSAKA

[1] Abdul Ghofur Anshori, 2006, Pokok-pokok Hukum Perjanjian Islam di Indonesia,
Yogyakarta : Citra Media, hal. 15

[2] Agus Prawoto, 1995, Hukum Asuransi dan Kesehatan Perusahaan Asuransi : Guide Line
untuk Membeli Polis Asuransi yang Tepat dari Perusahaan Asuransi yang Benar,
Yogyakarta : BPFE, hal. 35

[3] Ibid., hal. 19

[4] Gemala Dewi, 2006, Aspek-aspek Hukum dalam Perbankan dan Perasuransian Syariah di
Indonesia, Jakarta : Kencana Prenada Media, hal. 206

[5] Anshori, Op. cit., hal. 24

[6] Ibid., hal. 26-28

[7] Ibid., hal. 29

Anda mungkin juga menyukai