Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH HUKUM BISNIS DAN PERBANKAN

HUKUM PERJANJIAN (KONTRAK BISNIS)

Dosen Pengampuh :
Ny..Fatimatuz Zuhro,M.E
Disusun Oleh:
Ica Oktiana ( 2030603223 )

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN FATAH PALEMBANG


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
PROGRAM STUDI PERBANKAN SYARIAH
TAHUN AJARAN 2021/2022
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum wr.wb
Puji syukur penulis panjatkan kehadiran Allah SWT. Karena rahmat dan karunianya maka
penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “HUKUM PERJANJIAN (Kontrak
Bisnis)”. Tanpa rahmat dan pertolongan-Nya, penulis tidak akan mampu menyelesaikan
makalah ini tepat waktu.Tidak lupa Sholawat serta salam tetap tercurahkan kepada Nabi yang
agung yaitu Nabi Muhammda saw. Yang mana syafa’atnya kita nantikan kelak.
Pada kesempatan ini juga, penulis tidak lupa mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada berbagai pihak yang telah banyak membantu dalam penyelesaian makalah
ini, terutama kepada Ibu Ny..Fatimatuz Zuhro,M.E yang telah memberikan dorongan dan
masukan sehingga makalah ini selesai tepat waktu.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tentu masih banyak
kekurangan.Oleh karena itu,penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun
dari para pembaca demi perbaikan makalah ini ke depannya. Akhir kata semoga makalah ini
dapat bermanfaat bagi kita semua.
Wa’alaikumsalam wr.wb

Palembang,21 Maret 2022


Daftar Isi

KATA PENGANTAR..........................................................................................................................2
Daftar Isi...............................................................................................................................................3
BAB I....................................................................................................................................................4
PENDAHULUAN................................................................................................................................4
A. Latar Belakang.........................................................................................................................4
B. Rumusan Masalah....................................................................................................................5
C. Tujuan.......................................................................................................................................5
BAB II...................................................................................................................................................5
PEMBAHASAN...................................................................................................................................5
A. Pengertian Perjanjian..............................................................................................................5
B. Subjek dan Objek Perjanjian..................................................................................................5
C. Azaz-azaz dalam hukum Perjanjian.......................................................................................6
D. Syarat-syarat syahnya Perjanjian...........................................................................................7
E. Bentuk-bentuk Perjanjian.......................................................................................................8
F. Penyusunan Perjanjian/Anatomi Kontrak.............................................................................8
G. Wanprestasi Perjanjian.....................................................................................................12
BAB III...............................................................................................................................................14
PENUTUP..........................................................................................................................................14
A. Kesimpulan.............................................................................................................................14
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Hukum perjanjian merupakan bagian dari pada Hukum Perdata pada umumnya, dan
memegang peranan yang sangat besar dalam kehidupan sehari-hari. Khususnya dalam bidang
komunikasi, membawa akibat dalam frekuensi hubungan antara orang yang satu dengan yang
lain dimana sebagian besar dari pada hubungan tersebut merupakan hubungan hukum atau
dengan kata lain sering disebut dengan perikatan, yang berwujud perjanjian secara tertulis
(kontrak).
Perjanjian atau Overeenkomst adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada
seorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melakukan suatu hal.Pengertian
perjanjian juga diatur dalam pasal 1313 KUH Perdata yang berbunyi “Perjanjian adalah suatu
perbutan dengan mana satu pihak atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau
lebih”. Lahirnya Suatu perjanjian itu sebenarnya tidak dipersyaratkan harus dibuat secara
tertulis (kontrak) atau secara lisan(verbal),asalkan tidak bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan dan ketertiban umum akan tetapi juga harus didasarkan pada asas
kekeluargaan,kepercayaan,kerukunan dan kemanusiaan. Sedangkan menurut R. Subekti
bahwa perjanjian itu berupa suatu rangkaian perkataan yang mengandung janji-janji atau
kesanggupan yang diucapkan dandituangkan dalam bentuk tertulis (kontrak).

B. Rumusan Masalah
1. Apa itu pengertian dari perjanjian atau kontrak bisnis?
2. Apa subjek dan objek perjanjian?
3. Apa azaz-azaz dalam hukum perjanjian?
4. Apa saja syarat-syarat syahnya perjajian?
5. Bagaimana bentuk-bentuk perjanjian?
6. Bagaimana penyusunan perjanjian/Anatomi kontrak?
7. Apa wanprestasi/ingkar janji?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui perjanjian atau kontrak bisnis
2. Untuk mengetahui subjek dan objek perjanjian
3. Untuk mengetahui azaz-azaz dan syarat-syarat syahnya perjanjian
4. Untuk mengetahui bentuk-bentuk perjanjian
5. Untuk mengetahui penyusunan perjanjian
6. Untuk mengetahui wanprestasi/ingkar janji
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Perjanjian
Perjanjian( Kontrak) bisnis adalah perjanjian tertulis antara dua pihak atau lebih yang
mempunyai nilai komersial. Atau dengan kata lain Kontrak Bisnis merupakan suatu
perjanjian dalam bentuk tertulis dimana isinya disetujui oleh para pihak yang terikat
didalamnya bermuatan bisnis.Pada pasal 1313 KUHPerdata dapat disimpulkan bahwa
perjanjian merupakan suatu perbuatan yang menimbulkan akibat hukum berupa hak dan
kewajiban. Kontrak adalah perjanjian yang dibuat secara tertulis karena perjanjian juga dapat
dibuat secara lisan. Perjanjian menurut pasal 1313 KUH Perdata adalah “suatu perbuatan
dengan
mana satu orang atau lebih mengikat dirinya terhadap satu orang atau lebih”
B. Subjek dan Objek Perjanjian
Pada umumnya yang menjadi objek dari suatu perjanjian adalah barang tapi seiring
berjalannya waktu perjanjian kerja dijadikan objek perjanjian. Dimana hal ini diatur dalam
Pasal 1601 KUH Perdata.
Pasal 1332 KUHPer menentukan bahwa objek perjanjian adalah barang-barang yang dapat
diperdagangkan.
1. Subyek hukum adalah segala sesuatu yang mendapat hak dan kewajiban dari hukum.
Misalnya subyek dari hukum adalah orang perseorangan dan badan hukum.
2. Obyek hukum adalah segala sesuatu yang berguna bagi subjek hukum dan dapat
dijadikan permasalahan hukum dan dapat dikuasai oleh subjek hukum. Misalnya
obyek hukum adalah harta benda yang dimiliki orang perseorangan.
Hukum yang bersifat imperatif adalah hukum yang memaksa, berarti bahwa hukum ini harus
ditaati semua subyek hukum dan mengikat.
Subyek dari hukum adalah yang mendapat hak (perlindungan hukum) dan kewajiban
(keharusan melakukan sesuatu atau larangan tidak melakukan sesuatu) dalam peraturan
hukum. Hukum ini berlaku terhadap obyek hukum yang dimiliki dan dimanfaatkan oleh
subyek hukum.
Misalnya hukum lalu lintas memiliki subyek yaitu orang perseorangan yang mengendarai
kendaraan di jalan, maupun badan hukum seperti perusahaan yang memiliki kendaraan di
jalan. Kendaraan yang digunakan merupakan obyek hukum.

C. Azaz-azaz dalam hukum Perjanjian

Berdasarkan teori,di dalam suatu hukum kontrak terdapat 5 (lima) asas yang dikenal
menurut ilmu hukum perdata. Kelima asas itu antara lain adalah: asas kebebasan berkontrak
(freedom of contract), asas konsensualisme (concsensualism), asas kepastian hukum (pacta
sunt servanda), asas itikad baik (good faith) dan asas kepribadian (personality). Berikut ini
adalah penjelasan mengenai asas-asas dimaksud:
1. Asas Kebebasan Berkontrak (freedom of contract)

Asas kebebasan berkontrak dapat dianalisis dari ketentuan Pasal 1338 ayat (1) KUHPer, yang
berbunyi:“Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi
mereka yang membuatnya.”

Asas ini merupakan suatu asas yang memberikan kebebasan kepada para pihak untuk:

a. membuat atau tidak membuat perjanjian;


b. mengadakan perjanjian dengan siapa pun;
c. menentukan isis perjanjian, pelaksanaan, dan persyaratannya, serta
d. menentukan bentuk perjanjiannya apakah tertulis atau lisan.

2. Asas Konsensualisme (concensualism)

Asas konsensualisme dapat disimpulkan dalam Pasal 1320 ayat (1) KUHPer. Pada pasal
tersebut ditentukan bahwa salah satu syarat sahnya perjanjian adalah adanya kata kesepakatan
antara kedua belah pihak.

3. Asas Kepastian Hukum (pacta sunt servanda)

Asas kepastian hukum atau disebut juga dengan asas pacta sunt servanda merupakan asas
yang berhubungan dengan akibat perjanjian. Asas pacta sunt servanda merupakan asas bahwa
hakim atau pihak ketiga harus menghormati substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak,
sebagaimana layaknya sebuah undang-undang.

4. Asas Itikad Baik (good faith)

Asas itikad baik tercantum dalam Pasal 1338 ayat (3) KUHPer yang berbunyi: “Perjanjian
harus dilaksanakan dengan itikad baik.” Asas ini merupakan asas bahwa para pihak, yaitu
pihak kreditur dan debitur harus melaksanakan substansi kontrak berdasarkan kepercayaan
atau keyakinan yang teguh maupun kemauan baik dari para pihak.

5. Asas Kepribadian (personality)

Asas kepribadian merupakan asas yang menentukan bahwa seseorang yang akan melakukan
dan/atau membuat kontrak hanya untuk kepentingan perseorangan saja. Hal ini dapat dilihat
dalam Pasal 1315 dan Pasal 1340 KUHPer. Pasal 1315 KUHPer menegaskan: “Pada
umumnya seseorang tidak dapat mengadakan perikatan atau perjanjian selain untuk dirinya
sendiri.” Inti ketentuan ini sudah jelas bahwa untuk mengadakan suatu perjanjian, orang
tersebut harus untuk kepentingan dirinya sendiri.

D. Syarat-syarat syahnya Perjanjian


Syarat syahnya Perjanjian menurut pasal 1320 KUH Perdata:
1.Sepakat mereka yang mengikatkan diri.
Dalam suatu perjanjian harus ada kesepakatan antara para pihak,yaitu persesuaian pernyataan
kehendak antara kedua belah pihaktidak ada paksaan dan lainnya,dengan diberlakukannya
kata sepakat mengadakan perjanjian maka berarti bahwa kedua belah pihak haruslah
mempunyai kebebasan kehendak,para pihak tidak mendapat tekanan yang mengakibatkan
adanya cacat bagi perwujudan kehendak.
2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan.
Cakap bertindak yaitu kecakapan atau kemampuan kedua belah pihak untuk
melakukan perbuatan hukum.Orang yang cakap atau berwenang adalah orang dewasa
(berumur 21 tahun atau sudah menikah).Sedangkan orang yang tidak berwenang melakukan
perbuatan hukum menurut Pasal 1330 KUH Perdata meliputi: (a) anak dibawah umur, (b)
orang dalam pengampunan (curandus), (c) orang-orang perempuan [istri].
3. Suatu hal Tertentu.
Suatu perjanjian haruslah mempunyai objek tertentu, sekurang-kurangnya dapat
ditentukan bahwa objek tertentu itu dapat berupa benda yang sekarang ada dan nanti aka nada
misalnya jumlah, jenis dan bentuknya. Berkaitan dengan hal tersebut benda yang dijadikan
objek perjanjian harus memenuhi beberapa ketentuan yaiu:
a. Barang itu adalah barang yang dapat diperdagangkan.
b.Barang yang dipergunakan untuk kepentingan umum antara lain seperti jalan
umum,pelabuhan umum,gedung-gedung umum,dan sebagaimana tidaklah dapat dijadikan
objek perjanjian.
c. Dapat ditentukan jenisnya.
d. Barang yang akan datang.
4. Suatu sebab yang halal
Dalam suatu perjanjian diperlukan adanya sebab yang halal,artinya ada sebab-
sebab hukum yang menjadi dasar perjanjian yang tidak dilarang peraturan, keamanan dan
ketertiban umum dan sebagainya.
E. Bentuk-bentuk Perjanjian
Bentuk perjanjian dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu: tertulis dan lisan. Perjanjian
tertulis adalah suatu perjanjian yang dibuat oleh para pihak dalam bentuk tulisan, sedangkan
perjanjian lisan adalah suatu perjanjian yang dibuat oleh para pihak dalam wujud lisan (cukup
kesepakatan para pihak). Ada tiga jenis perjanjian tertulis:
1.Perjanjian dibawah tangan yang ditandatangani oleh para pihak yang bersangkutan saja.
2.Perjanjian dengan saksi notaris untuk melegalisir tanda tangan para pihak.
3.Perjanjian ynag dibuat di hadapan dan oleh notaris dalam bentuk akta notariel. Akta notariel
adalah akta yang dibuat di hdapan dan di muka pejabat yang berwenang untuk itu.

Interpretasi dalam Perjanjian Penafsiran tentang perjanjian diatur dalam pasal 1342 s.d
1351 KUH Perdata. Pada dasarnya, perjanjian yang dibuat oleh para pihak haruslah dimengeti
dan dipahami isinya. Namun, dalam kenyataannya banyak kontrak yang isinya tidak
dimengerti oleh para pihak. Dengan demikian, maka isi perjanjian ada yang kata-katanya
jelas dan tidak jelas sehingga menimbulkan berbagai penafsiran. Untuk melakukan penafsiran
haruslah dilihat beberapa aspek, yaitu: jika kata-katanya dalam kontrak memberikan berbagai
macam penafsiran, maka harus menyelidiki maksud para pihak yang membuat perjanjian
(pasal 1343)
jika suatu janji dalam memberikan berbagai penafsiran, maka harus diselidiki pengertian yang
memungkinkan perjanjian itu dapat dilaksnakan (pasal 1344) jika kata-kata dalam perjanjian
diberikan dua macam pengertian, maka harus dipilih pengertian yang paling selaras dnegan
sifat perjanjian (pasal 1345) apabila terjadi keraguan-keraguan, perjanjian harus ditafsirkan
atas kerugian orang yang meminta diperjanjikan sesuatu hal, dan untuk keuntungan orang
yang mengikatkan dirinya untuk itu (pasal 1349).
F. Penyusunan Perjanjian/Anatomi Kontrak
Di dalam mempersiapkan kontrak, ada dua prinsip hukum yang harus diperhatikan, yaitu :
1. beginselen der contrachtsvrijheid atau party autonomy,
2. pacta sunt servanda.
Para pihak bebas menyusun kontrak perjanjian yang mereka inginkan, dengan syarat tidak
bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum, dan kesusilaan atau norma-norma
yang hidup dalam masyarakat.
1) PRA PENYUSUNAN KONTRAK
Sebelum kontrak disusun, ada empat hal yang harus diperhatikan oleh para pihak :
1.   Identifikasi Para Pihak
Para pihak dalam kontrak harus teridentifikasi secara jelas, perlu diperhatikan peraturan
perundang-undangan yang berkaitan, terutama soal kewenangan dan apa yang menjadi dasar 
kewenangannya sebagai pihak dalam kontrak yang bersangkutan.
2.   Penelitian Awal Aspek Terkait
Pada dasarnya pihak-pihak yang terlibat berharap bahwa kontrak yang dibuat dapat
menampung semua keinginannya, sehingga apa yang menjadi hakikat kontrak benar-benar
terperinci secara jelas. Pada akhirnya penyusun kontrak menyimpulkn hak dan kewajiban
masing-masing pihak, memperhatikan hal terkait dengan isi kontrak,seperti unsur
pembayaran, ganti rugi, serta perpajakn.
3.   Pembuatan Memorandum of Understanding (MOU)
Memorandum of Understanding (MOU) sebenarnya tidak dikenal dalam hukum konvensional
Indonesia, tetapi dalam praktik sering terjadi. MOU dianggap sebagai kontrak yang sederhana
dan tidak disusun secara formal serta dianggap sebagai suatu pembuka kesepakatan. Pada
hakikatnya MOU merupakan suatu perjanjian pendahuluan dalam arti masih diikuti perjanjian
lainnya. Meskipun MOU diakui banyak manfaatnya, tetapi masih banyak pihak meragukan
berlakunya secara yuridis.
4.   Negosiasi
a.   Pengertian Negosiasi
Negosiasi merupakan sarana bagi para pihak untuk mengadakan komunikasi dua arah untuk
mencapai kesepakatan sebagai akibat adanya perbedaan pandangan terhadap suatu hal dan
dilatarbelakangi oleh kesamaan atau ketidaksamaan kepentingan di antara mereka.
b.   Jenis-Jenis Negosiasi
1.   Position Bargainer (lunak)
Banyak dilakukan dilingkungan keluarga, antara sahabat, dan lain-lain.Tujuannya adalah
untuk membina hubungan baik. Negoasiasi ini cepat menghasilkan kesepakatan namun
mengandung resiko memungkinkan pola menang-kalah.
2.   Hard Position Bargainer (keras)
Negosiasi ini sangat mungkin menemui kebuntuan / deadlock akibat adanya tekanan, serta
ancaman, terutama jika situasinya mempertemukan perunding keras dari kedua belah pihak.
1. Prinsipled Negotiation/Interest Based Negotiation
Perpaduan antara jenis negosiasi keras dan lunak yang telah dijelaskan sebelumnya.
Menganut pola win-win, yaitu keras dalam permasalahan tetapi lunak terhadap orang.
Menekankan pada pentingnya pemisahan antara orang dan masalah, memfokuskan serangan
pada masalah dan bukan pada orang serta mengandalkan adanya pilihan yang objektif.
c.   Tahapan Negosiasi
Ada dua tahap yang harus dilakukan oleh negosiator dalam melakukan negosiasi terhadap
kontrak, yaitu tahap persiapan dan tahap pelaksanaan.
Tahap persiapan adalah tahap sebelum terjadinya negosiasi. Pada tahap persiapan ini
negosiator harus melakukan hal-hal sebagai berikut :
1. menguasai konsep/rancangan kontrak bisnis secara komprehensif dan rinci,
1. memahami industri dari apa yang diperjanjikan,
2. menguasai peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan apa yang
diperjanjikan,
3. memahami keinginan klien dan posisinya,
4. mengidentifikasi poin-poin yang berpotensi menjadi masalah atau
dipermasalahkan,
5. menyiapkan dan mengantisipasi solusi dari poin-poin yang berpotensi
bermasalah serta mendiskusikan terlebih dahulu solusi tersebut dengan klien,
6. sebisa mungkin meminta pihak lawan agar negosiasi dilakukan di tempat yang
ditentukan negosiator.
7. percaya diri.
Hal-hal yang harus dilakukan negosiator dalam tahap pelaksanaan, yaitu :
1. sedapat mungkin memimpin negosiasi,
2. mengetahui betul pihak yang dihadapi dan mengukur kekuatan dengan menanyakan
berbagai hal,
3. menetapkan apa saja yang hendak dicapai dalam negosiasi,
4. meminta pihak lawan untuk memberitahukan terlebih dahulu apa yang menjadi
keinginannya.
5. menyelesaikan poin-poin yang mudah terlebih dahulu atau menunda hal-hal yang
rumit.
6. jika masih ada waktu, jangan menyelesaikan negosiasi dalam satu kali pertemuan,
7. catat semua hal yang disepakati dan tuangkan dalam kontrak bisnis.
2) TAHAP PENYUSUNAN KONTRAK
Penyusunan kontrak ini memerlukan kejelian dan ketelitian dari para pihak maupun para
notaris. Jika keliru dalam penyusunan kontrak maka akan menimbulkan permasalahan di
dalam pelaksanaannya. Ada lima tahap dalam penyusunan kontrak di Indonesia, yaitu sebagai
berikut:
1.   Pembuatan drat pertama, yang meliputi :
a.   Judul Kontrak
b.   Pembukaan
c.   Pihak-pihak dalam kontrak
d.   Racital (latar belakang terjadinya kontrak)
e.   Isi Kontrak
f.    Penutup
Memuat tata cara pengesahan suatu kontrak.
2.   Saling menukar draft kontrak
3.   Jika perlu diadakan revisi
4.   Dilakukan penyelesaian akhir
5.   Penutup dengan penandatanganan kontrak oleh masing-masing pihak.
3) STRUKTUR DAN ANATOMI KONTRAK
Pada dasarnya, susunan dan anatomi kontrak, dapat digolongkan menjadi tiga bagian, yaitu
bagian pendahuluan, isi, dan penutup.
1.   Bagian Pendahuluan
a.   Subbagian pembuka (description of the instrument)
1.   sebutan atau nama kontrak
2.   tanggal pembuatan dan penandatanganan kontrak
3.   tempat pembuatan dan penandatanganan kontrak.
b.   Subbagian pencantuman identitas para pihak (caption).
Mencantumkan identitas para pihak yang mengikatkan diri dalam kontrak dan pihak-pihak
yang bertandatangan.
1. para pihak harus disebutkan secara jelas
2. kapasitas dari orang bertandatangan
3. pendefinisian pihak-pihak yang terlibat dalam kontrak.
c.   Subbagian Penjelasan (premis)
2.   Bagian Isi
a.   Klausula Definisi.
Mencantumkan berbagai definisi untuk keperluan kontrak yang dibuat.
b.   Klausula Transaksi
Klausula-klausula yang berisi tentang transaksi yang akan dilakukan.
c.   Klausula Spesifik
Mengatur hal-hal yang spesifik dalam suatu transaksi.
d.   Klausula Ketentuan Umum
Mengatur tentang dimisili hukum, penyelesaian sengketa, pilihan hukum,
pemberitahuan, keseluruhan dari perjanjian, dan lain-lain.
3.   Bagian Penutup
a.   Subbagian kata penutup.
Biasanya menerangkan bahwa kontrak tersebut dibuat dan ditandatangani oleh pihak-
pihak yang memiliki kapasitas untuk itu.
b.   Subbagian ruang penempatan tanda tangan.
Tempat pihak-pihak menandatangani perjanjian atau kontrak dengan menyebutkan nama
pihak yang terlibat dalam kontrak, nama jelas dan jabatan dari pihak yang
bertandatangan.
4) PASCA PENYUSUNAN KONTRAK
Setelah kontrak dibuat, ada dua hal yang harus diperhatikan oleh para pihak, yaitu :
1.   Pelaksanaan dan penafsiran
Kadang kala sebuah kontrak yang telah dibuat dan siap diterapkan tidak jelas/tidak lengkap
sehingga perlu adanya penafsiran. Menurut undang-undang, penafsiran itu dapat dilakukan
dengan memperhatikan hal-hal berikut :
a.   kata-kata yang dipergunakan dalam kontrak
b.   keadaan dan tempat dibuatnya kontrak
c.   maksud para pihak
d.   sifat kontrak yang bersangkutan
e.   kebiasaan setempat.
2.   Alternatif penyelesaian sengketa
Para pihak bebas menentukan cara yang akan ditempuh jika timbul sengketa dikemudian hari.
Biasanya juga penyelesaian sengketa diatur secara tegas dalam kontrak. Para pihak dapat
memilih lewat pengadilan atau di luar pengadilan.
G. Wanprestasi Perjanjian
Wanprestasi adalah istilah dari bahasa Belanda "wanprestatie" berarti tidak dipenuhi
prestasi atau kewajiban dalam suatu perjanjian. Menurut KBBI, pengertian wanprestasi
artinya salah satu pihak bersepakat dalam perjanjian memiliki prestasi buruk akibat dari
kelalaiannya.
Jadi dapat disimpulkan, pengertian wanprestasi adalah tindakan ingkar janji oleh salah satu
pihak dalam perjanjian di atas materai sebagai akibat dari kelalaiannya sehingga tidak bisa
memenuhi kewajibannya.
Pasal wanprestasi 1234 dalam Kitab Undang Undang Hukum Perdata menyebutkan bahwa,
“Penggantian biaya, kerugian dan bunga karena tidak dipenuhinya suatu perikatan mulai
diwajibkan, bila debitur, walaupun telah dinyatakan Ialai, tetap Ialai untuk memenuhi
perikatan itu, atau jika sesuatu yang harus diberikan atau dilakukannya hanya dapat
diberikan atau dilakukannya dalam waktu yang melampaui waktu yang telah ditentukan”.
Sementara gugatan wanprestasi dapat diajukan sesuai aturan KUHP pasal wanprestasi 1267.
Terdapat pasal pasal wanprestasi lainnya diantaranya:
 Pasal 1243 BW mengenai kewajiban mengganti kerugian yang diderita oleh salah satu
pihak
 Pasal 1267 BW mengatur pemutusan kontrak perjanjian bersamaan dengan
pembayaran ganti kerugian
 Pasal 1237 ayat (2) BW terkait penerimaan peralihan resiko sejak wanprestasi
 Pasal 181 ayat (2) HIR tentang penanggungan biaya perkara di pengadilan
Contoh kasus wanprestasi sering kali dijumpai dalam utang-piutang, kerja sama suatu
proyek/bisnis, dan sebagainya. Biasanya pada utang-piutang sering dijumpai kasus dimana
kreditur tidak sanggup membayar kewajibannya dengan berbagai alasan. Akibatnya
merugikan pihak debitur.
Sedangkan contoh kasus wanprestasi dalam kerja sama proyek atau bisnis, misalnya terjadi
antara pemodal dan pelaku usaha. Ketika bisnis menghasilkan laba, persentase pembagian
profit tidak sesuai perjanjian di awal. Sehingga salah satu pihak dirugikan.
Bentuk-Bentuk Wanprestasi
Setelah mengetahui pengertian wanprestasi, Anda juga harus memahami bentuk-bentuk
wanprestasi yang sering dijumpai dalam masyarakat. Adapun bentuk-bentuk wanprestasi
adalah berikut ini.
1. Janji Melakukan Sesuatu, Tapi Tidak Dilaksanakan
Sesuai dengan pengertian wanprestasi adalah penyelewengan akan suatu kesepakatan.
Ketika suatu pihak telah berjanji di kesepakatan awal, kemudian praktiknya pihak
tersebut tidak melaksanakannya, maka kondisi demikian merupakan bentuk
wanprestasi. Kasus seperti ini banyak sekali ditemui dalam masyarakat. Biasanya
mereka tidak melakukan ingkar janji karena tidak sanggup memenuhi kewajibannya,
berubah pikiran, tidak mau mengambil risiko dan sejenisnya.
2. Melakukan Janji Tapi Terlambat
Bentuk lain dari wanprestasi adalah melakukan janji tapi terlambat dalam memenuhi
kesepakatan tersebut. Salah pihak yang berjanji baru melakukan perjanjian di luar
batas waktu kesepakatan. Meskipun kewajiban terpenuhi, namun hal ini juga
merugikan salah satu pihak atas keterlambatan pemenuhan perjanjian.
3. Melakukan Janji, Tapi Tidak Sesuai Kesepakatan
Bila salah satu pihak melaksanakan kewajibannya tepat waktu tetapi pelaksanaannya
tidak sesuai kesepakatan awal. Sehingga kondisi demikian masuk dalam bentuk
wanprestasi. Hal tersebut juga bisa merugikan salah satu pihak, pemenuhan kewajiban
tidak sesuai porsinya.
Dalam hal ini, contoh kasus wanprestasi adalah saat kreditur membayar kewajiban
hutangnya tapi besaran nominalnya tidak sesuai dengan jumlah hutangnya. Maka
pihak debitur merasa dirugikan karena uang yang dipinjamkan tidak kembali sesuai
besaran di awal.
4. Melakukan Sesuatu yang Dilarang dalam Perjanjian.
Bentuk lain wanprestasi adalah adanya pelanggaran perjanjian. Ketika salah satu
pihak berani melakukan suatu tindakan dilarang dalam perjanjian. Contoh kasus
wanprestasi dalam hal ini yaitu pelanggaran perjanjian sewa rumah. Penyewa rumah
berani menjadikan rumah tersebut sebagai markas kriminalitas. Hal tersebut telah
dilarang oleh pemilik rumah dan tertuang dalam kesepakatan.
5. Bentuk lain wanprestasi adalah adanya pelanggaran perjanjian.
Ketika salah satu pihak berani melakukan suatu tindakan dilarang dalam perjanjian.
Contoh kasus wanprestasi dalam hal ini yaitu pelanggaran perjanjian sewa rumah.
Penyewa rumah berani menjadikan rumah tersebut sebagai markas kriminalitas. Hal
tersebut telah dilarang oleh pemilik rumah dan tertuang dalam kesepakatan.
BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan
Perjanjian( Kontrak) bisnis adalah perjanjian tertulis antara dua pihak atau lebih yang
mempunyai nilai komersial. Atau dengan kata lain Kontrak Bisnis merupakan suatu
perjanjian dalam bentuk tertulis dimana isinya disetujui oleh para pihak yang terikat
didalamnya bermuatan bisnis.Pada pasal 1313 KUHPerdata dapat disimpulkan bahwa
perjanjian merupakan suatu perbuatan yang menimbulkan akibat hukum berupa hak dan
kewajiban.
Pada umumnya yang menjadi objek dari suatu perjanjian adalah barang tapi seiring
berjalannya waktu perjanjian kerja dijadikan objek perjanjian. Dimana hal ini diatur dalam
Pasal 1601 KUH Perdata.
Pasal 1332 KUHPer menentukan bahwa objek perjanjian adalah barang-barang yang dapat
diperdagangkan.
Asas kebebasan berkontrak (freedom of contract), asas konsensualisme (concsensualism),
asas kepastian hukum (pacta sunt servanda), asas itikad baik (good faith) dan asas
kepribadian (personality).

Anda mungkin juga menyukai