Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

“Hukum Perjanjian”

Makalah Ini Disususn Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Hukum Bisnis Islam

Dosen pengampu : Syahril Ahmad, M.E.

Kelompok 3 :

Hamidah Iskandar 501200586

Faisal Latief Khan 501200592

M. Fadhli Maulana 501200628

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH

FAKULTAS EKONOI DAN BISNIS ISLAM

UNNIVERSITAS NEGERI ISLAM SULTAN THAHA SAIFUDDIN

JAMBI

2023
ii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke Hadirat Allah SWT, Atas anugerahnya sehingga
kami dapat menyelesaikan penulisan makalah tentang “Hukum Perjanjian”.

Adapun maksud dan tujuan dari penyusunan makalah ini selain untuk
menyelesaikan tugas yang diberikan dosen pengampu mata kuliah hukum bisnis
islam, juga untuk memperluas pengetahuan bagi mahasiswa khususnya bagi
penulis.

Penulis telah berusaha untuk dapat menyusun makalah ini dengan baik namun
penulis menyadari bahwa dalam penyusunan tugas makalah ini masih banyak
kekurangan. Oleh karena itu, jika terdapat adanya kesalahan baik dari segi teknik
penulisan, maupun dari isi. Maka dari itu penulis sangat mengharapkan saran dan
kritik untuk dapat menyempurnakan makalah ini terlebih juga dalam pengetahuan
kita bersama

Jambi, 26 Maret 2023

Penulis
iii

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR .......................................................................... ii

DAFTAR ISI ......................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN ..................................................................... 1

A. Latar belakang ............................................................................ 1


B. Rumusan masalah ....................................................................... 2
C. Tujuan penelitian ........................................................................ 2

BAB II PEMBAHASAN ...................................................................... 3


A. Tinjauan umum hukum perjanjian .............................................. 3
1. Pengertian asas perjanjian .................................................... 3
2. Syarat Sah Dan Unsur Perjanjian ......................................... 5
B. Akad dalam hukum bisnis islam ................................................. 7
1. Pengertian dan Dasar Hukum Akad Dalam Islam ................ 7
2. Rukun dan Syarat Akad ........................................................ 8
3. Prinsip-prinsip akad .............................................................. 9
4. Macam-macam akad ............................................................. 9
5. Berakhirnya akad .................................................................. 10

BAB II PENUTUP ................................................................................ 11

A. Kesimpulan ................................................................................. 11
B. Saran ........................................................................................... 11

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................... 12


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Dalam kehidupan masyarakat sehari-hari tidak dapat dielakkan bahwa
tingkat kebutuhan manusia semakin lama akan semakin meningkat. Dalam
upaya meningkatkan taraf dan standar hidupnya anggota masyarakat akan
melakukan berbagai usaha untuk memenuhi kebutuhannya termasuk
terpenuhinya kebutuhan tempat tinggal atau tempat usaha. Dalam
memenuhi kebutuhannya tersebut, manusia dapat melakukan hubungan
hukum berupa jual beli, sewa menyewa atau bentuk hubungan hukum
lainnya. Dalam mengadakan hubungan hukum, manusia dalam hal ini para
pihak masing-masing mempunyai hak dan kewajiban secara timbal balik,
yaitu pihak yang satu mempunyai hak untuk menuntut sesuatu kepada
pihak lain sedangkan pihak yang lain itu wajib memenuhi tuntutan itu dan
sebaliknya.
Hubungan hukum tersebut dapat direalisasikan dalam bentuk
perjanjian tertulis. Hal tersebut ditujukan agar di samping memudahkan
para pihak mengetahui hak dan kewajiban masing-masing, juga untuk lebih
memudahkan dalam hal pembuktian apabila salah satu pihak wanpretasi.
Dalam perjanjian pengikatan jual beli seperti juga perjanjian-perjanjian
yang lain dimungkinkan terjadi sengketa karena kelalaian para pihak dalam
memenuhi kewajiban masing- masing atau bahkan merupakan suatu
kesengajaan membatalkan perjanjian secara sepihak, sehingga
mengakibatkan kerugian pada pihak lain.

Menurut ketentuan Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata yang berbunyi:
“Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undangundang
bagi mereka yang membuatnya”. sehingga berdasarkan pasal tersebut dapat
disimpulkan, bahwa masyarakat diperbolehkan membuat perjanjian yang
berupa dan berisi apa saja (tentang apa saja) dan perjanjian itu mengikat

1
2

mereka yang membuatnya seperti suatu Undang-undang. Artinya para pihak


tidak boleh merubah, menembah atau membatalkan perjanjian tanpa
persetujuan pihak lain.

Di dalam suatu hubungan bisnis, umumnya perjanjian bisnis


dilakukan atas dasar saling percaya, karena hubungan tersebut atas dasar
kepercayaan, maka sangat sering perjanjian hanya didasarkan pada
kesepakatan. Kekuatan perjanjian, baik tertulis maupun lisan, pada dasarnya
adalah sama sepanjang pihak-pihak yang membuat perjanjian secara jujur
mengakui isi perjanjian tersebut. Perbedaan kekuatan perjanjian baru
tampak jelas ketika saat pelaksanaan isi perjanjian terjadi perselisihan.

Salah satu bentuk dari perjanjian tersebut adalah Perjanjian


Pengikatan Jual Beli, yang merupakan perjanjian pendahuluan dari
perjanjian utamanya adalah Perjanjian Jual Beli. Pada umumnya perjanjian
pengikatan jual beli mengandung janji-janji yang harus dipenuhi terlebih
dahulu oleh salah satu pihak atau para pihak sebelum dapat dilaksanakan
perjanjian yang sesungguhnya.

B. Rumusan Masalah
1. Apa saja tinjauan umum hukum perjanjian?
2. Apa saja hukum perjanjian/akad dalam hukum islam?

C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui apa saja tinjauan umum hukum perjanjian
2. Untuk mengetahui apa saja hukum perjanjian/akad dalam hukum islam
3

BAB II
PEMBAHASAN

A. Tinjauan umum hukum perjanjian


1. Pengertian asas perjanjian
Menurut Pasal 1313 KUHPerdata mengatur bahwa suatu
perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau
lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.
Pengertian ini sebenarnya tidak begitu lengkap, tetapi dengan
pengertian ini, sudah jelas bahwa dalam perjanjian itu terdapat satu
pihak mengikatkan diri kepada pihak lain. Pengertian ini
sebenarnya seharusnya menerangkan juga tentang adanya dua pihak
yang saling mengikatkan diri tentang sesuatu hal.
Menurut Subekti suatu perjanjian adalah suatu peristiwa
dimana orang berjanji kepada seorang lain atau dimana dua orang
itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal. Dari peristiwa
ini, timbullah suatu hubungan antara dua orang tersebut yang
dinamakan perikatan. Perjanjian itu menerbitkan suatu perikatan
antara dua orang yang membuatnya. Dalam bentuknya, perjanjian
itu berupa suatu rangkaian perkataan yang mengandung janji-janji
atau kesanggupan yang diucapkan atau ditulis.
Dalam perjanjian dikenal beberapa asas penting yang
merupakan dasar kehendak pihak-pihak dalam mencapai tujuan.
Beberapa asas tersebut diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Asas kebebasan berkontrak. Asas kebebasan berkontrak
dapat dianalisis dari ketentuan Pasal 1338 ayat (1)
KUHPerdata yang berbunyi: “Semua perjanjian yang
dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi
mereka yang membuatnya”.
b. Asas Konsensualisme, Asas konsensualisme dapat
disimpulkan dalam Pasal 1320 ayat 1 BW. Dalam pasal
4

tersebut ditentukan bahwa salah satu syarat sahnya


perjanjian yaitu adanya kesepakatan kedua belah pihak.
Asas konsensualisme merupakan asas yang menyatakan
bahwa perjanjian pada umumnya tidak diadakan secara
formal, tapi cukup dengan adanya kesepakatan kedua
belah pihak. Kesepakatan merupakan persesuaian antara
kehendak dan pernyataan yang dibuat oleh kedua belah
pihak.
c. Asas Pacta Sunt Servanda, Asas pacta sunt servanda atau
disebut juga dengan asas kepastian hukum. Asas ini
berhubungan dengan akibat perjanjian. Asas pacta sunt
servanda merupakan asas bahwa hakim atau pihak ketiga
harus menghormati substansi kontrak yang dibuat oleh
para pihak, sebagaimana layaknya sebuah undang-
undang. Mereka tidak boleh melakukan intervensi
terhadap substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak.
d. Asas Itikad Baik (Goede Trouw), Asas itikad baik dibagi
menjadi dua macam yaitu itikad baik nisbi dan itikad baik
mutlak. Pada itikad baik nisbi, orang memperhatikan
sikap dan tingkah laku yang nyata dari subjek. Pada itikad
baik mutlak, penilaiannya terletak pada akal sehat dan
keadilan, dibuat ukuran yang objektif untuk menilai
keadaan (penilaian tidak memihak) menurut norma-
norma yang objektif.
e. Asas Kepribadian (Personalitas), Asas kepribadian
merupakan asas yang menentukan bahwa seseorang yang
akan melakukan dan atau membuat kontrak hanya untuk
kepentingan perseorangan saja. Hal ini dapat dilihat
dalam Pasal 1315 KUHPerdata. Pasal 1315 KUHPerdata
berbunyi: “Pada umumnya seseorang tidak dapat
mengadakan perikatan atau perjanjian selain untuk
5

dirinya sendiri.” Inti ketentuan ini bahwa seseorang yang


mengadakan perjanjian hanya untuk kepentingan dirinya
sendiri. Pasal 1340 KUHPerdata berbunyi: “Perjanjian
hanya berlaku antara pihak yang membuatnya”. Ini
berarti bahwa perjanjian yang dibuat oleh para pihak
hanya berlaku bagi mereka yang membuatnya. Namun
ketentuan itu ada pengecualiannya, sebagaimana yang
diintrodusir dalam Pasal 1317 KUHPerdata, yang
berbunyi: “Dapat pula perjanjian diadakan untuk
kepentingan pihak ketiga, bila suatu perjanjian yang
dibuat untuk diri sendiri, atau suatu pemberian kepada
orang lain, mengandung suatu syarat semacam itu”.

2. Syarat Sah Dan Unsur Perjanjian Menurut Pasal 1320 KUH perdata
Menurut Pasal 1320 KUHPerdata, untuk sahnya suatu
perjanjian diperlukan empat syarat:Kesepakatan, Kecakapan,
Mengenai suatu hal tertentu , Suatu sebab yang halal. Berikut ini
penjelasan dari syarat sahnya suatu perjanjian:
a. Kesepakatan, Kesepakatan diperlukan dalam mengadakan
perjanjian, ini berarti bahwa kedua belah pihak haruslah
mempunyai kebebasan kehendak, artinya masing-masing
pihak tidak mendapat suatu tekanan yang mengakibatkan
adanya cacat dalam melakukan kehendaknya.
b. Kecakapan, Seorang oleh hukum dianggap tidak cakap
untuk melakukan kontrak jika orang tersebut belum
berumur 21 tahun, kecuali ia telah kawin sebelum cukup
21 tahun. Sebaliknya setiap orang yang berumur 21 tahun
keatas, oleh hukum dianggap cakap, kecuali karena suatu
hal dia ditaruh di bawah pengampuan seperti gelap mata,
dungu, sakit ingatan, atau pemboros.
6

c. Mengenai suatu hal tertentu, Syarat ketiga ditentukan


bahwa suatu perjanjian harus mengenai suatu hal tertentu,
artinya apa yang diperjanjikan hak-hak dan kewajiban
kedua belah pihak jika timbul suatu perselisihan. Hal
tertentu ini dalam kontrak disebut prestasi yang dapat
berwujud barang, keahlian atau tenaga, dan tidak berbuat
sesuatu.
d. .Suatu sebab yang halal, Syarat keempat untuk suatu
perjanjian yang sah adanya suatu sebab yang halal.
Dengan sebab (bahasa Belanda oorzaak, Bahasa Latin
causa) ini dimaksudkan tiada lain dari pada isi perjanjian.
Dorongan jiwauntuk membuat suatu perjanjian pada
asasnya tidak diperdulikan oleh undangundang
Dalam perkembagan doktrin ilmu hukum, dalam
suatu kontrak dikenal adanya tiga unsur dalam perjanjian,
yaitu:
(1) Unsur Esensialia, Unsur esensialia merupakan
unsur yang harus ada dalam suatu kontrak karena tanpa
adanya kesepakatan tentang unsur esensialia ini maka
tidak ada kontrak. Sebagai contoh, dalam kontrak jual
beli harus ada kesepakatan mengenai barang dan harga
karena tanpa kesepakatan mengenai barang dan harga
dalam kontrak jual beli, kontrak tersebut batal demi
hukum karena tidak ada hal tertentu yang diperjanjikan.
(2) Unsur Naturalia, Unsur naturalia merupakan unsur
yang telah diatur dalam undang-undang sehingga apabila
tidak diatur oleh para pihak dalam kontrak, undang-
undang yang mengaturnya. Dengan demikian, unsur
naturalia ini merupakan unsur yang selalu dianggap ada
dalam kontrak. Sebagai contoh, jika dalam kontrak tidak
diperjanjikan tentang cacat tersembunyi, secara otomatis
7

berlaku ketentuan dalam BW bahwa penjual yang harus


menanggung cacat tersembunyi.
(3) Unsur Aksidentalia, Unsur aksidentalia merupakan
unsur yang nanti ada atau mengikat para pihak jika para
pihak memperjanjikannya. Sebagai contoh, dalam kontrak
jual beli dengan angsuran diperjanjikan bahwa apabila
pihak debitur lalai membayar utangnya, dikenakan denda
dua persen perbulan keterlambatan, dan apabila debitur
lalai membayar selama tiga bulan berturut-turut, barang
yang sudah dibeli dapat ditarik kembali oleh kreditor
tanpa melalui pengadilan. Demikian pula klausul-klausul
lainnya yang sering ditentukan dalam suatu kontrak, yang
bukan merupakan unsur esensial dalam kontrak tersebut.

B. Akad Dalam Hukum Islam


1. Pengertian dan Dasar Hukum Akad Dalam Islam
Pengertian akad berasal dari bahasa Arab, al- „aqd yang
berarti perikatan, perjanjian, persetujuan dan pemufakatan. Kata ini
juga bisa di artikan tali yang mengikat karena akan adanya ikatan
antara orang yang berakad. Dalam kitab fiqih sunnah, kata akad di
artikan dengan hubungan dan .kesepakatan( ).
Secara istilah fiqih, akad di definisikan dengan “pertalian ijab
(pernyataan penerimaan ikatan) daa kabul (pernyataan penerimaan
ikatan) sesuai dengan kehendak syariat yang berpengaruh kepada
objek perikatan.
Pencantuman kata-kata yang “sesuai dengan kehendak
syariat” maksudnya bahwa seluruh perikatan yang di lakukan oleh
dua pihak atau lebih tidak di anggap sah apabila tidak sejalan
dengan kehendak syara‟. Misalnya, kesepakatan untuk melakukan
transaksi riba, menipu orang lain, atau merampok kekayaan orang
lain. Adapun pencantuman kata-kata “berpengaruh kepada objek
8

perikatan” maksudnya adalah terjadinya perpindahan pemilikan dari


satu pihak (yang melakukan ijab) kepada pihak lain (yang
menyatakan qabul).

2. Rukun dan Syarat Akad


Rukun-rukun akad adalah sebagai berikut :
a) „Aqid, „Aqid adalah orang yang berakad subjek
akad).Terkadang masing-masing pihak terdiri dari
salah satu orang, terkadang terdiri dari beberapa
orang. Misalnya, penjual dan pembeli beras di
pasar biasanya masingmasing pihak satu orang
berbeda dengan ahli waris sepakat untuk
memberikan sesuatu kepada pihak yang lain yang
terdiri dari beberapa orang
b) Ma‟qud „Alaih, Ma‟qud „alaih adalah benda-
benda yang akan di akadkan (objek akad), seperti
benda-benda yang di jual dalam akad jual beli,
dalam akad hibah atau pemberian, gadai, dan
utang.
c) Maudhu‟ al-„Aqid, Maudhu‟ al-„Aqid adalah
tujuan atau maksud mengadakan akad.Berbeda
akad maka berbedalah tujuan pokok akad.Dalam
akad jual beli misalnya, tujuan pokoknya yaitu
memindahkan barang dari penjual kepada pembeli
dengan di beri ganti.
d) Shighat al-„Aqid, Sighat al-„Aqid yaitu ijab qabul.
Ijab adalah ungkapan yang pertama kali di
lontarkan oleh salah satu dari pihak yang akan
melakukan akad, sedangkan qabul adalah
pernyataan pihak kedua untuk menerimanya.
Pengertian ijab qabul dalam pengalaman dewasa
9

ini ialah bertukarnya sesuatu dengan yang lain


sehingga penjual dan pembeli dalam membeli
sesuatu terkadang tidak berhadapan atau ungkapan
yang menunjukkan kesepakatan dua pihak yang
melakukan akad, misalnya yang berlangganan
majalah, pembeli mengirim uang melalui pos
wesel dan pembeli menerima majalah tersebut
dari kantor pos.

3. Prinsip-Prinsip Akad
Hukum Islam telah menetapkan beberapa prinsip akad yang
berpengaruh kepada pelaksanaan akad yang di laksanakan oleh
pihak-pihak yang berkepentingan. Berikut ini prinsip-psrinsip akad
dalam islam:
1) Prinsip kebebasan berkontrak.
2) Prinsip perjanjian itu mengikat.
3) Prinsip kesepakatan bersama.
4) Prinsip ibadah.
5) Prinsip keadilan dan kesemimbangan prestasi
6) Prinsip kejujuran (amanah).

4. Macam-Macam Akad
Para ulama fiqh mengemukakan bahwa akad itu dapat di bagi dan di
lihat dari beberapa segi. Jika di lihat dari ke absahannya menurut
syara‟, akad di bagi menjadi dua yaitu sebagai berikut :
1) Akad Shahih, Akad shahih adalah akad yang telah
memenuhi rukun-rukun dan syarat-syaratnya.Hukum
dari akad shahih ini adalah berlakunya seluruh akibat
hukum yang di timbulkan akad itu dan mengikat pada
pihak-pihak yang berakad.
10

2) Akad tidak Shahih, Akad yang tidak shahih adalah akad


yang terdapat kekurangan pada rukun atau
syaratsyaratnya, sehingga seluruh akibat hukum akad itu
tidak berlaku dan tidak mengikat pihak-pihak yang
berakad.

5. Berakhirnya Akad
Akad berakhir di sebabkan oleh beberapa hal, di antaranya
sebagai berikut :
1) Berakhirnya masa berlaku akad tersebut, apabila akad
tersebut tidak mempunyai tenggang waktu.
2) Di batalkan oleh pihak-pihak yang berakad, apabila
akad tersbeut sifatnya tidak mengikat.
3) Dalam akad sifatnya mengikat, suatu akad dapat
dianggap berakhir jika :
a. Jual beli yang di lakukan fasad, seperti terdapat
unsur-unsur tipuan salah satu rukun atau syaratnya
tidak terpenuhi,
b. Berlakunya khiyar syarat, aib, atau rukyat,
c. Akad tersebut tidak di lakukan oleh salah satu
pihak secara sempurna,
d. Salah satu pihak yang melakukan akad meninggal
dunia.
11

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Perjanjian adalah suatu kesepakatan yang di perjanjikan di antara dua atau
lebih pihak yang menimbulkan akibat hukum, yang dengan
mempertimbangkan berdasarkan syarat-syarat sahnya suatu perjanjian,
sehingga pengangkutan yang dilakukan terlebih dahulu para pihak melakukan
kesepakatan berdasarkan asas konsensualisme.

Di dalam suatu hubungan bisnis, umumnya perjanjian bisnis


dilakukan atas dasar saling percaya, karena hubungan tersebut atas dasar
kepercayaan, maka sangat sering perjanjian hanya didasarkan pada
kesepakatan. Kekuatan perjanjian, baik tertulis maupun lisan, pada dasarnya
adalah sama sepanjang pihak-pihak yang membuat perjanjian secara jujur
mengakui isi perjanjian tersebut. Perbedaan kekuatan perjanjian baru
tampak jelas ketika saat pelaksanaan isi perjanjian terjadi perselisihan.

B. Saran
Dalam makalah ini, penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan
yag terdapat dalam isi makalah ini. Oleh karena itu, penulis sangat
mengharapkan saran dari pembaca agar makalah ini bisa sempurna. Semoga
makalah ini bermanfaat dan dapat menambah pengetahuan bagi kita semua.
12

DAFTAR PUSTAKA

Salim HS, Op. Cit. Hal. 1


Fathurahman Djamil, Hukum Perjanjian Syariah, dalam Mariam Darus
Badrulzaman, et al, Kompilasi Hukum Perikatan, (Bandung : PT.
Citra Adhitya Bakti, 2001), hal.247

Teungku Muhammad Hasbi Ash Shidieqy, Pengantar Fiqh Mu’amalah,


(Semarang, PT. Pustaka Rizki Putra, 1977), hal. 14

M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam (Fiqh Muamalah),


(Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003), hlm. 113.

Muhammad Jafar Hafsah,1999 Kemitraan Usaha. Jakarta. Pustaka Sinar


Harapan. hlm.43 34

Ian Linton,1997 Kemitraan Meraih Keuntungan Bersama. Jakarta .


Halirang. hlm.10
Tim KajianPustaka.com. Perdagangan Elektronik E-commerce.

Ryeke Ustadiyanto. 2001. Framework e-commerce, Yogyakarta:Andi


Offcet, hal.1

Anda mungkin juga menyukai