Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

PERANCANGAN KONTRAK
Tentang
PERJANJIAN PEMISAHAN HARTA

KELOMPOK 12
Oleh :
Sindia Ayu :1813010197
Farid Nurul Hadi :1813010177
Risky Febian :1813010170

Dosen Pengampu:
Misnar Syam,S.H.,M.H

JURUSAN HUKUM KELUARGA


FAKULTAS SYARI’AH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
IMAM BONJOL PADANG
1442H/2021M
KATA PENGANTAR

‫بسم هللا الر حمن الر حيم‬


Puji syukur kehadirat Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang
yang telah melimpahkan Rahmat dan Karunia-Nya bagi setiap hamba-Nya.
Sholawat dan Salam semoga selalu tercurah kepada Baginda Nabi Besar
Muhammad SAW. yang telah menunjukkan kita kepada jalan yang benar serta di
Ridhoi Allah SWT.
Atas berkat pertolongan dan Hidayah-Nya lah kami dapat menyeselaikan
makalah ini dengan baik, dengan judul yaitu “PERJANJIAN PEMISAHAN
HARTA“. Kami mengucapkan terimakasih kepada dosen pembimbing dan segala
pihak yang telah membantu kami dalam menyelesaikan makalah ini. Kami mohon
maaf apabila ada kesalahan dan kekurangan dalam penulisan makalah ini. Kami
juga sangat mengharapkan kritik dan saran pembaca yang bersifat membangun
agar dalam pembuatan makalah berikutnya dapat lebih baik lagi.
Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi teman-teman semuanya,
terutama bagi penulis khususnya. Aamiin ya rabbal `alamiin.

Padang, 3 Desember 2021

Pemakalah
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................

DAFTAR ISI.......................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN...................................................................................
A. Latar Belakang.........................................................................................
B. Rumusan Masalah....................................................................................
C. Tujuan Penulisan......................................................................................

BAB II PEMBAHASAN......................................................................................
A. Pengertian perjanjian................................................................................
B. Syarat sah perjanjian.................................................................................
C. Pengertian Perkawinan………………………………………………….
D. Bentuk Pemisahan Harta dalam Perjanjian Perkawinan………………..
E. Akibat Hukum Perjanjian Perkawinan ....................................................

BAB III PENUTUP..............................................................................................


A. Simpulan ..................................................................................................
B. Saran.........................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sebagai makhluk sosial yang mempunyaim naluri untukn selalu ingin hidup
bersama dan saling beinteraksi dengan sesama salah satunya yaitu perkawinan.
Asas perjanjian kawin menurut udnang-undang nomor 1 tahun 1974 yakni
membentuk keluarga yang bahagia dan kekal.
Menurut pasal 119 kitab undang-undang hukum perdata (KUH Perdata).
Perjanjian kawin diperlukan demi perlindungan hukum terhadap harta kekyaan
suami-istri. Begitupun menurut J. Satrio, perjanjian kawin adalah perjanjian
mengenai harta, perjanjian kawin hanya mengatur harta suami istri dalam
perkawinan, baik kesepakatan untuk menyatukan harta, menyatukan harta secara
terbatas ataupun sepakat untuk menyatukan harta kekeyaan.
Mengenai harta benda dalam dalam perkawinan, pasal 35 Undang-Undnag
Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan mengatur:
1. Harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadin harta bersama.
2. Harta bawaan dari masing suami istri dan harta benda sebagai warisan adalah
dibawah pengawasan masing-masing sepanjang para pihak.
Dasar hukum dari keadaan tersebut dapat dilhat dari pasal 1320 jo,untuk
sahnya perjanjian diperlukan empat sarat:
1. Sepakat mereka yang mengingkatdirinya.
2. Kecakapan untuk membuat suatun perjanjian.
3. Suatu hal tertentu.
Suatu sebab yang halal Suatun perjanjian tidak dapat ditarik kembali selain
dengan sepakat kedua belah piha,atau karena alasan-alasan yang undnag- undang
menyatakannya,suatu perjanjian harus dilaksanakn secara itikad baik.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian perjanjian?
2. Jelaskan apa saja syarat sah perjanjian?
3. Jelaskan apa Pengertian perkawinan?
4. Bagaimanakah Bentuk Pemisahan Harta dalam Perjanjian Perkawinan?
5. Bagaimana Akibat Hukum Perjanjian Perkawinan?

C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui pengertian perjanjian.
2. Untuk mengetahui apa saja syarat sah perkawinan.
3. Untuk mengetahui apa perngertian perkawinan.
4. Untuk mengetahu bagaimanakah bentuk [emisahan harta dalam perjanjian
perkawinan.
5. Untuk mengetahui bagaimana akibat hukum perjanjian perkawinan.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Perjanjian
Pada prinsipnya perjanjian atau kontrak terdiri dari satu atau Serangkaian
janji yang dibuat para pihak dalam kontrak. Esensi kontrak Itu sendiri adalah
kesepakatan (agreement). Perjanjian menurut Kitab Undang-undang Hukum
Perdata Pasal 1313, Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang
atau Lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.
R. Subekti, menyatakan “Perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang
berjanji kepada orang lain atau di mana 2 (dua) orang itu saling berjanji untuk
melaksanakan sesuatu hal, yang dalam bentuknya Perjanjian itu dapat dilakukan
sebagai suatu rangkaian perkataan yang mengandung janji-janji atau kesanggupan
yang diucapkan secara lisan maupun tertulis. Dari pengertian-pengertian tersebut,
unsur-unsur yang melekat dalam suatu perjanjian antara lain:
1. Hubungan Hukum adalah hubungan yang diatur dan diakui oleh hukum yang
Pada akhirnya akan menimbulkan akibat hukum antara para pihakYang di
dalamnya melekat hak pada satu pihak dan kewajiban pada Pihak lainnya.
2. Kesepakatan yang membentuk kontrak Adalah keseluruhan hak dan
kewajiban para pihak dalam suatu Perikatan harus memiliki nilai kekayaan
yang dapat dinilai dengan Uang.
3. Para pihakAdalah subjek dalam sebuah perikatan atau perjanjian tertentu
adalah objek perikatan.
4. prestasi merupakan kewajiban yang Harus dilaksanakan dalam suatu
perikatan atau perjanjian. Pada Pasal 1234 KUHPerdata memberikan
klasifikasi prestasi sebagai Berikut:
1) Memberikan sesuatu
2) Berbuat sesuatu,
3) Tidak berbuat sesuatu.
Prestasi sebagai objek perikatan harus memenuhi syaratsyarat Tertentu,
yaitu :
a) Harus tertentu atau setidaknya dapat ditentukan,
b) Objeknya diperkenankan oleh hukum,
c) Prestasi itu harus mungkin dilaksanakan.1

B. Syarat Sahnya Perjanjian


Hal terpenting dalam hukum perjanjian adalah penentuan Keabsahan suatu
perjanjian. Tolok ukur keabsahan tersebut di dalam System hukum Indonesia
dapat ditemukan di KUHPerdata Pasal 1320. Syarat sahnya suatu perjanjian
menurut KUHPerdata Pasal 1320 yaitu:
1. Kesepakatan mereka yang mengikatkan diri (de toesteming van Degemen die
zich verbiden).
2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan (de bekwaamheid om Eene
verbintenis aan te gaan).
3. Suatu hal tertentu (een bepaald onderwerp).
4. Suatu sebab yang tidak terlarang (een geoorloofde oorzaak).
Sehubungan dengan keempat syarat dalam Pasal 1320 BW tersebut di atas
terdapat penjelasan lebih lanjut terkait dengan konsekuensi tidak dipenuhinya
masing-masing syarat dimaksud. Pertama, dan kecakapan merupakan unsur
subjektif karena berkenaan dengan diri orang atau subjek yang membuat kontrak.
Kedua, syarat objek tertentu dan kausa yang diperbolehkan merupakan unsur
objektif.
Asas-asas Kontrak atau Perjanjian Hukum kontrak atau perjanjian
memberikan kebebasan kepada Subjek kontrak untuk melakukan dengan beberapa
batasan tertentu, Sesuai yang diatur dalam Pasal 1338 KUHPerdata, yaitu :
1. Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang undang bagi
mereka yang membuatnya.
2. Perjanjian itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan kata sepakat Atau
sesuai kesepakatan para pihak atau karena alasan undang undang yang
dinyatakan cukup untuk itu.
3. Perjanjian tersebut harus dilaksanakan dengan itikad baik.

1
R. Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, (Jakarta : Intermasa, 1994), hal 9
Asas-asas kontrak yang dikandung dalam Pasal 1338 KUHPerdata Sebagai
berikut :
1. Asas Konsensualisme
2. Asas pacta sunt servanda.
3. Asas kebebasan berkontrak.
4. Asas itikad baik.

C. Pengertian Perkawinan
Perkawinan disebut juga pernikahan, berasal dari kata nikah yang menurut
bahasa artinya mengumpulkan, saling memasukkan, dan digunakan untuk arti
bersetubuh (wathi)2. Secara terminologi adalah suatu akad yang menghalalkan
pergaulan dan pertolongan antara lak-laki dan wanita dan membatasi hak dan
kewajiban masing-masing mereka3.
Undang-undang Perkawinan (UUP) No.1 Tahun 1974 menyebutkan
pengertian perkawinan dalam pasal 1 yaitu “ikatan lahir batin antara seorang pria
dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga
atau rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha
Esa”. Kompilasi Hukum Islam (KHI) menjelaskan dalam pasal 2 “Perkawinan
menurut Hukum Islam adalah akad yang sangat kuat atau miitsaaqon gholiidhan
untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah”4.

D. Bagaimana Bentuk Pemisahan Harta dalam Perjanjian Perkawinan


Bagi calon suami isteri yang ingin menghindari adanya percampuran harta
benda tersebut secara bulat dalam perkawinan yang akan dilaksanakan, Undang-
undang mengatur ketentuan mengenai penyimpangan tersebut dengan membuat
perjanjian kawin. Pada umumnya suatu perjanjian kawin dibuat dengan alasan:

2
Ghazaly, Abdul Rahman, Fikih Munakahat, (Jakarta: Prenada Media: 2019), hal 7.
3
Azzam, Abdul Aziz Muhammad, Fiqih Munakahat, Khitbah, Nikah dan Talak, (Jakarta:
Bumi Aksara 2011), hal 37.
4
Umbara, Citra. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan & Kompilasi Hukum Islam, (Bandung: Citra Umbara: 2017), hal 2.
a) Bilamana terdapat sejumlah harta kekayaan yang lebih besar pada salah satu
pihak daripada pihak yang lain;
b) Kedua belah pihak masing-masing membawa masukan (aanbrengst) yang
cukup besar;
c) Masing-masing mempunyai usaha sendiri-sendiri, sehingga andai kata salah
satu jatuh (failliet), yang lain tidak tersangkut;
d) Atas hutang-hutang yang mereka buat sebelum kawin masing-masing akan
bertanggunggugat sendiri-sendiri.5
Dalam hal ini dijelaskan dalam Pasal 139 KUHPerdata bahwa para calon
suami isteri dengan perjanjian kawin dapat menyimpang dari peraturan
undangundang mengenai harta bersama, asalkan hal itu tidak bertentangan dengan
tata susila yang baik atau dengan tata tertib umum, dan diindahkan pula
ketentuanketentuan yang dijelaskan dalam penjelasan selanjutnya. Seperti halnya
KUHPerdata, UU Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan di dalamnya juga
mengatur mengenai perjanjian kawin yang dapat dibuat oleh suami isteri yang
berisi pengaturan tentang harta kekayaan hal ini diatur dalam Pasal 29 UU Nomor
1 tahun 1974 tentang Perkawinan sebagai berikut:
1) Pada waktu atau sebelum perkawinan dilangsungkan kedua belah pihak atas
persetujuan bersama dapat mengadakan perjanjian tertulis yang disahkan oleh
Pegawai Pencatat Perkawinan, setelah sama isinya berlaku juga terhadap
pihak ketiga tersangkut;
2) Perjanjian tersebut tidak dapat disahkan bilamana melanggar batas-batas
hukum, norma agama dan kesusilaan;
3) Perjanjian tersebut mulai berlaku sejak perkawinan dilangsungkan;
4) Selama perkawinan berlangsung perjanjian tersebut tidak dapat dirubah,
kecuali bila dari kedua belah pihak ada persetujuan untuk merubah
danperubahan tidak merugikan pihak ketiga6.

5
Titik Triwulan Tutik, Pengantar Hukum Perdata di Indonesia. (Jakarta: Prestasi Pustaka,
2006), Hal.129.
6
Soetojo Prawirohamidjojo R. 1988. Pluralisme dalam Perundang-undangan Perkawinan di
Indonesia. (Surabaya: Airlangga University Press, 1988) hal. 59.
Pemisahan harta dalam perkawinan dewasa ini baru sebagian masyarakat
yang mengenalnya ataupun mengetahuinya, anggapan bahwa setelah menikah
segala sesuatu bercampur menjadi satu akan membuat pasangan merasa nyaman
dan enggan membuatnya.
Bagi calon suami istri yang menghindari adanya percampuran harta tersebut
undang-undang mengatur ketentuan mengenai penyimpangan tersebut dengan
membuat perjanjian kawin, perjanjian kawin dapat dijadikan sebagai salah satu
upaya untuk mencegah perseteruan mengenai harta benda perkawinan dikemudian
hari. Selanjutnya, untuk menjamin bahwa perjanjian kawin yang dibuat adalah
benar dan dapat mengikat para pihak maka mengenai bentuk perjanjian kawin
menurut KUHPerdata harus dibuat:
1. Dengan akta notaris
Perjanjian kawin dengan tegas harus dibuat dengan akta notaris sebelum
perkawinan berlangsung, dan akan menjadi batal bila tidak dibuat secara
demikian. Sebagaimana hal ini dijelaskan dalam Pasal 147 KUHPerdata yang
menyatakan bahwa, “Perjanjian kawin harus dibuat dengan akta notaris sebelum
pernikahan berlangsung, dan akan menjadi batal bila tidak dibuat secara
demikian.”
2. Sebelum Perkawinan Berlangsung
Dalam hal ini ditegaskan pula dalam Pasal 147 KUHPerdata, karena
pembuatan perjanjian kawin sendiri adalah untuk menyimpangi ketentuan yang
ada dalam Undang-undang. Dengan mengadakan perjanjian perkawinan kedua
calon suami isteri berhak menyiapkan dan menyampaikan beberapa
penyimpangan dari peraturan undang-undang mengenai persatuan harta kekayaan.
Perjanjian perkawinan itu mulai berlaku sejak perkawinan berlangsung dan tidak
boleh dirubah kecuali atas persetujuan kedua belah pihak dengan syarat tidak
merugikan pihak ketiga yang tersangkut. Perjanjian kawin yang dibuat setelah
perkawinan berlangsung maka menjadi tidak sah atau batal demi hukum.
Apabila salah satu dari kedua syarat itu tidak dipenuhi, maka perjanjian
kawin itu batal. Hal ini mengakibatkan adanya anggapan bahwa terjadi
kebersamaan harta kekayaan antara suami isteri di dalam perkawinan tersebut.
Artinya, akibat hukum dari perkawinan tersebut membawa konsekuensi
bercampurnya harta suami dan isteri menjadi satu dalam kekayaan harta
perkawinan. Kedua belah pihak dalam pembuatan perjanjian kawin harus
menyatakan secara tegas bahwa tidak adanya percampuran harta dan juga harus
secara tegas menyatakan tidak ada persatuan harta dalam bentuk lain, seperti
persatuan untung dan rugi atau persatuan hasil dan pendapatan. Menurut Pasal
144 KUHPerdata menyatakan bahwa “tidak adanya gabungan harta bersama tidak
berarti tidak adanya keuntungan dan kerugian bersama, kecuali jika hal ini
ditiadakan secara tegas.
Perlindungan hukum terhadap harta dalam perkawinan menurut KUHPerdata
diberikan kebebasan bagi para pihak dalam menentukan isi dan bentuk perjanjian
kawin untuk membuat penyimpangan dari peraturan KUHPerdata tentang
persatuan harta kekayaan tetapi dengan pembatasan bahwa perjanjian kawin tidak
boleh bertentangan dengan kesusilaan, agama dan ketertiban umum yang diatur
dalam Pasal 139 KUHPerdata. “Isi perjanjian melanggar kesusilaan, misalnya,
dalam perjanjian ditentukan, suami tidak boleh melakukan pengontrolan terhadap
perbuatan istri di luar rumah.
Mengenai isi dan macam perjanjian kawin yang dapat diperjanjikan dalam
perjanjian perkawinan menurut KUHPerdata dibagi sebagai berikut:
1. Pemisahan Harta Perkawinan Secara Bulat (Sepenuhnya) Apabila sebelum
perkawinan berlangsung calon suami dan istri tidak membuat perjanjian kawin,
maka secara hukum terjadi persatuan harta secara bulat. Suami istri mempunyai
kebebasan untuk membatasi kebersamaan harta menurut kehendak mereka,
dengan tidak melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Dengan terjadinya pemisahan harta dalam perkawinan maka hanya
terdapat dua macam harta perkawinan, yaitu harta pribadi suami dan harta
pribadi istri. Dan tidak adanya kemungkinan adanya harta kekayaan milik
bersama.
2. Persatuan Untung-Rugi Perjanjian kawin dengan persatuan keuntungan dan
kerugian (gemeenschap van winst en varlies) dalam hal ini tidak mengenal
adanya persatuan harta yang bulat melainkan membatasinya dalam hal
persatuan yang terbatas, yaitu hanya terbatas pada persatuan untung dan
kerugian saja. Dalam hal ini dengan adanya persatuan untung dan kerugian
menjadi hak dan tanggungan suami dan isteri. Kalau ada keuntungan yang
diperoleh selama perkawinan berlangsung, maka keuntungan tersebut akan
dibagi dua antara suami isteri. Dan juga sebaliknya, dalam hal terjadi kerugian
ataupun tuntutan dari pihak ketiga (orang lain di luar suami isteri tersebut),
maka kerugian tersebut menjadi tanggung jawab suami dan isteri. Pada
kebersamaan untung dan rugi yang menjadi milik dan beban bersama adalah
keuntungan yang diperoleh sepanjang perkawinan dan kerugian yang diderita
sepanjang perkawinan pula.
3. Persatuan Hasil dan Pendapatan Perjanjian kawin dengan persatuan hasil
pendapatan (gemeenschap van vuchten en inkomsten) ialah perjanjian antara
sepasang calon suami isteri untuk mempersatukan setiap keuntungan (hasil dan
pendapatan) saja. Perjanjian ini berarti serupa dengan “perjanjian
untung”,sedangkan kerugian tidak diperjanjikan. Ketentuan mengenai persatuan
hasil dan pendapatan hanya diatur dalam satu pasal dalam KUHPerdata yaitu
Pasal 164 yang menyatakan, “ Perjanjian, bahwa antara suami isteri hanya akan
ada gabungan penghasilan dan pendapatan saja, mengandung arti secara diam-
diam bahwa tiada gabungan harta bersama secara menyeluruh menurut undang-
undang dan tiada pula gabungan keuntungan dan kerugian.” Maksud pasal
tersebut adalah persatuan hasil dan pendapatan adalah bentuk lain dari macam
harta kekayaan perkawinan yang tidak berupa pemisahan harta secara
keseluruhan dan bukan pula persatuan untung dan rugi.

E. Akibat Hukum Perjanjian Perkawinan


Perjanjian kawin akan mulai berlaku pada saat pernikahan dilangsungkan,
tidak boleh ditentukan saat lain untuk itu (Pasal 147 KUHPerdata). Pendaftaran
perjanjian kawin pada umumnya dilakukan selang beberapa waktu setelah
perkawinan dilangsungkan. Biasanya yang didaftarkan dalam register hanyalah
petikan dari perjanjian kawin. Akibat hukum adanya perjanjian perkawinan antara
suami dan istri adalah sebagai berikut:
a. Perjanjian mengikat pihak suami dan pihak istri;
b. Perjanjian mengikat pihak ketiga yang berkepentingan;
c. Perjanjian hanya dapat diubah dengan persetujuan kedua pihak suami dan
istri, dan tidak merugikan kepentingan pihak ketiga, serta disahkan oleh
pegawai pencatat perkawinan7.
Mengenai isi perjanjian kawin para pihak dapat menentukan apa saja yang
hendak mereka perjanjikan dalam perjanjian perkawinan tersebut selama tidak
bertentangan dengan apa yang telah diatur dalam Undang-undang. Pertama-tama
ada larangan untuk membuat suatu perjanjian yang menghapuskan kekuasaan
suami sebagai kepala di dalam perkawinan (“marital macht”) atau kekuasaannya
sebagai ayah (“ouderlijke macht”) atau akan menghilangkan hak-hak seorang
suami atau isteri yang ditinggal mati. Selanjutnya ada larangan untuk membuat
suatu perjanjian bahwa si suami akan memikul suatu bagian yang lebih besar
dalam activa daripada bagiannya dalam passiva. Maksudnya larangan ini, agar
jangan sampai suamiisteri itu menguntungkan diri untuk kerugian pihak-pihak
ketiga. Akhirnya ada larangan pula untuk memperjanjikan bahwa hubungan suami
isteri akan dikuasai oleh hukum dari sesuatu negeri asing. Yang dilarang disini
bukanlah mencantumkan isi hukum asing itu dengan perincian pasal demi pasal,
tetapi menunjuk secara umum pada hukum asing itu8.

SURAT PERJANJIAN PERKAWINAN


Pada hari ini, Jum’at, tanggal tiga Bulan Desember Tahun dua ribu dua puluh satu
(03-12-2021) di Pasaman Barat, Sumatera Barat

7
Abdulkadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia. Cetakan ke-5 (Bandung: PT. Citra Aditya
Bakti 2014) hal.99.
8
Subekti. Hal 39.
Menghadap kepada saya, Rokky, Sarjana Hukum, Notaris di Pasaman Barat
dengan dihadiri oleh para saksi yang dikenal oleh saya, Notaris dan akan
disebutkan pada bagian akhir akta ini:
Nama : Rosa Wijaya
TTL : Simpang Empat, 20 Agustus 1989
Pekerjaan : Pedagang
NIK : 121356487003
Alamat : Jl. M.Yamin No. 53, Simpang Empat
Bertindak untuk dan atas diri sendiri, yang selanjutnya disebut PIHAK
PERTAMA.
Nama : Boy Candra
TTL : Ujung Gading, 03 September 1994
Pekerjaan : Guru
NIK : 12130108357002
Alamat : Jl. M.Yamin No. 53, Simpang Empat
Bertindak untuk dan atas dirinya sendiri,yang selanjutnya disebut PIHAK
KEDUA.
Pihak Pertama dan Pihak Kedua secara bersama-sama untuk selanjutnya disebut
juga “Para Pihak”.
Para penghadap menerangkan terlebih dahulu sebagai berikut :
 bahwa Para Pihak merupakan pasangan suami isteri, yang perkawinannya
dilangsungkan di Pematang Siantar, pada tanggal 07-05-2019 (tujuh Mei
dua ribu Sembilan belas), sebagaimana ternyata dalam Kutipan Akta
Perkawinan Nomor XXX-KW-17012020-0002, yang dikeluarkan oleh
Suku Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Administrasi Jakarta
Utara, pada tanggal 17-01-2020 (tujuh belas Januari dua ribu dua puluh),
yang aslinya diperlihatkan kepada saya, Notaris dan photocopy sesuai
aslinya dilekatkan pada minuta akta ini;
 bahwa perkawinan Para Pihak dilangsungkan tanpa membuat perjanjian
perkawinan, sehingga terhadap harta benda mereka berlaku ketentuan
harta benda perkawinan, yang diatur didalam peraturan perundang-undang
yang berlaku;
 bahwa oleh karena satu dan lain hal yang telah diketahui oleh Para Pihak,
sehingga tidak perlu diuraikan di dalam akta ini, Para Pihak bermaksud
membuat perjanjian perkawinan, dengan tujuan untuk mengesampingkan
ketentuan undang-undang yang mengatur harta benda perkawinan, dengan
membuat perjanjian perkawinan berupa perjanjian perkawinan harta
terpisah.
Sehubungan dengan apa yang diuraikan diatas selanjutnya para penghadap
menerangkan bahwa Para Pihak dengan ini telah saling sepakat untuk membuat
perjanjian perkawinan harta terpisah, dengan memakai syarat-syarat dan
ketentuan-ketentuan sebagai berikut:
Pasal 1
PISAH HARTA
Terhitung mulai hari ini, antara Para Pihak selaku suami isteri tidak akan terdapat
persekutuan harta benda, bukan hanya tidak adanya persekutuan menurut hukum,
akan tetapi persekutuan untung dan rugi, persekutuan hasil dan pendapatan serta
persekutuan berupa apapun juga secara tegas ditiadakan.

Pasal 2
HARTA
Terhitung mulai hari ini, semua harta benda yang bersifat apapun yang diperoleh
karena sebab apapun juga dan diperoleh darimana pun juga, baik karena
pembelian, hibah/hadiah dan atau dengan cara apapun juga tetap menjadi milik
dari masing-masing pihak yang  memperolehnya.

Pasal 3
BUKTI PEMILIKAN
1. Barang-barang bergerak yang oleh para pihak didapat dari dan oleh sebab
apapun jugasesudah perkawinan dilangsungkan, wajib dibuktikan dengan
bukti pemilikan atau bukti tertulis. Dalam hal tidak terdapatnya bukti-bukti
tersebut maka Pihak Pertama tidak dapat menyatakan bahwa barang-barang
tersebut merupakan miliknya, sedangkan Pihak Kedua dapat menyatakan
adanya barang-barang tersebut atau harganya dengan bukti lain berupa saksi-
saksi.
2. Barang-barang tidak bergerak, yang tidak dapat dibuktikan dengan bukti
pemilikan atau surat-surat lainnya oleh salah satu pihak, dianggap sebagai
harta  bersama Para Pihak, masing-masing untuk 1/2 (setengah) bagian yang
sama besar.

Pasal 4
HAK-HAK PARA PIHAK
1. Beban-beban dan/atau hutang-hutang dari Para Pihak yang terjadi sebelum
atau sesudah perkawinan dilangsungkan,  tetap menjadi hak atau kewajiban
masing-masing yang mengadakan atau menyebabkan timbulnya beban atau
hutang tersebut.
2. Masing-masing pihak berhak untuk mengurus dan menguasai sendiri harta
pribadinya (harta miliknya), baik yang bergerak, maupun yang tidak
bergerak, dan penikmatan  secara bebas dari penghasilannya serta berhak
untuk melakukan perbuatan hukum berupa apapun juga atas harta pribadinya
tersebut tanpa diperlukan adanya bantuan atau persetujuan dari pihak lainnya.
Pasal 5
BIAYA-BIAYA
1. Biaya-biaya untuk keperluan rumah tangga, untuk mendidik dan memelihara
anak-anak yang dilahirkan dari perkawinan mereka wajib ditanggung dan
dibayar oleh Pihak Pertama.
2. Pengeluaran-pengeluaran untuk keperluan tersebut di atas yang dilakukan
oleh Pihak Kedua, dianggap telah dilakukan dengan persetujuan dari Pihak
Pertama.
3. Hutang-hutang maupun tagihan-tagihan dari pihak lain yang timbul dari
biaya-biaya tersebut di atas, harus ditanggung dan wajib dibayar oleh Pihak
Pertama, dan Pihak Kedua tidak dapat ditagih atau digugat mengenai hal
tersebut.

Pasal 6
BERAKHIR/PERHITUNGAN MENURUT HUKUM
1. Pakaian-pakaian dan perhiasan-perhiasan yang ada pada Para Pihak, pada saat
berakhirnya perkawinan atau pada waktu diadakan perhitungan menurut
hukum, dianggap sebagai milik pihak yang memakainya atau dianggap
dimiliki oleh yang biasa memakai barang-barang tersebut, sehingga terhadap
barang-barang tersebut tidak akan diadakan perhitungan.
2. Segala macam barang untuk keperluan rumah tangga termasuk pula perabot-
perabot makan, minum, tidur yang ada di dalam rumah kedua belah pihak
pada saat berakhirnya perkawinan atau pada saat diadakan perhitungan
menurut hukum, dianggap miliknya Pihak Kedua, sehingga terhadap barang-
barang tersebut, tidak akan diadakan perhitungan.

Pasal 7
MULAI BERLAKUNYA PERJANJIAN
Perjanjian perkawinan ini mulai berlaku terhitung sejak tanggal ditandatanganinya
perjanjian perkawinan ini.

Pasal 8
PENYELESAIAN SENGKETA
Apabila terjadi sengketa antara lessor dan lessee yang berkaitan dengan isi
perjanjian ini, maupun pelaksanaan dari perjanjian ini maka para pihak berusaha
terlebih dahulu semaksimal mungkin untuk menyelesaikan sengketa dengan jalur
musyawarah secara kekeluargaan tersebut tidak dapat mencapai kata mufakat,
maka penyelesaian sengketa tersebut dapat di selesaikan melalui jalur litigasi di
pengadilan Negeri Medan.
Pasal 9
LAIN-LAIN
1. Seluruh barang/harta yang telah ada sebelum dibuatnya perjanjian
perkawinan ini tetap tunduk pada ketentuan hukum sebelum dibuatnya
perjanjian perkawinan ini, yaitu harta yang merupakan milik pribadi tetap
dimiliki dan dikuasai oleh pihak yang memilikinya, sedangkan harta yang
termasuk dalam harta bersama tetap merupakan harta bersama.
2. Para pihak tetap terikat atas semua perjanjian atau perbuatan hukum yang
dibuat atau ditandatangani oleh Pihak Pertama dan atau Pihak Kedua sebelum
dibuatnya perjanjian perkawinan ini, sesuai ketentuan yang tercantum
didalam perjanjian yang bersangkutan atau terpenuhinya maksud dari
perjanjian atau perbuatan hukum yang dimaksud.

Pasal 10
DOMISILI
Untuk akta ini dan segala akibatnya serta pelaksanaannya, Para Pihak
memilih tempat tinggal yang umum dan tetap di kantor Panitera Pengadilan
Negeri Medan, Sumatera Utara.
Para penghadap menyatakan dengan ini menjamin akan kebenaran,
keaslian dan kelengkapan identitas pihak-pihak yang namanya tersebut dalam akta
ini dan seluruh dokumen yang menjadi dasar dibuatnya akta ini tanpa ada yang
dikecualikan, yang disampaikan kepada saya Notaris, maka apabila dikemudian
hari sejak ditanda tangani akta ini timbul sengketa dalam bentuk apapun yang
disebabkan oleh akta ini, para pihak bertanggung jawab sepenuhnya, dengan ini
para penghadap menyatakan membebaskan/melepaskan saya Notaris dan saksi
dari tuntutan pihak ketiga atau siapapun.
Para penghadap menerangkan bahwa telah mengetahui dan memahami
dengan baik mengenai apa yang dinyatakan dalam akta ini dan dengan ini pula
menjamin kebenaran identitasnya yang dinyatakan dalam akta ini berdasarkan
tanda pengenal yang ditunjukkan kepada saya, Notaris, dan bertanggung jawab
sepenuhnya atas hal tersebut. Akta ini diselesaikan jam 16:30 W.I.B. (enam belas
lewat tiga puluh menit Waktu Indonesia Barat).

DEMIKIANLAH AKTA INI


Dibuat sebagai minuta dan diselesaikan di Medan, pada tanggal, bulan dan tahun
seperti tersebut pada awal akta ini, dengan dihadiri oleh:
1. Nona Wirda Purnama lahir di Binjai, pada tanggal 04-09-1993 (empat
September seribu sembilan ratus sembilan puluh tiga), Karyawan Notaris,
bertempat tinggal di Jl. Ahmad Yani, pemegang Kartu Tanda Penduduk
Elektronik (KTP-el) dengan Nomor Induk Kependudukan (NIK)
3403094409930005, yang berlaku seumur hidup.
2. Tuan Irwan Affandi, lahir di Bumi arum, pada tanggal 17-05-1991 (tujuh
belas Mei seribu sembilan ratus sembilan puluh satu), Warga Negara
Indonesia, Karyawan Notaris, bertempat tinggal di Jl. Gatot Subroto, Kota
Medan, pemegang Kartu Tanda Penduduk Elektronik (KTP-el) dengan
Nomor Induk Kependudukan (NIK) 3171051705910005, yang berlaku
seumur hidup.
Keduanya sebagai SAKSI-SAKSI.
Setelah saya, Notaris membacakan akta ini kepada para penghadap dan saksi-
saksi, dan para penghadap membubuhkan sidik jarinya pada lembaran tersendiri
dihadapan saya, Notaris dan saksi-saksi yang dilekatkan pada minuta akta ini,
maka segera para penghadap, saksi-saksi dan saya Notaris menandatangani akta
ini.
Dilangsungkan tanpa perubahan.
Minuta akta ini telah ditandatangani dengan sempurna.
Diberikan sebagai Salinan yang sama bunyinya.

Pasaman Barat, 03 Desember 2021

PIHAK PERTAMA                                                           PIHAK KEDUA


Materai 10.000
(Rosa Wijaya ) (Boy Candra)

SAKSI I SAKSI II

(SURYA PRATAMA) (Riyan Andra)

NOTARIS

(ROKKY, SH.)

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dalam undang-undang KUHPerdata beberapa bentuk macam perjanjian
perkawinana yang berkaitan dengan pemisahan harta, bahwa pemisahann harta
adalah perkawinan secara bulat/perjanjian persatuan hukum dan perjanjian
pemisahan harta dapat mendatafkan perjanjian tersebut melalui KUA dan catatan
sipil sesuai dengan syarat-syarat perjanjian.
Perjanjian Kawin pada dasarnya hanya mengatur tentang harta kekayaan yang
diperoleh sebelum dan pada saat perkawinan berlangsung. Dengan adanya
perjanjian perkawinan, maka harta asal suami istri tetap terpisah dan tidak
terbentuk harta bersama, suami istri memisahkan harta yang didapat masing-
masing selama perkawinan.Dalam undang-undang dan KUHPerdata bentuk dan
macam perjanjian kawin yang paling banyak dipakai yaitu antara lain Perjanjian
“Pemisahan Harta Perkawinan Secara Bulat”, Perjanjian “Persatuan Untung
Rugi”, dan Perjanjian “Persatuan Hasil dan Pendapatan”.Dengan dibuat dan
ditanda-tanganinya Perjanjian kawin, maka semua harta mereka, baik itu berupa
harta yang mereka bawa sebelum mereka menikah, maupun pendapatan yang
mereka peroleh setelah mereka menikah kelak adalah hak dan milik mereka
masing-masing. Demikian pula dengan hutang-hutang dari masing-masing pihak
tersebut.

B. Saran
Kami dari penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah kami ini jauh dari
kesempurnaan, dan keterbatasan referensi untuk itu kami berharap kepada
pembaca, terutama dosen pembimbing mata kuliah ini berupa kritik dan Saranya
terhadap makalah yang bersifat membangun.

DAFTAR PUSTAKA

Abdulkadir, Muhammad. 2014. Hukum Perdata Indonesia Cetakan ke-5.


Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.
Azzam, Abdul Aziz Muhammad. 2011. Fiqih Munakahat, Khitbah, Nikah dan
Talak. Jakarta: Bumi Aksara.

Ghazaly, Abdul Rahman. 2019. Fikih Munakahat. Jakarta: Prenada Media.

R. Subekti. 1994. Pokok-Pokok Hukum Perdata. Jakarta : Intermasa.

Soetojo, Prawirohamidjojo R. 1988. Pluralisme dalam Perundang-undangan


Perkawinan di Indonesia. Surabaya: Airlangga University Press.

Titik, Triwulan Tutik. 2006. Pengantar Hukum Perdata di Indonesia. Jakarta:


Prestasi Pustaka.

Umbara, Citra. 2017. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974


tentang Perkawinan & Kompilasi Hukum Islam. Bandung: Citra Umbara.

Anda mungkin juga menyukai