HUKUM PERJANJIAN
Disusun Oleh :
Berlian Purna Sari (211009002)
Daffa Rabbani Yahya (211009061)
penyusun
i
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR ............................................................................................................ i
DAFTAR ISI .......................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................................... 1
A. Latar belakang ............................................................................................................. 1
B. Rumusan masalah ......................................................................................................... 1
C. Tujuan penulisan .......................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................................ 3
2.1 Prestasi dan wanprestasi .................................................................................................... 3
2.2 Asas-asas kontrak bisnis .................................................................................................... 9
2.3 Resiko dan keadaan memaksa ........................................................................................... 11
2.4 Perjanjian kredit ............................................................................................................... 13
2.5 fiduasi ................................................................................................................................ 17
BAB III PENUTUP ................................................................................................................ 19
A. Kesimpulan ................................................................................................................. 19
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………………………..20
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Kontrak atau perjanjian adalah kesepakatan antara dua orang atau lebih tentang
hal-hal tertentu yang telah mereka sepakati. Ketentuan umum tentang kontrak diatur
dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia. Ricardo Simanjuntak
menjelaskan bahwa perjanjian merupakan bagian dari pengertian perjanjian, artinya
perjanjian juga merupakan perjanjian, meskipun perjanjian belum tentu merupakan
perjanjian. Perjanjian yang mempunyai akibat hukum yang mengikat disamakan dengan
perjanjian. Perjanjian tanpa akibat hukum bukanlah suatu kontrak. Dasar untuk
menentukan apakah suatu kontrak mempunyai akibat hukum yang mengikat atau hanya
merupakan suatu kontrak yang berkonsekuensi moral timbul dari kehendak dasar para
pihak yang berkontrak.
B. Rumusan Masalah
1
C. Tujuan Penulisan
2
BAB II
PEMBAHASAN
Hukum perjanjian merupakan cabang hukum yang sangat penting dalam kehidupan
sehari-hari, karena hampir semua aktivitas manusia melibatkan perjanjian atau kontrak.
Misalnya, perjanjian jual beli, perjanjian kerja, perjanjian sewa menyewa, perjanjian
pinjam-meminjam, dan sebagainya. Oleh karena itu, pengetahuan mengenai hukum
perjanjian sangat penting bagi setiap orang, khususnya bagi mereka yang sering melakukan
perjanjian atau kontrak dalam kehidupan sehari-hari.
Selain itu, hukum perjanjian juga mengatur mengenai prosedur dan persyaratan
yang harus dipenuhi untuk membuat suatu perjanjian sah dan mengikat. Hal ini bertujuan
untuk mencegah terjadinya perjanjian yang tidak sah atau batal, yang dapat merugikan
salah satu atau kedua belah pihak yang membuat perjanjian tersebut.
Dalam praktiknya, hukum perjanjian sering kali menjadi sumber konflik atau
perselisihan antara para pihak yang membuat perjanjian. Oleh karena itu, pemahaman yang
baik mengenai hukum perjanjian dapat membantu para pihak untuk menghindari terjadinya
konflik atau perselisihan, serta mencegah terjadinya pelanggaran dalam pelaksanaan
perjanjian yang telah dibuat.
Menurut para ahli hukum perjanjian, perjanjian adalah suatu perjanjian antara dua
pihak atau lebih yang bertujuan untuk menciptakan hubungan hukum yang mengikat.
Beberapa ahli hukum perjanjian termasuk Friedrich Carl von Savigny, John Austin, dan Sir
William Anson.
3
Friedrich Carl von Savigny, seorang ahli hukum Jerman, mengembangkan teori
kontrak yang menekankan pada kebebasan berkontrak dan perlunya perlindungan hukum
bagi perjanjian. John Austin, seorang ahli hukum Inggris, mengemukakan pandangan
bahwa kontrak adalah suatu kesepakatan yang dibuat oleh orang yang mampu dan
berkeinginan untuk mengikat dirinya sendiri secara hukum. Sedangkan Sir William Anson,
seorang ahli hukum Inggris, menganggap bahwa perjanjian adalah suatu kesepakatan antara
dua pihak yang saling mengikat untuk melakukan atau tidak melakukan suatu hal yang
merupakan objek perjanjian.
Namun, pandangan para ahli hukum perjanjian ini dapat berbeda-beda tergantung
pada konteks dan undang-undang yang berlaku di suatu negara. Oleh karena itu, penting
bagi para pengacara dan pelaku bisnis untuk memahami secara mendalam hukum
perjanjian yang berlaku di negara tempat mereka beroperasi.
a. Prestasi
1) Itikad baik dalam arti subyektif, yaitu kejujuran seseorang dalam melakukan
suatu perbuatan hukum yaitu apa yang terletak pada sikap batin seseorang
pada waktu diadakan perbuatan hukum. Itikad baik dalam arti subyektif ini
diatur dalam Pasal 531 Buku II KUHPerdata;
2) Itikad baik dalam arti obyektif, yaitu pelaksanaan suatu perjanjian harus
didasarkan pada norma kepatutan dalam masyarakat. Hal ini dapat dilihat
dalam Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata, dimana hakim diberikan suatu
kekuasaan untuk mengawasi pelaksanaan perjanjian agar jangan sampai
pelaksanaannya tersebut melanggar norma-norma kepatutan dan keadilan.
Kepatutan dimaksudkan agar jangan sampai pemenuhan kepentingan salah
4
satu pihak terdesak, harus adanya keseimbangan. Keadilan artinya bahwa
kepastian untuk mendapatkan apa yang telah diperjanjikan dengan
memperhatikan norma-norma yang berlaku. Demikian pula suatu perjanjian
tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang dengan tegas dinyatakan di
dalamnya, tetapi juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat perjanjian
diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan, atau undang-undang (Pasal 1339
KUHPerdata). Prestasi dapat berwujud sebagai :
b) Tenaga atau keahlian Antara prestasi yang berupa tenaga dan prestasi
yang berupa keahlian ini terdapat perbedaan karena prestasi yang
berupa tenaga pemenuhannya dapat diganti oleh orang lain karena
siapapun yang mengerjakannya hasilnya akan sama sedangkan prestasi
yang berupa keahlian, pemenuhannya tidak dapat diganti oleh orang
lain tanpa persetujuan pihak yang harus menerima hasil dari keahlian
tersebut. Oleh karena itu, apabila diganti oleh orang lain, hasilnya
mungkin akan berbeda.
b. Wanprestasi
5
lalai melaksanakan kewajiban sebagaimana yang telah ditentukan dalam
perjanjian yang dibuat antara kreditur dan debitur . Pengertian mengenai
wanprestasi belum mendapat keseragaman, masih terdapat bermacam-macam
istilah yang dipakai untuk wanprestasi, sehingga tidak terdapat kata sepakat
untuk menentukan istilah mana yang hendak dipergunakan. Istilah mengenai
wanprestasi ini terdapat di berbagai istilah yaitu ingkar janji, cidera janji,
melanggar janji, dan lain sebagainya. Dengan adanya bermacammacaam istilah
mengenai wanprestsi ini, telah menimbulkan kesimpang siuran dengan maksud
aslinya yaitu “wanprestasi”. Ada beberapa sarjana yang tetap menggunakan
istilah “wanprestasi” dan memberi pendapat tentang pengertian mengenai
wanprestasi tersebut.
6
atau dengan adanya wanprestasi oleh salah satu pihak, pihak yang lainnya dapat
menuntut pembatalan perjanjian.
Hal ini mengakibatkan apabila salah satu pihak tidak memenuhi atau
tidak melaksanakan isi perjanjian yang telah mereka sepakati atau yang telah
mereka buat maka yang telah melanggar isi perjanjian tersebut telah melakukan
perbuatan wanprestasi. Dari uraian tersebut di atas kita dapat mengetahui
maksud dari wanprestasi itu, yaitu pengertian yang mengatakan bahwa seorang
dikatakan melakukan wanprestasi bilamana “tidak memberikan prestasi sama
sekali, terlambat memberikan prestasi, melakukan prestasi tidak menurut
ketentuan yang telah ditetapkan dalam pejanjian”. Faktor waktu dalam suatu
perjanjian adalah sangat penting, karena dapat dikatakan bahwa pada umumnya
dalam suatu perjanjian kedua belah pihak menginginkan agar ketentuan
perjanjian itu dapat terlaksana secepat mungkin, karena penentuan waktu
pelaksanaan perjanjian itu sangat penting untuk mengetahui tibanya waktu yang
berkewajiban untuk menepati janjinya atau melaksanakan suatu perjanjian yang
telah disepakati.
7
ditentukan”. Pasal 1243 KUHPerdata: “Penggantian biaya, kerugian dan bunga
karena tak dipenuhinya suatu perikatan mulai diwajibkan, bila debitur, walaupun
telah dinyatakan Ialai, tetap Ialai untuk memenuhi perikatan itu, atau jika sesuatu
yang harus diberikan atau dilakukannya hanya dapat diberikan atau dilakukannya
dalam waktu yang melampaui waktu yang telah ditentukan”.
Pasal 1243 KUHPerdata: “Penggantian biaya, rugi dan bunga karena tak
dipenuhinya suatu perikatan, barulah mulai diwajibkan, apabila si berutang,
setelah dinyatakan lalai memenuhi perikatannya, tetap melalaikannya, atau jika
sesuatu yang harus diberikan atau dibuatnya, hanya dapat diberikan atau dibuat
dalam tenggang waktu yang telah dilampaukannya”. Pasal 1236 KUHPerdata dan
Pasal 1243 KUHPerdata berupa ganti rugi.
8
prestasi sama sekali.
3. Memenuhi prestasi tetapi tidak sesuai atau keliru. Debitur yang memenuhi
prestasi tapi keliru, apabila prestasi yang keliru tersebut tidak dapat diperbaiki
lagi maka debitur dikatakan tidak memenuhi prestasi sama sekali. Menurut
Subekti, bentuk wanprestasi ada empat macam yaitu:
Asas-asas Hukum Kontrak di Indonesia Menurut Paul Scholten asas hukum adalah
pikiran- pikiran dasar yang terdapat di dalam dan di belakang sistem hukum masing-
masing dirumuskan dalam aturan-aturan perundang-undangan dan putusan-putusan hakim
yang berkenaan dengan ketentuan- ketentuan dan keputusan-keputusan individu yang dapat
dipandang sebagai penjabarannya. Pentingnya Klausula Choice of Law Ada pendapat yang
mengatakan bahwa klausula choice of law dalam pembuatan kontrak bisnis internasional
tidak penting karena para pihak menganggap bahwa transaksi bisnis merupakan suatu
masalah yang rutin dan tanpa choice of law pun setiap sistim hukum negara tertentu sudah
memiliki pengaturan dalam hukum perdata internasional yang menetapkan hukum apa
yang akan diterapkan dalam menyelesaikan sengketa bisnis.
9
asasnya yang biasanya lebih bersifah filosofis. Perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad
baik Sehingga dapat disimpulkan bahwa para pihak dalam membuat kontrak maupun saat
melaksanakan isi. Asas ini memberikan pengertian bahwa perjanjian dan kontrak yang
dibuat menjadi mengikat dan menjadi aturan atau hukum bagi pihak yang membuatnya. Di
dalam hukum kontrak dikenal lima asas penting yaitu asas kebebasan berkontrak asas
konsensualisme asas pacta sunt servanda asas iktikad baik dan asas kepribadian1.
Berdasarkan teori di dalam suatu hukum kontrak terdapat 5 lima asas yang dikenal
menurut ilmu hukum perdata. Di dalam hukum kontrak dikenal lima asas yaitu asas
kebebasan berkontrak,asas konsensualisme,asas pacta sunt servanda, asas kepastian
hukum,asas iktikad baik dan asas kepribadian. Karena setiap bisnis transaksi mempunyai
unsur-unsur atau segi-segi yang berbeda sehingga menimbulkan hak dan kewajiban yang
berbeda dalam pembuatan kontrak.
1. Asas kebebasan berkontrak adalah suatu asas yang memberikan kebebasan kepada
para pihak untuk:
• Menentukan bentuknya perjanjian, yaitu tertulis atau lisan.isme, asas pacta sunt
servanda, asas iktikad baik, dan asas kepribadian.
3. Asas pacta sunt servanda atau disebut juga dengan asas kepastian hukum, merupakan
asas bahwa hakim atau pihak ketiga harus menghormati kontrak yang dibuat oleh para
pihak, sebagaimana layaknya undang-undang.
4. Asas iktikad baik, merupakan asas yang menyatakan para pihak yang membuat
kontrak harus melaksanakan substansi kontrak berdasarkan kepercayaan atau
keyakinan yang teguh atau kemauan yang baik dari para pihak.
10
5. Asas kepribadian, merupakan asas yang menentukan bahwa seseorang yang akan
melakukan dan atau membuat kontrak hanya untuk kepentingan perseorangan saja
atau dirinya sendiri. Artinya perjanjian berlaku hanya untuk para pihak pembuatnya
saja.
Menurut Soebekti, risiko berarti kewajiban untuk memikul kerugian jika ada
suatu kejadian di luar kesalahan salah satu pihak yang menimpa benda yang
dimaksudkan dalam kontrak. Di sini berarti beban untuk memikul tanggung jawab dari
risiko itu hanyalah kepada salah satu pihak saja, menurut penulis alangkah baiknya
dalam setiap kontrak itu risiko diletakkan dan menjadi tanggung jawab kedua belah
pihak.
Di dalam KUHPerdata tidak ada defenisi tentang keadaan memaksa, namun hanya
memberikan batasan. Sehingga dari batasan tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa
keadaan memaksa adalah suatu keadaan tidak terduga, tidak disengaja, dan tidak dapat
dipertanggung jawabkan oleh debitur, dimana debitur tidak dapat melakukan prestasinya
kepada kreditur dan dengan terpaksa peraturan hukum juga tidak diindahkan
sebagaimana mestinya, hal ini disebabkan adanya kejadian yang berada di luar
kekuasaannya dan keadaan ini dapat dijadikan alasan untuk dibebaskan dari kewajiban
membayar ganti kerugian.
a. R. Subekti Debitur menunjukkan bahwa tidak terlaksananya apa yang dijanjikan itu
disebabkan oleh hal-hal yang sama sekali tidak dapat diduga, dan di mana ia tidak
dapat berbuat apa-apa terhadap keadaan atau peristiwa yang timbul diluar dugaan
tadi. Dengan perkataan lain, hal tidak terlaksananya perjanjian atau kelambatan
dalam pelaksanaan itu, bukanlah disebabkan karena kelalaiannya. Ia tidak dapat
dikatakan salah atau alpa, dan orang yang tidak salah tidak boleh dijatuhi
sanksisanksi yang diancamkan atas kelalaian. Untuk dapat dikatakan suatu
“keadaan memaksa” (overmacht), selain keadaan itu “di luar kekuasaannya” si
11
debitur dan “memaksa”, keadaan yang telah timbul itu juga harus berupa keadaan
yang tidak dapat diketahui pada waktu perjanjian itu dibuat, setidak-tidaknya tidak
dipikul risikonya oleh si debitur.
b. Sri Soedewi Masjchoen Sofwan yang menyitir H.F.A. Vollma Overmacht adalah
keadaan di mana debitur sama sekali tidak mungkin memenuhi perutangan
(absolute overmacht) atau masih memungkinkan memenuhi perutangan, tetapi
memerlukan pengorbanan besar yang tidak seimbang atau kekuatan jiwa di luar
kemampuan manusia atau dan menimbulkan kerugian yang sangat besar (relative
overmacht).
c. Purwahid Patrik mengartikan overmacht atau keadaan memaksa adalah debitur
tidak melaksanakan prestasi karena tidak ada kesalahan maka akan berhadapan
dengan keadaan memaksa yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kepadanya.
a. Force majeure karena sebab-sebab yang tidak terduga. Dalam hal ini, menurut Pasal
1244 KUHPerdata, jika terjadi hal-hal yang tidak terduga (pembuktiannya dipihak
debitur) yang menyebabkan terjadinya kegagalan dalam melaksanakan kontrak, hal
tersebut bukan termasuk dalam kategori wanprestasi kontrak, melainkan termasuk
kedalam kategori force majeure, yang pengaturan hukumnya lain sama sekali.
Kecuali jika debitur beriktikad jahat, dimana dalam hal ini debitur tetap dapat
dimintakan tanggung jawabnya.
b. Force majeure karena keadaan memaksa Sebab lain mengapa seseorang debitur
dianggap dalam keadaan force majeure sehingga dia tidak perlu bertanggung jawab
12
atas tidak dilaksanakannya kontrak adalah jika tidak dipenuhinya kontrak tersebut
disebabkan oleh keadaan memaksa.
13
terjadinya suatu perjanjian, maka ada beberapa syarat yang harus dipenuhi salah satunya
adalah sepakat, sehingga dengan ditandatanganinya perjanjian kredit tersebut berarti
berlakulah perjanjian kredit antara kreditur dan debitur.
14
1992 berdasarkan penilaian yang seksama terhadap watak, kemampuan, modal, agunan
prospek usaha debitur.
Berkenaan dengan hal tersebut pengaturan tentang debitur tidak diatur secara
tegas siapa saja yang dapat menjadi debitur, akan tetapi hanya disebutkan bahwa debitur
adalah orang yang mendapat fasilitas dari pihak kreditur (bank) berupa kredit dengan
kewajiban mengembalikan pada waktu yang telah disepakati. Oleh karena itu, dapat
disimpulkan bahwa debitur adalah perseorangan atau badan usaha yang mendapatkan
kredit dan wajib mengembalikan setelah jangka waktu yang telah ditentukan.
15
padanya, pendapatan penjualan benda-benda itu dibagi-bagi menurut
keseimbangan, yaitu menurut besar kecilnya piutang masing-masing, kecuali
apabila di antara para berpiutang itu ada alasan-alasan yang sah untuk didahulukan.
Berdasarkan hal tersebut diatas, maka Pasal 1131 dan 1132 KUHPerdata
merupakan suatu perlindungan kepada kreditur yang bersifat umum yang artinya
bahwa yang dapat dijadikan jaminan adalah semua harta debitur.
karena lembaga jaminan yang baik, adalah lembaga yang dapat secara
mudah membantu memperoleh kredit itu bagi pihak yang memerlukan,yang mana
tidak melemahkan posisi (kekuatan) si Kreditur untuk melakukan atau meneruskan
usahanya, serta dapat memberikan kepastian kepada si pemberi kredit dalam arti
barang jaminan setiap waktu tersedia untuk di eksekusi,artinya jaminan tersebut
dapat dengan mudah diuangkan untuk melunasi hutang si penerima kredit.
Perjanjian Jaminan merupakan salah satu perjanjian yang bersifat accesoir
(tambahan) yaitu perjanjian yang selalu menyertai perjanjian pokok. sehingga
perjanjian Jaminan dapat berakhir bila perjanjian pokoknya telah berakhir.
Jangka Waktu
16
atas kelalaian itu,apakah berupa denda, bunga,biaya dan lain-lain. Sehingga
penyelesaian kredit itu tidak berlarut-larut. Hal ini akan memudahkan proses
penyelesaian baik dilihat dari sudut penyedia dan penerima kredit.
ang Nomor 16 tahun 1985 tentang Rumah Susun mengatur mengenai hak milik
atas satuan rumahsusun yang dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani fidusia,
jika tanahnya tanah hak pakai atas tanah negara.
17
(sebagai jaminan uant debitur), sedangkan barangnya tetap dikuasai oleh debitur, tetapi
bukan lagisebagai eigenaar maupun bezitter, melainkan hanya sebagai detentor atau
houder dan atasnama kreditur- eigenaar” (A. Hamzah dan Senjun Manulang, 1987).
18
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Perjanjian adalah suatu perbuatan kesepakatan antara seseorang
atau beberapa orang dengan seseorang atau beberapa orang lainnya untuk melakukan
sesuatu perbuatan tertentu.
19
DAFTAR PUSTAKA
20