MAKALAH
PERJANJIAN KONTRAK
Disusun Oleh :
KELOMPOK 3
PRODI S1 AKUNTANSI
2022
KATA PENGANTAR
Penulis
i
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 12
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
2.1 Rumusan masalah
1. Apa pengertian dari perjanjian/kontrak ?
2. Apa-apa saja asas yang ada pada perjanjian/kontrak ?
3. Bagaimana bentuk dari perjanjian/kontrak?
4. Apa-apa saja syarat perjanjian/kontrak ?
5. Bagaimana wanspresitasi dan akibat-akibat pada pada perjanjian kontrak?
6. Bagaimana terhapusnya perjanjian/kontrak ?
BAB II
PEMBAHASAN
2
2.1 Pengertian Perjanjian Kontrak
Istilah kontrak berasal dari bahasa Inggris , yaitu contracts. Sedangkan
dalam bahasa Belanda, disebut dengan overeenkomst (Perjanjian).3
Pengertian perjanjian atau kontrak diatur Pasal 1313 dalam Kitab Undang-
Undang Hukum Perdata (KUH Perdata Pasal 1313 KUH Perdata berbunyi:
“Perjanjian adalah suatu perbuatan di mana satu orang atau lebih
mengikatkan diri terhadap satu orang lain atau lebih”.4
Henry Campbel, menuliskan definisi kontrak adalah suatu kesepakatan
yang diperjanjikan (promissory ag-reement) di antara dua atau lebih pihak
yang dapat menimbulkan, memodifikasi, atau menghilangkan hubungan
hukum.5
Lawrence M. Friedman, menuliskan definisi kontrak adalah seperangkat
hukum yang hanya mengatur aspek tertentu dari pasar dan mengatur jenis
perjanjian teretentu.6
Michael D. Bayles , menuliskan definisi kontrak sebagai aturan hukum
yang berkaitan dengan perlaksanaan perjanjian atau persetujuan.
Secara umum, kontrak atau perjanjian adalah suatu keadaan di mana kedua
belah pihak atau lebih melakukan perjanjian yang bentukmya tertulis untuk
dilaksanakan bersama pada suatu kegiatan.7
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan, bahwa
perjanjian kontrak adalah suatu kesepakatan antara dua orang atau lebih untuk
menjamin, apabila terjadi masalah kedepannya, yang akan diselesaikan
dengan jalur hukum.
2.2 Asas-asas dalam perjanjian (kontrak)
3
Salim HS, Hukum Kontrak, (Jakarta, Sinar Grafika, 2003), hlm 25.
4
Ibid.
5
Toman Sony Tambunan dan Wilson R.G Tambunan, Hukum Bisnis, (Jakarta,
Prenamedia Group, 2019), Hlm 56.
6
Joni Emirzon dan Muhammad Sadi , Hukum Kontrak, (Jakarta: Kencana, 2021), hlm 10.
7
Ibid.
3
2.2.1. Asas kebebasan Berkontrak (freedom 0f contracts)
Asas kebebasan berkontrak dapat dianalisis dari ketentuan 1338 ayat
(1) KUH Perdata, yang berbunyi:”semua perjanjian yang dibuat secara sah
berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.” Asas
kebebasan berkontrak adalah suatu asas yang memberi kebebasan kepada
para pihak untuk:
1. Membuat atau tidak membuat perjanjian
2. Mengadakan perjanjian dengan siapa pun
3. Menentukan isi perjanjian,pelaksanaan, dan persyaratannya
4. Menentukan bentuk perjanjiannya, yaitu tertulis atau lisan.8
2.2.2. Asas Konsesualisme
Asas konsesualisme sering diartikan bahwa dibutuhkan kesepakan
untuk lahirnya kesepakatan. Pengertian ini kurang tepat karena maksud
asas konsesualisme ini adalah bahwa lahirnya kontrak ialah pada pada saat
terjadinya kesepakatan. Dengan demikian, apabila tercapai kesepakatan
antara para pihak, lahirlah kontrak , walaupun kontrak itu belum
dilaksanakan pada saat itu dan juga bisa disebut bahwa kontrak tersebut
bersifat obligator.9
Dalam Pasal 1320 ayat (1) KUH Perdata ditentukan bahwa salah satu
syaratnya perjanjian, yaitu kesepakatan kedua bela pihak. Asas
konsesualisme merupakan asas yang menyatakan bahwa perjanjian pada
umumnya tidak diadakan secara formal, tetapi cukup dengan adanya
kesepakatan kedua bela pihak.10
Maka dapat disimpulkan, kesepakatan adalah persetujuan atau
persesuaian antara kehendak dari pernyataan yang dibuat oleh kedua bela
pihak.
2.2.3. Asas Kepastian Hukum (Pacta Sunt Serwanda)
8
Dasrol, Hukum Bisnis, (Pekanbaru: Alaf Riau, 2022), hlm 113.
9
Rizka Wahyuni Amelia, Hukum Bisnis,(Sumatera Barat: Insan Cendekia Mandiri, 2021)
hlm 14.
10
Dasrol, Op.Cit, hlm 114.
4
Asas Pacta Sunt Serwanda ini berhubungan dengan akibat perjanjian.
Asas Pacta Sunt Serwanda merupakan asas bahwa hakim atau pihak
ketiga harus menghormati substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak ,
sebagaimana layaknya sebagai undang-undang. Asas Pacta Sunt Serwanda
dapat disimpulkan dalam pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata, yang
berbunyi:” Perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-
undang.”11
2.2.4. Asas Itikad Baik (Goede Trouw)
Asas itikad baik dapat disimpulkan dari pasal 1338 ayat (3) KUH
Perdata. Pasal 1338 ayat (3) KUH Perdata berbunyi:” Perjanjian harus
dilakukan dengan itikad baik.” Asas itikad merupakan asas bahwa para
pihak , yaitu pihak kreditur dan debitur harus melaksanakan substansi
kontrak berdasarkan kepercayaan atau keyakinan yang teguh atau kemauan
yang baik dari para pihak. Asas itikad baik terbagi dua macam, yakni
itikad baik nisbi atau itikad baik mutlak. Pada itikad yang pertama,
seseorang memperhatikan sikap dan tingkah laku yang nyata dari subjek.
Pada itikad yang kedua, penilaian terletak pada pada akal sehat dan
keadilan.
2.2.5. Asas Kepribadian (Personality)
Asas kepribadian merupakan asas yang menentukan bahwa seorang
yang akan melakukan dan atau membuat kontrak hanya untuk kepentingan
perseorangan saja. Hal ini dapat dilihat dalam Pasal 1315 dan Pasal 1340
KUH Perdata. Pasal 1315 KUH Perdata berbunyi;”Pada umumnya
seseorang tidak dapat mengadakan perikatan atau perjanjian selain untuk
dirinya sendiri. Selanjutnya Pasal 1340 KUH Perdata berbunyi:”Perjanjian
hanya berlaku antara pihak yang membuatnya. ”12
Jadi, dalam perjanjian/kontrak terdapat lima asas yang harus dipahami
yaitu, asas kebebasan berkontrak, asas konsesualisme, asas kepastian
hukum, asas itikad baik dan asas kepribadian.
11
Agus Riyanto, Hukum Bisnis Indonesia, (Batam: CV Batam Publisher, 2018), hlm 35.
12
Ibid.
5
2.3 Bentuk Perjanjian (Kontrak)
Pada dasarnya , perjanjian kontrak memiliki dua bentuk yaitu tertulis
dan tidak tertulis (lisan). Dalam prakteknya , perjanjian yang dilakukan secara
lisan kurang dapat melindungi kepentingan para pihak jika dikemudian hari
terjadi sengketa. Oleh karena itu, sebaiknya perjanjian dibuat dalam bentuk
tulisan. Dalam ilmu hukum, tulisan yang memang dengan sengaja dibuat untuk
dijadikan bukti tentang suatu peristiwa dan ditandatangi pihak yang
membuatnya disebut dengan istilah akta13. Berdasarkan ketentuan Pasal 1867
KUH Perdata, suatu akta dibagi menjadi 2 (dua), yaitu akta di bawah tangan
(onderbands) dan akta resmi (otentik).
1. Akta di bawah tangan adalah akta yang dibuat tidak dihadapan pejabat
yang berwenang atau notaris. Akta ini dibuat dan ditandatangani oleh para
pihak yang membuatnya. Apabila suatu akta di bawah tanagan tidak
disangkal oleh para pihak, berarti mereka mengakui dan tidak menyangkal
kebenaran apa yang tertulis pada akta di bawah tanga tersebut, sehingga
sesuai pasal 1857 KUH Perdata, akta tersebut memperoleh kekuatan
pembuktian yang sama dengan suatu akta otentik. Akta di bawah tangan
ini dibagi lagi kedalam tiga jenis, yaitu:
a. Akta di bawah tangan biasa, akta ini dbuat dan ditandatangani oleh
para pihak tanpa melibatkan sama sekali pejabat yang berwenang
atau Notaris.
b. Akta di bawah tangan yang didaftar dalam daftar khusus oleh pejabat
yang berwenang atau Notaris , sering disebut diwaarmerken. Akta
ini dibuat dan ditandatangani oleh para pihak untuk kemudian
didaftarkan pada notaris , karena hanya didaftarkan, maka notaris
tidak bertanggung jawab terhadap materi/isi maupun tanda tangan
para pihak dalam dokumen yang dibuat oleh para pihak.
c. Akta di dibawah tangan yang disahkan oleh pejabat yang berwenang
atau notaris, sering disebut akta yang dilegalisasi. Akta ini dibuat
13
Ibid, hlm 39.
6
oleh para pihak yang namun penandatangannya disaksikan
dihadapan notaris, namun tidak bertanggung jawab terhadap
materi/isi dokumen.
2. Akta resmi (otentik). Akta otentik ialah akta yang dibuat oleh pejabat
umum yang berwenang yang memuat atau menguraikan suatu tindakan
yang dilakukan atau suatu keadaan yang dilihat atau disaksikan oleh
pejabat umum pembuat akta itu. Menurut pasal 1868 KUH Perdata, suatu
akta disebut otentik jika memenuhi persyaratan-persyaratan sebagai
berikut:
a. Akta dibuat dalam bentuk yang dibuat undang-undang
b. Akta dibuat (door) atau dihadapan ( ten overstaan) seorang pejabat
umum dan,
c. Pejabat umum itu haruslah mempunyai wewenang untuk membuat
akta itu.14
Dari penjelasan di atas, bentuk perjanjian kontrak terbagi menjadi dua
yaitu, tertulis dan tidak tertulis (lisan), yang mana perjanjian tertulis lebih
mudah dipertanggungjawabkan daripada perjanjian secara tidak tertulis (lisan).
2.4 Syarat Perjanjian Kontrak
Pasal 1320 dalam kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUH Perdata)
disebutkan bahwa, suatu kontrak atau perjanjian harus memenuhi syarat, yaitu:
a. Kesepakatan antara beberapa pihak yang mengikatkan dirinya pada suatu
kontrak tertentu (Pasal 1321-1328 KUH Perdata).
b. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan ( Pasal 1329-1331) KUH
Perdata).
Pasal 1330 KUH Perdata menyebutkan bahwa: yang tak cakap untuk
membuat persetujuan adalah: Anak yang belum dewasa, 0rang yang ditaruh di
bawah pengampuan dan Perempuan yang telah kawin dalam hal-hal yang
ditentukan Undang-Undang dilarang untuk membuat persetujuan tertentu.
c. Suatu pokok persoalan tertentu. Artinya, sifat dan luas objek dalam
kontrak dapat ditentukan (Pasal 1332-1334 KUH Perdata).
14
Ibid, hlm 39-41.
7
d. Suatu sebab yang tidak terlarang. Artinya, klausa dalam kontrak tidak
melanggar ketertiban umum, kesusilaan dan peraturan yang berlaku (Pasal
1335-1317 KUH Perdata).15
Maka dari itu, sesuai dengan penjelasan di atas suatu perjanjian/kontrak
terlaksana apabila, memenuhi syarat sesuai dengan aturan yang berlaku.
15
Toman Sony Tambunan dan Wilson R.G Tambunan, Op.Cit, hlm 56.
16
Ibid, hlm 62.
17
Abdul R. Saliman, Hukum Bisnis Untuk Perusahaan, (Jakarta: Kencana, 2005), hlm 42.
8
perjanjian/kontrak tersebut sehingga mendapatkan sanksi sesuai dengan
perjanjian/kontrak yang telah dibuat sebelumnya.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan uraian penjelasan di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa
perjanjian kontrak adalah suatu kesepakatan antara dua orang atau lebih untuk
menjamin, apabila terjadi masalah kedepannya, yang akan diselesaikan dengan
jalur hukum.
Kemudian, dalam perjanjian/kontrak terdapat lima asas yang harus
dipahami yaitu, asas kebebasan berkontrak, asas konsesualisme, asas kepastian
hukum, asas itikad baik dan asas kepribadian. Sedangkan bentuk perjanjian
kontrak terbagi menjadi dua yaitu, tertulis dan tidak tertulis (lisan), yang mana
18
Dasrol, Op.Cit, hlm 118-119.
10
perjanjian tertulis lebih mudah dipertanggungjawabkan daripada perjanjian
secara tidak tertulis (lisan).
Selanjutnya, Wanprestasi terjadi ketika seseorang yang ada di dalam suatu
perjanjian atau kontrak mengingkari perjanjian/kontrak tersebut sehingga
mendapatkan sanksi sesuai dengan perjanjian/kontrak yang telah dibuat
sebelumnya, serta penghapusan perjanjian/kontrak dapat terjadi saat perjanjian
itu telah selesai dan terhapus apabila telah memenuhi syarat yang berlaku.
3.2 Saran
Adapun saran penulis kepada pembaca untuk dapat memahami tentang
perjanjian/kontrak mengingat perjanjian/kontrak sangat berkaitan dengan
kehidupan sehari-hari. Maka dari itu, perlu adanya pembelajaran lebih dalam
tentang materi-materi perjanjian/kontrak tersebut.
Selain daripada itu, penulis memohon maaf apabila terdapat kesalahan
karena kami masih dalam proses pembelajaran. Dan kami harapkan dengan
adanya makalah ini dapat menjadi wacana yang membuka pola pikir pembaca
dan memberi saran yang sifatnya tersirat maupun tersurat.
DATAR PUSTAKA
11
12