Anda di halaman 1dari 48

MAKALAH PRAKTIK PERENCANAAN KONTRAK

“MEMORANDUM OF UNDERSTANDING (MoU) DAN PERJANJIAN


STANDAR”

Oleh :

1. Shinta Ayu Putri 1952011070


2. Tari Annisa 1912011242
3. Muhammad Aidil Akbar 1952011076
4. Rizki Dava 1952011083

Nama Dosen :

Dewi Septiana, S.H.,M.H.

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2021

1
KATA PENGANTAR

Puji Syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa. Karena atas berkat dan
karunia-Nya kami dapat menyelesaikan tugas mata kuliah Praktik Perencanaan
Kontrak dengan topik pembahasan yaitu tentang “Memorandum of Understanding
dan Perjanjian Standar”. Makalah ini kami buat untuk memenuhi tugas mata kuliah
Praktik Perencanaan Kontrak serta sebagai penambah pengetahuan bagi kita semua.
Kami juga ingin mengucapkan terima kasih dengan adanya dukungan dan bimbingan
dari Dosen Pengajar mata kuliah Praktik Perencanaan Kontrak, yaitu kepada Ibu
Dewi Septiana, SH.,M.H. Makalah ini dapat diselesaikan dengan tepat waktu. Dalam
penulisan makalah ini pasti banyak kesalahan atau kekurangan baik secara tidak
sengaja ataupun ketidaktahuan. Kami mohon maaf atas ketidaknyamanan dalam
membaca makalah ini. Oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik
yang membangun dari pembaca. Besar harapan kami agar karya tulis ini nantinya
berguna dan menjadi bahan bacaan bagi mahasiswa lainnya. Akhir kata kami mohon
maaf apabila ada hal-hal yang kurang berkenan bagi pembaca sekalian.

Bandar Lampung, 12 Mei 2021

Penyusun

2
DAFTAR ISI

Halaman Judul.............................................................................................................. 1

Kata Pengantar.............................................................................................................. 2

Daftar Isi ...................................................................................................................... 3


BAB I Pendahuluan
A. Latar Belakang ................................................................................................. 4
B. Rumusan Masalah ............................................................................................ 6
C. Tujuan .............................................................................................................. 6
BAB II Contoh dan Analisis
A. Memorandum of Understanding (MoU) .......................................................... 7
B. Perjanjian Standar........................................................................................... 16
BAB III Pembahasan
1. Memorandum of Understanding (MoU)
A. Pengertian MoU.................................................................................. 24
B. Pengaturan MoU................................................................................. 28
C. Macam-Macam MoU.......................................................................... 28
D. Tujuan MoU........................................................................................ 29
E. Kekuatan Mengikat dan Bentuk MoU................................................ 30
2. Perjanjian Standar
A. Pengertian Perjanjian Standar............................................................. 32
B. Sejarah Perjanjian Standar.................................................................. 33
C. Macam-Macam Perjanjian Standar..................................................... 38
D. Ciri-Ciri Perjanjian Standar................................................................ 39
E. Cara Penerapan Perjanjian Standar..................................................... 42
BAB IV Penutup
A. Kesimpulan .................................................................................................... 46
B. Saran .............................................................................................................. 47
C. Daftar Pustaka ............................................................................................... 48

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Memorandum of understanding (MoU) dalam bahasa indonesia diterjemahkan


dalam berbagai istilah, antara lain "nota kesepakatan", "nota kesepahaman",
"perjanjian kerja sama", "perjanjian pendahuluan". Di dalam kitab undang-undang
hukum perdata (KUH perdata) tidak dikenal apa yang dinamakan nota
kesepahaman.Akan tetapi apabila kita mengamati praktek pembuatan kontrak terlebih
kontrak-kontrak bisnis, banyak yang dibuat dengan disertai nota kesepahaman yang
keberadaannya didasarkan pada ketentuan pasal 1338 KUH perdata. Selain pasal
tersebut, pasal 1320 KUH perdata tentang syarat sahnya perjanjian, khususnya yang
berhubungan dengan kesepakatan, dijadikan sebagai dasar pula bagi nota
kesepahaman khususnya oleh mereka yang berpendapat bahwa nota kesepahaman
merupakan kontrak karena adanya kesepakatan, dan dengan adanya kesepakatan
maka ia mengikat. Apabila kita membaca undang- undang nomor 24 tahun 2000
tentang perjanjian internasional, dapat dikatakan pula bahwa undang-undang tersebut
merupakan dasar nota kesepahaman.
Lebih lanjut nota kesepahaman didefinisikan atau memiliki pengertian kesepakatan di
antara pihak untuk berunding dalam rangka membuat perjanjian di kemudian hari,
apabila hal-hal yang belum pasti telah dapat dipastikan. Nota kesepahaman bukanlah
kontrak. Kontraknya sendiri belum terbentuk. Dengan demikian nota kesepahaman
tidak memiliki kekuatan mengikat. Akan tetapi dalam praktek bisnis ia sering
dipandang sebagai kontrak dan memiliki kekuatan mengikat para pihak yang menjadi
subjek di dalamnya atau yang menandatanganinya. Walaupun dalam praktek bisnis
nota kesepahaman sering dipandang sebagai kontrak dan memiliki kekuatan mengikat
para pihak yang menjadi subjek di dalamnya atau yang menandatanganinya, namun
dalam realitanya apabila salah satu pihak tidak melaksanakan substansi nota
kesepahaman, maka pihak lainnya tidak pernah menggugat persoalan itu ke

4
pengadilan. Ini berarti bahwa nota kesepahaman hanya mempunyai kekuatan
mengikat secara moral.
Hukum Perdata merupakan sekumpulan aturan yang memuat ketentuan
bagaimana seseorang bertingkah laku baik di keluarga maupun di masyarakat sekitar.
Salah satu aspek dari hukum perdata yang dapat mengatur tingkah laku manusia
adalah perjanjian dan pada suatu perjanjian tentu diberlakukan asas pact sunt
servanda. Artinya, perjanjian yang lahir akan mengikat para pihak layaknya suatu
undang-undang baik perjanjian yang berasal dari kesepakatan bersama maupun yang
berasal dari kesepakatan salah satu pihak dalam perjanjian (perjanjian standar). Asas
pacta sunt servanda dapat disimpulkan dalam Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata, yang
berbunyi: ’’Perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang.”1
Perjanjian atau persetujuan yang termuat pada Buku III Bab II pasal 1313-pasal 1352
KUH Perdata merupakan hal yang sangat sering kita temui dalam kehidupan sehari-
hari baik di pasar, di sekolah, bahkan di dunia pekerjaan. Menurut sejarah, Perjanjian
Standar (Baku) sebenarnya sudah dikenal sejak zaman yunani kuno (423-347 SM),
Revolusi Industri yang terjadi di awal abad ke-19 telah menyebabkan munculnya
perjanjian atau kontrak baku. Awalnya, timbulnya produksi massal dari pabrik-pabrik
dan perusahaan-perusahaan tidak menimbulkan perubahan apa-apa. Tetapi
”standardisasi” dari produksi ternyata membawa desakan yang kuat untuk pembakuan
dari perjanjian-perjanjian.Hampir 99 persen perjanjian yang di buat di Amerika
serikat berbentuk perjanjian standar begitu juga di Indonesia perjanjian standar
bahkan merambah ke sektor properti dengan cara-cara yang secara yuridis masih
kontroversional misalnya, di perbolekan membeli satuan rumah susun secara inden
dalam bentuk perjanjian standar.

1 Salim,H.S, 2003, Hukum Kontrak Teori dan Praktik Penyusunan Kontrak, Jakarta ,
Sinar Grafika, Hal 10.

5
B. Rumusan masalah

Adapun rumusan masalah berdasarkan latar belakang diatas ialah :


1. Apa saja pemahaman atau arti mengenai Memorandum of
Understanding(MoU) ?
2. Apa saja jenis serta tujuan Memorandum of Understanding(MoU)?
3. Faktor-faktor apa sajakah yang menjadi pendorong berkembangnya perjanjian
standar ?
4. Apakah terdapat perbedaan antara Nota Kesepahaman (MoU) dan perjanjian
standar ?

C. Tujuan penulisan

Adapun tujuan penulisan berdasarkan rumusan masalah diatas ialah :


1. Untuk menjelaskan istilah dan pengertian MoU.
2. Untuk menjelaskan tujuan Memorandum of Understanding (MoU).
3. Untuk menjelaskan faktor-faktor pendorong berkembangnya perjanjian
standar.
4. Untuk menjelaskan perbedaan antara Memorandum of Understanding (MoU)
dan perjanjian standar.

6
BAB II
CONTOH DAN ANALISIS

A. Memorandum of Understanding (MoU)

NOTA KESEPAHAMAN ANTARA PEMERINTAH KOTA SURABAYA


DENGAN
PERWAKILAN BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN
PROPINSI JAWA TIMUR
TENTANG
PENGEMBANGAN MANAJEMEN PEMERINTAH DAERAH

NOMOR : 130 / 2155 / 436.1.4 / 2007


________________________________________

NOMOR :PRJ–4020/PW13/3/2007

Pada hari ini, Selasa Tanggal Dua Puluh Dua Bulan Mei Tahun Dua Ribu Tujuh (22 –
05 - 2007), kami yang bertanda tangan di bawah ini :

1. BAMBANG DWI HARTONO : Walikota Surabaya, berkedudukan di


Surabaya, beralamat di Jalan Taman Surya No. 1 Surabaya dalam hal ini
bertindak untuk dan atas nama Pemerintah Kota Surabaya, selanjutnya disebut
sebagai PIHAK PERTAMA.
2. TEGUH WIDHYO UTOMO : Kepala Perwakilan Badan Pengawasan
Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Propinsi Jawa Timur beralamat di Jalan
Raya Bandara Juanda Surabaya dalam hal ini bertindak untuk dan atas nama
Perwakilan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Propinsi
Jawa Timur beralamat di Jalan Raya Bandara Juanda Surabaya, selanjutnya
disebut sebagai PIHAK KEDUA.

7
KEDUA BELAH PIHAK sepakat untuk mengadakan kerjasama Pengembangan
Manajemen Pemerintah Daerah dengan ketentuan Sebagai berikut :

BENTUK KERJASAMA
Pasal 1

1. KEDUA BELAH PIHAK sepaham untuk mengadakan kerjasama peningkatan


kinerja Pemerintah Kota Surabaya dalam bentuk Pengembangan Manajemen
Pemerintah Daerah.
2. Pelaksanaan kerjasama sebagaimana ayat (1) akan ditindaklanjuti dengan
Nota Kesepakatan yang akan ditandatangani oleh masing-masing unit satuan
kerja.

RUANG LINGKUP
Pasal 2

Ruang lingkup kerjasama sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 adalah :


a. Pengembangansistempengelolaankeuangandaerah;
b. AsistensidanpendampingandalampenyusunanLAKIPKotaSurabaya;
c. Pendampingan Evaluasi LAKIP SKPD;
d. PendampinganPenyusunanProgramKerjaPengawasan;
e. PendampinganEvaluasiKinerjaCamat;
f. Pendampingan Pemutakhiran Data Barang Daerah dan Sistem Informasi
Manajemen Barang Daerah;
g. PendampinganPemeriksaanPajakDaerah;
h. Pendampinganpenyusunandanevaluasisisteminformasikinerja;
i. Kegiatan lain yang dipandang perlu oleh kedua belah pihak.

TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB


Pasal 3

8
1) PIHAK PERTAMA bertugas dan bertanggung jawab dalam hal Implementasi
dan pengembangan Sistem Akuntansi Keuangan Daerah.
2) PIHAK KEDUA bertugas dan bertanggungjawab sebagai Narasumber,
Fasilitator dan Monitoring terhadap pelaksanaan kerjasama sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2.
3) Untuk efektifnya pelaksanaan kerjasama sebagaimana dimaksud dalam Pasal
2, maka masing-masing pihak dapat membentuk Satuan Tugas.

PENUTUP
Pasal 4

1) Kesepakatan Bersama yang menyangkut pengembangan sistem pengelolaan


keuangan daerah, pendampingan pemutakhiran data barang daerah dan system
informasi manajemen barang daerah serta pendampingan pemeriksaan pajak
daerah berlaku untuk jangka waktu 5 (lima) tahun sejak penandatanganan.
Sedangkan yang menyangkut pendampingan penyusunan LAKIP Kota
Surabaya, Evaluasi LAKIP SKPD, penyusunan program kerja pengawasan,
evaluasi kinerja camat dan pendampingan penyusunan dan evaluasi system
informasi kinerja, berlaku 2 (dua) tahun sejak penandatanganan.
2) Kesepakatan Bersama ini dapat berakhir sewaktu-waktu sebelum batas waktu
berakhir sebagaimana dimaksud ayat 1 (satu), apabila kedua belah pihak
sepakat untuk mengakhirinya.
3) Kesepakatan Bersama ini dibuat dalam rangkap 5 (lima), 2 (dua) diantaranya
bermeterai cukup dan masing-masing mempunyai kekuatan hukum yang sama
setelah ditandatangani KEDUA BELAH PIHAK.

9
PIHAK KEDUA PIHAK PERTAMA
KEPALA PERWAKILAN BPKP WALIKOTASURABAYA
PROVINSI JAWA TIMUR

TEGUH WIDHYO UTOMO BAMBANG DWI HARTANTO

ANALISIS :

MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA


Dalam kitab undang-undang hukum perdata buku ketiga tentang perikatan, untuk
sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat ( pasal 1320 KUHP ) :
1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya,
2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan,
3. Suatu hal tertentu, dan
4. Suatu sebab yang halal.

Dari keterangan tersebut diatas, maka kami akan mencoba mengkaji lebih jauh
mengenai perjanjian Nota Kesepahaman (MoU) yang tertulis diatas.

1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya.


Sepakat dalam hal ini adalah persetujuan antara pihak-pihak untuk melakukan
perjanjian. Kesepakatan tidak salah apabila sepakat itu diberikan karena kekhilafan,
atau diperoleh dengan paksaan atau penipuan (1321 KUH Perdata).

Dalam contoh perjanjian Nota Kesepahaman (MoU) telah terjadi :

10
• Kesepakatanantara para pihaknya yaitu BAMBANG DWI HARTANTO,
Walikota Surabaya bertempat tinggal di Jalan Taman Surya No. 1 Surabaya dalam
hal ini bertindak untuk dan atas nama Pemerintah Kota Surabaya, dalam hal ini
bertindak untuk dan atas namanya Pemerintah Kota Surabaya yang selanjutnya
akan disebut sebagai Pihak Pertama dengan TEGUH WIDHYO UTOMO, Kepala
Perwakilan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Propinsi
Jawa Timur beralamat di Jalan Raya Bandara Juanda Surabaya, dalam hal ini
bertindak untuk dan atas kerjasama untuk mengadakan kerjasama Pengembangan
Manajemen Pemerintah Daerah yang selanjutnya akan disebut juga sebagai Pihak
Kedua dengan berbagai persyaratan yang mereka setujui bersama.
Syarat kesepakatan ini,bersama-sama dengan syarat kewenangan berbuat,
merupakan syarat obyektif dari kontrak. Jika tidak dipenuhinya kesepakatan
kehendak dan syarat kewenangan berbuat maka akan mengakibatkan perjanjian
Nota Kesepahaman (MoU) ini ”dapat dibatalkan”.
Kesepakatan Nota Kesepahaman (MoU) dimulai dari adanya unsur kerjasama dari
pihak BAMBANG DWI HARTANTO sebagai pihak pertama dan diikuti oleh
penerima penawaran dari pihak TEGUH WIDHYO UTOMO sebagai pihak
kedua.
• Tidak ada unsur paksaan, penipuan dan kesilapan untuk mencapai kesepakatan
kerjasama tersebut.

2. Kecakapan Berbuat dari Para Pihak (untuk membuat suatu perikatan)


Menurut ketentuan yang berlaku bahwa semua orang cakap (berwenang) membuat
kontrak kecuali mereka yang tergolong sebagai berikut :
a) Orang yang belum dewasa (belum berumur 21 tahun atau belum kawin).
b) Orang yang ditempatkan di bawah pengampuan
• Orang yang dingu (onnoozelheid)
• Orang gila (tidak waras pikiran)
• Orang yang gelap mata (razernij)
• Orang boros

11
c) Wanita bersuami (agar jangan samapai ada dua nahkoda dalam satu perahu,
karena dalam suatu perkawinan, pihak suamilah yang dianggap sebagai
nakkodanya (kepala rumah tangga)).
d) Orang yang dilarang oleh undang-undang untuk melakukan perbuatan tertentu.
(pasal 1330 KUH Perdata)

Dari ketentuan diatas, maka dapat dipastikan bahwa salah satu syarat sahnya perjanjian
yaitu kecakapan berbuat dari para pihak yang melakukan perjanjian kerjasama telah
dipenuhi. Dapat dibuktikan dari identitas dari para pihak yang tertera dalam surat
perjanjian kerjasama diatas yaitu :
• BAMBANG DWI HARTANTO, Walikota Surabaya bertempat tinggal di Jl.
Taman Surya 1 No.1 Surabaya, dalam hal ini bertindak untuk dan atas nama
Pemerintah Kota Surabaya yang selanjutnya akan disebut sebagai Pihak Pertama.
• TEGUH WIDHYO UTOMO : Kepala Perwakilan Badan Pengawasan Keuangan
dan Pembangunan (BPKP) Propinsi Jawa Timur beralamat di Jalan Raya Bandara
Juanda Surabaya dalam hal ini bertindak untuk dan atas nama Perwakilan Badan
Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Propinsi Jawa Timur beralamat
di Jalan Raya Bandara Juanda Surabaya, selanjutnya disebut sebagai PIHAK
KEDUA.

Semua pihak telah dewasa, tidak dibawah pengampuan, laki-laki bukan perempuan
serta tidak dilarang oleh undang-undang untuk melakukan perbuatan tertentu.

3. Suatu Hal Tertentu


Perihal tertentu adalah perihal yang merupakan obyek dari suatu kontrak. Jadi dalam
perjanjian kerjasama yang dilakukan oleh BAMBANG DWI HARTANTO dengan
TEGUH WIDHYO UTOMO adalah sebuah Nota Kesepahaman (MoU) kerjasama
Pengembangan Manajemen Pemerintah Daerah.

12
4. Suatu Sebab yang Halal
Sebab yang halal adalah sebab mengapa kontrak itu dibuat (harus halal)
Dari contoh Nota Kesepahaman kerjasama diatas, sebab dilakukan perjanjian
kerjasama antara lain untuk :
• Pengembangan sistem pengelolaan keuangan negara.
• Pendamingan pemutakhiran data barang daerah dan system informasi
manajemen barang daerah serta pendampingan pemeriksaan pajak daerah.
• Pendampingan penyusunan LAKIP Kota Surabaya.
• Evaluasi LAKIP SKPD.
• Penyusunan program kerja pengawasan.
• Evaluasi kinerja camat.
• Pendampingan penyusunan dan evaluasi system informasi kinerja.

MENURUT UNSUR ESSENSIAL, NATURALIA DAN AKSIDENTIAL


1. Unsur Essensial
Bagian ini merupakan sifat yang harus ada di dalam perjanjian sifat yang menentukan
atau menyebabkan perjanjian itu tercipta (constructieve oordeel).
Unsur-unsur essensial yang terdapat dalam surat perjanjian jual beli rumah ini
antara lain :
• Adanya pihak pertama yaitu BAMBANG DWI HARTANTO, dalam hal ini
bertindak untuk dan atas Pemerintah Kota Surabaya sebagai Walikota
Surabaya. Bertugas dan bertanggung jawab dalam hal Implementasi dan
pengembangan Sistem Akuntansi Keuangan Daerah.
• Adanya pihak kedua yaitu TEGUH WIDHYO UTOMO, dalam hal ini
bertindak untuk dan atas Perwakilan Badan Pengawasan Keuangan dan
Pembangunan (BPKP) Propinsi Jawa Timur sebagai Kepala Perwakilan Badan
Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Propinsi Jawa Timur.
Bertugas dan bertanggungjawab sebagai Narasumber, Fasilitator dan
Monitoring terhadap pelaksanaan kerjasama sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2.

13
• Adanya obyek perjanjian yaitu sebuah kerjasama Pelaksanaan kerjasama
sebagaimana ayat (1) akan ditindaklanjuti dengan Nota Kesepakatan yang akan
ditandatangani oleh masing-masing unit satuan kerja.
• Adanya kesepakatan antara pihak-pihak sehingga perjanjian kerjasama tersebut
dapat terjadi. pelaksanaan kerjasama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2,
maka masing-masing pihak dapat membentuk Satuan Tugas.

2. Unsur Naturalia
Bagian ini merupakan sifat bawaan (natuur) perjanjian sehingga secara diam-diam
melekat pada perjanjian.
• Menjamin kesepakatan kedua belah pihak.
• Waktu perjanjian Nota Kesepahaman (MoU) kerjasama pada hari Selasa, tanggal
22 Mei 2007.

3. Unsur Accidentalia
Bagian ini merupakan sifat yang melekat pada perjanjian dalam hal secara tegas
diperjanjikan oleh para pihak, yaitu antara lain :
• Identitas para pihak
Pihak pertama
Nama : BAMBANG DWI HARTANTO
Pekerjaan : Walikota Surabaya
Alamat : Jalan Taman Surya No. 1 Surabaya.
Pihak kedua
Nama : TEGUH WIDHYO UTOMO
Pekerjaan : Kepala Perwakilan Badan Pengawasan Keuangan dan
Pembangunan (BPKP)
Provinsi Jawa Timur
Alamat : Jalan Raya Bandara Juanda Surabaya.

14
• Penutup surat perjanjian

1) Kesepakatan Bersama yang menyangkut pengembangan sistem pengelolaan


keuangan daerah, pendampingan pemutakhiran data barang daerah dan system
informasi manajemen barang daerah serta pendampingan pemeriksaan pajak
daerah berlaku untuk jangka waktu 5 (lima) tahun sejak penandatanganan.
Sedangkan yang menyangkut pendampingan penyusunan LAKIP Kota
Surabaya, Evaluasi LAKIP SKPD, penyusunan program kerja pengawasan,
evaluasi kinerja camat dan pendampingan penyusunan dan evaluasi system
informasi kinerja, berlaku 2 (dua) tahun sejak penandatanganan.
2) Kesepakatan Bersama ini dapat berakhir sewaktu-waktu sebelum batas waktu
berakhir sebagaimana dimaksud ayat 1 (satu), apabila kedua belah pihak
sepakat untuk mengakhirinya.
3) Kesepakatan Bersama ini dibuat dalam rangkap 5 (lima), 2 (dua) diantaranya
bermeterai cukup dan masing-masing mempunyai kekuatan hukum yang sama
setelah ditandatangani KEDUA BELAH PIHAK.

• Nota Kesepahaman (MoU) yang bersifat nasional


MoU yang bersifat nasional merupakan MoU yang kedua belah pihaknya adalah
warga negara atau badan hukum Indonesia, seperti perjanjian kerjasama diatas
yang dilaksanakan oleh Pemerintah Kota Surabaya dan Badan Pengawasan
Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Provinsi Jawa Timur.

15
B. Perjanjian Standar

Perjanjian Sewa Menyewa

Pada hari ini, Selasa, tanggal delapan belas bulan september tahun dua ribu tujuh, kami
yang bertanda tangan di bawah ini :

1. LUKMAN ARDIANTO S.H, 30 tahun, pekerjaan Advokat, bertempat tinggal


di Jl. Waringin Timur No. 23, Kota Surakarta, Propinsi Jawa Tengah, dalam hal
ini bertindak untuk dan atas namanya sendiri yang selanjutnya akan disebut
sebagai Pihak Pertama.
2. ARIFIN ISKANDAR, 34 tahun, pekerjaan Pegawai Negeri Sipil, bertempat
tinggal di Jl. Senayan City No 11, Kota Senayan, Propinsi DKI Jakarta, dalam
hal ini bertindak untuk dan atas namanya sendiri yang selanjutnya akan disebut
juga sebagai Pihak Kedua.

Kedua belah pihak dengan ini menerangkan bahwa Pihak Pertama menyewakan
kepada Pihak Kedua berupa Rumah yang berdiri diatas Sertifikat Hak Milik No
013/HM/2005 yang terletak di Jl, Puri Melati, No 15, Kota Depok, Propinsi Jawa Barat
dengan fasilitas-fasilitas sebagai berikut :

1. Sambungan listrik sebesar 1300 watt dari PLN dengan nomor


kontrak 123456788262.
2. Sambungan air bersih dari PDAM Kota Depok dengan nomor kontrak
asjhtg2613162537.
3. Sambungan telepon tetap nirkabel dari PT Bakrie Tel dengan nomor 021-
99266637.
4. Jetpam.
5. Kolam Ikan.
Kedua belah pihak sepakat untuk mengikatkan diri dalam perjanjian ini dengan syarat-
syarat sebagai berikut :

16
Pasal 1
1. Perjanjian sewa menyewa ini berlaku tiga hari setelah ditandatanganinya
perjanjian ini dan akan berakhir dengan sendirinya pada 18 September 2008.
2. Perjanjian ini dapat diperpanjang untuk jangka waktu dan syarat-syarat yang
disepakati oleh kedua belah pihak.
3. Pihak kedua dalam jangka waktu tiga bulan sebelum masa berakhirnya
perjanjian harus menyatakan kehendaknya secara tertulis untuk perpanjangan
perjanjian ini

Pasal 2
1. Uang sewa rumah adalah sebesar Rp. 50.000.000/tahun yang telah dibayar
secara tunai oleh Pihak Kedua pada saat ditanda-tanganinya perjanjian ini
2. Akta perjanjian ini juga berlaku sebagai kuitansi (tanda terima pembayaran)
yang sah

Pasal 3
1. Pihak Pertama menyerahkan rumah kepada Pihak Kedua dalam keadaan
kosong dari penghuni dan barang-barang milik Pihak Pertama
2. Pada saat berakhirnya perjanjian ini, Pihak Kedua harus menyerahkan kembali
rumah dalam keadaan kosong dan terpelihara kepada Pihak Pertama dan Pihak
Pertama tidak berkewajiban untuk menyediakan sarana penampungan guna
menampung keperluan dan barang-barang dari Pihak Kedua.
3. Apabila pada saat berakhirnya perjanjian ini, Pihak Kedua tidak dapat
melaksanakan kewajibannya sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan Pihak
Kedua tidak menyatakan kehendaknya untuk memperpanjang perjanjian
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (3), maka untuk setiap
keterlambatan Pihak Kedua akan dikenakan denda sebesar Rp. 100.000,00/hari,
dan denda tersebut dapat ditagih seketika dan sekaligus lunas

17
4. Apabila keterlambatan tersebut berlangsung hingga 10 hari sejak berakhirnya
perjanjian, maka Pihak Kedua memberi kuasa kepada Pihak Pertama untuk
mengosongkan rumah dari semua penghuni dan barang-barang atas biaya Pihak
Kedua dan bilamana perlu dengan bantuan pihak kepolisian setempat.

Pasal 4
1. Pihak Kedua tidak diperkenankan untuk mengubah fungsi serta peruntukkan
sebagai rumah tinggal.
2. Pihak Kedua atas tanggungan sendiri dapat melakukan perubahan pada rumah
yang tidak akan mengubah konstruksi dan NJOP dan tambahan tersebut harus
merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan menjadi milik Pihak
Pertama.
3. Perubahan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) harus dengan ijin tertulis dari
Pihak Pertama.
Pasal 5
1. Pihak Pertama menjamin Pihak Kedua bahwa selama masa perjanjian ini
berlaku, Pihak Kedua tidak akan mendapatkan tuntutan dan/atau gugatan dari
pihak lain yang menyatakan mempunyai hak atas tanah dan rumah tersebut.
2. Apabila terjadi perubahan kepemilikan terhadap rumah tersebut, Pihak Kedua
tetap dapat menikmati hak sewa sampai berakhirnya perjanjian ini.

Pasal 6
1. Selama masa sewa berlangsung, Pihak Kedua wajib memberikan uang
jaminan sebesar Rp10.000.000 kepada pihak pertama.
2. Uang Jaminan tersebut akan dikembalikan kepada Pihak Kedua secara tunai
oleh Pihak
Pertama, setelah Pihak Pertama memastikan tidak ada kewajiban pembayaran
yang tertunggak dari Pihak Kedua termasuk namun tidak terbatas pada
tagihan telepon, listrik, air, PBB, dan iuran warga.

18
Pasal 7
Selama perjanjian ini berlangsung, Pihak Kedua tidak diperkenankan untuk
memindahkan hak sewanya sebagian ataupun seluruhnya kepada pihak lain tanpa
persetujuan tertulis dari Pihak Pertama.

Pasal 8
Segala kerusakan kecil maupun besar dari rumah tersebut menjadi tanggungan
sepenuhnya dari Pihak Kedua kecuali terhadap kerusakan yang ditimbulkan bukan oleh
Pihak Kedua (force majuer) akan ditanggung secara bersama oleh kedua belah pihak.

Pasal 9
Segala pungutan dan/atau iuran termasuk namun tidak terbatas pada iuran warga, PBB,
tagihan listrik, telepon, dan air menjadi tanggungan Pihak Kedua selama masa
perjanjian berlangsung.

Pasal 10
Segala ketentuan yang belum diatur dalam perjanjian ini akan diatur selanjutnya dalam
adendum yang merupakan bagian tak terpisahkan dari perjanjian ini dan akan
diputuskan secara bersama.

Pasal 11
1. Apabila terjadi sengketa atas isi dan pelaksanaan perjanjian ini, kedua belah
pihak akan menyelesaikannya secara musyawarah.
2. Apabila penyelesaian secara musyawarah tidak berhasil, maka kedua belah
pihak sepakat untuk memilih domisili hukum dan tetap di kantor Kepaniteraan
Pengadilan Negeri Depok.

Demikian perjanjian ini disetujui dan dibuat serta ditanda tangani oleh kedua belah
pihak dengan dihadiri saksi-saksi yang dikenal oleh kedua belah pihak serta dibuat

19
dalam rangkap dua bermateri cukup yang masing-masing mempunyai kekuatan hukum
yang sama.
Semoga ikatan perjanjian ini membawa berkah bagi semua pihak.

PIHAK PERTAMA PIHAK KEDUA

LUKMAN ARDIANTO S.H ARIFIN ISKANDAR.

Saksi

1. SUTONO 2. RAHMAT
WIDADI

ANALISIS :

MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA


Dalam kitab undang-undang hukum perdata buku ketiga tentang perikatan, untuk
sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat ( pasal 1320 KUHP ) :
1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya,
2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan,
3. Suatu hal tertentu, dan
4. Suatu sebab yang halal.

Dari keterangan tersebut diatas, maka saya akan mencoba mengkaji lebih jauh
mengenai perjanjian sewa-menyewa yang tertulis diatas.

20
1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya.
Sepakat dalam hal ini adalah persetujuan antara pihak-pihak untuk
melakukan perjanjian. Kesepakatan tidak salah apabila sepakat itu
diberikan karena kekhilafan, atau diperoleh dengan paksaan atau
penipuan (1321 KUH Perdata).

Dalam contoh perjanjian sewa-menyewa diatas, telah terjadi

• Kesepakatan antara para pihaknya yaitu LUKMAN ARDIANTO,


swasta, bertempat tinggal di Jl. Waringin Timur No. 23, Kota
Surakarta, Propinsi Jawa Tengah, dalam hal ini bertindak untuk dan
atas namanya sendiri yang selanjutnya akan disebut sebagai Pihak
Pertama dengan ARIFIN ISKANDAR, swasta, bertempat tinggal di
Jl. Senayan City No 11, Kota Senayan, Propinsi DKI Jakarta, dalam
hal ini bertindak untuk dan atas namanya sendiri yang selanjutnya
akan disebut juga sebagai Pihak Kedua dengan berbagai persyaratan
yang mereka setujui bersama.
Syarat kesepakatan ini,bersama-sama dengan syarat kewenangan
berbuat, merupakan syarat obyektif dari kontrak. Jika tidak
dipenuhinya kesepakatan kehendak dan syarat kewenangan berbuat
maka akan mengakibatkan kontrak sewa-menyewa ini ”dapat
dibatalkan”.
Kesepakatan sewa-menyewa rumah dimulai dari adanya unsur
penawaran dari pihak Lukman Ardianto sebagai pihak pertama dan
diikuti oleh penerima penawaran dari pihak Arifin Iskandar sebagai
pihak kedua.
• Tidak ada unsur paksaan, penipuan dan kesilapan untuk mencapai
kesepakatan sewa-menyewa rumah tersebut.

21
2. Kecakapan Berbuat dari Para Pihak (untuk membuat suatu
perikatan)
Menurut ketentuan yang berlaku bahwa semua orang cakap
(berwenang) membuat kontrak kecuali mereka yang tergolong
sebagai berikut :
a) Orang yang belum dewasa (belum berumur 21 tahun atau belum
kawin).
b) Orang yang ditempatkan di bawah pengampuan.
• Orang yang dingu (onnoozelheid)
• Orang gila (tidak waras pikiran)
• Orang yang gelap mata (razernij)
• Orang boros.
c) Wanita bersuami (agar jangan samapai ada dua nahkoda dalam
satu perahu, karena dalam suatu perkawinan, pihak suamilah yang
dianggap sebagai nakkodanya (kepala rumah tangga)).
d) Orang yang dilarang oleh undang-undang untuk melakukan
perbuatan tertentu.(pasal 1330 KUH Perdata).

Dari ketentuan diatas, maka dapat dipastikan bahwa salah satu syarat
sahnya perjanjian yaitu kecakapan berbuat dari para pihak yang melakukan
sewa-menyewa rumah telah dipenuhi. Dapat dibuktikan dari identitas dari
para pihak yang tertera dalam surat perjanjian sewa-menyewa diatas yaitu
:

• LUKMAN ARDIANTO S.H, 30 tahun, pekerjaan Advokat,


bertempat tinggal di Jl. Waringin Timur No. 23, Kota Surakarta,
Propinsi Jawa Tengah, dalam hal ini bertindak untuk dan atas
namanya sendiri yang selanjutnya akan disebut sebagai Pihak
Pertama.

22
• ARIFIN ISKANDAR, 34 tahun, pekerjaan Pegawai Negeri Sipil,
bertempat tinggal di Jl. Senayan City No 11, Kota Senayan,
Propinsi DKI Jakarta, dalam hal ini bertindak untuk dan atas
namanya sendiri yang selanjutnya akan disebut juga sebagai Pihak
Kedua.

Semua pihak telah dewasa, tidak dibawah pengampuan, laki-laki bukan


perempuan serta tidak dilarang oleh undang-undang untuk melakukan
perbuatan tertentu.

3. Suatu Hal Tertentu


Perihal tertentu adalah perihal yang merupakan obyek dari suatu
kontrak. Jadi dalam perjanjian sewa-menyewa yang dilakukan oleh
LUKMAN ARDIANTO dengan ARIFIN ISKANDAR adalah
sebuah rumah yang berdiri diatas Sertifikat Hak Milik No
013/HM/2005 yang terletak di Jl, Puri Melati, No 15, Kota Depok
dengan fasilitas yang disediakan.

4. Suatu Sebab yang Halal


Sebab yang halal adalah sebab mengapa kontrak itu dibuat (harus
halal)
Dari contoh surat sewa-menyewa diatas, sebab dilakukan perjanjian
sewa menyewa rumah antara lain untuk :
• Agar rumah itu dapat dirawat apabila rumah tersebut disewakan
serta mendapakan upah sewa dari rumah yang disewakan bagi
penyewa (LUKMAN ARDIANTO).
• Agar pihak penyewa (ARIFIN ISKANDAR) mendapatkan
tempat tinggal yang layak ataupun untuk melakukan suatu
usaha di rumah yang disewanya.

23
D. MENURUT UNSUR ESSENSIAL, NATURALIA DAN AKSIDENTIAL

A. Unsur Essensial
Bagian ini merupakan sifat yang harus ada di dalam perjanjian sifat
yang menentukan atau menyebabkan perjanjian itu tercipta
(constructieve oordeel).
Unsur-unsur essensial yang terdapat dalam surat perjanjian jual beli
rumah ini antara lain :
• Adanya pihak pertama yaitu LUKMAN ARDIANTO dalam hal ini
bertindak untuk dan atas namanya sendiri sebagai pemilik rumah
sewaan.
• Adanya pihak kedua yaitu ARIFIN ISKANDAR , dalam hal ini
bertindak untuk dan atas namanya sendiri sebagai penyewa.
• Adanya obyek perjanjian yaitu sebuah rumah yang berdiri diatas
Sertifikat Hak Milik No 013/HM/2005 yang terletak di Jl, Puri
Melati, No 15, Kota Depok dengan fasilitas yang disediakan.
• Adanya harga dari obyek perjanjian jual beli yaitu Rp
50.000.00,00/tahun.
• Adanya kesepakatan antara pihak-pihak sehingga perjanjian sewa-
menyewa tersebut dapat terjadi.

B. Unsur Naturalia
Bagian ini merupakan sifat bawaan (natuur) perjanjian sehingga secara
diam-diam
melekat pada perjanjian.
• Menjamin tidak ada cacat benda yang dijual
• Waktu perjanjian jual beli dan ditanda tangani perjanjian pada hari
Selasa, tanggal 18 September 2007.

24
C. Unsur Accidentalia
Bagian ini merupakan sifat yang melekat pada perjanjian dalam hal
secara tegas diperjanjikan oleh para pihak, yaitu antara lain :
• Identitas para pihak
Pihak pertama
Nama : LUKMAN ARDIANTO S.H
Umur : 30 tahun
Pekerjaan : Advokat
Alamat : Jl. Waringin Timur No. 23, Kota Surakarta,
Propinsi Jawa Tengah.
Pihak kedua
Nama : ARIFIN ISKANDAR
Umur : 34 tahun
Pekerjaan : Pegawai Negeri Sipil
Alamat : Jl. Senayan City No.11, Senayan, Propinsi
DKI Jakarta.

• Penutup surat perjanjian


”Semoga ikatan perjanjian ini membawa berkah bagi semua pihak”.

25
BAB III
PEMBAHASAN

• Memorandum of Understanding

A. Istilah dan pengertian Memorandum of Understanding

Istilah memorandum of understanding berasal dari dua kata, yaitu


memorandum dan understanding. Secara gramatikal memorandum of understanding
diartikan sebagai nota kesepahaman. Dalam black’s law dictionary yang di maksud
memorandum adalah : “is to serve as the basic of future formal contract or deed”,
yang artinya adalah dasar untuk memulai penyusunan kontrak atau akta secara formal
pada masa datang. Yang dimaksud dengan understanding adalah: “an implied
agreement resulting from the express term of another agreement, wheter written or
oral”, yang artinya adalah pernyataan persetujuan secara tidak langsung terhadap
hubungannya dengan persetujuan lain, baik secara lisan maupun tertulis.
Dari terjemahan kedua kata itu, dapat dirumuskan pengertian memorandum of
understanding adalah dasar penyusunan kontrak pada masa mendatang yang
didasarkan pada hasil pemufakatan para pihak baik secara tertulis maupun tidak.
Memorandum of understanding dalam pengertian idealnya merupakan suatu
bentuk perjanjian ataupun kesepakatan awal yang menyatakan langkah pencapaian
dan saling mengerti antara kedua belah pihak untuk langkah kemudian pada
penandatanganan suatu kontrak. Memorandum adalah suatu peringatan, lembar
peringatan, atau juga suatu lembar catatan. Memorandum juga merupakan suatu nota/
surat peringatan tak resmi yang merupakan suatu bentuk komunikasi yang berisi
antara lain mengenai saran, arahan dan penerangan. Terhadap suatu MoU, selain
istilah MoU yang sering dipakai sebagai singkatan dari memorandum of
understanding, juga banyak dipakai istilah-istilah lain misalnya nota kesepahaman
atau terkadang disebut sebagai nota kesepakatan. Tetapi, walaupun begitu istilah
MoU tetap merupakan istilah yang paling populer dan lebih bersifat internasional
dibandingkan dengan istilah-istilah lainnya.

26
Istilah lain yang sering juga dipakai untuk m.o.u ini, terutama oleh negara-
negara Eropa adalah apa yang disebut dengan head agreement, cooperation
agreement, dan gentlement agreement yang sebenarnya mempunyai arti yang sama
saja dengan arti yang dikandung oleh istilah MoU.
Dalam perbendaharaan kata-kata indonesia, istilah MoU diterjemahkan ke dalam
berbagai istilah yang bervariasi, yang tampak belum begitu baku. Sebut saja misalnya
istilah seperti “nota kesepakatan atau nota kesepahaman”.
Menurut pengertian beberapa ahli, definisi memorandum of understanding adalah
sebagai berikut :

1. Menurut munir fuady, mengartikan bahwa memorandum of


understanding sebagai berikut ; perjanjian pendahuluan, dalam arti
nantinya akan diikuti dan dijabarkan dalam perjanjian lain yang
mengaturnya secara detail, karena itu, memorandum of understanding
berisikan hal-hal yang pokok saja. Adapun mengenai lain-lain aspek
dari memorandum of understanding relatif sama dengan perjanjian-
perjanjian lain.
2. Erman rajagukguk mengartikan memorandum of understanding
sebagai berikut ; dokumen yang memuat saling pengertian diantara
para pihak sebelum perjanjian dibuat. Isi dari memorandum of
understanding harus dimasukkan ke dalam kontrak, sehingga ia
mempunyai kekuatan mengikat.
3. I. Nyoman sudana, mengartikan memorandum of understanding
sebagai suatu perjanjian pendahuluan, dalam arti akan diikuti
perjanjian lainnya.
4. H. Salim mengartikan memorandum of understanding sebagai berikut
; nota kesepahaman yang dibuat antara subjek hukum yang satu
dengan subjek hukum lainnya, baik dalam suatu negara maupun
antarnegara untuk melakukan kerjasama dalam berbagai aspek
kehidupan dan jangka waktu tertentu.

27
B. Pengaturan mengenai MoU

Hingga saat ini tidak dikenal pengaturan khusus tentang mou. Hanya saja,
merujuk dari defenisi dan pengertian di atas, dimana MoU tidak lain adalah
merupakan perjanjian pendahuluan, maka pengaturannya tunduk pada ketentuan
tentang perikatan yang tercantum dalam buku iii kitab undang -undang hukum
perdata. Pengaturan MoU pada ketentuan buku iii kuh perdata yang sifatnya terbuka
membawa konsekuensi pada materi muatan atau substansi dari MoU yang terbuka
pula. Artinya para pihak diberi kebebasan untuk menentukan materi muatan MoU
akan mengatur apa saja, sepanjang tidak bertentangan dengan hukum, dan norma
kepatutan, kehati-hatian dan susila yang hidup dan diakui dalam masyarakat, serta
sepanjang penyusunan MoU itu memenuhi syarat-syarat sahnya sebuah perjanjian
sebagaimana tertuang dalam pasal 1320 kuh perdata. Pasal 1320 kuh perdata
menyebutkan bahwa syarat sahnya perjanjian adalah
(i) Adanya kesepakatan para pihak yang mengikatkan diri;
(ii) Para pihakyang membuat perjanjian adalah pihak yang cakap;
(iii) Perjanjian dibuat karena ada hal tertentu; dan
(iv) Serta hal tersebut merupakan hal yang halal.
Kekuatan mengikat mou terdapat dua pendapat. Pertama, pendapat yang
menyatakan bahwa MoU kekuatan mengikat dan memaksa sama halnya dengan
perjanjian itu sendiri. Walaupun secara khusus tidak ada pengaturan tentang mou dan
materi muatan MoU itu diserahkan kepada pra pihak yang membuatnya serta bahwa
mou adalah merupakan perjanjian pendahuluan, bukan berarti MoU tersebut tidak
mempunyai kekuatan mengikat dan memaksa bagi para pihak untuk mentaatinya
dan/atau melaksanakannya.

C. Macam-macam MoU

MoU dapat dibagi menurut negara dan kehendak para pihak. MoU menurut
negara merupakan mou yang dibuat antara negara yang satu dengan

28
negara yang lainnya. Mou menurut negara yang membuatnya dapat dibagi menjadi
dua jenis, yaitu:
1. MoU yang bersifat nasional.
2. MoU yang bersifat internasional.
MoU yang bersifat nasional merupakan mou yang kedua belah pihaknya
adalah warga negara atau badan hukum indonesia, misalnya MoU yang dibuat antara
badan hukum indonesia dengan badan hukum indonesia lainnya atau antara PT
dengan pemerintah daerah.
MoU yang bersifat internasional merupakan nota kesepahaman yang dibuat antara
pemerintah indonesia dengan pemerintah negara asing dan/atau antara badan hukum
indonesia dengan badan hukum negaraasing. MoU menurut kehendak para pihak
yang membuatnya merupakan mou yang dibuat oleh para pihak yang sejak awal telah
menyetujui kekuatan mengikat dari MoU tersebut.

D. Tujuan MoU

Pada prinsipnya, ada beberapa alasan mengapa dibuat suatu memorandum of


understanding dalam suatu transaksi bisnis. Yaitu sebagai berikut:
1) Karena prospek bisnisnya belum jelas benar, sehingga belum bisa dipastikan
apakah deal kerja sama tersebut akan ditindak lanjuti. Untuk menghindari
kesulitan dalam hal pembatalan suatu agreement nantinya, dibuatlah
memorandum of understanding yang memang mudah dibatalkan.
2) karena dianggap penandatangan kontrak masih lama dengan negosiasi yang
alot. Karena itu, dari pada tidak ada ikatan apa-apa sebelum ditandantangani
kontrak tersebut, dibuatlah memorandum of understanding yang akan berlaku
untuk sementara waktu.
3) karena masing-masing pihak dalam perjanjian masih ragu-ragu dan masih
perlu waktu untuk pikir-pikir dalam hal menandatangani suatu kontrak,
sehingga untuk sementara dibuatlah memorandum of understanding.

29
4) karena memorandum of understanding dibuat dan ditandantangani oleh pihak
eksekutif teras dari suatu perusahaan, sehingga untuk suatu perjanjian yang
telah rinci mesti dirancang dan dinegosiasi khusus oleh staf-stafnya yang lebih
rendah tetapi lebih menguasai teknis.

Di dalam suatu perjanjian yang didahului dengan membuat memorandum of


understanding dimaksudkan supaya memberikan kesempatan kepada pihak yang
bersepakat untuk memperhitungkan apakah saling menguntungkan atau tidak jika
diadakan kerja sama, sehingga agar memorandum of understanding dapat
ditindaklanjuti dengan perjanjian dan dapat diterapkan sanksi-sanksi. Jika salahsatu
pihak melakukan wanprestasi, tetapi jika sanksi-sanksi sudah di-cantumkan dalam
memorandum of understanding akan berakibat bertentangan dengan hukum
perjanjian/ perikatan, karena dalam memorandum of understanding belum ada suatu
hubungan hukum antara para pihak, yang berarti belum mengikat.

E. Kekuatan Mengikat dan Bentuk MoU

Perikatan adalah suatu hubungan hukum antara dua orang atau dua pihak,
berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu dari pihak lain, dan pihak
lain berkewajiban memenuhi tuntutan itu. Perjanjian akan menerbitkan perikatan
antara dua orang yang membuatnya untuk melakukan suatu hal.
Ketentuan pasal 1338 kuhperdata menjadi dasar hukum bagi kekuatan mengikat mou
itu. Menurut pasal 1338, setiap perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai
undang-undang bagi para pembuatnya. Dengan kata lain jika mou itu telah dibuat
secara sah, memenuhi syarat-syarat sahnya perjanjian sebagaimana disebut dalam
pasal 1320, maka kedudukan dan/atau keberlakuan mou bagi para pihak dapat
disamakan dengan sebuah undang-undang yang mempunyai kekuatan mengikat dan
memaksa. Tentu saja pengikat itu hanya menyangkut dan sebatas pada hal-hal pokok
yang termuat dalam MoU.
Kedua, pendapat yang menyatakan dengan menitikberatkan MoU sebagai sebuah
perjanjian pendahuluan sebagai bukti awal suatu kesepakatan yang memuat hal-hal

30
pokok, serta yang harus diikuti oleh perjanjian lain, maka walaupun pengaturan MoU
tunduk pada ketentuan perikatan dalam kuhperdata, kekuatan mengikat MoU hanya
sebatas moral saja. Dengan kata lain pula mou merupakan gentlement agreement.
Mou ini adalah salah satu jenis dokumen resmi yang didalamnya memuat penjelasan
tentang persetujuan diantara dua belah pihak. Dikumen MoU ini lazimnya digunakan
didalam sebuah perusahaan berkaitan dengan perjanjian- perjanjian atau kesepakatan
yang dibuat antara perusahaan dengan klien-nya. Bentuk MoU dapat dikenali dari
ciri-ciridari isinya yang ringkas, biasanya cukup ditulis dalam satu halaman saja,
berisi hal yang dianggap paling pokok atau penting saja., bersifat pendahuluan saja
dan biasanya dapat diikuti oleh surat perjanjian yang dimuat terbatas. Umumnya
dibuat dalam bentuk perjanjian dibawah tangan atau tidak memiliki dasar hukum
yang kuat. Dokumen mou bukan merupakan hukum yang mengikat para pihak. Agar
mengikat secara hukum, maka harus ditindaklanjuti dengan sebuah perjanjian.
Kesepakatan mou ini bersifat moral, akan tetapi dalam prakteknya, mou tetap
disejajarkan dengan perjanjian lainnya. Ikatan yang terbentuk tidak hanya bersifat
moral, tetapi juga menjadi sebuah ikatan hukum. Poin pentingnya terletak pada isi
atau materi dari nota kesepahaman itu, bukan semata-mata pada istilah.
Sebagai contoh, mou digunakan sebagai perjanjian kerjasama tenaga kerja atau
karyawan dengan perusahaannya, perjanjian bidang kesehatan antara pasien dengan
pihak rumah sakit, perjanjian bidang pendidikan antara tata usaha dengan honorer,
dan sebagainya.

31
• Perjanjian Standar

A. Pengertian Perjanjian Standar

Perjanjian merupakan terjemahan dari kata yang berasal dari bahasa


Belanda yaitu overeenkomst yang berarti setuju atau sepakat[2]. Perjanjian
baku atau disebut juga perjanjian standar, merupakan suatu perjanjian yang
didalamnya terdapat beberapa hal yang dibakukan yang meliputi model,
rumusan, dan ukuran. Menurut Sutan Remy Sjahdeini perjanjian baku ialah
perjanjian yang hampir semua klausul-klausulnya sudah dibakukan oleh pihak
yang membuat klausula tersbut, sehingga pihak yang lain pada dasarnya tidak
mempunyai peluang untuk merundingkan atau meminta perubahan. Yang
belum dibakukan hanyalah beberapa hal saja, misalnya menyangkut jenis,
harga, jumlah, warna, tempat, waktu dan beberapa hal lainnya yang spesifik
dari obyek yang diperjanjikan. Dengan kata lain yang dibakukan bukan
formulir perjanjian tetapi klausul-klausulnya. Oleh karena itu suatu perjanjian
yang dibuat dengan akta notaris, bila dibuat oleh notaris dengan klausul-
klausul yang hanya mengambil alih saja klausul-klausul yang telah dibakukan
oleh salah satu pihak, sedangkan pihak yang lain tidak mempunyai peluang
untuk merundingkan atau meminta perubahan atas klausul-klusul itu, maka
perjanjian yang dibuat dengan akta notaris itu pun adalah perjanjian baku
Sedangkan Mariam Darus Badrulzaman mendefinisikan perjanjian
standar sebagai perjanjian yang isinya dibakukan dan dituangkan dalam
bentuk formulir. Secara tradisional suatu perjanjian terjadi berlandaskan asas
kebebasan berkontrak diantara dua pihak yang mempunyai kedudukan yang
seimbang dengan kedua belah pihak berusaha untuk mencapai kata sepakat
melalui proses negosiasi diantara mereka. Dalam perkembangannya, banyak
perjanjian di dalam transaksi bisnis terjadibukan melalui proses negosiasi
yang seimbang diantara para pihak. Salah satu pihak telah menyiapkan syarat-

2 Salim,H.S, 2003, Hukum Kontrak Teori dan Praktik Penyusunan Kontrak, Jakarta ,
Sinar Grafika, Hal 25.

32
syarat baku pada suatu formulir perjanjian yang sudah ada, kemudian
disodorkan kepada pihak lain untuk disetujui dengan hampir tidak
memberikan kebebasan sama sekali kepada pihak lainnya untuk melakukan
negosiasi atas syarat-syarat yang disodorkan. Perjanjian yang demikian ini
disebut juga perjanjian baku atau perjanjian standar atau perjanjian adhesi.

B. Sejarah Lahirnya Perjanjian Standar/Baku (Standard Agreement)

Perjanjian standar/baku berasal dari istilah dalam bahasa Belanda yaitu


“standard voorwaarden”. Berbeda halnya di Jerman, mereka mempergunakan
istilah “Allgemeine Geschafts Bedingun”, “standard vertrag”, atau
“standaardkonditionen”. Sedangkan Hukum Inggris menyebutnya dengan
“standard contract”. Mariam Darus Badruzaman (1994: 46),
menerjemahkannya dengan istilah “perjanjian baku”, di mana baku berarti
patokan, ukuran, acuan. Oleh karenanya jika bahasa hukum dibakukan, berarti
bahwa hukum itu ditentukan ukurannya, patokannya, standarnya, sehingga
memiliki arti tetap yang dapat menjadi pegangan umum.
Menurut sejarah, Perjanjian Standar (Baku) sebenarnya sudah dikenal
sejak zaman yunani kuno (423-347 SM). Itu artinya perjanjian baku telah
terlebih dahulu dikenal jauh-jauh hari sebelum Indonesia merdeka. Kemudian
revolusi Industri yang terjadi di awal abad ke-19 lah yang menggerakkan dan
mempengaruhi munculnya perjanjian atau kontrak baku. Pada awalnya,
timbulnya produksi massal dari pabrik-pabrik dan perusahaan-perusahaan tidak
menimbulkan perubahan apa-apa. Namun seiring berjalannya waktu, jumlah
produksi yang dihasilkan oleh pabrik-pabrik atau perusahaan-perusahaan
tersebut semakin meningkat. Hal ini mau tidak mau memaksa para pihak yang
terkait untuk menetapkan ”standardisasi” terhadap produksi barang/jasa yang
bersangkutan. Timbulnya desakan yang kuat, menuntut dibuatnya pembakuan
dari perjanjian-perjanjian.
Di Amerika serikat, hampir 99% (sembilan puluh sembilan persen)
perjanjian yang di buat adalah dalam bentuk perjanjian standar, begitu pula di

33
Indonesia. Dan dalam perumusan kontrak suatu perjanjian, dibutuhkan
keterampilan redaksional hukum yang hanya dimiliki oleh ahli hukum atau
pengacara yang tentunya membutuhkan biaya mahal. Atas dasar itulah maka
banyak orang menggunakan perjanjian sejenis yang pernah dibuat dan
digunakan kemudian dibuat secara massal.21 Perjanjian baku dibuat karena
tidak memerlukan waktu yang lama untuk melakukan negosiasi. Jadi kontrak
baku muncul dengan latar belakang sosial, ekonomi, dan praktis. Kontrak baku
telah digunakan secara meluas dalam dunia bisnis sejak lebih dari delapan pulu
tahun. Adanya kontrak baku ini timbul karena dunia bisnis memang
membutuhkannya. Oleh karena itu, kontrak baku diterima oleh masyarakat.
Sebenarnya perjanjian standar/baku tidak perlu selalu dituangkan
dalam formulir walaupun memang lazimnya di buat secara tertulis, seperti
contohnya perjanjian baku dapat di buat dalam bentuk pengumuman yang di
tempelkan di tempat penjual menjalankan usahanya.Bila dikaitkan dengan
peraturan yang dikeluarkan yang berkaitan dengan kontrak baku atau
perjanjian standar yang merupakan pembolehan terhadap praktek kontrak
baku, maka terdapat landasan hukum dari berlakunya perjanjian baku yang
dikeluarkan oleh pemerintah Indonesia yaitu:

1. Pasal 6.5.1.2 dan Pasal 6.5.1.3 NBW Belanda


Isi ketentuan itu adalah sebagai berikut:
Bidang-bidang usaha untuk mana aturan baku diperlukan
ditentukan dengan peraturan. Aturan baku dapat ditetapkan,
diubah dan dicabut jika disetujui oleh Menteri kehakiman,
melalui sebuah panitia yang ditentukan untuk itu. Cara
menyusun dan cara bekerja panitia diatur dengan Undang-
undang. Penetapan, perubahan, dan pencabutan aturan baku
hanya mempunyai kekuatan, setelah ada persetujuan raja dan
keputusan raja mengenai hal itu dalam Berita Negara.
Seseorang yang menandatangani atau dengan cara lain

34
mengeahui isi janji baku atau menerima penunjukkan terhadap
syarat umum, terikat kepada janji itu. Janji baku dapat
dibatalkan, jika pihak kreditoir mengetahui atau seharunya
mengetahui pihak kreditur tidak akan menerima perjanjian
baku itu jika ia mengetahui isinya.

2. Pasal 2.19 sampai dengan pasal 2.22 prinsip


UNIDROIT (Principles of International Comercial Contract).
Prinsip UNIDROIT merupakan prinsip hukum yang mengatur
hak dan kewajiban para pihak pada saat mereka menerapkan
prinsip kebebasan berkontrak karena prinsip kebebasan
berkontrak jika tidak diatur bisa membahayakan pihak yang
lemah. Pasal 2.19 Prinsip UNIDROIT menentukan sebagai
berikut:
Apabila salah satu pihak atau kedua belah pihak menggunakan
syarat-syarat baku, maka berlaku aturan-aturan umum tentang
pembentukan kontrak dengan tunduk pada pasal 2.20-pasal
2.22. Syarat-syarat baku merupakan aturan yang telah
dipersiapkan terlebih dahulu untuk digunakan secara umum
dan berulang-ulang oleh salah satu pihak dan secara nyata
digunakan tanpa negosiasi dengan pihak lainnya.Ketentuan ini
mengatur tentang :
a) Tunduk salah satu pihak terhadap kontrak baku.
b) Pengertian kontrak baku.

3. Pasal 2.20 Prinsip UNIDROIT menentukan sebagai berikut:


Suatu persyaratan dalam persyaratan-persyaratan standar yang
tidak dapat secara layak diharapkan oleh suatu pihak,
dinyatakan tidak berlaku kecuali pihak tersebut secara tegas
menerimanya. Untuk menentukan apakah suatu persyaratan

35
memenuhi ciri seperti diatas akan bergantung pada isi bahasa
dan penyajiannya.

4. Pasal 2.21 berbunyi :


Dalam hal timbul suatu pertentangan antara persyaratan-
persyaratan standar dan tidak standar, persyaratan yang disebut
terakhir dinyatakan berlaku.

5. Pasal 2.22 Jika kedua belah pihak menggunakan persyaratan-


persyaratan standar dan mencapai kesepakatan, kecuali untuk
beberapa persyaratan tertentu, suatu kontrak disimpulkan
berdasarkan perjanjian-perjanjian yang telah disepakati dan
persyaratan-persyaratan standar yang memiliki kesamaan
dalam substansi, kecuali suatu pihak sebelumnya telah
menyatakan jelas atau kemudian tanpa penundaan untuk
memberitahukannya kepada pihak lain, bahwa hal tersebut
tidak dimaksudkan untuk terikat dengan kontrak tersebut.

6. UU No 10 Tahun 1988 tentang Perubahan UU No. 7 Tahun


1992 tentang Perbankan.

7. UU No 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.

Dengan telah dikeluarkannya peraturan-peraturan tersebut diatas


menunjukkam bahwa pada intinya kontrak baku merupakan jenis kontrak
yang diperbolehkan dan dibenarkan untuk dilaksanakan oleh kedua belah
pihak karena pada dasarnya dasar hukum pelaksanaan kontrak baku dibuat
untuk melindungi pelaksanaan asas kebebasan berkontrak yang berlebihan
dan untuk kepentingan umum sehingga perjanjian kontrak baku berlaku dan
mengikat kedua belah pihak yang membuatnya.

36
Menurut Gras dan Pitlo, latar belakang lahirnya perjanjian baku antara
lain merupakan akibat dari perubahan susunan masyarakat. Masyarakat
sekarang bukan lagi merupakan kumpulan individu seperti pada abad XIX,
tetapi merupakan kumpulan dari sejumlah ikatan kerja sama (organisasi).
Perjanjian baku lazimnya dibuat oleh organisasi-organisasi perusahaan. Hal
inilah yang membuat perjanjian baku sering telah distandardisasi isinya oleh
pihak-pihak ekonomi kuat, sedangkan pihak lainnya hanya diminta untuk
menerima atau menolak isinya.
Selama perkembangannya, hampir setengah abad Hukum Perjanjian
Indonesia mengalami perubahan, antara lain sebagai akibat dari keputusan
badan legislatif dan eksekutif serta pengaruh dari globalisasi. Dari
perkembangan tersebut dan dalam praktek dewasa ini, perjanjian seringkali
dilakukan dalam bentuk perjanjian baku, dimana sifatnya membatasi asas
kebebasan berkontrak. Adanya kebebasan ini sangat berkaitan dengan
kepentingan umum agar perjanjian baku itu diatur dalam undang-undang atau
setidak-tidaknya diawasi pemerintah.
Latar belakang tumbuhnya perjanjian baku disebabkan karena keadaan
sosial ekonomi. Perusahaan besar, dan perusahaan pemerintah mengadakan
kerja sama dalam suatu organisasi dan untuk kepentingan mereka, ditentukan
syarat-syarat secara sepihak. Pihak lawannya (wederpartij) pada umumnya
mempunyai kedudukan lemah baik karena posisinya maupun karena
ketidaktahuannya, dan hanya menerima apa yang disodorkan. Pemakaian
perjanjian baku tersebut sedikit banyaknya telah menunjukkan perkembangan
yang sangat membahayakan kepentingan masyarakat, terlebih dengan
mengingat bahwa awamnya masyarakat terhadap aspek hukum secara umum,
dan khususnya pada aspek hukum perjanjian.
Sehubungan dengan sifat massal dan kolektif dari perjanjian
baku Vera Bolger menamakannya sebagai “take it or leave it contract”.
Maksudnya adalah jika debitur menyetujui salah satu syarat-syarat, maka

37
debitur mungkin hanya bersikap menerima atau tidak menerimanya sama
sekali, kemungkinan untuk mengadakan perubahan itu sama sekali tidak ada.
Handius merumuskan perjanjian baku sebagai berikut:
“Standaardvoorwaarden zijnschriftelijke concept bedingen welke zijn
opgesteld om zonder orderhandelingen omtrent hun inhoud obgenomen te
worden Indonesia een gewoonlijk onbepaald aantal nog te sluiten
overeenkomsten van bepaald aard” artinya: “Perjanjian baku adalah konsep
perjanjian tertulis yang disusun tanpa membicarakan isinya dan lazimya
dtuangkan dalam sejumlah perjanjian tidak terbatas yang sifatnya tertentu”.

C. Macam-macam Perjanjian Standar

Mengenai perjanjian standar ini apabila ditinjau, baik dari segi


terjadinya maupun berlakunya dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu :
1. Perjanjian standar umum
Perjanjian standar umum adalah perjanjian yang mana baik bentuk
maupun isinya telah dipersiapkan terlebih dahulu oleh pihak kreditur
kemudian disodorkan kepada pihak debitur. Perjanjian standar ini
banyak digunakan oleh masyarakat. Misalnya : Perjanjian
pemborongan bangunan, perjanjian pesan cetak photo, dan sebagainya.
2. Perjanjian standar khusus
Perjanjian standar khusus adalah perjanjian yang mana, baik adanya
maupun berlakunya bagi para pihak ditetapkan secara sepihak oleh
pemerintah. Oleh karena itu dalam perjanjian standar khusus ini baik
bentuk maupun isinya telah ditetapkan oleh pemerintah. Oleh karena
itu dalam perjanjian standar khusus ini baik bentuk maupun isinya
telah ditetapkan oleh pemerintah, maka formulasi aktanya sudah
tertentu atau seragam. Sehingga kepastian hukum atas perbuatan yang
dilakukan oleh para pihak sama sekali tidak diberi hak untuk
merubah/mengurangi maupun menyimpan isi dari perjanjian itu.
Sebab apa yang telah tercantum di dalam akta perjanjian itu dipandang

38
telah memberikan kepastian hukum bagi para pihak. Dengan demikian
dapat dikatakan bahwa perjanjian standar khusus ini merupakan
perjanjian yang mana campur tangan dari pemerintah tampak sangat
dominan. Adanya campur tangan dari pemerintah ini merupakan
realisasi dari tugas pemerintah dalam suatu negara, memberikan
perlindungan terhadap warganya. Contoh perjanjian khusus ini : akta
jual beli tanah.

D. Ciri-ciri Perjanjian Standar

Seiring perkembangan kebutuhan masyarakat, ciri-ciri perjanjian standar


berkembang mengikuti kebutuhan dan tuntutan tersebut. Yang sangat menonjol
ciri-ciri ini mencerminkan dan mengutamakan prinsip ekonomi dan kepastian
hukum. Dengan pembakuan syarat-syarat perjanjian, kepentingan ekonomi
pengusaha lebih terjamin karena konsumen hanya menyetujui syarat-syarat yang
disodorkan oleh pengusaha. Sedangkan dari ciri kepastian hukum, ketika terdapat
konflik dalam pelaksanaan perjanjian, pihak yang posisinya lebih kuat dapat
terlebih dahulu menentukan jenis penyelesaian sengketa manakah yang akan
digunakan.
Secara lebih rinci perjanjian baku memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
1. Isinya ditetapkan secara sepihak oleh pihak yang posisi (ekonominya) kuat;
2. Masyarakat (debitur) sama sekali tidak ikut bersama-sama menentukan
isi perjanjian;
3. Terdorong oleh kebutuhannya debitur terpaksa menerima perjanjian itu;
4. Bentuk tertentu (tertulis);
5. Dipersiapkan secara massal dan kolektif.

Berikut penjelasan dari kelima ciri tersebut :


1. Isinya ditetapkan secara sepihak oleh pihak yang posisi (ekonominya)
kuat :

39
Dalam suatu perjanjian baku, khususnya dalam perdagangan, pihak
yang posisinya lebih kuat adalah pihak pengusaha. Dalam suatu
perjanjian baku syarat-syarat perjanjian yang merupakan pernyataan
kehendak ditentukan sendiri secara sepihak oleh pengusaha atau
organisasi pengusaha. Karena syarat-syarat perjanjian itu dimonopoli oleh
pengusaha, maka sifatnya cenderung lebih menguntungkan pengusaha
dari pada konsumen. Penentuan secara sepihak oleh pengusaha dapat
diketahui melalui format perjanjian yang sudah siap pakai, jika konsumen
setuju, maka di tanda tangani perjanjian tersebut.

2. Masyarakat (debitur) sama sekali tidak ikut bersama-sama menentukan


isi perjanjian:
Saat ini untuk menjamin kepastian hukum trend pembuatan
perjanjian dibuat dalam bentuk tertulis. Hal inilah yang mendorong
pengusaha lebih kuat kedudukannya untuk merumuskan perjanjian
tertulis tanpa ada masukan atau campur tangan dari konsumen. Dalam hal
ini syarat kesepakatan sebagai syarat perjanjian diwujudkan dalam bentuk
tanda tangan dari konsumen walaupun konsumen tidak ikut serta
menetukan isi perjanjian. Dengan demikian, dapat diketahui bahwa
perjanjian baku yang dirancang secara sepihak oleh pengusaha akan
menguntungkan pengusaha berupa:
a. Efisiensi biaya, waktu dan tenaga
b. Praktis karena sudah tersedia naskah yang dicetak berupa
formulir atau blanko yang siap diisi dan ditandatangani
c. Penyelesaian cepat karena konsumen hanya menyetujui
dan/atau menandatangani perjanjian yang disodorkan kepadanya
d. Homogenitas perjanjian yang dibuat dalam jumlah yang banyak.

3. Terdorong oleh kebutuhannya debitur terpaksa menerima perjanjian itu :

40
Sebagi pihak yang mempunyai posisi tawar yang lemah maka
konsumen tidak dapat mengajukan tawaran dan perubahan terhadap isi
perjanjian baku tersebut. Jika konsumen bersedia menerima syarat-syarat
perjanjian yang disodorkan kepadanya, maka di tanda tangani perjanjian
itu. Penandatanganan tersebut menunjukkan bahwa konsumen bersedia
memikul beban tanggung jawab walaupun mungkin ia tidak bersalah dan
walaupun pihak konsumen tidak terlibat untuk merumuskan perjanjian itu.
Jika konsumen tidak setuju dengan syarat-syarat perjanjian yang
disodorkan itu, ia tidak boleh menawar syarat-syarat yang sudah dibakukan
itu. Menawar syarat-syarat baku berarti menolak perjanjian. Pilihan
menerima atau menolak ini dalam bahasa Inggris diungkapkan
dengan ”take it or leave it”.

4. Bentuk tertulis
Sebagai bentuk untuk menjamin adanya kepastian hukum, maka
perjanjian standar/baku seringkali dibuat dalam bentuk tertulis. Bentuk ini
memudahkan pengusaha untuk membuktikan kesepakatan dari konsumen.
Dengan bentuk tertulis kesepakatan konsumen hanya perlu dibuktikan
dari tanda tangan dalam perjanjian sdtandar tersebut. Perjanjian secara
tertulis ini dapat berbentuk akta otentik maupun akta dibawah tangan.
Karena dibuat secara tertulis maka perjanjian yang memuat syarat-syarat
baku itu menggunakan katakata atau susunan kalimat yang teratur dan
rapi. Jika huruf yang dipakai kecil-kecil, kelihatan isinya sangat padat dan
sulit dibaca dalam waktu singkat. Hal seperti inilah yang seringkali
merugikan konsumen, kesalahan membaca syarat perjanjian baku yang
ditulis kecil-kecil akhirnya menjadi sumber konflik yang merugikan
konsumen di masa mendatang.

41
5. Dipersiapkan secara massal dan kolektif :
Biasanya perjanjian standar digunakan dalam perbuatan hukum
yang dilakukan oleh banyak orang. Seperti contohnya jual-beli kendaraan
bermotor, perjanjian kredit pada bank dan lain-lain. Karena alasan ini
seringkali dipersiapkan secara massal dalam jumlah yang besar.
Perjanjian standar biasanya juga digunakan oleh perusahaan dibidang
perdagangan dan dibuat dalam bentuk yang sama. Format ini dibakukan
artinya sudah ditentukan model, rumusan dan ukurannya, sehingga tidak
dapat diganti, diubah atau dibuat dengan cara lain karena sudah dicetak.
Model perjanjian dapat berupa naskah perjanjian lengkap, atau blanko
formulir yang dilampiri dengan naskah syarat-syarat perjanjian, atau
dokumen bukti perjanjian yang memuat syarat- syarat baku.

E. Cara-cara Penerapan Perjanjian Standar

Sebagaimana kita ketahui bahwa kesepakatan merupakan azas


essensial dari hukum perjanjian. Azas konsensualisme ini mengandung arti
bahwa untuk melahirkan suatu perjanjian cukuplah dengan kata sepakat saja.
Jadi, perjanjian itu sudah lahir pada saat tercapainya kata sepakat dari para
pihak. Kesepakatan kedua belah pihak, antara kreditur dengan debitur
haruslah dinyatakan. Adapun bentuk dari pernyataan itu dapat berupa
misalnya kata-kata oke, setuju, akur dan lainnya atau secara bersama-sama
menaruh suatu pernyataan tertulis sebagai tanda bukti bahwa kedua belah
pihak telah menyetujui segala apa yang tertera dalam tulisan. Pernyataan dari
para pihak itu dapat dipakai sebagai tolok ukur adanya kesepakatan, sebab
kesepakatan merupakan tuntutan kepastian hakim. Sehingga dengan
terpedoman pada apa yang telah dinyatakan akan timbul perasaan dan
terlindung dari setiap orang yang telah mengadakan perjanjian, serta para
pihak tidak mungkin akan dituntut untuk memenuhi prestasi atau kehendaki
dan pihak lawan yang tidak dinyatakan. Sebagai langkah awal untuk terbitnya
suatu perjanjian dalam perjanjian standar, lazimnya didahului dengan

42
penawaran dan penerimaan isi/syarat-syarat dan perjanjian antara kedua belah
pihak. Jika penawaran dari satu pihak diterima oleh pihak yang lain maka
terjadilah kesepakatan, yang berarti bahwa perjanjian yang terbit itu telah
mengikat bagi kedua belah pihak. Adapun untuk
menyertakan/memberlakukan perjanjian standar ini harus dengan cara-cara
tertentu, yaitu:
a. Penandatanganan Dokumen Perjanjian
Dalam hal ini peraturan standar dari perjanjian tersebut
dimuat/dicantumkan dalam rumusan kontrak. Sehingga dengan
ditandatanganinya kontrak tersebut, maka para pihak terikat dengan
peraturan standar. Mengenai cara penyertaan peraturan standar dengan
cara ini maka para peserta telah terikat.
Pada dasarnya,dalam dokumen perjanjian dimuat secara lengkap dan
rinci syarat-syarat baku. Ketika membuat perjanjian dokumen tersebut
disodorkan kepada konsumen untuk dibaca dan ditandatangani.
Dengan penandatanganan itu konsumen menjadi terikat pada syarat-
syarat baku (yurisprudensi). Dokumen perjanjian itu dapat berupa
naskah perjanjian, formulir permintaan asuransi, formulir pemesanan
barang, surat angkutan barang, surat tanda servis, polis asuransi dan
sebagainya.

Dalam Perjanjian tertulis, pembuatan perjanjian dapat didahului oleh


dokumen permintaan, pemesanan yang diisi oleh konsumen. Atas dasar
dokumen ini kemudian oleh pengusaha disiapkan naskah perjanjiannya
untuk ditandatangani oleh konsumen yang bersangkutan. Naskah
perjanjian ini memuat secara lengkap dan rinci syarat-syarat baku.
Banyak nasabah tidak membaca secara rinci syarat-syarat baku sehingga
tidak memahami isi perjanjian baku yang disodorkan tersebut atau ada
yang membacanya tapi tidak memahami maksud dari klausula-klausula
tersebut yang terkadang jumlah lembaran perjanjiannya cukup banyak

43
dan dicetak dengan huruf yang kecil-kecil. Hal demikian seringkali
menyebabkan pihak yang disodori untuk menerima syarat-syarat baku
tersebut merasa enggan untuk membacanya terlebih lagi apabila harus
mempelajari dan memahaminya.

b. Pemberitahuan Melalui Dokumen Perjanjian


Peraturan standar tersebut diberitahukan pada pihak lainnya untuk
dipelajari, dengan jalan pertukaran dokumen atau dipersilahkan
membacanya terlebih dahulu. Kemudian setelah pihak lainnya
mengetahui/mengerti tentang ketentuan-ketentuan peraturan standar itu
barulah kontrak ditandatangani
Menurut kebiasaan yang berlaku, syarat-syarat baku pada dasarnya
dicetak di atas dokumen perjanjian yang tidak ditandatangani oleh
konsumen, misalnya konsemen, surat angkutan, surat penerimaan, surat
pesanan, nota pembelian. Syarat-syarat baku tersebut ditetapkan oleh
pengadilan sebagai bagian dari isi perjanjian yang diberitahukan melalui
dokumen perjanjian. Dengan demikian, konsumen terikat pada syarat-
syarat baku itu. Dalam hal ini tidak dibedakan apakah dokumen
perjanjian memuat naskah syarat-syarat baku atau hanya menunjuk
kepada naskah syarat-syarat baku. Supaya konsumen terikat pada syarat-
syarat baku, dokumen perjanjian harus sudah diserahkan atau
dikirimkan kepada konsumen sebelum, atau pada waktu, atau sesudah
dibuat perjanjian.

c. Penunjukan Dalam Dokumen Perjanjian


Artinya dalam perjanjian itu dicantumkan ketentuan-ketentuan bahwa
untuk pelaksanaan perjanjian tersebut menunjuk pada berlakunya
peraturan standar yang bersangkutan. Mengenai cara panyertaan
peraturan standar dengan penunjukan ini lazim dipakai dalam

44
perjanjian pemborongan pembangunan, perjanjian kredit bank dan
sebagainya.
Dalam dokumen perjanjian tidak dimuat atau tidak ditulis syarat-syarat
baku, melainkan hanya menunjuk kepada syarat-syarat baku, misalnya
dalam dokumen jual beli perdagangan ditunjuk syarat penyerahan
barang atas dasar klausula FOB atau CIF. Ini berarti bahwa syarat
baku mengenai penyerahan barang atas dasar ketentuan FOB atau CIF
berlaku dalam perjanjian itu. Selain itu, yurisprudensi juga
menetapkan bahwa dengan penunjukan kepada tanda suatu badan atau
organisasi berlaku syarat-syarat baku yang ditetapkan oleh badan atau
organisasi yang bersangkutan. Misalnya dalam formulir permohonan
penutupan asuransi kerugian tertera tanda atau lambang ”Lloyd”, ini
berarti bahwa terhadap asuransi kerugian yang dibuat oleh
penanggung dan tertanggung itu berlaku syarat-syarat baku yang
ditetapkan oleh badan asuransi Lloyd.

d. Pemberitahuan Melalui Papan Pengumuman


Syarat-syarat baku dapat dijadikan bagian dari isi perjanjian dengan
cara pemberitahuan melalui papan pengumuman. Melalui
pemberitahuan itu konsumen terikat pada syarat-syarat perjanjian yang
ditetapkan oleh pengusaha. Untuk itu pengadilan menetapkan bahwa
papan pengumuman itu harus dipasang di tempat yang jelas, mudah
dilihat, ditulis dalam bentuk huruf dan bahasa yang sederhana, serta
mudah dibaca sebelum perjanjian dibuat. Papan pengumuman
semacam ini dapat dijumpai pada perusahaan perbengkelan,
perusahaan pengangkutan, toko swalayan dan lain-lain.

45
BAB IV
PENUTUP

A.Kesimpulan

MoU dan perjanjian memang memiliki kemiripan dan sama-sama berfungsi sebagai
dokumen yang berisi penjelasan mengenai hal-hal yang telah disepakati para pihak.
Namun yang membedakannya adalah, MoU hanya berperan sebagai persetujuan awal
atau “tanda jadi” antara para pihak untuk melakukan suatu kerja sama dan hanya
berisi hal-hal pokok yang disepakati para pihak. Sedangkan perjanjian merupakan
dokumen yang memuat ketentuan mengenai bagaimana suatu kerja sama tersebut
dijalankan termasuk hak dan kewajiban para pihak.

Selain itu, MoU juga memiliki jangka waktu yang relatif singkat, di mana jika jangka
waktu MoU telah berakhir, maka akan dilanjutkan untuk membuat perjanjian atau
berakhir jika kesepakatan tidak lagi dilanjutkan. Jika para pihak memutuskan untuk
tidak melanjutkan kesepakatan, maka tidak ada ganti rugi yang harus dibayarkan oleh
satu pihak kepada pihak lainnya. Berbeda dengan perjanjian yang jangka waktunya
relatif lebih panjang dan umumnya perjanjian akan berakhir jika kewajiban masing-
masing pihak telah terpenuhi maupun karena sebab lain. Selain itu, jika salah satu
pihak tiba-tiba tidak melanjutkan atau tidak melakukan hal yang dijanjikan, maka
pihak tersebut dapat dianggap wanprestasi dan pihak lainnya berhak untuk meminta
ganti rugi kepada pihak yang melakukan wanprestasi.

Jika MoU dan perjanjian merupakan dua dokumen yang memiliki fungsi berbeda,
bagaimana dengan kekuatan hukum di antara keduanya? Apakah keduanya memiliki
kekuatan mengikat yang sama? Pada dasarnya, MoU dibuat hanya sebagai
persetujuan pendahuluan antara para pihak sebelum kerja sama dilakukan. Sehingga,
MoU tidak mengikat selayaknya perjanjian.

Kekuatan Hukum MoU dan Perjanjian

46
Setelah melihat penjelasan di atas memang terdapat perbedaan jelas antara MoU
dengan perjanjian, namun terdapat kesalahpahaman di masyarakat yang membedakan
MoU dan Perjanjian hanya dari judulnya saja. Dalam prakteknya masih terjadi
banyak kesalahan dalam penggunaan MoU. Perbedaan bentuk tersebut, akan
menentukan kekuatan hukum yang berbeda. Sering terjadi di mana suatu MoU
ternyata mencantumkan hak dan kewajiban serta akibat hukum ketika kewajiban
tersebut tidak dipenuhi.

Jika hal tersebut terjadi, maka MoU tersebut bukanlah suatu perjanjian pendahuluan
sebagaimana tujuan dari MoU itu sendiri, melainkan suatu perjanjian pokok yang
mengikat para pihak. MoU dan Perjanjian adalah dua dokumen yang berbeda, oleh
karena itu, sangat penting bagi Anda sebagai pebisnis untuk mengetahui perbedaan
tujuan penggunaan diantara keduanya. Ketika akan menandatangani suatu MoU,
pastikan bahwa tidak ada hak dan kewajiban serta konsekuensi ketika kewajiban tidak
terpenuhi. Selain itu, pastikan bahwa MoU ini memiliki jangka waktu yang bersifat
sementara sehingga nantinya akan dilanjutkan dengan penandatanganan perjanjian
pokok.

B. Saran

Sebagai rekomendasi dalam ilmu pengetahuan khususnya mengenai Hukum Kontrak,


maka saran yang disampaikan adalah:
1. Agar terjadi kejelasan dalam hukum mengenai sifat sebuah kesepakatan yang
dibuat, jika apa yang disepakati adalah hal yang sangat penting maka
hendaknya dibuat dihadapan notaris, karena akan memberikan legalitas yang
tinggi pada akta yang dibuat.
2. Apabila terjadi pengingkaran terhadap substansi dari M.O.U yang sifatnya
hanya merupakan kesepakatan biasa yang hanya mempunyai sanksi moral
didalamnya, maka hendaknya pebisnis langsung melakukan black list
terhadap pihak yang mengingkari tersebut dan tidak melakukan deal-deal
kerjasama lagi dengan pihak tersebut. Apabila terjadi pengingkaran terhadap

47
substansi dari M.O.U yang sifatnya sudah merupakan kontrak atau setingkat
dengan perjanjian, maka hendaknya pebisnis menyelesaikannya masalah
tersebut di dalam pengadilan karena akan memberikan kepastian hukum
dalam penggantian kerugiannya

C. DAFTAR PUSTAKA

Salim HS. 2003. Hukum Kontrak Teori & Teknik Penyusunan Kontrak. Jakarta :
Sinar Grafika.

https://jdih.surabaya.go.id/pdfdoc/persamwali_3.pdf

https://penulisamatirreceh.blogspot.com/2019/02/mou.html?m=1

http://bimoadiwicaksono.blogspot.com/2010/08

https://abikusuma21.blogspot.com/2013/05

48

Anda mungkin juga menyukai