Anda di halaman 1dari 15

Pemahaman Mengenai Hukum Perjanjian

Makalah Disusun Guna Memenuhi Tugas Hukum Bisnis

Disusun Oleh :

AHMAD CHANIF FUADI (165030201111158)


MUHAMMAD WILDAN HABIBILLAH (165030200111122)
PRITA RAHMADIAH (165030200111120)

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI

PROGRAM STUDI ADMINISTRASI BISNIS

Jalan Veteran Kode Pos 65145 Kota Malang

2016
DAFTAR ISI

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang…………................................................................. 3


1.2 Tujuan............................................................................................. 3
1.3 Ruang Lingkup................................................................................ 3

BAB 2 LANDASAN TEORI........................................................................... 4

BAB 3 PEMBAHASAN

3.1 Pengertian……………………………………………........................... 5

3.2 Syarat Sahnya Perjanjian……………………………………………… 5

3.3 Azas-azas perjanjian…..…………………………………..................... 5

3.4 Jenis-jenis perjanjian……………………………………………………. 7

3.5 Jual Beli…………………………………………………………………. 8

3.6 Perjanjian Sewa Menyewa……………………………………………. 10

3.7 Perjanjian Pinjam Meminjam…………………………………………. 12

BAB 4 PENUTUP

4.1 Kesimpulan...…………………………………………………………… 14

4.2 Saran……………………………………………................................. 14

DAFTAR PUSTAKA..……………………………………………………………… 15

2
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kegiatan berbisnis erat kaitannya dengan adanya perjanjian. Perjanjian bisnis


antar pihak ada norma dan aturannnya yang disebut dengan hukum perjanjian.
Pengertian Perjanjian dikutip dari Wirjono P (dalam Azas-azas hukum
perjanjian,1973: 9) ialah suatu perhubungan hukum mengenai harta benda antara
dua pihak,dalam mana suatu pihak berjanji atau dianggap berjanji untuk melakukan
sesuatu hal untuk atau tidak melakukan suatu hal ,dan pihak lain berhak menuntut
pelaksanaan janji. Intinya ialah hukum perjanjian mengatur perjanjian antar pihak
yang berkontrak agar konsekuen dalam pelaksaan hal yang sudah dijanjikan.

Beberapa kasus terlihat beberapa kasus pelanggaran perjanjian antara


pihak yang berkontrak. Ketidakkonsekuenan satu pihak dalam pelaksaan perjanjian/k
dapat membuat perjajian yang telah dibuat tidak berjalan lancar. Kasus-kasus lain
juga ada sengketa antar dua pihak yang berkontrak akan tetapi tidak ada hitam
diatas putih mengenai perjanjian yang telah dibuat sehingga sulit diselesaikan secara
hukum. Perjanjian/kontrak harus dilegalkan di atas kertas agar apabila terdapat
permasalahan dapat diselesaikan.

Makalah ini dibuat untuk member penjelasan kepada pembaca agar bab-bab
tentang hukum perjanjian dapat dipahami dengan baik. Penjelasan hukum perjanjian
dalam makalah akan dijelaskan secara terperinci di bagian bab 3 yaitu Pembahasan.

1.2 Tujuan

Tujuan dalam pembuatan makalah ini adalah untuk menjelaskan mengenai hal-hal
yang berkaitan dengan hukum perjanjian pada pembaca. Perlu diketahui bahwa
pengetahuan akan ilmu hukum sangat diperlukan dalam berbisnis,karena dalam
pembangunan suatu badan usaha juga ada kaitannya dengan hukum.Berbisnis juga
ada kaitan dengan perjanjian dengan mitra bisnis sehinnga pengetahuan mengenai
hukum perjanjian sangat diperlukan.

1.3 Ruang lingkup

Makalah ini berisi hal-hal yang berkenaan dengan apa yang ada dalam hukum
perjanjian. Hal yang dibahas diantaranya pengertian,syarat sah perjanjian,azas-azas
dalam hukum perjanjian dan hal-hal lain yang berhubungan dengan hukum perjanjian.

3
BAB II

LANDASAN TEORI

Hukum perjanjian merupakan salah satu bagian dari hukum perdata yang berisi
tentang hal-hal yang berkaitan dengan perjanjian yang sesuai kaidah hukum atau tidak.
Pengertian Perjanjian dikutip dari Wirjono P (dalam Azas-azas hukum perjanjian,1973: 9)
ialah suatu perhubungan hukum mengenai harta benda antara dua pihak,dalam mana suatu
pihak berjanji atau dianggap berjanjiuntuk melakukan sesuatu hal untuk atau tidak
melakukan suatu hal ,dan pihak lain berhak menuntut pelaksanaan janji.

Hukum perjanjian memiliki kaidah atau aturan dalam pelaksanaan perjanjian. Hukum
perjajanjian dianggap sah apabila memenuhi syarat sesuai dengan isi KUHPerdata
(Soebekti dan R. Tjitrosudibio,1996: 132).ada beberapa syarat sah dalam hukum perjanjian,
anatra lain:
1. Adanya kesepakatan dari mereka yang mengikatkan dirinya;
2. Adanya kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
3. Mengenai suatu hal tertentu; dan
4. Atas suatu sebab yang halal.
Rutinitas sehari-hari tidak luput dengan adanya pernjajian utamanya yang bergelut di
bidang bisnis. Perjanjian sering terjadi dalm kegiatan bisnis yang berhubungan dengan
kegiatan perusahaan dan oleh sebab itu terdapat azas-azas dalam hukum perjanjian itu.
Azas- azas itu sesuai dengan isi KUHPerdata yakni sebagai berikut :

1. Azas kebebasan berkontrak (freedom of contract)


2. Asas Konsensualisme (concensualism)
3. Asas Kepastian Hukum (pacta sunt servanda)
4. Asas Itikad Baik (good faith)
5. Asas Kepribadian (personality)

4
BAB III

PEMBAHASAN

3.1 PENGERTIAN

Pengertian Perjanjian dikutip dari Wirjono P (dalam Azas-azas hukum


perjanjian,1973: 9) ialah suatu perhubungan hukum mengenai harta benda antara dua
pihak,dalam mana suatu pihak berjanji atau dianggap berjanji untuk melakukan sesuatu hal
untuk atau tidak melakukan suatu hal ,dan pihak lain berhak menuntut pelaksanaan janji .
Sedangkan Hukum perjanjian dikutip dari burgerlijk wetboek (dalam Azas-azas hukum
perjanjian,1973 :8)ialah perjanjian yang masuk dalam undang-undang saja dan perjanjian
yang bersumber pada perbuatan melanggar hukum. Hukum perjanjian dapat disimpulkan
sebagai hubungan antara dua buah pihak dalam melakukan suatu hal yang diatur dalam
undang-undang.

3.2 SYARAT SAHNYA PERJANJIAN


Hukum pejanjian ada syarat sah dalam pelaksaan perjanjian.sesuai dengan isi
KUHPerdata (Soebekti dan R. Tjitrosudibio,1996: 132).
ada beberapa syarat sah dalam hukum perjanjian, anatra lain
1. Adanya kesepakatan dari mereka yang mengikatkan dirinya;
2. Adanya kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
3. Mengenai suatu hal tertentu; dan
4. Atas suatu sebab yang halal
3.3 Azas perjanjian
Terdapat azas-azas dalam hukum perjanjian yang merupakan hal yang esensial
dalam hukum perjanjian. Berikut adalah azas-azas hukum perjanjian atau hukum :
3.3.1 Azas kebebasan berkontrak (freedom of contract)
Landasan Asas kebebasan berkontrak dari Pasal 1338 ayat (1) KUHPer, yang
berbunyi: “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang
bagi mereka yang membuatnya.” .Azas kebebasan berkontrak member jaminan
kebebasan pada setiap individu atau pihak untuk melakukan hal berikut :
(1) membuat atau tidak membuat perjanjian;
(2) mengadakan perjanjian dengan siapa pun;
(3) menentukan isi perjanjian, pelaksanaan, dan persyaratannya, serta
(4) menentukan bentuk perjanjiannya apakah tertulis atau lisan.
Kebebasan berkontrak tidak boleh disalah artikan sebagai kebebasan muntlak
individu untuk melakukan kontrak dalam berbagai hal. Kebebasan berkontrak juga

5
memiliki norma, contoh : seseorang melakukan kontrak bisnis dalam bisnis
narkoba,memang ada azas kebebasan berkontrak namun apabila perjanjian atau kontrak
itu apalagi dalam bidang bisnis merugikan masyarakat maka kebebasan berkontrak itu
perlu dibatasi. Pemerintah juga harus berperan dalam mengawasi dan mengatur
kebebasan berkontrak individu agar tidak merugikan masyarakat.
3.3.2. Asas Konsensualisme (concensualism)
Asas konsensualisme sesuai Pasal 1320 ayat (1) KUHPerdata dijabarkan bahwa
salah satu syarat sahnya perjanjian ialah terdapat kata sepakat antara kedua belah
pihak. Garis besar dalam azas konsensualisme suatu perjanjian antara dua buah pihak
bisa terjadi dan dianggap sah ketika kedua belah pihak secara sukarela dan tanpa
paksaan melakukan perjanjian serta terdapat kesepakatan bersama.
3.3.3 Asas Kepastian Hukum (pacta sunt servanda)
Asas kepastian hukum berhubungan dengan akibat dari adanya suatu perjanjian..
Asas kepastian hukum dapat dikutip dalam Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata yakni
disebutkan bahwa terjadinya suatu perjanjian jika ada kesepakatan antar pihak yang
melakukannya dan dikuatkan dengan sumpah.Maksudnya ialah setiap perjanjian yang
diadakan oleh kedua pihak disebut perbuatan yang sakral dan dihubungkan dengan
unsur-unsur dalam agama.
3.3.4. Asas Itikad Baik (good faith)
Asas itikad baik dilandasi dar isi Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata yang berbunyi:
“Perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik.”.Jadi hukum perjanjian yang dilakukan
kedua belah pihak harus dilandasi rasa keyakinan,kemaunan dan tindakan baik dalam
realisasi pelaksanaan hukum perjanjian.Pihak yang berkontrak hukum musti konsekuen
dan berprinsip untuk mencapai tujuan dalam hukum perjanjian yang dibuat. Kedua pihak
tidak boleh ada yang dirugikan dan ingin untung sendiri karna pada dasarnya perjanjian
dibuat untuk pencapaian bersama.
3.3.5. Asas Kepribadian (personality)
Maksud dari Asas kepribadian dapat dilihat dalam Pasal 1315 dan Pasal 1340
KUHPerdata. Isi Pasal 1315 KUHPerdata : “Pada umumnya seseorang tidak dapat
mengadakan perikatan atau perjanjian selain untuk dirinya sendiri.” Isi dari Pasal 1340
KUHPer berbunyi: “Perjanjian hanya berlaku antara pihak yang membuatnya.”.Intinya
tujuan dari adanya perjanjian itu muncul dari kemauan pribadi pihak yang terlibat dalam
perjanjian dan berlaku hanya pada pihak yang terlibat dalm perjanjian. Perlu diketahui
dan jangan disalahartikan bahwa perjanjian harus dilakukan secara langsung oleh pihak
yang ingin terlibat dalam hukum perjanjian,karna sesuai Pasal 1317 KUHPerdata berisi:
“Dapat pula perjanjian diadakan untuk kepentingan pihak ketiga, bila suatu perjanjian

6
yang dibuat untuk diri sendiri, atau suatu pemberian kepada orang lain, mengandung
suatu syarat semacam itu.”. Jadi bisa digarisbawahi dahwasannya hukum perjanjian
dapat dilaksanakan untuk kepentingan pihak ketiga.
3.4 JENIS JENIS PERJANJIAN
Jenis-jenis Perjanjian Menurut Sutarno (aspek-aspek hukum perkreditan,2003 : 82),
perjanjian dapat dibedakan menjadi beberapa jenis yaitu :

3.4.1. Perjanjian timbal balik Perjanjian timbal balik adalah perjanjian yang dibuat
dengan meletakkan hak dan kewajiban kepada kedua pihak yang membuat perjanjian.
Misalnya perjanjian jual beli Pasal 1457 KUHPerdata dan perjanjian sewa menyewa
Pasal 1548 KUHPerdata. Dalam perjanjian jual beli hak dan kewajiban ada di kedua
belah pihak. Pihak penjual berkewajiban menyerahkan barang yang dijual dan berhak
mendapat pembayaran dan pihak pembeli berkewajiban membayar dan hak menerima
barangnya.

3.4.2. Perjanjian sepihak Perjanjian sepihak adalah perjanjian yang dibuat dengan
meletakkan kewajiban pada salah satu pihak saja. Misalnya perjanjian hibah.Dalam
hibah ini kewajiban hanya ada pada orang yang menghibahkan yaitu memberikan
barang yang dihibahkan sedangkan penerimahibah tidak mempunyai kewajiban
apapun. Penerima hibah hanya berhak menerima barang yang dihibahkan tanpa
berkewajiban apapun kepada orang yang menghibahkan.

3.4.3. Perjanjian dengan percuma Perjanjian dengan percuma adalah perjanjian


menurut hukum terjadi keuntungan bagi salah satu pihak saja. Misalnya hibah
(schenking) dan pinjam pakai Pasal 1666 dan 1740 KUHPerdata.

3.4.4. Perjanjian konsensuil, riil dan formil Perjanjian konsensuil adalah perjanjian yang
dianggap sah apabila telah terjadi kesepakatan antara pihak yang membuat perjanjian.
Perjanjian riil adalah perjanjian yang memerlukan kata sepakat tetapi barangnya harus
diserahkan.Misalnya perjanjianpenitipanbarangpasal 1741 KUHPerdata dan perjanjian
pinjam mengganti Pasal 1754 KUHPerdata.Perjanjian formil adalah perjanjian yang
memerlukan kata sepakat tetapi undang-undang mengharuskan perjanjian tersebut
harus dibuat dengan bentuk tertentu secara tertulis dengan akta yang dibuat oleh
pejabat umum notaris atau PPAT.Misalnya jual beli tanah, undang-undang menentukan
akta jual beli harus dibuat dengan akta PPAT, perjanjian perkawinan dibuat dengan
akta notaris.

3.4.5. Perjanjian bernama atau khusus dan perjanjian takbernama Perjanjian bernama
atau khusus adalah perjanjian yang telah diatur dengan ketentuan khusus dalam
KUHPerdata Bukuketiga Bab V sampai dengan bab XVIII. Misalnya perjanjian jual beli,

7
sewa menyewa, hibah dan lain lain.Perjanjian tak bernama adalah perjanjian yang tidak
diatur secara khusus dalam undang-undang.Misalnya perjanjian leasing, perjanjian
keagenan dan distributor, perjanjiankredit.

3.5 JUAL BELI

3.5.1 Definisi

Jual beli menurut (BURGERLIJK WETBOEK) adalah suautu perjanjian bertimbal


balikkan ujud dan harus di dalam mana pihak yang satu (sipenjual) berjanji untuk
menyerahkan hak milik atas suatu barang, sedang pihak yang lainnya (sipembeli)
berjanji untukmembayar harga yang terdiri atas sejumlah uang sebagai imbalan dari
perolehan hak milik tersebut.Barang yang menjadi objek perjanjian jual beli harus
cukup tertentu, setidaknya dapat ditentukan wujud dan jumlahnya pada saat itu akan
diserahkan hak miliknya kepada si pembeli.

3.5.2 Saat terjadinya perjanjian jual beli


Unsur-unsur pokok perjanjian jual beli adalah barang dan harga. Sesuai dengan
asas konsensualisme bahwa perjanjian jual-beli itu sudah dilahirkan pada detik
tercapainya sepakat mengenai barang dan harga.Hukum perjanjian
(Burgerlijkwetboek menganut asas konsensualisme artinya bahwa untuk melahirkan
perjanjian cukup dengan sepakat saja dan bahwa perjanjian sudah dilahirkan pada
saat itu juga.Syarat perjanjian yang sah adalah; 1 kesepakatan 2 kecakapan 3 hal
tertentu 4 caussa.
Kewajiban-kewajiban penjual
- Menyerahkan hak milik atas barang yang akan di perjualbelikan
- Menanggung kenikmatan tentram atas barang tersebut dan menanggung karena
barang yang cacad tersembunyi
a. Kewajiban mnyerahkan hak milik

Kewajiban menyerah kan hak milik meliputi segala perbuatan yang menurut
hukum diperlukan untuk mengalihkan hak milik atas barang yang diperjualbelikan
itu dari si penjual kepada pembeli

menurut (BURGERLIJK WETBOEK)mengenal 3 macam barangyaitu


- Barang bergerak
- Barang tetap
- Barang tak bertubuh (piutang,penagihandll)

8
Ada 3 macam penyerahan hak milik

- Untuk penyerahan barang bergerak cukup dengan penyerahan kekuasaan atas


barang itu contoh: apabila barang berada digudang maka penyerahan kekuasaan
secara simbolis yaitu dengan memberikan kunci saja.

- Untuk barang tetap dengan perbuatan yang disebut balik nama dimuka pegawai
kadaster yang dinamakan pegawai balik nama atau pegawai penyimpan hipotik
Contoh: seseorang yang membeli tanah, jual beli tanah harus dibuktikan dengan
suatu akte yang dibuat di hadapan Pejabat Pembuat Akte Tanah (PPAT) dan
hak tanah juga akan berpindah nama saat di buatnya akte dimuka pejabat
tersebut(BoediHarsono S.H tentang “Undang-undang pokok agrarian” Hal 172-
178)
- Barang tak bertubuh dengan perbuatan yang di sebut “cessie” sebagaimana di
atur dalam pasal 613 B.W yang berbunyi “Penyerahan akan piutang-piutang atas
nama dan kebendaan takbertubuh lainnya dilakukan membuat akta otentik atau
dibawah tangan, dengan mana hak-hak atas kebendaan itu dilimpahkan kepada
orang lain”

b. Kewajiban menanggung barang yang cacad tersembunyi

Kewajiban menanggung adanya barang yang cacad merupakan sebuah


konsekuensi atas jaminan yang oleh penjual diberikan kepada pembeli
bahwa barang yang dibeli merupakan miliknya sendiri.

Jika dijanjikan penangguhan, atau jika tentang itu tidak ada perjanjian ,maka
si pembeli berhak menuntut kembali kepada penjual
- Pengembalian uang harga pembelian
- Pengembalian hasil jika dia diwajibkan menyerahkan hasil
- Biaya yang digunakan/ dikeluarkan berhubungan dengan gugatan pembeli untuk
di tanggung
- Penggantian kerugian beserta biaya perkara mengenai pembelian dan
penyerahan

9
KewajibanPembeli
Kewajiban utama pembeli adalah membayar harga pembelian pada waktu dan
sebagaimana ditetapkan menurut perjanjain.
Yang dimaksud harga disini yaitu berupa uang. Meskipun mengenai hak ini tidak di
atur dalam suatu pasal undang-undang.

Soal Resiko Dalam Perjanjian JualBeli

Resiko adalah kewajiban memikul kerugian yang disebabkan oleh suatu kejadian
diluar kesalahan salah satu pihak Contoh :Barang yang diperjualbelikan musnah
diperjalanan karena kapal laut yang ditumpanginya karam di tengah laut akibat
serangan badai. Inilah yang dalam persoalan hukum dinamakan persoalan
resiko.Pihak yang menderita karena barangnya yang menjadi objek perjanjian
ditimpa musibah dan diwajibkan memikul kerugian tanpa adanya keharusan bagi
pihak lawan untuk mengganti kerugian itu.

3.6 Perjanjian Sewa Menyewa Secara Umum dan Pengaturannya Dalam KUHPerdata
3.6.1 Pengertian Sewa Menyewa

Kegiatan dimana si pemilik hanya menyerahkan barang pada penyewa untuk


pemakaianSaja tanpa adanya perubahan hak milik dalam waktu yang telah
disepakati oleh kedua belahPihak . Si penyewa wajib membayar uang sewa kepad
apemilik barang. Menurut pasal BW hanya “zaak” atau benda yang dapat disewa.
Ahli-ahli hukum lain ada yang menyebutkan hak-hak juga dapat disewa (Asser-
Kamphuisen Halaman 213-214, van Brakelhalaman 78, VÖllmarhalaman 610-611).

3.6.2. Ciri-ciri Sewa Menyewa


1) Ada 2 pihak yang saingmengikat diri
Pihak yang pertama adalah pihak yang menyewakan yaitu pihak yang
mempunyai barang.Pihak yang kedua adalah pihak penyewa, yaitu pihak
yang membutuhkan kenikmatan atas suatu barang.
2) Ada unsur pokok yaitu barang, harga, dan jangka waktu sewa
Barang adalah harta yang memiliki fisik yang konkret, baik bergerak
maupun tidak bergerak. Harga adalah biaya sewa sebagai imbalan atas
pemakaian benda yang disewa. Dalam perjanjian sewa-menyewa
pembayaran sewa tidak harus berupa uang tetapi dapat juga
mengunakan barang ataupun jasa (pasal 1548 KUH Perdata). Hak untuk

10
menikmati barang yang diserahkan kepada penyewa hanya terbatas pada
jangka waktu yang ditentukan ke dalam perjanjian.
3) Ada kenikmatan yang diserahkan
Kenikmatan dalam hal ini adalah penyewa dapat menggunakan barang
yang disewa serta menikmati hasil dari barang tersebut. Bagi pihak yang
menyewakan akan memperoleh kontraprestasi berupa uang, barang, atau
jasa menurut apa yang diperjanjikan sebelumnya.
Perjanjian sewa-menyewa merupakan perjanjian konsensuil, yang berarti
perjanjian tersebut sah dan mengikat apabila sudah tercapai kata sepakat
diantara para pihak tentang unsur pokok perjanjian sewa-menyewa yaitu
barang dan harga. Di dalam KUH Perdata tidak dijelaskan secara tegas
tentang bentuk perjanjian sewa-menyewa sehingga perjanjian sewa-
menyewa dapat dibuat secara lisan maupun tertulis. Bentuk perjanjian
sewa-menyewa dalam praktek khususnya sewa-menyewa bangunan
dibuat dalam bentuk tertulis. Para pihak yang menentukan subtansi atau
isi perjanjian sewa-menyewa biasanya yang paling dominan adalah pihak
yang menyewakan dikarenakan posisipenyewa berada dipihak yang
lemah.
4 Hak dan Kewajiban Para Pihak Sewa
1) Kewajiban pihak yang menyewakan dalam pasal 1550 KUH Perdata
a. Menyerahkan barang yang disewa kepada pihak penyewa
b. Memberikan kenikmatan yang terdapat pada barang yang disewa
kepada pihak penyewa
c. Menjaga kualitas barang agar tetap layak dipakai. Ketentuan tersebut
diatur di dalam Pasal 1551 ayat (2) KUH Perdata yang berbunyi: “Ia harus
selama waktu sewa menyuruh melakukan pembetulan-pembetulan pada
barang yang disewakan, yang perlu dilakukan kecuali pembetulan-
pembetulan yang menjadi wajibnya si penyewa.”
2) Hak-hak yang diperoleh pihak yang menyewakan terdapatpasal 1548
KUH Perdata, antara lain:
a. Menerimauangsewasesuai lama penyewaan
b. Menegur penyewa apabila merusak barang atau melanggar perjanjian
3) Pasal 1560, 1564, dan 1583 KUH Perdata menentukan bahwa pihak
penyewa memiliki kewajiban-kewajiban, antara lain :
a. Menggunakan barang dengan baik serta tidak melanggar perjanjian
b. Membayar uang sewa sesuai waktu yang ditentukan

11
c. Menanggung kerusakan barang yang sedang disewa kecualidapat
membuktikan bahwa barang tersebut memang rusak sebelum disewa.
d. Mengadakan perbaikan-perbaikan kecil dan sehari-hari sesuai dengan isi
perjanjian sewa-menyewa dan adat kebiasaan setempat.
4) Hak-hak pihak penyewa :
a. Menerima barang yang disewa
b. Memperoleh kenikmatan dari barang yang disewa
c. Menuntut pembetulan-pembetulan atas barang yang disewa, apabila
pembetulan-pembetulan tersebut merupakan kewajiban pihak yang menyewakan.
3.7 PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM

3.7.1. Pengertian pinjam meminjam

Menurutpasal 1754 kuhperdata pinjam meminjam adalah perjanjian di mana


pihak pertama member kepada pihak kedua sebagai pinjaman sejumlah barang yang
bisa habis dipakai dengan syarat bahwa pihak kedua harus mengembalikan barang-
barang yang sama jumlahnya.
Syarat pinjam meminjam
1) Adanya para pihak yang terliibat
Pihak yang meminjamkan memberikan sejumlah barang yang dipinjamkan
kepada pihak peminjam lalu pada waktu yang sudah ditentukan pihak peminjam
mengembalikan dengan jumlah yang sama.
2) Adanya persetujuan
Pihak-pihak yang terlibat membuat kesepakatan atau persetujuan yang berkaitan
dengan hal waktu peminjaman, hak dan kewajiban kedua belah pihak.
3) Adanya sejumlah barang tertentu
4) Adanya pengembalian pinjaman
Pengembalian harus sesuai dengan jumlah pada awal peminjaman
Kewajiban dan Hak Para Pihak Pinjam Meminjam

Pada dasarnya dalam suatu perjanjian pinjam meminjam akan tersangkut dua pihak
secara langsung, yaitu :

a.       Pemeberi pinjaman (Kreditur)

b.      Penerima pinjaman (Debitur)

1) Kewajiban Kreditur
Kreditur hanya memiliki satu kewajiban yaitu meminjamkan uang pada pihak
peminjam

12
2) Hak Kreditur
a. Menerima kembali uang yang dipinjam pada saat waktu pengembalian yang
telah ditetapkan
b. Pemberi bunga atas pinjaman yang telah ditetapkan sesuai dengan
ketentuan yang telah dicantumkan dalam perjanjian
3) Kewajiban Debitur
a. Mengembalikan uang yang telah dipinjam dengan jumlah yang sama pada
waktu yang telah ditetapkan
b. Membayar bunga yang telah ditetapkan
4) Hak Debitur
a. Menerima pinjaman sejumlah yang telah disepakati pada perjanjian
b. Dalam hall memang membutuhkan berhak menerima bimbingan dan
pengarahan dari kreditur sehubungan dengan kegiatan pengaktifan usaha
serta mendapatkan pembinaan yang optimal daripihak kreditur.

13
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan 

Perjanjian adalah perbuatan mengikatkan diri antara 2 orang atau lebih dalam
Sebuah kesepakatan. Hukum perjanjian menjadi pedoman dan aturan bagi pihak yang
melakukan perjanjian agar perjanjian bisa sijalankan secara konsekuen dan tidak ada pihak
yang merugikan. Pelaksanaan perjanjian antara kedua pihak harus meperhatikan syarat-
syarat sah dalam hukum perjanjia serta memperhatikan azas-azas hukumperjanjian. Hukum
perjanjian erat kaitannya dalam kegiatan jual –beli,sewa,dan pinjam meminjam.oleh sebab
itu pemahaman mengenai tata cara dan aturan-aturan dalm hukum perjanjian sangatlah
penting,utamanya bagi pebisnis yang sering terlibat perjanjian dengna mitra kerja.

4.2 SARAN

Pelaksanaan perjanjian kerap kali terjadi sengketa karena kurangnya pemahaman


masyarakat tentang hukum perjanjian. Pelaksanaan perjanjian yang sesuai hukum haruslah
ada hitam di atas putih apabila tidak ada hitam di atas putih hukum perjanjian yang terjadi
sengketa sulit untuk diselesaikan.Masyarakat haruslah paham bahwasannya dalam
pelaksaan perjanjia yang sesuai hukum haruslah ada bukti dokumen sehingga apabila
terjadi sengketa lebih mudah diselesaikan.

14
Daftar Pusaka

Prodjodikoro,wirjono,1973,Azas-azas Hukum Perjanjian,Bandung : Sumur Bandung


Prodjodikoro,wirjono.1981,Hukum Perdata tentang Persetujuan-persetujuan
Tertentu.Bandung :Sumur Bandung
Sutarno, 2003, Aspek-aspek hukum perkreditan, Bandung, Alfabeta
Subekti, 1985, Aneka Perjanjian cetakan ketujuh, Bandung : Penerbit alumni
Volmar,1984,Pengantar Studi Hukum Perdata jilid 2,Rajawali
http://myklangenan.blogspot.co.id/2009/10/sewa-menyewa.html (diakses 10 oktober 2016)

http://tjoetnyakkkkk.blogspot.co.id/2011/01/perjanjian-pinjam-meminjam-dan.html(diakses 10
oktober 2016)

15

Anda mungkin juga menyukai