Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

PERJANJIAN/KONTRAK

SEKOLAH TINGGI ILMU HUKUM DAN HAM


DISUSUN OLEH : AKMAL HIDAYAT

HAM: 16 0007
KATA PENGANTAR

Bismillahirrohmaanirrohiim.
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat
kesempurnaan nikmat dan karuniaNYA penyusun dapat menyelesaikan makalah
ini dengan sebaik-baiknya. Sholawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada
Nabi Muhammad SAW beserta keluarganya, para sahabatnya dan para
pengikutnya hingga akhir zaman. Aamiin.
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
…………………………………………………………………………………………. i
DAFTAR ISI ……………………………………………………………….
…………………………………… ii
BAB I PENDAHULUAN
…………………………………………………………………………………… 1
A. Latar Belakang ……………………………………………….. …..
…………………………………. 1
B. Permasalahan …………………………………………………. ……
…………………………………. 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA…………………………………
………………………………………. 3
I. Tinjauan Umum Perjanjian ………………………………
……………………………………….. 3
A. Pengertian Perjanjian ………………………………. …………………………………………
3
B. Unsur – Unsur Perjanjian …………………………………………………………………….. 4
C. Asas – Asas Perjanjian …………………………………………………………………………
D. Prinsip -Prinsip Dasar Kontrak dan Karakteristik Kontrak …………………… 6
E. Syarat Sah Perjanjian …………………………………………………………………………..
BAB III KESIMPULAN
……………………………………………………………………………………. 29
DAFTAR PUSTAKA
………………………………………………………………………………………………….. iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hukum Perdata merupakan sekumpulan aturan yang memuat ketentuan bagaimana seseorang
bertingkah laku baik di keluarga maupun di masyarakat sekitar. Salah satu aspek dari hukum
perdata yang dapat mengatur tingkah laku manusia adalah perjanjian dan pada suatu perjanjian
tentu diberlakukan asas pact sunt servanda. Artinya, perjanjian yang lahir akan mengikat para
pihak layaknya suatu undang-undang baik perjanjian yang berasal dari kesepakatan bersama
maupun yang berasal dari kesepakatan salah satu pihak dalam perjanjian (perjanjian standar).
Perjanjian atau persetujuan yang termuat pada Buku III Bab II pasal 1313-pasal 1352
KUHPerdata merupakan hal yang sangat sering kita temui dalam kehidupan sehari-hari baik di
pasar, di sekolah, bahkan di dunia pekerjaan.
Menurut sejarah, Perjanjian Standar (Baku) sebenarnya sudah dikenal sejak zaman yunani kuno
(423-347 SM), Revolusi Industri yang terjadi di awal abad ke-19 telah menyebabkan munculnya
perjanjian atau kontrak baku. Awalnya, timbulnya produksi massal dari pabrik-pabrik dan
perusahaan-perusahaan tidak menimbulkan perubahan apa-apa. Tetapi ”standardisasi” dari
produksi ternyata membawa desakan yang kuat untuk pembakuan dari perjanjian-perjanjian.
Hampir 99 persen perjanjian yang di buat di Amerika serikat berbentuk perjanjian standar begitu
juga di Indonesia perjanjian standar bahkan merambah ke sektor properti dengan cara-cara yang
secara yuridis masih kontroversional misalnya, di perbolekan membeli satuan rumah susun
secara inden dalam bentuk perjanjian standar.
Dewasa ini, perkembangan dunia bisnis semakin meningkat termasuk di dalam maupun di luar
negeri. Dengan perkembangan demikian, pengusaha-pengusaha tentu memiliki cara tersendiri
untuk mengembangkan bisnis yang dikelola dengan baik. Di Indonesia sendiri, dengan
berkembangnya dunia bisnis berdampak pula pada peningkatan ekonomi dan stabilitas negara
sehingga kelak dapat menciptakan lapangan kerja dan kesejahteraan rakyat. Peningkatan usaha
saat ini menimbulkan akibat meningkatnya perjanjian dengan syarat-syarat yang telah ditentukan
terlebih dahulu bahkan sebelum perjanjian disepakati oleh pengusaha. Untuk mengatur syarat-
syarat tersebut, pihak pengusahalah yang secara sepihak berperan aktif. Hal ini karena pengusaha
berada pada posisi lebih superior daripada konsumen ataupun perjanjian standar ini sering
digunakan antara golongan ekonomi kuat dengan ekonomi lemah.
Adanya syarat-syarat (klausul) sepihak tersebut tentunya menguntungkan pengusaha ataupun
pihak lebih tinggi kedudukannya dibandingkan pihak lain dalam perjanjian. Akan tetapi bagi
konsumen, justru merupakan pilihan yang tidak menguntungkan karena hanya dihadapkan pada
suatu pilihan, yaitu, menerima walaupun dengan berat hati. Perjanjian standar diterima oleh para
pengusaha umumnya dan dijadikan model perjanjian tidak hanya di negara-negara maju,
melainkan juga di negara-negara berkembang sebagai dasar prinsip ekonomi, yaitu, dengan
usaha sedikit mungkin, dalam waktu sesingkat mungkin, dengan biaya seringan mungkin,
dengan cara sepraktis mungkin, memperoleh keuntungan sebesar mungkin.
Dalam hubungan hukum sesama pengusaha, perjanjian standar hampir tidak menimbulkan
masalah apapun karena mereka berpegang pada prinsip ekonomi yang sama dan menerapkan
sistem bersaing secara sehat dalam melayani konsumen. Namun, yang sering menjadi masalah
dengan adanya perjanjian standar ini yaitu kemampuan konsumen untuk memenuhi syarat-syarat
yang dibuat oleh pengusaha tidak selalu sama. Misalnya, banyak tempat jual beli barang kredit
menetapkan harga cicilan per bulan dengan bunga yang cukup tinggi sehingga memberatkan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

I. Tinjauan Umum Perjanjian


A. Pengertian Perjanjian
Perjanjian merupakan terjemahan dari kata yang berasal dari bahasa Belanda yaitu overeenkomst
yang berarti setuju atau sepakat. Dalam kepiustakaan hukum Indonesia tidak ada kerseragaman
menghenai istilah untuk menerjemahkan apa arti dari overeenkomst tersebut. Ada yang
menerjemahkan dengan perjanjian dan ada pula yang menerjemahkan dengan perjanjian dan ada
pula yang menerjemahkan dengan persetujuan. Namun, dalam penulisan hukum kali ini, penulis
menggunakan istilah perjanjian dengan alasan bahwa persetujuan hanya merupakan bagian dari
perjanjian karena salah satu syarat pokok perjanjian adalah adanya persetujuan, kata sepakat,
perseusian kehendak atau consensus para pihak.
KUHPerdata secara eksplisit memberikan definisi mengenai apa arti dari perjanjian. Dalam
ketentuan pasal 1313 KUHPerdata menyatakan bahwa “suatu perjanjian adalah suatu perbuatan
dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.”
Banyak pakar yang mengkritik definisi perjanjian yang diberikan oleh pasal 1313 KUH Perdata
karena pengertian perjanjian yang diberikan dinilai di stau pihak terlalu sempit dan di lain pihak
terlalu luas. Dikatakan terlalu sempit karena dalam kalimat “..dengan mana seorang atau lebih
mengikatkan dirinya..” dapat disimpulkan seolah-olah perjan jian hanyalah perbuatan satu pihak
saja, padahal dalam perjanjian haruslah terdapat unsur saling mengikatkan diri antara pihak
berdasar consensus. Sedangkan dikatakan terlalu luas karena dalam kalimat “..suatu perbuatan..”
dapat disimpulkan seolah-olah tidak memberikan batasan atau ruang lingkup bentuk perbuatan
seperti apa yang dapat menimbulkan perjanjian
Oleh karenanya, kemudian Prof. Soedikno Mertokusumo berpendapat bahwa perjanjian
bukanlah suatu perbuatan hukum melainkan hubungan hukum yang terjadi antara dua orang yang
bersepakat untuk menimbulkan akibat hukum.
Sehingga dengan demikian pengertian yang diberikan oleh Prof. Soedikno Mertokusumo inilah
yang kemudian digunakan oleh praktisi dan akademisi dalam memberikan batasan pengertian
perjanjian.
Definisi perjanjian menurut beberapa pakar:
1. Van Dunne
Perjanjian adalah suatu hubungan hukum antara dua pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat
untuk menimbulkan akibat hukum.
2. Salim H.S., S.H. M.S.
Perjanjian atau kontark merupakan hubungan hukum antara subjek hukum yang satu dengan
dengan subjek hukum yang lain dalam bidang harta kekayaan, dimana subjek hukum ang satu
berhak atas prestasi dan begitu juga subjek hukum yang lain berkewajiban untuk melaksanakan
prestasinya sesuai dengan yang telah disepakatinya.
3. Subekti.
Perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada seorang lain atau dimana dua
orang itu saling berjanji untuk melaksanakan satu hal. Dari peristiwa ini, timbullah suatu
hubungan antara dua orang tersebut yang dinamakan perikatan. Dalam bentuknya, perjanjian itu
berupa suatu rangkaian perkataan yang mengandung janji-janji atau kesanggupan yang
diucapkan atau ditulis.

B. Unsur – Unsur Perjanjian

Dalam suatu perjanjian nterdapat pokok perjanjian yang merupakan unsure pembentuk
perjanjian. Perjanjian mempunyai 3 unsur yaitu :
1. Unsur Essentialia, adalah unsur yang mutlak harus ada di dalam suatu perjanjian. Tanpa
adanya unsur tersebut, perjanjian tidak mungkin ada.
2. Unsur Naturalia, adalah unsur yang lazimnya melekat pada perjanjian, yaitu unsur yang tanpa
diperjanjikan khusus dalam perjanjian secara diam-diam pun telah melekat pada perjanjian.
Misalnya penjual harus menjamin pembeli terhadap cacat-cacat tersembunyi.
3. Unsur Accidentalia, adalah unsur yang harus tegas dinyatakan dalam perjanjian. Jika
keberadaan unsur accidentalia ini tidak ditegaskan maka klausula dari unsur accidentalia tidak
tercantum dengan sendirinya dalam perjanjian.

C. Asas – Asas Perjanjian


Pada hukum perjanjian, sebagai bagian dari lapangan hukum privat/perdata dapat ditemukan
beberapa asas baik yang berhubungan dengan saat lahirnya perjanjian, isi perjanjian, kekuatan
mengikatnya perjanjian maupun yang berhubungan dengan pelaksanaan perjanjian. Asas-asas
hukum tersebut meliputi :
1. Asas Konsensualisme, berasal dari kata bahasa latin “consensus” yang berarti sepakat. Asas
ini berkaitan erat dengan lahirnya suatu perjanjian. Dengan kata lain, perjanjian tersebut telah
lahir cukup berdasar kata sepakat antara para pihak yang membuat perjanjian. Konsensualisme di
sini haruslah mengenai objek yang diperjanjikan.
Menurut Subekti, kesepakatan yang dimaksud adalah bahwa antara pihak=pihak yang
bersangkutan tercapai suatu pertemuan atau persesuaian kehendak, yakni apa yang dikehendaki
oleh yang satu juga dikehendaki oleh pihak lain.
2. Asas Kebebasan Berkontrak berkaitan dengan isi, bentuk, dan jenis perjanjian. Asas ini
merupakan asas yang utama di dalam suatu perjanjian yang terbuka, maksudnya bahwa setiap
orang boleh mengadakan perjanjian apa saja (semua perjanjian) dan dengan siapa saja.
Menurut Sutan Remy Sjahdeini, asas kebebasan berkontrak menurut hukum perjanjian Indonesia
meliputi hal-hal sebagai berikut :
• Kebebasan untuk membuat atau tidak membuat perjanjian
• Kebebasan untuk memilih pihak dengan siap akan membuat suatu perjanjian
• Kebebasan untuk menentukan causa dari perjanjian yang dibuatnya
• Kebebasan untuk memilih objek perjanjian
• Kebebasan untuk menerima atau menyimpangi ketentuan Undang-Undang yang bersifat
opsional (aan vulled optional).

3. Asas Pacta Sunt Servanda, berkaitan dengan akibat hukum yang ditimbulkan dari suatu
perjanjian. Selain itu, asas ini juga dikenal sebagai asas kepastian hukum. Asas ini berarti bahwa
para pihak yang terkait dalam perjanjian terikat oleh kesepakatan yang telah dibuat seperti
layaknya Undang-Undang.
Prof. Soedikno Mertokusumo mengemukakan bahwa sudah selayaknya suatu yang telah
disepakati oleh kedua belah pihak dipatuhi oleh kedua belah pihak. Apabila salah satu pihak
dalam perjanjian tidak melaksanakan prestasi, maka pihak lain dalam perjanjian berhak untuk
memaksakan pemenuhannya melalui jalur litigasi yang berlaku.
4. Asas Itikad Baik (good trouw), berkaitan dengan pelaksanaan perjanjian. Itikad baik dalam hal
ini memiliki dua pengertian, yaitu :
• Itikad baik dalam arti subjektif, diartikan sebagai kejujuran seorang dalam melakukan suatu
perbuatan hukum. Ini merupakan sikap batin seseorang sejak dimulai atau pada awal perjanjian.
• Itikad baik dalam arti objektif
Dapat diartikan bahwa pelaksaan perjanjian haruslah dilaksanakan sedemikian rupa sehingga
tidak ada pihak yang merasa dirugikan.
5. Asas Kepribadian, terdapat dalam pasal 1315 KUHPerdata yang menyatkan bahwa “pada
umumnya tak seorang dapat mengikatkan diri atas nama sendiri atau meminta diterapkannya
suatu janji daripada untuk dirinya sendiri.” Ketentuan tersebut dipertegas pula dengan pasal 1340
ayat (1) KUHperdata yang berbunyi “suatu perjanjian hanya berlaku antara pihak-pihak yang
membuatnya.”
Namun terdapat pengecualian terhadap asas kepribadian ini, yaitu sebagimana diatur dalam pasal
1317 KUHPerdata dan diperluas dalam pasal 1318 KUHPerdata. Pasal 1317 KIUHPerdata
menyebutkan bahw aperjanjian yang memuat suatu hak atau kepentingan pihak ketiga tidak
dapat ditarik kembali, apabila pihak ketiga tersebut menyatakan kehendaknya untuk
mempergunakannya. Sedangkan pasal 1318 KUHPerdata dimaksudkan bahwa suatu perjanjian
dapat dianggap perjanjian juga untuk para ahli warisnya dan orang-orang yang memperoleh hak
daripadanya, kecuali ditetapkan lain secara tegas atas kesimpulan dari sifat perjanjian. Hal ini
berlaku untuk perjanjian yang jangka waktunya lama.

D. Prinsip -Prinsip Dasar Kontrak dan Karakteristik Kontrak


Prinsip-prinsip Dasar Kontrak
Ada beberapa prinsip hukum kontrak yang sangat mendukung eksistensi suatu kontrak baku,
yaitu :
1. Prinsip Kesepakatan.
Meskipun dalam suatu kontrak baku disangsikan adanya kesepakatan kehendak yangbenar-benar
seperti diinginkan oleh para pihak, tetapi kedua belah pihak akhirnya juga menandatangani
kedua kontrak tersebut. Dengan penandatanganan tersebut, maka dapat diasumsi bahwa kedua
belah pihak telah menyetujui isi kontrak tersebut, sehingga dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa kata sepakat telah terjadi.
2. Prinsip Asumsi Resiko
Dalam suatu kontrak setiap pihak tidak dilarang untuk melakukan asumsi resiko. Artinya bahwa
jika ada resiko ada resiko tertentu yang mungkin terbit dari suatu kontrak tetapi salah satu pihak
bersedia menanggung risiko tersebut sebagai hasil dari tawar menawarnya, maka jika memang
jika risiko tersebut benar-benar terjadi, pihak yang mengasumsi risiko tersebutlah yang harus
menagunggung risikonya. Dalam hubungan dengan kontrak baku, maka dengan menandatangani
kontrak yang bersangkutan, berart segala risiko apapun bentuknyaakan ditanggung oleh pihak
yang menandatanganinya sesuai isi dari kontrak tersebut.
3. Prinsip Kewajiban membaca
Sebenarnya, dalam ilmu hukum kontrak diajarkan bahwa ada kewajiban membaca (duty to read)
bagi setiap pihak yang akan menandatangani kontrak. Dengan demikian, jika dia telah
menandatangani kontrak yang bersangkutan, hukum mengasumsikanbahwa dia telah
membacanyadan menyetujui apa yang telah dibancanya.
4. Prinsip Kontrak mengikuti kebiasaan
Memang sudah menjadi kebiasaan sehari-hari bahwa banyak kontrak dibuat secara baku. Karena
kontrak baku tersebutmenjai terikat, antara lain juga karena keterikatan suatu kontrak tidak
hanya terhadap kata-kata yang ada dalam kontrak tersebut, tapi juga terhadap hal-hal yang
bersifat kebiasaan. Lihat pasal 1339 KUHPerdata Indonesia. Dan kontrak baku merupakan suatu
kebiasaan sehari-hari dalam lalu lintas perdagangan dan sudah merupakan suatu kebutuhan
masyarakat, sehingga eksistensinya mestinya tidak perlu dipersoalkan lagi.

Karakteristik Kontrak
Ciri khas atau karakteristik yang paling penting dari suatu kontrak adalah adanya kesepakatan
bersama (mutual consent) para pihak. Kesepakatan bersama ini bukan hanya merupakan
karakteristik dalam pembuatan kontrak, tetapi hal itu penting sebagai suatu niat yang
diungkapkan kepada pihak lain. Di samping itu, sangat mungkin untuk suatu kontrak yang sah
dibuat tanpa adanya kesepakatan bersama.

E. Syarat Sah Perjanjian


Suatu perjanjian akan dikatakan sah apabila telah memenuhi syarat-syarat yang telah diatur
dalam pasal 1320 KUHPerdata. Adapun syarat-syarat tersebut adalah :
1. Kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya.
Seseorang dikatakan telah memberi kesepakatannya jikalau memang orang tersebut
menghendaki apa yang disepakatinya. Sepakat itu sendiri sebenarnya merupakan pertemuan
antara dua kehendak dimana kehendak orang yang satu saling mengsisi terhadap apa yang
dikehendaki pihak lain. Namun, pemberian kesepakatan tersebut tidaklah diperbolehkan
mengandung cacat kehendak (wielsgebreg). KUHPerdata memberikan batasan mengenai cacat
kehendak yang dapat terjadi dalam 4 hal, yaitu :
a. Adanya kekhilafan.
b. Adanya paksaan.
c. Adanya penipuan.
Satu hal lain yang dapat mengakibatkan cacat kehendak namun tidak diatur secara jelas dalam
KUHPerdata yaitu Penyalahgunaan Keadaan (misbruik van omstaandigheid).
2. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian.
Pada asasnya setiap orang adalah cakap untuk membuat suatu perjanjian kecuali yang ditentukan
oleh Undang-Undang dinyatakan tidak cakap. Hal tersebut secara jelas diatur dalam KUHPerdata
dalam pasal 1329. Orang yang tidak cakap menurut KUHPerdata adalah :
• Orang yang belum dewasa.
Berdasarkan pasal 1330 ayat (1) KUHPerdata yang termasuk orang yang belum dewasa adalah
mereka yang belum berusia 21 tahun atau belum menikah. Pasal 47 UU No.1 tahun 1974 tentang
perkawinan menyatakan batas usia dewasa adalah 18 tahun. Dan UU No. 30 tahun 2004 tentang
jabatan notaris juga menyatakan bahwa usia minimal seseorang boleh menghadap ke notaris
yakni 18 tahun atau telah menikah.
• Orang yang berada di bawah pengampuan.
Orang – orang yang berada di bawah pengampuan adalah setiap orang yang telah dewasa tetapi
dalam keadaan lemah pikirannya. Contohnya adalah pemboros dan pemabuk.
3. Suatu hal tertentu
Suatu hal tertentu dalam suatu perjanjian adalah objek perjanjian. Objek perjanjian ialah prestasi
yang menjadi pokok perjanjian yang bersangkutan. Prestasi itu sendiri bisa berupa perbuatan
memberikan sesuatu, melakukan sesuatu, atau tidak melakukan sesuatu. Pasal 1333 ayat (1) dan
ayat (2) KUHPerdata telah menentukan suatu perjanjian harus mempunyai sebagai pokok suatu
barang yang paling sedikit ditentukan jenisnya. Tidaklah menjadi larangan bahwa jumlah barang
tidak tertentu, asal jumlah itu kemudian dapat ditentukan atau dihitung. Hanya barang yang dpaat
diperdagangkan saja yang menjadi objek perjanjian.
4. Suatu sebab yang halal.
Sebab merupakan terjemahan dari oorzak (Belanda) dan causa (Latin). Sebab adalah sesuatu
yang menyebabkan orang membuat perjanjian. Maksud dari sebab yang halal bukanlah sebab
dalam arti yang menyebabkan dalam arti yang mendorong seseorang untuk membuat perjanjian,
namun sebab dalam arti tujuan yang hendak dicapai oleh para pihak. Sesungguhnya, tidaklah
diperbolehkan suatu perjanjian mengandung sebab yang palsu, yaitu sebab yang digunakan untuk
menutupi keadaan atau fakta yang sebenarnya. Atau juga sebab yang terlarang, yaitu sebab yang
bertentangan dengan Undang-Undang, Ketertiban Umum, dan Kesusilaan.
Dari keempat syarat tersebut, syarat pertama dan kedua disebut sebagai syarat subjektif. Apabila
suatu perjanjian tidak memenuhi syarat subjektif, maka perjanjian itu dapat dibatalkan
(Vernietigbaar). Sedangkan, syarat ketiga dan keempat disebut sebagai syarat objektif. Apabila
suatu perjanjian tidak memenuhi syarat objektif, maka perjanjian itu akan batal demi hukum
(nietig atau null) karena mengenai sesuatu yang menjadi objek perjanjian. Dalam hal ini
perjanjian dianggap tidak pernah ada atau tidak pernah terjadi.
BAB IV
PENUTUP

KESIMPULAN

Berdasarkan pasal 1313 KUHPerdata, perjanjian adalah “suatu perbuatan yang mana satu orang
atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”. Perbuatan tersebut
menimbulkan adanya hubungan hukum perikatan, sehingga dapat dikatakan bahwa perjanjian
merupakan sumber timbulnya perikatan.
Dalam praktek bisnis orang banyak menggunakan kontrak (perjanjian yang dibuat secara tertulis)
agar dasar perikatannya jelas dan terarah, sehingga hukum perikatannya lebih jelas. Bentuk
perjanjian yang banyak digunakan di Indonesia adalah perjanjian standar atau kontrak baku,
yang mana pada umumnya, faktor pendorong berkembangnya antara lain:
1. Kemajuan teknologi.
2. Meningkatnya hubungan kerjasama antar perusahaan maupun individu.
3. Kebutuhan akan sesuatu yang harus segera dipenuhi dengan proses yang cepat.
4. Persamaan atau pengulangan perjanjian dari satu pihak ke pihak lain, yang kemudian untuk
memudahkannya, perjanjian tersebut dibuat dalam bentuk baku.
Dalam hal pembuatan perjanjian standar, asas kebebasan berkontrak masih ada namun
pelaksanaannya masih sangat kurang atau tidak dapat dilaksanakan dengan menyeluruh seperti
pada perjanjian pada umumnya. Dalam hal ini ada beberapa ketentuan dalam asas kebebasan
berkontrak yang disimpangkan. Namun hal itu bukan berarti perjanjian yang dibuat menjadi
batal. Adapun ketentuan asas kebebasan berkontrak yang disimpangi tersebut adalah:
1. Kebebasan untuk menentukan bentuk perjanjian. Dalam hal ini bentuk perjanjian standar
haruslah tertulis, para pihak tidak boleh menentukan perjanjian standar dalam bentuk lisan.
Dengan kata lain, bentuk perjanjian standar itu sendiri telah ditentukan. Padahal asas kebebasan
berkontrak memberikan peluang bagi para pihak untuk menentukan bentuk perjanjian.
2. Kebebasan untuk menentukan isi perjanjian. Pada umumnya perjanjian standar telah
ditentukan oleh salah satu pihak. Sehingga pihak yang satu tidak bisa ikut serta dalam
menentukan isi perjanjian. Hal ini juga menegaskan bahwa isi perjanjian dalam perjanjian
standar telah ditentukan oleh salah satu pihak saja. Padahal asas kebebasan berkontrak
memberikan peluang bagi para pihak untuk menentukan isi perjanjian.
3. Kebebasan untuk menentukan cara pembuatan perjanjian. Dalam hal ini, cara pembuatan
perjanjian juga tidak dapat ditentukan oleh para pihak. Biasanya, perjanjian ini akan lahir ketika
salah satu pihak menerima dan membubuhkan tanda tangan dalam akta atu formulir perjanjian
standar. Padahal asas kebebasan berkontrak memberikan peluang bagi para pihak untuk
menentukan cara pembuatan perjanjian.
Dalam perjanjian standar, asas kebebasan berkontrak yang dapat diwujudkan antara lain:
1. Kebebasan untuk memutuskan apakah ia akan membuat perjanjian atau tidak. Dalam hal ini,
pihak yang akan membuat perjanjian masih memiliki kebebasan untuk memutuskan membuat
suatu perjanjian atau tidak.
2. Kebebasan untuk memilih dengan siapa akan membuat suatu perjanjian. Ketentuan ini
memberikan pilihan pihak-pihak dengan siapa dia akan membuat perjanjian. Dengan kata lain,
jika salah satu pihak telah setuju untuk membuat suatu perjanjian dengan pihak yang telah
merumuskan ketentuan dalam perjanjian standar, maka pihak tersebut dianggap telah setuju
untuk membuat perjanjian dengan pihak yang merumuskan perjanjian standar tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

1. Subekti, 2002, Hukum Perjanjian, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.


2. hhtp://Abikusuma21.blogspot.com/2013/makalah-perjanjian-standar
3. http://megaoye.blogspot.com/2014/06/makalah-hukum-bisnis-kontrak-atau
4. hhtp://audiiayu.wordpress.com/2013/04/14/makalah-hukum-perjanjian

Anda mungkin juga menyukai