HUKUM BISNIS
MAGISTER MANAJEMEN
UNIVERSITAS BATANGHARI JAMBI
2017
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan kita berbagai macam
nikmat, sehingga aktifitas hidup yang kita jalani ini akan selalu membawa keberkahan,
baik kehidupan di alam dunia ini, lebih-lebih lagi pada kehidupan akhirat kelak, sehingga
semua cita-cita serta harapan yang ingin kita capai menjadi lebih mudah dan penuh
manfaat.
Terima kasih sebelum dan sesudahnya kami ucapkan kepada Dosen serta teman-teman
sekalian yang telah membantu, baik bantuan berupa moriil maupun materil, sehingga
makalah ini terselesaikan dalam waktu yang telah ditentukan. Kami menyadari sekali,
didalam penyusunan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan serta banyak kekurangan-
kekurangnya, baik dari segi tata bahasa maupun dalam hal pengkonsolidasian kepada
dosen serta teman-teman sekalian, yang kadang kala hanya menturuti egoisme pribadi,
untuk itu besar harapan kami jika ada kritik dan saran yang membangun untuk lebih
menyempurnakan makalah-makalah kami dilain waktu.
Harapan yang paling besar dari penyusunan makalah ini ialah, mudah-mudahan apa yang
kami susun ini penuh manfaat, baik untuk pribadi, teman-teman, serta orang lain yang
ingin mengambil atau menyempurnakan lagi atau mengambil hikmah dari judul ini
ASPEK HUKUM DALAM BISNIS sebagai tambahan dalam menambah referensi yang
telah
KATA PENGANTAR... 2
DAFTAR ISI......................................3
BAB I : PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang4
I.2 Identifikasi Masalah...5
I.3 Perumusan Masalah6
BAB II : PEMBAHASAN
II.1 Pengertian hukum perjanjian & kontrak...7
II.2 Dasar-dasar hukum perjanjian & kontrak....10
II.3 Sistem pengaturan hukum perjanjian & kontrak.....15
II.4 Karakteristik hukum perjanjian & kontrak..17
II.5 Asas-asas hukum perjanjian & kontrak20
II.6 Teknik perancangan perjanjian.22
BAB IV : PENUTUP..31
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 LATAR BELAKANG
Sebagai mahluk sosial manusia selalu berhubungan dengan manusia lainnya. Interaksi
yang terjalin dalam komunikasi tersebut tidak hanya berdimensi kemanusiaan dan sosial
budaya, namun juga menyangkut aspek hukum, termasuk perdata. Naluri untuk
mempertahankan diri, keluarga dan kepentingannya membuat manusia berfikir untuk
mengatur hubungan usaha bisnis mereka ke dalam sebuah perjanjian
Salah satu bidang hukum yang mengatur hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang
dimiliki pada subyek hukum dan hubungan antara subyek hukum. Hukum perdata disebut
pula hukum privat atau hukum sipil sebagai lawan dari hukum publik. Maka hukum
perdata mengatur hubungan antara penduduk atau warga negara sehari-hari, seperti
misalnya kedewasaan seseorang, perkawinan, perceraian, kematian, pewarisan, harta
benda, perjanjian, kegiatan usaha dan tindakan-tindakan yang bersifat perdata lainnya.
Hukum Perdata adalah hukum antar perorangan yang mengatur hak dan kewajiban
perorangan yang satu terhadap yang lain di dalam hubungan keluarga dan di dalam
pergaulan masyarakat. Pelaksanaannya diserahkan kepada masing-masing pihak.Perkataan
Hukum Perdata dalam arti yang luas meliputi semua hukum privat materiil, yaitu segala
hukum pokok yang mengatur kepentingan-kepentingan perseorangan. Keberadaan hukum
perdata yang mengatur hubungan sesama manusia atau masyarakat merupakan warisan
peninggalan politik Pemerintah Hindia Belanda. Pedoman politik bagi Pemerintah Hindia
Belanda terhadap hukum di Indonesia dituliskan dalam pasal 131 Indische staatsregeling,
yang dalam pokoknya sebagai berikut:
Pemerintah Hindia Belanda melakukan modifikasi atas hukum perdata dengan
memuat sekumpulan peraturan perundang-undangan dalam suatu kitab yang bernama
Burgerlijk Wetboek yang sekarang dikenal dengan istilah Kitab Undang-undang Hukum
Perdata, selanjutnya disebut KUHPer. Kitab hasil peninggalan warisan pemerintah Hindia
Belanda ini hingga kini masih berlaku sebagai pedoman hukum materil. Adapun
sistematika yang dipakai oleh KUHPer yang terdiri atas empat buku ini adalah sebagai
berikut:
a) Buku I yang bertitel Perihal Orang, memuat hukum tentang diri seseorang dan
Hukum Keluarga.
b) Buku II yang bertitel Perihal Benda, memuat hukum perbendaan serta Hukum
Waris.
c) Buku III yang bertitel Perihal Perikatan, memuat hukum kekayaan yang mengenai
hak-hak dan kewajiban yang berlaku terhadap orang-orang atau pihak-pihak tertentu.
d) Buku IV yang bertitel perihal pembuktian dan Lewat Waktu (Daluarsa), memuat
perihal alat-alat pembuktian dan akibat lewat terhadap hubungan-hubungan hukum.
Hakekat antara perikatan dan perjanjian pada dasarnya sama, yaitu merupakan hubungan
hukum antara pihak-pihak yang diikat didalamnya, namun pengertian perikatan lebih luas
dari perjanjian, sebab hubungan hukum yang ada dalam perikatan munculnya tidak hanya
dari perjanjian tetapi juga dari aturan perundang-undangan
Seperti diketahui bersama bahwa Hukum kontrak adalah bagian hukum perdata
(privat). Hukum ini memusatkan perhatian pada kewajiban untuk melaksanakan kewajiban
sendiri (self imposed obligation). Disebut sebagai bagian dari hukum perdata disebabkan
karena pelanggaran terhadap kewajiban-kewajiban yang ditentukan dalam kontrak, murni
menjadi urusan pihak-pihak yang berkontrak.
Kontrak, dalam bentuk yang paling klasik, dipandang sebagai ekspresi kebebasan
manusia untuk memilih dan mengadakan perjanjian. Kontrak merupakan wujud dari
kebebasan (freedom of contract) dan kehendak bebas untuk memilih (freedom of choice).
Akibat hukum dari perjanjian yang sah adalah berlakunya perjanjian sebagai undang-
undang bagi mereka yang membuatnya. Yang dimaksud dengan berlaku sebagai undang-
undang bagi mereka yang membuatnya, adalah bahwa kesepakatan yang dicapai oleh para
pihak dalam perjanjian mengikat para pihak sebagaimana mengikatnya suatu undang-
undang. Para pihak dalam perjanjian tidak boleh keluar dari perjanjian secara sepihak,
kecuali apabila telah disepakati oleh para pihak atau apabila berdasarkan pada alasan-
alasan yang diatur oleh undang-undang atau hal-hal yang disepakati dalam perjanjian.
Sekalipun dasar mengikatnya perjanjian berasal dari kesepakatan dalam perjanjian,
namun suatu perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang dengan tegas dinyatakan
didalamnya,tetapi juga mengikat untuk segala sesuatu yang menurut sifat perjanjian
diharuskan oleh kepatutan, dan kebiasaan atau undang-undang. Untuk itu setiap perjanjian
yang disepakati harus dilaksanakan dengan itikad baik dan adil bagi semua pihak.
Ada beberapa teori yang bisa digunakan untuk menentukan saat lahirnya kontrak yaitu:
a. Teori Pernyataan (Uitings Theorie)
Menurut teori ini, kontrak telah ada/lahir pada saat atas suatu penawaran telah ditulis surat
jawaban penerimaan. Dengan kata lain kontrak itu ada pada saat pihak lain menyatakan
penerimaan/akseptasinya.
b. Teori Pengiriman (Verzending Theori).
Menurut teori ini saat pengiriman jawaban akseptasi adalah saat lahirnya kontrak. Tanggal
cap pos dapat dipakai sebagai patokan tanggal lahirnya kontrak.
c. Teori Pengetahuan (Vernemingstheorie).
Menurut teori ini saat lahirnya kontrak adalah pada saat jawaban akseptasi diketahui isinya
oleh pihak yang menawarkan.
d. Teori penerimaan (Ontvangtheorie).
Menurut teori ini saat lahirnya kontrak adalah pada saat diterimanya jawaban, tak peduli
apakah surat tersebut dibuka atau dibiarkan tidak dibuka. Yang pokok adalah saat surat
tersebut sampai pada alamat si penerima surat itulah yang dipakai sebagai patokan saat
lahirnya kontrak.[[11]]
D. Tujuan perjanjian
Penggolongan ini didasarkan pada unsur-unsur perjanjian yang terdapat di dalam
perjanjian tersebut
1. Perjanjian Kebendaan
Perjanjian kebendaan adalah Perjanjian hak atas benda dialihkan atau diserahkan kepada
pihak lain. Misalnya perjanjian pembebanan jaminan dan penyerahan hak milik.
2. Perjanjian Obligatoir
Perjanjian obligatoir adalah Perjanjian yang menimbulkan kewajiban dari para pihak.[[18]]
3. Perjanjian Liberatoir
Perjanjian Liberatoir adalah Perjanjian para pihak yang membebaskan diri dari kewajiban
yang ada.Misalnya pembebasan utang (pasal 1438 KUH Per).[19]
E. Cara terbentuknya atau lahirnya perjanjian
Penggolongan perjanjian ini didasarkan pada terbentuknya perjanjian itu. Perjanjian itu
sendiri terbentuk karena adanya kesepakatan kedua belah pihak pada saat melakukan
perjanjian.
1. Perjanjian Konsensuil
Perjanjian konsensuil adalah perjanjian yang mengikat sejak adanya kesepakatan
(consensus) dari kedua belah pihak. Jadi perjanjian lahir sejak detik tercapainya kata
sepakat dari kedua belah pihak.
Misalnya jual beli, sewa menyewa
2. Perjanjian Riil
Perjanjian riil adalah perjanjian yang mengikat jika disertai dengan perbuatan/ tindakan
nyata. Jadi dengan adanya kata sepakat saja, perjanjian tersebut belum mengikat kedua
belah pihak.
Misalnya Perjanjian penitipan barang, perjanjian pinjam pakai
3. Perjanjian Formal
Perjanjian formal adalah Perjanjian yang terikat pada bentuk tertentu, jadi bentuknya harus
sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku. Jika bentuk perjanjian tersebut tidak
sesuai dengan ketentuan, maka perjanjian tersebut tidak sah.
Misalnya jual beli tanah harus dengan akta PPAT, pendirian Perseroan Terbatas harus
dengan akta Notaris.[20]
4. Bentuk Perjanjian/Kontrak
1. Perjanjian/kontrak memiliki dua bentuk yaitu bentuk tertulis dan dan tidak tertulis
(lisan) Baik berbentuk tertulis maupun tudak tertulis mengikat, asal memenuhi syarat yang
diatur Pasal 1320 Kitab Undang Undang Hukum Perdata tentang syarat sah perjanjian.
Perjanjian tidak tertulis/lisan dalam praktek kurang disukai karena perjanjian lisan sulit
dalam pembuktiannya kalau terjadi sengketa.Sedang perjanjian berbentuk tertulis yang
berupa akta otentik dan akta dibawah tangan merupakan alat bukti yang mudah dalam
pembuktianya.
II.10 Pelaksanaan Kontrak
Pada tahap pelaksanaan perjanjian, para pihak harus melaksanakan apa yang telah
dijanjikan atau apa yang telah menjadi kewajiabannya dalam perjanjian tersebut.
Kewajiban memenuhi apa yang dijanjikan itulah yang disebut sebagai Prestasi, sedangkan
apabila salah satu pihak atau bahkan kedua pihak tidak melaksanakan kewajibannya sesuai
dengan perjanjian yang telah dibuatnya, itulah yang disebut dengan Wanprestasi[[21]]
1) Prestasi (performance)
Prestasi adalah kewajiban yang harus dipenuhi para pihak dalam suatu kontrak.
Bentuk-bentuk prestasi ditentukan dalam Pasal 1234 KUH Perdata, antara lain:
1.Memberikan sesuatu,
2.Berbuat sesuatu,
3. Tidak berbuat sesuatu
AKIBAT-AKIBAT WANPRESTASI
Akibat-akibat wansprestasi berupa hukuman atau akibat-akibat bagi debitur yang
melakukan wansprestasi , dapat digolongkan menjadi tiga kategori, yakni :
Membayar Kerugian yang Diderita oleh Kreditur (Ganti Rugi),Ganti rugi sering diperinci
meliputi tinga unsur, yakni :
a. Biaya adalah segala pengeluaran atau perongkosan yang nyata-nyata sudah
dikeluarkan oleh salah satu pihak
b. Rugi adalah kerugian karena kerusakan barang-barang kepunyaan kreditor yang
diakibat oleh kelalaian si debitor
c. Bunga adalah kerugian yang berupa kehilangan keuntungan yang sudah dibayangkan
atau dihitung oleh kreditor.
Seseorang yang tidak melaksanakan perjanjian baik karena kesengajaan atau karena
kelalaian tidak dengan sendirinya dikatakan telah melakukan wanprestasi atau cidera janji,
sehingga terhadapnya dapat dimintakan gantirugi. Berdasarkan sistem hukum di Indonesia
dan umumnya di negara-negara Civil Law, bila salah satu tidak memenuhi prestasi, maka
haruslah pihak lain dalam kontrak tersebut terlebih dahulu mengajukan peringatan yang
dikenal dengan istilah somasi (Pasal 1238 KUH Perdata). Dalam somasi ini ditentukan
jangka waktu pemenuhan prestasi. Jika waktu ini terlewati dan ternyata prestasi tidak juga
dipenuhi atau tidak sempurna dipenuhi maka barulah dapat dikatakan pihak tersebut telah
melakukan wanprestasi dan karenanya dapat dituntut ke pengadilan. Jika somasi ini tidak
diberikan terlebih dahulu, dan langsung saja diajukan gugatan ke pengadilan, maka
gugatan seperti ini disebut dengan gugatan premature (belum waktunya untuk diajukan).
Keharusan adanya somasi ini tidak dikenal dalam negara-negara yang menganut sistem
hukum anglosaxon. Bila terjadi wanprestasi, maka lainnya dapat menuntut penggantian
biaya, ganti rugi dan bunga kepada pihak yang melakukan wanprestasi.
6. Pembebasan Hutang
Pembebasan hutang dapat terjadi karena adanya kerelaan pihak kreditur untuk
membebaskan debitur dari kewajiban membayar hutang, sehingga dengan terbebasnya
debitur dari kewajiban pemenuhan hutang, maka hal yang disepakati dalam perjanjian
sebagai syarat sahnya perjanjian menjadi tidak ada padahal suatu perjanjian dan dengan
demikian berakhirlah perjanjian.
7. Musnahnya barang yang terhutang
Musnahnya barang yang diperjanjikan juga menyebabkan tidak terpenuhinya syarat
perjanjian karena barang sebagai hal (objek) yang diperjanjikan tidak ada, sehingga
berimplikasi pada berakhirnya perjanjian yang mengaturnya.
8. Kebatalan atau pembatalan
Tidak terpenuhinya syarat sah perjanjian dapat menyebabkan perjanjian berakhir, misalnya
karena pihak yang melakukan perjanjian tidak memenuhi syarat kecakapan hukum. Tata
cara pembatalan yang disepakati dalam perjanjian juga dapat menjadi dasar berakhirnya
perjanjian. Terjadinya pembatalan suatu perjanjian yang tidak diatur perjanjian hanya
dapat terjadi atas dasar kesepakatan para pihak sebagaimana diatur dalam Pasal 1338
KUHPerdata atau dengan putusan pengadilan yang didasarkan pada Pasal 1266
KUHPerdata.
9. Berlakunya suatu syarat batal
Dalam Pasal 1265 KUHPerdata diatur kemungkinan terjadinya pembatalan perjanjian oleh
karena terpenuhinya syarat batal yang disepakati dalam perjanjian.
10. Lewatnya waktu
Berakhirnya perjanjian dapat disebabkan oleh lewatnya waktu (daluarsa) perjanjian.Hal ini
diatur dalam BW pasal 1967 dan seterusnya [[23]]
BAB III
KESIMPULAN
Hukum kontrak merupakan bagian dari hukum perikatan. Pembagian antara hukum
kontrak dan hukum perjanjian tidak dikenal dalam BW karena dalam BW hanya dikenal
perikatan yang lahir dari perjanjian dan yang lahir dari Undang-undang. Menurut UU
KUH Perdata dalam Buku 2 bab 1 tentang Perikatan pasal 1313, menyebutkan Suatu
perjanjian adalah suatu perbuatan di mana satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap
satu orang lain atau lebih.
Unsur-unsur yang terdapat dalam hukum perjanjian/kontrak yaitu Unsur Esensiali,
Unsur Naturalia, dan Unsur Aksidentalia. Sedangkan didalam suatu hukum kontrak
terdapat 5 (lima) asas yang dikenal menurut ilmu hukum perdata. Kelima asas itu antara
lain adalah: asas kebebasan berkontrak (freedom of contract), asas konsensualisme
(concsensualism), asas kepastian hukum (pacta sunt servanda), asas itikad baik (good
faith) dan asas kepribadian (personality).
Syarat sahnya perjanjian/kontrak yaitu adanya kesepakatan kehendak(Consensus,
Agreement), wenang/kecakapan berbuat menurut hukum(Capacity), Objek/perihal tertentu,
dan kausa yang diperbolehkan/halal/legal. Beberapa teori yang digunakan yang dapat
digunakan untuk menetukan saat lahirnya perjanjian yaitu Teori pernyataan, Teori
pengiriman ,Teori pengetahuan dan Teori penerimaan. Didalam pelaksanaan kontrak
terdapat Prestasi(kewajiban memenuhi perjanjian) dan Wanprestasi/ingkar janji(tidak
melaksanakan kewajiban)
Sebab berakhirnya perjanjian/kontrak yaitu pembayaran,penawaran pembayaran diikuti
dengan penyimpanan/penitipan, pembayaran hutang, perjumpaan hutang/kompensasi,
pencampuran hutang, pembebasan hutang, musnahnya barang yang terhutang,
kebatalan/pembatalan, berlakunya suatu syarat batal dan lewatnya waktu.
BAB IV
PENUTUP
Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi pokok bahasan dalam
makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya, kerena terbatasnya
pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang ada hubungannya dengan judul
makalah ini.
Penulis banyak berharap para pembaca yang budiman sudi memberikan kritik dan saran
yang membangun kepada penulis demi sempurnanya makalah ini dan dan penulisan
makalah di kesempatan - kesempatan berikutnya.
Semoga makalah ini berguna bagi penulis pada khususnya juga para pembaca yang
budiman pada umumnya.
DAFTAR PUSTAKA
Elly Ria, Chainar. 2012. DIKTAT PERKULIAHAN ASPEK HUKUM DALAM BISNIS.
Devid, Rene and John. E.C. Brierley. Major Legal Systems in the World Today. London:
Stevens & Sons, 1978.
Rusli, Hardijan. Hukum Perjanjian Indonesia dan Common Law. Jakarta: Pustaka Sinar
Harapan, 1996.
Salim H.S. Hukum Kontrak: Teori & Teknik Penyusunan Kontrak, Cet. II. Sinar Grafika,
2004.
Subekti. Pokok-pokok Hukum Perdata. Cet. XXVI, PT. Intermasa, 1994.______ dan R.
Tjitrosudibio. Kitab Undang-undang Hukum Perdata = Burgerlijk Wetboek (terjemahan).
Cet. 28. Jakarta: PT. Pradnya Paramita. 1996.
Tim Naskah Akademik BPHN. Lokakarya Hukum Perikatan. Jakarta: Badan Pembinaan
Hukum Nasional Deparetmen Kehakiman RI, 1985.
[1] UU KUH Perdata. Buku II Bab 1 Tentang Perikatan yang lahir dari kontrak atau
persetujuan
[2] Setiawan, Pokok-pokok Hukum Perikatan, Jakarta: Bina Cipta, 1987, hlm.49.
[3] Kamus Besar Bahasa Indonesia. Pusat Bahasa. Depdiknas RI. 2008.
[4] Mashudi & Mohammad Chidir Ali, Bab-bab Hukum Perikatan, Bandung: Mandar
Maju, 1995, hlm.56.
[5] UU KUH Perdata. Buku I Bab 1 Tentang Perikatan pada umumnya
[14] Ibid,
[19] Syahmin,Loc.cit