Anda di halaman 1dari 14

JURNAL PENELITIAN

ANALISIS TINJAUAN KASUS ETIKA BISNIS

PT DIRGANTARA INDONESIA (1960 ‐2007)

OLEH:

ANDRIEN PRATAMA

CECILIA

CHRISTINA TANATA

FILBERT RAMAWY

LOUIS ANDRIAN

PROGRAM STUDI HOSPITALITY

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS PELITA HARAPAN

2018
ANALISIS TINJAUAN KASUS ETIKA BISNIS PT DIRGANTARA INDONESIA
(1960 ‐2007)

Penulis : Andrien Pratama, Cecilia, Christina Tanata, Filbert Ramawy, Louis Andrian

Pembimbing: Rev. Christie Kusnandar

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kasus pelanggaran Etika Bisnis yang
dilakukan PT Dirgantara Indonesia pada tahun 1960-2007 silam. Metode penelitian yang
digunakan dalam jurnal penelitian ini adalah Kualitatif yang bersifat penjelasan dan
menggunakan analisis. Dalam metode ini juga, proses peninjauan dilakukan dengan
memperhatikan landasan teori yang terfokuskan. Penelitian ini lebih subjektif jika
dibandingkan dengan tinjauan kasus semata. Hasil penelitian menunjukkan bahwa : (1)
Terdapat pengaruh signifikan antara Pengaruh perekonomian suatu negara dengan kebijakan
yang akan diambil perusahaan; (2) Terdapat pengaruh yang signifikan terhadap moral motive
individu pelaku bisnis yang menjadi tolak ukur penerapan etika dalam suatu organisasi bisnis
bagi keseluruhan karyawan.

Kata kunci: Etika bisnis, Penerapan Etika, Permasalahan, Solusi, Analisis PT DI


1. PENDAHULUAN

Dalam dunia bisnis, etika sangat diperlukan untuk mengelola dan menjalankan sebuah
bisnis. Dengan etika yang baik, secara otomatis bisnis akan lebih mudah berkembang. Lalu apa
itu etika bisnis? Etika bisnis merupakan cara melakukan kegiatan bisnis yang mencakup
seluruh aspek yang berkaitan dengan individu, perusahaan, dan juga masyarakat. Etika bisnis
dapat menjadi standart dan pedoman bagi seluruh karyawan termasuk menajemen dengan
menjadikannya pekerjaan sehari hari yang dilandasi moral yang luhur,jujur,transparan dan
sikap yang professional. Paradigma etika dan bisnis adalah dunia yang berbeda, sudah saatnya
dirubah menjadi paradigman etika terkait dengan bisnis atau mensinergikan antara etika dengan
laba. Oleh karena itu, perilaku etika dalam bisnis penting diperlukan untuk mencapai sukses
jangka panjang dalam menjalankan bisnis.

Tujuan etika bisnis adalah mendorong kesadaran moral dan memberikan batasan bagi para
pengusaha maupun pelaku bisnis untuk mejalankan ‘good business’,serta menjadi acuan dasar
aturan agar dapat mengarahkan mereka dalam mewujudkan cara dan memanajemen
perusahaan yang baik, sehingga bisnis tersebut nantinya akan menorehkan kepercayaan
masyarakat bahwa telah beretika baik.

PT.Dirgantara Indonesia adalah industri pesawat terbang yang pertama dan satu-satunya di
indonesia maupun di wilayah asia tenggara. Perusahaan ini dimiliki oleh Pemerintah Indonesia.
PT Dirgantara Indonesia di dirikan pada tahun 26 April 1976 dengan nama PT.Industri Pesawat
terbang Nurtanio dan BJ HABIBIE sebagai Presiden Direktur. Industri Pesawat Terbang
Nurtanio kemudian berganti nama menjadi Industri Pesawat Terbang Nusantara (IPTN) pada
11 oktober 1985. Setelah direstrukturisasi, IPTN kemudian berubah nama menjadi Dirgantara
Indonesia pada 24 Agustus 2000

PT Dirgantara Indonesia tidak hanya memproduksi berbagai pesawat tetapi juga


helikopter,senjata, serta menyediakan pelatihan dan jasa pemeliharaan ( maintenance service)
untuk mesin mesin pesawat. PT Dirgantara Indoneisa juga menjadi sub-kontraktor untuk
industri-industri pesawat terbang besar didunia sepertia Boeing, Airbus, General Dynamic,
Fokker. Oleh karenanya, jauh sebelumnya, PT Dirgantara Indonesia pernah mempunyai
karyawan sampai 16.000 orang. Karena krisis ekonomi yang melanda indonesia, PT Dirgantara
Indonesia melakukan rasionalisasi karyawannya hingga menjadi berjumlah sekitar 4000 orang.
2. ISI
2.1 LATAR BELAKANG PERMASALAHAN

Dengan Keputusan Menteri/Kepala Staf Angkatan Udara No. 488, 1 Agustus 1960
dibentuklah Lembaga Persiapan Industri Penerbangan/LAPIP. Lembaga yang diresmikan pada
16 Desember 1961 ini bertugas menyiapkan pembangunan industri penerbangan yang mampu
memberikan dukungan bagi penerbangan di Indonesia. Tanggal 28 April 1976 berdasar Akte
Notaris No. 15, di Jakarta didirikan PT. Industri Pesawat Terbang Nurtanio dengan Dr, BJ.
Habibie 12 selaku Direktur Utama. Selesai pembangunan fisik yang diperlukan untuk
berjalannya program yang telah dipersiapkan, pada 23 Agustus 1976 Presiden Soeharto
meresmikan industri pesawat terbang ini. Tanggal 11 Oktober 1985, PT Industri Pesawat
Terbang Nurtanio diubah menjadi PT Industri Pesawat Terbang Nusantara (IPTN) setelah
melakukan pembangunan berbagai fasilitas serta sarana dan prasarana yang diperlukan.

Pada 20 April 1995, terungkap penyelewengan anggaran negara oleh BPK. Sebagai akuntan
negara, BPK telah berperan dengan baik dan memenuhi tanggung jawab dasar auditor yaitu
memeriksa dan mengkomunikasikan temuan pada publik. Di sisi lain, pada kasus ini
perusahaan melanggar norma dasar etika (bribery, deception, coercion dan theft), karena
perusahaan telah melakulan manipulasi tender dan pelelangan.

Di tahun 1996 pemerintah memberikan bantuan kepada PT IPTN sebesar Rp. 400 miliyar
dengan menerbitkan Keppres No. 42 Tahun 1996. Dana tersebut diambilkan dari dana reboisasi
yang kemudian bantuan dana tersebut ditetapkan sebagai penyertaan modal pemerintah, namun
pada tanggal 15 April 1996 salah satu karyawan dipecat secara tidak hormat dari IPTN, karena
dituduh mengungkapkan kasus penyimpangan berupa manipulasi tender/pelelangan paket
pekerjaan sipil di lingkungan IPTN.

pada 29 Oktober 1997, IPTN melakukan demonstrasi karena mengalami masa-masa sulit
seiring dengan terjadinya krisis moneter di Indonesia. Pemerintah mau tidak mau harus
mengurangi dukungan politik maupun dana yang selama ini mempengaruhi kelangsungan
IPTN.

pada tanggal 13 Mei 2002 Direktur Utama PT IPTN menyatakan perusahaan akan mengurangi
jumlah karyawan yang semula 16 ribu orang menjadi 9.777 orang.

pada tanggal 24 Agustus 2001, Presiden Republik Indonesia pada saat itu, KH. Abdurrahman
Wahid mengubah nama IPTN menjadi PT. Dirgantara Indonesia. Namun, upaya presiden RI
yang mengubah nama IPTN dengan tujuan memberikan paradigma baru justru tidak
membuahkan hasil. Direksi tidak dapat menjalankan fungsi sebagaimana mestinya, beban gaji
dan hutang.

Upaya PT DI untuk mengatasi krisis keuangan dan membayar utang-utangnya hingga kini
belum juga membuahkan hasil. Bahkan, terhitung mulai 12 Juli 2003, PT DI terpaksa
mengambil langkah drastis yaitu merumahkan sekitar 9.670 karyawannya selama enam bulan
karena tak mampu lagi membiayai operasional perusahaan

29 Januari 2004: Permohonan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) PT DI dikabulkan Panitia


Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Pusat (P4P).

14 Juni 2005: Permohonan eksekusi (fiat eksekusi) mantan karyawan yang di‐PHK diterima
Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat. 29 Maret 2006: Terjadi kesepakatan antara PT DI
dengan karyawan yang menyatakan bahwa PT DI akan membayar tunai kewajiban perusahaan
terhadap karyawan sebesar Rp 40 miliar dan sisanya yang berupa hak pensiun karyawan
sebesar Rp 200 miliar akan dilunasi dengan skema lain

Pada 9 juli 2007, sekitar Seribu bekas karyawan PT Dirgantara Indonesia (DI) kembali
“menyerbu” Jakarta. Kedatangan mereka kali ini bertujuan untuk mempailitkan PT Dirgantara.
Gugatan pailit itu sendiri dilakukan karena sampai saat ini perusahaan belum juga memenuhi
kewajibannya kepada karyawan yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK).

4 September 2007 lalu, sekitar 3500 mantan karyawan yang tergabung dalam Serikat Pekerja
Forum Komunikasi Karyawan (SPFKK) PT DI berhasil mempailitkan dengan sangat hormat
BUMN bikinan BJ Habibi ini. PT DI punya hutang sebesar Rp200 Miliar kepada mantan
karyawannya. PT DI juga punya hutang kepada 332 kreditur lain. 107 kreditur berasal dari luar
negeri, dan 225 kreditur dari dalam negeri

Dalam putusan tertanggal 24 Oktober 2007, MA menerima permohonan kasasi pembatalan


pailit karena PT DI merupakan bagian dari Badan Usaha Milik Negara yang seluruh sahamnya
dimiliki negara. Selain itu, perusahaan ini juga merupakan objek vital industri.
2.2 Kajian Etika Bisnis Secara Teoretis

1. Lima Isu Utama Pelanggaran Etika Bisnis

Konsep pemahaman etika berlandaskan lima isu umum (Velasquesz, Manuel G., 2002).
sebagai berikut:

a. Bribery adalah tindakan menawarkan, memberi, menerima, dan menerima suatu nilai dengan
tujuan untuk mempengaruhi tindakan pejabat (official) untuk tidak melakukan kewajiban
publik atau legal mereka. Nilai tersebut dapat berupa pembayaran langsung atau barang.

b. Coercion adalah tindakan pemasakan, pembatasan, memaksa dengan kekuatan atau tangan
atau ancaman hal tersebut mungkin aktual, langsung, atau positif, dimana kekuatan fisik
digunakan untuk memaksa tindakan melawan seseorang, akan atau secara tidak langsung
mempengaruhi yang mana satu pihak dibatasi oleh penundukan yang lain dan dibatasi
kebebasannya.

c. Deception adalah tindakan memanipulasi orang atau perusahaan dengan menyesatkannya.


Dengan kata lain, deception adalah kegiatan menipu, sengaja menyesatkan dengan tindakan
atau perkataan yang tidak benar, mengetahui dan melakukan membuat pernyataan yang salah
atau representasi, mengekpresikan atau menyatakan secara tidak langsung, menyingung fakta
yang ada saat ini atau yang lalu.

d. Theft secara harafiah theft berarti mencuri. Konsep theft adalah mengambil atau mengkliam
sesuatu yang bukan milik menjadi milik peribadi atau golongan.

e. Unfair discrimination adalah perlakuan yang tidak adil atau tidak normal atau hak yang tidak
normal pada seseorang karena ras, umur, jenis kelamin, kebangsaan atau agama, kegagalan
memperlakukan orang secara sama ketika tidak ada perbedaan yang beralasan dapat ditemukan
antara menolong dan tidak menolong.

2. Prinsip‐Prinsip Etika

1. Egoism. Merupakan standar yang mengacu pada kepentingan diri sendiri. Keputusan
berdasarkan egoism dibuat untuk memberikan konsekuensi paling bear pada pihak yang
dipentingkan dengan mengabaikan kepentingan pihak lain. Tindakan mementingkan
diri sendiri tersebut dapat berupa jangka pendek dan jangka panjang.
2. Utilitarianism. Berdasarkan prinsip ini keputusan adalah etis jika memberikan benefit
paling besar daripada keputusan alternatif yang lain. Perbedaan egoism dan
utilitarianism adalah egoism berfokus pada kepentingan diri sendiri dari individual,
perusahaan, komunitas, dan lain‐lain, tetapi utilitarianism berfokus pada kepentingan
sendiri dari seluruh stakeholder.
3. Kant dan Deontology. Menurutpandangan Kant, manusia mempunyai kehendak untuk
melakukan tindakan apa yang diinginkan. Yang membedakan manusia dengan binatang
adalah kemampuan untuk memilih antar arti alternatif atau cara untuk mencapai tujuan
yang diinginkan, dan kebebasan menentukan tujuan atau kehendak dan bertindak
dengan motif yang lebih tinggi.

3. Konsep Hak Dan Kewajiban

a. Konsep hak

Hak legal adalah hak yang ada akibat dari aturan hukum yang berlaku.

b. Hak dan kewajiban kontraktual

Adalah hak dan kewajiban yang dipunyai dibatasi dengan ikatan kontrak tertentu, jika kontrak
habis, maka hilang pula hak dan kewajiban yang dimiliki.

c. Tiga prinsip Nozick (libertarian)

1) Seseorang yang memperoleh (acquire) hak pada barang miliki (holding) yang sesuai dengan
prinsip keadilan dalam akuisisi mempunyai hak pada barang tersebut.

2) Seseorang yang punya hak pada barang milik yang sedang ditransfer dari orang lain yang
berhak, mempunyai hak pada barang tersebut.

3) Tidak satu pun mempunyai hak pada barang dengan pengecualian prinsip 1 dan 2.

4. Konsep Dasar Keadilan

a. Distributive justice Masyarakat mempunyai banyak benefit dan beban (burden) yang
harus didistribusikan pada anggotanya. Alokasi dapat dilakukan dengan: pembagian yang sama
setiap orang, berdasar kebutuhan, usaha, jasa, dan kontribusi sosial.

b. Keadilan kapitalis; keadilan berdasar kontribusi Memandang bahwa keuntungan


(benefit) harus didistribusikan sesuai pada nilai dari kontribusi dari yang dilakukan individual
pada masyarakat, tugas, grup atau pertukaran.
c. Sosialis: keadilan berdasar kebutuhan dan kemampuan Prinsip sosialis berdasar pada
ide bahwa orang menyadari potensi manusia mereka dengan kemampuannya dalam kerja
produktif.

d. Keadilan retributive Mengacu pada retribusi atau hukuman pa tindakan yang salah.

e. Compensatory justice mengacu pada memberi kompensasi pihak yang disakiti pada
tindakan yang salah.

2.3 Pembahasan Masalah

Dalam kasus PT Dirgantara Indonesia, PT Dirgantara Indonesia dalam melakukan rasionalisasi


karyawannya dari 16000 orang menjadi 4000 orang, karena PT Dirgantara Indonesia telah
menyesuaikan keputusan yang diambilnya dengan kondisi Indonesia yang pada saat itu
mengalami krisis ekonomi. Krisis ekonomi tentunya tak pernah diinginkan tapi juga bukan
suatu hal yang dapat dihindari jika melihat perekonomian global pada saat itu. Jika tidak
melakukan rasionalisasi karyawan, maka PT Dirgantara Indonesia bisa mengalami
kebangkrutan karena harus menanggung gaji dan upah dari 16000 ribu karyawan dalam kondisi
krisis ekonomi yang dialami Indonesia. Di satu sisi,mungkin keputusan PT Dirgantara
Indonesia untuk melakukan rasionalisasi karyawan tidak bisa diterima secara moral,tetapi
keputusan ini harus diambil guna mempertahankan kelangsungan hidup perusahaan. Jadi bisa
dikatakan rasionalisasi karyawan yang dilakukan oleh PT Dirgantara Indonesia sebagai
langkah dalam efektifitas pekerjan. Setelah melakukan rasionalisasi karyawan, PT Dirgantara
Indonesia harus bekerja dengan lebih efektif dan efisien sebab jumlah karyawannya tidak
sebanyak dulu lagi. PT Dirgantara Indonesia harus merencanakan produksi dengan sebaik-
baiknya dan menghindari pemborosan.

Pada 4 September 2007, PT Dirgantara Indonesia dinyatakan pailit karena dinilai tidak mampu
membayar utang berupa kompensasi dan manfaat pensiun dan jaminan hari tua kepada mantan
karyawannya.Namun setelah Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat
melakukan peninjauan kembali, keputusan pailit tersebut akhirnya dibatalkan sehingga PT
Dirgantara Indonesia tetap dapat beroperasi seperti biasa. Satu hal yang perlu diapresiasi yaitu
walaupun dalam kondisi Indonesia yang mengalami krisis ekonomi, PT Dirgantara Indonesia
tetap melaksanakan tanggung jawabnya dalam biaya kompensasi karyawannya, manfaat
pensiun, dan jaminan hari tua bagi karyawannya. Hal ini telah mencerminkan bahwa PT
Dirgantara Indonesia adalah perusahaan yang beretika dan memilik kesadaran moral serta
menjalankan tanggung jawab moralnya.
2.4 Solusi Perlindungan eks-Karyawan

Dalam melaksanakan hubungan kerja, tidak tertutup kemungkinan adanya suatu PHK atau
pemutusan hubungan kerja. entah itu dilakukan atas keinginan pengusaha atau atas keinginan
pekerja sendiri. Dilihat dari ketentuan Pasal 1 ayat 25 Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan menyatakan pengertian PHK adalah
berakhirnya hak kewajiban pemilik usaha dengan karyawan karna hal tertentu yang disebabkan
telah selesai hubungan pekerjaan.

eks-karyawan PT Dirgantara Indonesia memperjuangkan hak mereka dari satu pengadilan ke


pengadilan lain, berkonvoi dari Bandung ke Jakarta, demonstrasi mulai dari depan pabrik
perusahaan penghasil pesawat terbang itu hingga ke Istana Negara. Melalui PTUN dan jalur
pidana, hak-hak sebagian eks karyawan yang tergabung dalam Serikat Pekerja Forum
Komunikasi Karyawan (SPFKK) PT DI tetap tidak terpenuhi. Janji Pemerintah untuk
menyelesaikan persoalan karyawan DI tak kunjung selesai. Berdasarkan catatan para buruh,
perusahaan masih terutang sekitar Rp200 miliar kepada mereka. Untuk mengembalikan utang
itu, ratusan eks karyawan mencoba jalur lain yaitu kepailitan. Dalam sidang majelis hakim PN
Jakarta Pusat yang diketuai Andriani Nurdin mengabulkan permohonan itu. PT DI dinyatakan
pailit dengan segala akibat hukumnya. Dalam pertimbangan hukumnya, majelis hakim
menganggap pembuktian utang PT Di dapat dilakukan secara sederhana.

Adanya utang lebih dari satu yang sudah jatuh tempo dan dapat ditagih sudah terpenuhi sesuai
Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran
utang dimana putusan pailit diucapkan dan selama kepailitan debitor telah kehilangan haknya
untuk menguasai dan mengurus kekayaannya yang termasuk harta pailit, debitor sudah tidak
dapat melakukan perbuatan hukum yang meliputi kekayaanya.

Hak-hak karyawan saat terjadi pemutusan hubungan kerja sudah dilindungi dan tercantum pada
Pasal 156 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 Tentang
Ketenagakerjaan, yaitu:

1) Dalam hal terjadi pemutusan hubungan kerja, pengusaha diwajibkan membayar uang
pesangon dan atau uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak yang seharusnya
diterima.

(2) Perhitungan uang pesangon sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) paling sedikit sebagai
berikut :
a. masa kerja kurang dari 1 (satu) tahun, 1 (satu) bulan upah;

b. masa kerja 1 (satu) tahun atau lebih tetapi kurang dari 2 (dua) tahun, 2 (dua) bulan upah;

c. masa kerja 2 (dua) tahun atau lebih tetapi kurang dari 3 (tiga) tahun, 3 (tiga) bulan upah;

d. masa kerja 3 (tiga) tahun atau lebih tetapi kurang dari 4 (empat) tahun, 4 (empat) bulan
upah;

e. masa kerja 4 (empat) tahun atau lebih tetapi kurang dari 5 (lima) tahun, 5 (lima) bulan upah;

f. masa kerja 5 (lima) tahun atau lebih, tetapi kurang dari 6 (enam) tahun, 6 (enam) bulan upah;

g. masa kerja 6 (enam) tahun atau lebih tetapi kurang dari 7 (tujuh) tahun, 7 (tujuh) bulan upah.

h. masa kerja 7 (tujuh) tahun atau lebih tetapi kurang dari 8 (delapan) tahun, 8 (delapan) bulan
upah;

i. masa kerja 8 (delapan) tahun atau lebih, 9 (sembilan) bulan upah.

(3) Perhitungan uang penghargaan masa kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
ditetapkan sebagai berikut :

a. masa kerja 3 (tiga) tahun atau lebih tetapi kurang dari 6 (enam) tahun, 2 (dua) bulan upah;

b. masa kerja 6 (enam) tahun atau lebih tetapi kurang dari 9 (sembilan) tahun, 3 (tiga) bulan
upah;

c. masa kerja 9 (sembilan) tahun atau lebih tetapi kurang dari 12 (dua belas) tahun, 4 (empat)
bulan upah;

d. masa kerja 12 (dua belas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 15 (lima belas) tahun, 5 (lima)
bulan upah;
e. masa kerja 15 (lima belas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 18 (delapan belas) tahun, 6
(enam) bulan upah;

f. masa kerja 18 (delapan belas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 21 (dua puluh satu) tahun,
7 (tujuh) bulan upah;

g. masa kerja 21 (dua puluh satu) tahun atau lebih tetapi kurang dari 24 (dua puluh empat)
tahun, 8 (delapan) bulan upah;

h. masa kerja 24 (dua puluh empat) tahun atau lebih, 10 (sepuluh ) bulan upah.

Adanya peraturan perundang-undangan tersebut untuk menjaga hubungan baik antara


karyawan dan pengusaha, masing-masing pihak terkait harus tunduk dan mentaati aturan ada,
dan hendak bertanggungjawab pada setiap pelaksanaan aktifitas pekerjaanya didasarkan
tanggungjawabnya, sehingga keserasian dengan keselarasan akan selalu terwujud.

2.5 Analisis dalam Etika Bisnis


 ANALISIS ETIKA PENYELEWENGAN DANA
Sudah terlihat jelas bahwa PT. Dirgantara Indonesia telah melakukan pelanggaran etika
bisnis dalam penggunaan Dana. Karena dalam kegiatan bisnisnya, PT Dirgantara
Indonesia terbukti telah melakukan penyelewengan Dana dan kehilangan rasa empati
dari masyarakat. Terlebih PT Dirgantara Indnesia adalah Badan Usaha Milik Negara.
Tak heran jika saat itu pemerintah memotong aliran dana untuk mensponsor kegiatan
produksi pesawat yang diproduksi PT Dirgantara Indonesia
 ANALSIS ETIKA PERLINDUNGAN HAK PEKERJA
Dalam segi Perlindungan Karyaan PT. DI sudah jelas melakukan kasus yang merugikan
pihak
Pekerja yang telah bekerja keras untuk mendapatkan nafkah, namun karena berperilaku
jujur dan melaporkan adanya penyelewengan dana kotor yang dilakukan audit
perusahaan, Ia malah dipecat secara tidak hormat dan tidak diberikan tunangan apapun.
Bagaimanapun seharusnya adanya proses disiplin yang lain kepada karyawan tersebut
karena mencoreng nama perusahaan tanpa melakukan pemecatan. Terlebih itu
dikarenakan masalah perusahaan itu sendiri.
 ANALISIS ETIKA PERLINDUNGAN DAN PENDAMPINGAN EKS KARYAWAN
(PHK)
Dalam etika perlindungan sumber daya manusia, pihak PT. Dirgantara Indonesia
sepatutnya memberikan apa yang sudah menjadi hak bagi eks karyawan PHK tanpa
menunggu pengadilan tinggi turun tangan. Hal ini menunjukkan sifat keefisienan dan
paradigma tidak kebertanggunga jawaban PT DI dalam menjalankan bisnisnya,
Untungnya, setelah melewati proses yang panjang, walau dengan memakan waktu yang
banyak, adapun respon positif yang diberikan walau tidak seluruh karyawan yang
mendapatkan hak mereka secara langsung, yaitu secara perlahan-lahan.
3 PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Dari kasus PT Dirgantara Indonesia dapat dilihat sebagai contoh kasus dalam etika bisnis.

Dimana terjadi kasus yang merugikan eks-karyawan PHK yang telah bekerja keras, telah
mendapatkan kembali hak-nya. Selain itu,Pemecatan audit yang bersalah serta melakukan
pendampingan moral yang benar bagi karyawan, serta berusaha memasarkan produk pesawat
sampai pasar luar negeri sehingga mendapatkan kepercayaan masyarakat luas mengenai
prospek baik perusahaan. Perusahaan yang berpegang teguh pada etika bisnis akan memiliki
umur yang panjang. Hal ini dikarenakan karena perusahaan tidak hanya mementingkan
lingkungan internalnya, tetapi perusahaan juga akan memperhatikan lingkungan eksternal yang
akan membantu perusahaan dalam menjalankan bisnisnya. Perusahaan yang memperhatikan
lingkungan internal dan eksternalnya tentunya akan mendapat penilaian yang baik dari
masyarakat sehingga perusahaan akan memiliki citra yang baik. Perusahaan yang beretika juga
akan memiliki kesadaran moral dan tanggung jawab moral. Dari kesadaran moral dan tanggung
jawab moral itulah timbul kepercayaan dari masyarkat terhadap perusahaan. Kepercayaan
merupakan suatu hal yang sangat penting dalam menjalankan suatu bisnis karena kepercayaan
akan mendorong masyarakat untuk melakukan kegiatan bisnis dengan perusahaan tanpa
adanya suatu kekhawatiran akan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan karena perusahaan telah
mendapat kepercayaan dari masyarakat. Berbisnis sesuai dengan etika akan membantu
perusahaan untuk meningkatkan prestasinya bukan hanya dari segi ekonomi tapi juga dari segi
moral dan membawa citra yang baik di lingkungan perusahaan menjalankan bisnisnya.

3.2 Saran

Bagi PT Dirgantara Indonesia sebaiknya memperbaiki etika dalam berbisnis, harus transparan
tanpa praktek KKN dalam beroperasi serta memberikan apa yang menjadi hak dan kewajiban
semua karyawan secara merata agar tidak ada permasalah dan keresahan yang terjadi akibat
informasi yang kurang bagi para karyawan maupun eks-karyawan (PHK). Karena suatu
perusahaan, tanpa dukungan pekerja-nya tidak akan maju dan begitupun tanpa dukungan
masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA

http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/penelitian/Mahendra%20Adhi%20Nugroho,%20SE,%
20M.Sc/798-2720-1-PB.pdf - Konsep Teori dan Tinjauan Kasus Etika Bisnis PT Dirgantara
Indonesia (1960 ‐2007) – Mahendra Adhi Nugroho

http://fauziahanisanur.blogspot.com/p/dalam-dunia-bisnis-berbagai-masalah.html

https://www.jurnal.id/id/blog/2017/pengertian-tujuan-dan-contoh-etika-bisnis-dalam-
perusahaan

https://tirto.id/pt-di-dan-kisah-jatuh-bangun-industri-pesawat-terbang-nasional-cJ3S

file:///C:/Users/MY%20ASUS/Downloads/35114-1033-68994-1-10-20171030.pdf

https://dontrasmianto.wordpress.com/2010/04/01/perlindungan-hukum-bagi-karyawan/

https://argafeb.blogspot.in/2014/01/etika-bisnis-analisis-kasus.html.

https://shafiranoerimaniapoliwangi.blogspot.co.id/2016/03/studi-kasus-pelanggaran-etika-
bisnistml.

Anda mungkin juga menyukai