Anda di halaman 1dari 22

HUKUM BISNIS

Hukum Perjanjian atau Kontrak

Oleh:
KELOMPOK 1
Nyoman Padmi Damayanti / 1807531095
I Dewa Ayu Cintya Nari Ratih / 1807531100
Agnes Monika Febrianti / 1807531105
I Gusti Ayu Shinta Suryani / 1807531164
Bagas Haris Prasetyo / 1807531251

PROGRAM STUDI AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS UDAYANA
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan berkat-Nya

sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Hukum Perjanjian dan

Kontrak” Adapun tujuan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas pada bidang studi

Pengantar Hukum Bisnis. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan

tentang hukum kontrak bagi para pembaca dan juga bagi penulis.

Kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Dewa Gde Rudy, SH., M.Hum

selaku dosen Pengantar hukum Bisnis yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat

menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dega bidang studi yang saya tekuni.

Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu,

kritik dan saran yang sifatnya membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan makalah

ini.

Denpasar, 23 September 2020

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...................................................................................................................................................i


DAFTAR ISI..................................................................................................................................................................ii
BAB 1 ............................................................................................................................................................................. 1
PENDAHULUAN.................................................................................................................................................... 1
A. Latar Belakang .......................................................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah..................................................................................................................................... 1
C. Tujuan......................................................................................................................................................... 2
BAB II............................................................................................................................................................................ 3
PEMBAHASAN....................................................................................................................................................... 3
A. PENGERTIAN KONTRAK.................................................................................................................... 3
B. Dasar Hukum............................................................................................................................................. 3
C. Asas Perjanjian Kontrak.......................................................................................................................... 4
D. Syarat Sah Kontrak .................................................................................................................................. 5
E. ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK.................................................................................................. 5
F. Jenis - Jenis Perjanjian............................................................................................................................. 8
G. Bentuk Perjanjian............................................................................................................................... 10
H. Prestasi dan Wanprestasi .................................................................................................................. 11
BAB III ........................................................................................................................................................................ 18
PENUTUP............................................................................................................................................................... 18
Kesimpulan......................................................................................................................................................... 18
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................................................ 19

ii
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hukum kontrak merupakan terjemahan dari Bahassa Inggris yang berarti

contract of law, dan di dalam Bahasa Belanda disebut dengan istilah overeenscom

strecht. Dalam menunjang kegiatan bisnis agar tercapainya keamanan dimana tidah

ahnya saling percaya namun dibutuhkan suatu perjanjian yang mengikat yang dikenal

dengan istilah kontrak. Kontrak dalam dunia bisnis adalah salah satu aspek penting

yang banyak digunakan orang dan hampir semua kegiatan bisnis diawali dengan

perjanjian kontrak.

Namun menurut terjemahan dari Black’s Law Dictionary, kontrak merupakan

perjanjian antaradua orang atau lebih yang menciptakan kewajiban untuk berbuat atau

tidak berbuat sesuatu hal yang khusus. Berdasarkan Undang-Undang Hukum Perdata

(KUHPer), kontrak melahirkan suatu perikatan antara pihak yang mengikatkan dirinya.

Sehingga dari kontrak inilah lahir suatu perikatan dimana para pihak yang mengikatkan

diri memiliki kewajiban masing-masing sesuai dengan yang ditentukan dalam kontrak.

Kontrak mencakup banyak hal dimana dalam pembuatannya terdapat asas-asas

kontrak, syarat sah kontrak yang harus dipenuhi, dengan kontrak pula pihak-pihak yang

terkait mendapatkan suatu kejelasan hukum apabila salah satu pihak tidak memenuhi

kewajibannya.

B. Rumusan Masalah

1. Jelaskan Pengertian perjanjian & kontrak dan dasar hukumnya, Asas

perjanjian/kontrak, Syarat sahnya.

2. Jelaskan Asas kebebasan berkontrak, Jenis-jenis perjanjian, serta Bentuk perjanjian.

1
3. Jelaskan bentuk Prestasi dan Wanprestasi

C. Tujuan

1. Menjelaskan pengertian perjanjian & kontrak dan dasar hukumnya, Asas

perjanjian/kontrak, Syarat sahnya.

2. Menjelaskan tentang Asas kebebasan berkontrak, Jenis-jenis perjanjian, serta

Bentuk perjanjian.

3. Menjelaskan bentuk dari Prestasi dan Wanprestasi.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN KONTRAK

Perjanjian merupakan suatu perbuatan hukum. Perbuatan hukum itulah yang

menimbulkan adanya hubungan hukum perikatan, sehingga dapat dikatakan bahwa

perjanjian merupakan sumber dari perkaitan. Perjanjian diatur dalam pasal 1313 Kitab

Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) yang berisikan “suatu perbuatan yang

mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih”.

Kontrak di definisikan sebagai perbuatan hukum yang diciptakan dengan memenuhi

persyaratan yang ditentukan hukum oleh persesuaian kehendak yang menyatakan

bahwa maksud bersama yang interdependen dari dua atau lebih pihak untuk

menciptakan akibat hukum demi kepentingan satu pihak, kedua belah pihak, dan juga

pihak lain. Kontrak merupakan golongan dari perbuatan hukum. Perbuatan hukum yang

dimaksud ialah suatu perbuatan yang menghasilkan akibat hukum dikarenakan adanya

niat dari perbuatan satu orang atau lebih. Sehingga dapat dikatakan bahwa beberapa

perbuatan hukum yang bersifat multilateral adalah kontrak. Istilah kontrak juga sering

digunakan dalam praktek bisnis dikarenakan jarang sekali orang menjalankan bisnis

secara asal-asalan, maka kontrak-kontrak bisnis biasanya dibuat secara tertulis,

sehingga kontrak dapat juga disebut sebagai perjanjian yang dibuat secara tertulis.

B. Dasar Hukum

Pada dasarnya sumber hukum kontrak dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu:

1. Sumber Hukum materiil

Tempat darimana materi hukum itu diambil. Sumber hukum materiil merupakan

faktor yang membantu pembentukan hukum, misalnya hubungan sosial, kekuatan

3
politik, situasi sosial ekonomi, tradisi, hasil penelitian ilmiah, perkembangan

internasional, dan keadaan geografis.

2. Sumber Hukum Formiil

Tempat memperoleh kekuatan hukum, hal ini berkaitan dengan bentuk atau cara

yang menyebabkan peraturan hukum formal itu berlaku. Yang diakui umum

sebagai hukum formiil ialah Undang-Undang, perjanjian antar negara,

yurisprudensi, dan kebiasaan.

Sumber hukum kontrak yang berasal dari peraturan perundang-undangan adalah :

1. Algemene Bepalingen van Wetgevin (AB).

2. KUH Perdata (BW).

3. KUH Dagang.

4. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan

Persaingan Usaha Tidak Sehat.

5. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 Tentang Jasa Kontruksi.

6. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Pilihan

Penyelesaian Sengketa.

7. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2000 Tentang Perjanjian Internasional.

C. Asas Perjanjian Kontrak

Menurut pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata menyatakan bahwa semua perjanjian

yang dibuat secara sah berlaku sebagai Undang-Undang bagi mereka yang

membuatnya. Dari bunyi pasal tersebut sangat jelas terkandung asas-asas:

1. Konsensualisme adalah perjanjian itu telah terjadi jika telah ada consensus antara

pihak-pihak yang mengadakan kontrak.

4
2. Kebebasan berkontrak adalah seseorang bebas untuk mengadakan perjanjian, bebas

mengenai apa yang diperjanjikan, bebas pula menentukan bentuk kontraknya.

3. Pacta sunt servanda yang memiliki arti kontrak itu merupakan Undang-Undang bagi

para pihak yang membuatnya (mengikat)

Namun disamping itu ada beberapa asas lain dalam standar kontrak:

1. Asas Kepercayaan

2. Asas Persamaan Hak

3. Asas Keseimbangan

4. Asas Moral

5. Asas Kepatutan

6. Asas Kebiasaan

7. Asas Kepastian Hukum

D. Syarat Sah Kontrak

Menurut pasal 1320 KUH perdata kontrak adalah sah bila memenuhi syarat-

syarat sebagai berikut:

1. Syarat Subjektif, syarat ini apabila dilanggar maka kontrak dapat dibatalkan,

meliputi:

a) Kecakapan untuk membuat kontra (dewasa dan tidak sakit ingatan)

b) Kesepakatan mereka yang mengikat dirinya

2. Syarat Objektif, syarat ini apabila dilanggar maka kontranya batal demi hukum,

meliputi:

a) Suatu hal (objek) tertentu

b) Suatu sebab yang halal (kuasa)

E. ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK

5
Yang dimaksud asas kebebasan berkontrak ialah adanya kebebasan yang seluas-

luasnya yang oleh undang-undang diberikan kepada masyarakat untuk mengadakan

perjanjian tentang apa saja, asalkan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-

undangan, kepatutan dan ketertiban umum. Penegasan mengenai kebebasan berkontrak

ini dapat dilihat pada pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata, yang menyatakan bahwa semua

perjanjian yag dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang

membuatnya.

Menurut buku karya Subekti, cara menyimpulkan asas kebenaran berk ontrak

adalah dengan jalan menekankan pada perkataan “semua” yang ada di muka perkataan

“perjanjian”. Dikatakan bahwa pasal 1338 ayat (1) seolah -olah membuat suatu

pernyataan bahwa kita diperbolehkan membuat perjanjian apa saja dan itu akan

mengikat kita. Sebagaimana mengikatnya undang-undang. Pembatasan terhadap

kebebasan itu hanya berupa apa yang dinamakan “ketertiban umum dan kesusilaan”

Asas kebebasan berkontrak menurut Hukum Perjanjian Indonesia:

1. Kebebasan untuk membuat atau tidak membuat perjanjian

2. Kebebasan untuk memilih pihak dengan siapa ia ingin membuat perjanjian

3. Kebebasan untuk menentukan atau memilih kuasa dari perjanjian yang akan

dibuatnya

4. Kebebasan untuk menentukan objek perjanjian

5. Kebebasan untuk menentukan bentuk suatu perjanjian

6. Kebebasan untuk menerima atau menyimpang ketentuan undang-undang yang

bersifat opsional.

Kebebasan berkontrak ini juga harus dibatasi bekerjanya agar kontrak yang

dibuat berlandaskan asas itu tidak sampai merupakan perjaanjian yang berat sebelah

6
atau timpang. Lalu apakah asas kebebasan berkontrak dapat bekerja secara mutlak? Bila

kita melihat pasal-pasal KUH Perdata, ternyata asas kebebasan berkontrak itu bukannya

bebas mutlak. Ada beberapa batasan yang diberikan oleh pasa l-pasal KUH Perdata

terhadap asas ini yang membuat asas ini merupakan asas yang tidak terbatas, antara lain

pasal 1320 ayat (1): ayat (2): dan ayat (4). Pasal 1332, pasal 1337 dan pasal 1338 ayat

(3).

Ketentuan pasal 1320 ayat (1) tersebut memberikan petunjuk bahwa hukum

perjanjian dikuasai oleh asas “konsensualisme”. Ketentuan pasal 1320 ayat (1) tersebut

juga mengandung pengertian bahwa kebebasan suatu pihak untuk menentukan isi

kontrak dibatasi oleh sepakat pihak lainnya. Dengan kata lain, asas kebebasan

berkontrak dibatasu oleh asas konsensualisme.

Dari pasal 1320 ayat (2) dapat pula disimpulkan bahwa kebebasan orang untuk

membuat kontrak dibatasi oleh kecakapannya untuk membuat kontrak. Bagi seorang

yang menurut ketentuan undang-undang tidak cakap untuk membuat kontrak, sama

sekali tidak mempunyai kebebasan untuk membuat kontak.

Pasal 1320 ayat (4) jo 1337 menentukan bahwa para pihak tidak bebas untuk

membuat kontrak yang menyangkut causa yang dilarang oleh undang-undang atau

bertentangan dengan kesusilaan atau bertentangan dengan ketertiban umum. Kontrak

yang dibuat untuk causa yang dilarang oleh undang-undang atau bertentangan dengan

kesusilaan atau bertentangan dengan ketertiban umum adalah tidak sah.

Pasal 1332 memberikan arch mengenai kebebasan pihak untuk membuat

kontrak sepanjang yang menyangkut objek kontrak. Menurut pasal 1332 tersebut

adalah tidak bebas untuk memperjanjikan setiap barang apapun. Menurut pasal

7
tersebut, hanya barang-barang yang mempunyai nilai ekonomis saja yang dapat

dijadikan objek perjanjian atau objek kontrak.

Pasal 1338 ayat (3) menentukan tentang berlakunya “asas etikad baik” dalam

melaksanakan kontrak. Berlakunya asas itikad baik ini bukan saja mempunyai daya

kerja pada waktu kontrak dilaksanakan, melainkan juga sudah mulai berkerja pada

waktu kontrak itu dibuat. Artinya, bahwa kontrak yang dibuat dengan berlandaskan

itikat buruk, misalnya atas dasar penipuan, maka perjanjian itu tidak sah. Dengan

demikian, asas itikad baik mengandung pengertian bahwa kebebasan suatu pihak

membuat perjanjian tidak dapat diwujudkan sekehendaknya, tetapi dibatasi oleh itikad

baiknya.

Sekalipun asas kebebasan berkontrak yang diakui oleh KUH Perdata pada

hakikatnya banyak dibatasi oleh KUH Perdata itu sendiri, tetapi daya kerjanya masih

sangat longgar. Kelonggaran ini telah menimbulkan ketimpangan-ketimpangan dan

ketidakadilan bila para pihak yang membuat kontrak tidak sama kuat kedudukannya

atau mempunyai bargaining position yang tidak sama.

F. Jenis - Jenis Perjanjian

Secara umum perjanjian dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu

perjanjian obligatoir dan perjanjian non obligatoir. Perjanjian obligatoir adalah

perjanjian yang mewajibkan seseorang untuk menyerahkan atau membayar sesuatu.

Sedangkan perjanjian non obligatoir adalah perjanjian yang tidak mewajibkan

seseorang untuk meyerahkan atau membayar sesuatu.

Perjanjian obligatoir terbagi menjadi beberapa jenis, yaitu:

1. Perjanjian sepihak dan perjanjian timbal balik. Perjanjian sepihak adalah

perjanjian yang membebankan prestasi hanya pada satu pihak. Misalnya perjanjian

8
hibah, perjanjian penanggunga, dan perjanjian pemberian kuasa tanpa upah.

Sedangkan perjanjian timbal balik adalah yang membebankan prestasi pada kedua

belah pihak. Misalkan jual beli.

2. Perjanjian Cuma-cuma dan perjanjian atas beban. Perjanjian cuma-cuma

adalah perjanjian dimana pihak yang satu memberikan suatu keuntungan kepada

pihak yang lain tanpa menerima suatu manfaat bagi dirinya. Misalnya hibah, pinjam

pakai, pinjam meminjam tanpa bunga, dan penitipan barang tanpa biaya. Sedangkan

perjanjian atas beban adalah perjanjian yang mewajibkan pihak yang satu untuk

melakukan prestasi berkaitan langsung dengan prestasi yang harus dilakukan oleh

pihak lain. Contohnya perjanjian atas beban adalah jual beli, sewa menyewa, dan

pinjam meminjam dengan bunga.

3. Perjanjian konsensuil, perjanjian riil dan perjanjian formil. Perjanjian

konsensuil adalah perjanjia yang mengikat sejak adanya kesepakatan dari kedua

belah pihak. Contohnya perjanjian jual beli dan perjanjian sewa menyewa.

Sedangkan perjanjian riil adalah perjanjian yang tidak hanya mensyaratkan

kesepakatan, namun juga mensyaratkan penyerahan objek perjanjian atau

bendanya. Misalnya perjanjian penitipan barang dan perjanjian pinjam pakai.

Perjanjian formil adalah perjanjian yang selain dibutuhkan kata sepakat, juga

dibutuhkan formalitas tertentu, sesuai dengan apa yang telah ditentukan oleh

undang-undang. Contohnya pembebanan jaminan fidusia.

4. Perjanjian bernama, perjanjian tak bernama dan perjanjian campuran.

Perjanjian bernama adalah perjanjian yang secara khusus diatur di dalam undang-

undang. Perjanjian tak bernama adalah perjanjian yang tidak diatur secara khusus

di dalam undang-undang. Misalnya perjanjian leasing, franchising dan factoring.

Sedangkan perjanjian campuran adalah perjanjian yang merupakan kombinasi dari

9
dua atau lebih perjanjian bernama. Misalnya perjanjian pemondokan (kost) yang

merupakan campuran dari perjanjian sewa menyewa dan perjanjian untuk

melakukan suatu pekerjaan (mencuci baju, menyetrika baju, dan membersihkan

kamar)

Perjanjian non obligatoir dibagi menjadi:

1. Zakelijk overeenkomst, adalah perjanjian yang menetapkan dipindahkannya suatu

hak dari seseorang kepada orang lain. Misalnya balik nama ha katas tanah.

2. Bevifs overeenkomst, adalah perjanjian untuk membuktikan sesuatu.

3. Liberatoir overeenkomst, adalah perjanjian dimana seseorang membebaskan

pihak lain dari suatu kewajiban.

4. Veststelling overeenkomst, adalah perjanjian untuk mengakhiri keraguan

mengenai isi dan luas perhubungan hukum diantara para pihak.

G. Bentuk Perjanjian

Bentuk perjanjian dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu:

1. Perjanjian tertulis

Merupakan suatu perjanjian yang dibuat oleh para pihak dalam bentuk tulisan

2. Perjanjian lisan

Merupakan suatu perjanjian yang dibuat oleh para pihak dalam wujud lisan (cukup

kesepakatan para pihak).

Ada tiga jenis perjanjian tertulis:

1. Perjanjian dibawah tangan yang ditandatangani oleh para pihak yang bersangkutan

saja.

2. Perjanjian dengan saksi notaris untuk melegalisir tanda tangan para pihak.

10
3. Perjanjian yang dibuat di hadapan dan oleh notaris dalam bentuk akta notariel. Akta

notariel adalah akta yang dibuat di hdapan dan di muka pejabat yang berwenang

untuk itu.

Contoh perjanjian:

1. Perjanjian Jual beli

2. Perjanjian Tukar Menukar

3. Perjanjian Sewa Menyewa

4. Perjanjian Untuk Melakukan Pekerjaan

5. Perjanjian Persekutuan

6. Perjanjian Hibah

7. Perjanjian Penitipan Barang

8. Perjanjian Pinjam Pakai

9. Perjanjian Pinjam Meminjam

10. Perjanjian Bunga Tetap

H. Prestasi dan Wanprestasi

Prestasi

Pengertian prestasi adalah sesuatu yang wajib dipenuhi oleh debitur dalam

setiap perikatan. Prestasi sama dengan objek perikatan. Dalam hukum perdata

kewajiban memenuhi prestasi selalu disertai jaminan harta kekayaan debitur. Dalam

pasal 1131 dan 1132 KUHPerdata dinyatakan bahwa semua harta kekayaan debitur baik

bergerak maupun tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang aka nada, menjadi

jaminan pemenuhan hutangnya terhadap kreditur. Tetapi jaminan umum ini dapat

dibatasi dengan jaminan khusus berupa benda tertentu yang ditetapkan dalam perjanjian

antara pihak-pihak.

Bentuk-bentuk prestasi

11
Menurut ketentuan pasal 1234 KUHPdt ada tiga kemungkinan wujud atau bentuk

prestasi yaitu:

a. Memberikan sesuatu. Menurut Pasal 1235 ayat (1) KUHPerdata, menjelaskan

pengertian memberikan sesuatu adalah menyerahkan kekuasaan nyata atas suatu

benda dari debitur kepada kreditur atau sebaliknya. Contohnya : dalam jual beli,

sewa-menyewa, hibah, gadai, hutang-piutang.

b. Melakukan sesuatu. Dalam perikatan yang objeknya “melakukan sesuatu”, debitur

wajib melakukan perbuatan tertentu yang telah ditetapkan dalam perikatan, contoh:

membangun rumah / gedung, mengosongkan rumah, dan menyimpan rahasia

perusahaan.

c. Tidak melakukan sesuatu. Dalam perikatan yang objeknya “tidak melakukan

sesuatu”, debitur tidak melakukan perbuatan yang telah ditetapkan dalam perikatan,

contohnya: tidak melakukan persaingan curang, dan tidak menggunakan merek

orang lain.

Sebagian besar perikatan yang dialami dalam masyarakat terjadi karena perjanjian.

Karena itu, undang-undang mengatur bahwa perjanjian yang dibuat secara sah berlaku

sebagai undang-undang bagi pihak-pihak yang membuatnya (pasal 1338 ayat (1)

KUHPdt). Artinya, jika salah satu pihak tidak bersedia memenuhi prestasinya,

kewajiban berprestasi itu dapat dipaksakan.

Sifat Prestasi

Prestasi adalah objek perikatan. Supaya objek perikatan itu dapat dipenuhi oleh debitor,

maka perlu diketahui sifat-sifatnya yaitu:

a. Prestasi harus sudah tertentu atau dapat ditentukan

Sifat ini memungkinkan debitur memenuhi perikatan. Jika prestasi itu tidak tertentu

atau tidak ditentukan dapat mengakibatkan perikatan batal (nietig).

12
b. Prestasi itu harus mungkin

Artinya, prestasi itu dapat dipenuhi oleh debitur secara wajar dengan segala

usahanya. Jika tidak demikian perikatan batal (vernietigbaar).

c. Prestasi itu harus dibolehkan (halal)

Artinya, tidak dilarang oleh undang-undang, tidak bertentangan dengan kesusilaan

dan ketertiban umum. Jika prestasi itu tidak halal, perikatan itu batal (nietig).

d. Prestasi itu harus ada manfaat bagi kreditor

Artinya, kreditur dapat menggunakan, menikmati, dan mengambil hasilnya. Jika

tidak demikian, perikatan dapat dibatalkan (vernietigbaar).

e. Prestasi itu terdiri atas satu perbuatan atau serentetan perbuatan

Jika prestasi terdiri dari satu kali perbuatan dilakukan lebih dari satu kali, dapat

mengakibatkan pembatalan perikatan (vernietigbaar). Satu kali perbuatan itu

maksudnya pemenuhan mengakhiri perikatan, sedangkan lebih dari satu kali

perbuatan maksudnya pemenuhan yang terakhir mengakhiri perikatan.

Wanprestasi

Wanprestasi artinya tidak memenuhi kewajiban yang telah disepakati dalam

perikatan. Seorang debitur baru dikatakan wanprestasi apabila ia telah diberikan

somamsi oleh kreditur atau juru sita. Soamasi itu minimal telah dilakukan sebanyak

tiga kali oleh kreditur atau juru sita tersebut.

Tidak dipenuhinya kewajiban oleh debitur karena dua kemungkinan alasan yaitu:

1. Karena kesalahan debitur, baik dengan sengaja maupun karena kelalaian.

Lalainya debitur yang dimaksud dalam pasal 6:58 NBW, menyatakan

bahwa: “debitur adalah lalai memenuhi perikatannya apabila tidak melakukan

upaya seperlunya atau terhalangnya prestasi yang disebabkan olehnya, kecuali

terhalangnya pelaksanaan prestasi itu tidak dapt dibebankan kepada dirinya.”

13
Debitur dikatakan bersalah atau lalai dapat dilihat dalam empat keadaan, yaitu:

a. Debitur tidak memenuhi prestasi sama sekali. Contohnya: A dan B telah sepakat

untuk jual-beli motor dengan merek Scoopy dengan harga Rp 13.000.000,00

yang penyerahannya akan dilaksanakan pada Hari Minggu, Tanggal 25 Oktober

2014 pukul 10.00. Setelah A menunggu lama, ternyata si B tidak datang sama

sekali tanpa alasan yang jelas.

b. Debitur memenuhi prestasi, tetapi tidak baik atau keliru. Contohnya: (Konteks

contoh nomor 1). Si B datang tepat waktu, tapi membawa motor merk

Mio bukan merk Scoopy yang telah diperjanjikan sebelumnya.

c. Debitur memenuhi prestasi, tetapi tidak tepat waktunya atau terlambat.

Contohnya, (Konteks contoh nomor 1). Si B datang pada hari itu membawa

motorSnoopy, namun datang pada 26 Oktober 2014

d. Debitur melaksanakan sesuatu yang tidak diperbolehkan. Contohnya, (Konteks

contoh nomor 1). Si B datang tepat pukul 10.00 pada hari itu dan memb awa

motor Snoopy, namun menyertakan si C sebagai pihak ketiga yang sudah jelas-

jelas dilarang dalam kesepakatan kedua belah pihak sebelumnya

Ada pendapat lain mengenai bentuk terjadinya wanprestasi, yaitu:

a. Debitur sama sekali tidak mampu berprestasi, dalam hal ini kreditur tidak perlu

menyatakan peringatan atau teguran karena hal ini percuma

sebab debitur memang tidak mampu berprestasi

b. Debitur berprestasi tidak sebagaimana mestinya, dalam hal ini debitur sudah

beritikad baik untuk melakukan prestasi, tetapi ia salah dalam melakukan

pemenuhannya

c. Debitur terlambat berprestasi, dalam hal ini debitur masih mampu

memenuhi prestasi namun terlambat dalam memenuhi prestasi tersebut

14
Menurut ketentuan pasal 1238 KUHPdt, debitur dianggap lalai dengan lewatnya

tenggang waktu yang telah ditetapkan dalam perikatan. Jika debitur lalai dalam

melaksanakan kewajibannya, maka cara untuk memperingatkan debitur supaya

memenuhi prestasinya yaitu, debitur perlu diberi peringatan tertulis yang isinya

menyatakan bahwa debitur wajib memenuhi prestasi. Peringatan tertulis dapat

dilakukan secara resmi dan tidak resmi. Peringatan tertulis secara resmi dilakukan

melalui Pengadilan yang berwenang, yang disebut somasi. Peringatan tertulis tidak

resmi misalnya melalui surat tercatat, surat peringatan ini disebut ingebreke stelling

2. Karena keadaan memaksa (force majeure)

Artinya diluar kemampuan debitur. Jadi, debitur tidak bersalah. Unsur-unsur

keadaan memaksa adalah sebagai berikut:

a. Terjadi peristiwa yang membinasakan/memusnahkan benda objek perikatan.

b. Terjadi peristiwa yang menghalangi perbuatan debitur untuk berprestasi.

c. Peristiwa itu tidak dapat diketahui atau diduga akan terjadi pada waktu membuat

perikatan.

Dalam hal keadaan memaksa yang memenuhi unsur satu dan tiga, maka

keadaan memaksa ini disebut “keadaan memaksa objektif”. Dasarnya adalah

ketidakmungkinan memenuhi prestasi, karena bendanya lenyap atau musnah.

Misalnya seorang pelukis tidak bisa menyerahkan lukisan yang telah dipesan

kepada si pemesan karena tiba-tiba ada musibah berupa kebakaran, sehingga

melenyapkan seluruh lukisannya. Dengan peristiwa ini, maka perikatan dinyatakan

“batal”.

Dalam hal keadaan memaksa yang memenuhi unsur dua dan tiga, keadaan

memaksa ini disebut keadaan “memaksa yang subjektif”. Dasarnya ialah debitur

kesulitan memenuhi prestasi karena ada peristiwa yang menghalanginya. Misalnya

15
seseorang membeli barang dari seorang pedagang yang disanggupi untuk

dikirimkan dalam waktu satu minggu. Namun kapal yang mengangkut barang itu

membentur karang sehingga harus masuk dok untuk perbaikan. Di sini debitur

mengalami kesulitan memenuhi prestasi. jika prestasi itu sudah tidak berarti lagi

bagi debitur karena lamanya waktu pengiriman, maka perikatan “gugur”.

Perbedaan antara perikatan “batal” dan “gugur” terletak pada ada dan tidaknya

objek perikatan dan kemungkinan pemenuhan objek. Pada perikatan batal, objek

perikatan tidak ada karena musnah, sehingga “tidak mungkin” dipenuhi oleh

debitur. Sedangkan pada perikatan “gugur”, objek perikatan ada, sehingga

“mungkin” dipenuhi dengan segala macam usaha.

Akibat Hukum Wanprestasi

Akibat hukum bagi debitur yang melakukan wanprestasi adalah sebagai berikut:

1. Debitur wajib membayar ganti kerugian yang telah diderita oleh kreditur (Pasal

1243 KUHPdt).

2. Apabila perikatan timbal balik, kreditur dapat menuntut pembatalan perikatan

melalui Hakim (Pasal 1266 KUHPdt).

3. Dalam perikatan untuk memberikan sesuatu, resiko beralih kepada debitur sejak

terjadi wanprestasi (Pasal 1237 ayat (2) KUHPdt).

4. Debitur wajib memenuhi perikatan jika masih dapat dilakukan atau pembatalan

disertai pembayaran ganti kerugian (Pasal 1267 KUHPdt).

5. Debitur wajib membayar biaya perkara, jika diperkarakan di Pengadilan Negeri dan

debitur dinyatakan bersalah.

Disamping debitur harus menanggung hal tesebut diatas, maka yang dapat

dilakukan oleh kreditur dalam menghadapi debitur yang wanprestasi ada lima

kemungkinan sebagai berikut:

16
a. Dapat menuntut pemenuhan perjanjian, walaupun pelaksanaannya terlambat

b. Dapat menuntut penggantian kerugian, berdasarkan Pasal 1243 KUHPerdata, ganti

rugi tersebut dapat berupa biaya, rugi atau bunga

c. Dapat menuntut pemenuhan prestasi disertai penggantian kerugian

d. Dapat menuntut pembatalan atau pemutusan perjanjian

e. Dapat menuntut pembatalan dan penggantian kerugian, ganti rugi itu berupa

pembayaran uang denda

Namun, jika wanprestasi itu terjadi karena keadaan memaksa, maka Debitur tidak

dapat dipertanggung gugatkan kepadanya. Dengan demikian Kreditur tidak dapat

menuntut ganti rugi sebagaimana hak yang dimiliki oleh Kreditur dalam wanprestasi.

Hal ini dinyatakan dalam pasal 1245 KUH Perdata: “Tidaklah biaya rugi dan bunga,

harus digantinya, apabila lantaran keadaan memaksa atau lantaran suatu kejadian tak

disengaja si berutang berhalangan memberikan atau berbuat sesuatu yang diwajibkan,

atau lantaran hal yang sama telah melakukan perbuatan yang terlarang”

Apabila wanprestasi itu terjadi akibat kelalaian kreditur, yang dapat

dipertanggungjawabkan, ialah:

a. Debitur berada dalam keadaan memaksa

b. Beban resiko beralih untuk kerugian kreditur, dan dengan demikian debitur hanya

bertanggung jawab atas wanprestasi dalam hal ada kesengajaan atau kesalahan

besar lainnya.

c. Kreditur tetap diwajibkan memberi prestasi balasan (pasal 1602 KUHPdt)

17
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Jadi kontrak di definisikan sebagai perbuatan hukum yang dibuat dengan memenuhi

persyaratan yang ditentukan hukum oleh persesuaian kehendak yang menyatakan bahwa

maksud bersama yang interdependen dari dua atau lebih pihak untuk menciptakan akibat

hukum demi kepentingan satu pihak, kedua belah pihak, dan juga pihak lain. Dasar dari sumber

hukum kontrak adalah Sumber Hukum materiil dan Sumber Hukum Formiil dan asas perjanjian

kontrak serta dalam perjanjian perjanjian dapat dibedakan menjadi dua kelompok seperti

Perjanjian obligatoir yaitu perjanjian yang mewajibkan seseorang untuk menyerahkan atau

membayar sesuatu serta perjanjian non obligatoir yaitu suatu perjanjian yang tidak mewajibkan

seseorang untuk meyerahkan atau membayar sesuatu. Serta ada prestasi dan wanprestasi,yang

diaman prestasi sesuatu yang wajib dipenuhi oleh debitur dalam setiap perikatan dan wan

prestasi tidak memenuhi kewajiban yang telah disepakati dalam perikatan. Terima kasih

18
DAFTAR PUSTAKA

1. https://libera.id/blogs/hukum-

kontrak/#:~:text=Pengertian%20Kontrak&text=Berdasarkan%20Kitab%20Un

dang%2DUndang%20Hukum,sesuai%20yang%20ditentukan%20dalam%20ko

ntrak.

2. http://diydesy.blogspot.com/2018/08/makalah-hukum-kontrak-atau-

perjanjian.html

3. http://ennymukaromah.blogspot.com/2016/11/makalah-hukum-kontrak-

perjanjian.html

4. Subekti, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek), Cetakan

Keenam Belas, Jakarta: Pradnya Paramita, 1983.

5. http://www.hukumkontrak.com/p/sumber-hukum-kontrak.html

6. http://lailyamiruddin.blogspot.com/2016/02/prestasi-dan-wanprestasi.html

7. https://www.jurnalhukum.com/jenis-jenis-perjanjian/

8. Sutan Remy Sjandeini, ibid

19

Anda mungkin juga menyukai