lOMoARcPSD|18514232
Makalah
Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Hukum Kepailitan
Oleh :
Rizky Sukandar
010119355
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS PAKUAN
BOGOR
2022
lOMoARcPSD|18514232
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT. Berkat rahmat dan karunia-Nya kami
dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul Hukum Kepailitan dan Penundaan
Pembayaran. Semuanya itu tidak terlepas dari rahmat dan rahim serta pertolongan-Nya,
sehingga semua hambatan dan kendala yang dihadapi dapat diselesaikan dengan lancar.
Sholawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW.
Penyusunan makalah ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
Aspek Hukum dalam Ekonomi. Masing-masing bagian yang terkandung dalam makalah ini
kami susun dengan baik supaya pembaca dapat memahami bentuk maupun isinya yang
mungkin masih sangat sederhana. Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu
acuan atau petunjuk yang dapat berguna untuk menambah pengetahuan bagi pembaca.
Makalah ini masih banyak kekurangan karena pengalaman yang kami miliki sangat
kurang. Oleh karena itu kami harapkan kepada para pembaca untuk memberikan masukan-
masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini. Akhir kata kami
sebagai penyusun mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu
dalam menyelesaikan makalah ini.
Penyusun
(Rizky
Sukandar)
i
lOMoARcPSD|18514232
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................................................ i
DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii
BAB I......................................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN......................................................................................................................1
A. Latar Belakang................................................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah........................................................................................................... 2
C. Tujuan Masalah...............................................................................................................2
BAB II........................................................................................................................................3
PEMBAHASAN........................................................................................................................ 3
A. Pengertian Kepailitan......................................................................................................3
a) Pengertian PKPU.........................................................................................................7
c) Berakhirnya PKPU....................................................................................................13
BAB III.....................................................................................................................................16
PENUTUP................................................................................................................................16
A. Kesimpulan................................................................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................. 17
ii
lOMoARcPSD|18514232
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan perekonomian global membawa pengaruh terhadap perkembangan
hukum terutama hukum ekonomi. Erman Radjagukguk menyebutkan bahwa globalisasi
hukum akan menyebabkan peraturan-peraturan Negara-negara berkembang mengenai
investasi,perdagangan, jasa-jasa dan bidang perekonomian lainnya mendekati Negara-
negara maju.
Dalam rangka menyesuaikan dengan perekonomian global, Indonesia melakukan
revisi terhadap seluruh hukum ekonominya. Namun demikian tidak dapat disangkal
bahwa perubahan terhadap hukum ekonomi Indonesia dilakukan juga karena tekanan
dari badan-badan dunia seperti WTO, IMF dan Worl Bank. Bidang hukum yang
mengalami revisi antara lain adalah hukum kepailitan. Hukum kepailitan sendiri
merupakan warisan dari pemerintahan Kolonial Belanda yang notabenenya bercorak
sistem hukum Eropa Kontinental. Di Indonesia saat ini dalam hukum ekonomi mendapat
pengaruh yang cukup kuat dari sistem hukum Anglo Saxon.
Kepailitan dapat terjadi karena makin pesatnya perkembangan perekonomian dan
perdagangan dimana muncul berbagai macam permasalahan utang piutang yang timbul
dalam masyarakat. Begitu juga dengan krisis moneter yang terjadi di Indonesia telah
memberikan dampak yang tidak menguntungkan terhadap perekonomian nasional
sehingga menimbulkan kesulitas besar terhadap dunia usaha dalam menyelesaikan utang
piutang untuk meneruskan kegiatan usahanya.
Bila diteliti lebih jauh tentang hukum kepailitan di Indonesia yang tidak mengatur
tentang adanya kemungkinan untuk melakukan reorganisasi perusahaan, sesungguhnya
lembaga reorganisasai perusahaan ini mirip dengan Penundaan Kewajiban Pembayaran
Utang, Suspension of Payment, Surseance van Betaling (selanjutnya disingkat PKPU).
PKPU dalam UU NO. 4 Tahun 1998 diatur dalam Bab ke dua mulai Pasal 212 sampai
dengan Pasal 279. PKPU dilakukan bukan berdasarkan pada keadaan dimana debitur
tidak mampu membayar utangnya dan juga tidak bertujuan dilakukannya pemberesan
terhadap hartakekayaan debitur (likuidasi harta pailit).
PKPU adalah wahana Juridis Ekonomis yang disediakan bagi debitur untuk
menyelesaikan kesulitan finansialnya agar dapat melanjutkan kehidupannya.
1
lOMoARcPSD|18514232
Sesungguhnya PKPU adalah suatu cara untuk menghindari kepailitan yang lazimnya
bermuara pada likuidasi harta kekayaan debitur. Bagi perusahaan, PKPU bertujuan
memperbaiki keadaan ekonomis dan kemampuan debitur membuat laba. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa PKPU bertujuan menjaga jangan sampai debitur,
yang karena suatu keadaan semisal keadaan tidak likuid dan sulit mendapat kredit
dinyatakan pailit, sedangkan kalau debitur tersebut diberi waktu dan kesempatan, besar
harapan ia ia akan dapat membayar utangnya. Putusan pailit dalam keadaan tersebut di
atas akan berakibat pengurangan nilai perusahaan dan ini akan merugikan para kreditur.
Fred B.G. Tumbuan, Pokok-Pokok Penyempurnaan Aturan Tentang Penundaan
Kewajiban Pembayaran Utang, Makalah disampaikan dalam Lokakarya Undang-undang
Kepailitan.
B. Rumusan Masalah
1. Pengertian Kepailitan?
2. Akibat Hukum Putusan Kepailitan?
3. Persyaratan Debitor dapat Dinyatakan Pailit?
4. Pihak Yang Dapat Mengajukan Permohonan Pailit?
5. Tinjauan Umum Tentang PKUP (Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang)?
C. Tujuan Masalah
1. Untuk Mengetahui dan Memahami Pengertian Kepailitan?
2. Untuk Mengetahui dan Memahami Akibat Hukum Putusan Kepailitan?
3. Untuk Mengetahui dan Memahami Persyaratan Debitor dapat Dinyatakan Pailit?
4. Untuk Mengetahui dan Memahami Pihak Yang Dapat Mengajukan Permohonan Pailit?
5. Untuk Mengetahui dan Memahami Tinjauan Umum Tentang PKUP (Penundaan
Kewajiban Pembayaran Utang)?
2
lOMoARcPSD|18514232
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Kepailitan
Secara etimologi kepailitan berasal kari kata pailit, selanjutnya istilah pailit
berasal dari bahasa Belanda faillet yang mempunyai arti ganda yaitu sebagai kata benda
dan kata sifat. Istilah faillet sendiri berasal dari Perancis yaitu faillite yang berarti
pemogokan atau kemacetan pembayaran, sedangkan dalam Bahasa Inggris dikenal
dengan kata to fail dengan arti sama, dan dalam bahasa latin disebut failure. Kemudian
istilah kepailitan dalam pengertian hukum istilah faillet mengandung unsur-unsur
tersendiri yang dibatasi secara tajam, namun definisi mengenai pengertian itu tidak ada
dalam undang-undang. Selanjutnya istilah pailit dalam Bahasa Belanda adalah faiyit,
maka ada pula sementara orang yang menerjemahkan sebagai paiyit dan faillissement
sebagai kepailitan. Kemudian pada negara-negara yang berbahasa inggris untuk
pengertian pailit dan kepailitan mempergunakan istilah bankrupt dan bankruptcy.1
Menurut Munir Fuady yang dimaksud dengan pailit atau bangkrut adalah suatu
sitaan umum atas seluruh harta debitor agar dicapainya perdamaian antara debitor dan
para kreditor atau agar harta tersebut dapat dibagi-bagi secara adil di antara para
kreditor.2 R. Subekti berpendapat bahwa kepailitan adalah suatu usaha bersama untuk
mendapatkan pembayaran bagi semua orang yang berpiutang secara adil.3 Sedangkan H.
M. N. Puwosutjipto berpendapat bahwa kepailitan adalah segala sesuatu yang
berhubungan dengan peristiwa pailit. Pailit adalah keadaan berhenti membayar (utang-
utangnya).4
Blacks Law Dictionary mendefinisikan pailit atau bankrupt sebagai the state or
condition of a person (individual, partnership, corporation, municipality) who is unable
to pay its debt as they are, or become due. The term includes a person against whom an
1
Viktor M. Situmorang dan Hendri Soekarso, Pengantar Hukum Kepailitan Indonesia, (Jakarta: Rineka Cipta,
1993), hal. 18.
2
Munir Fuady, Hukum Pailit, (Bandung: Citra Aditya Bakti, , 2002), hal. 8.
3
R.Subekti, Pokok-Pokok Hukum Dagang, (Jakarta: Intermasa, 1995, hal. 28.
4
H.M.N. Purwosutjipto, Pengertian Dan Pokok-Pokok Hukum Dagang Indonesia, (Jakarta: Djambatan, 1978) ,
hal. 28.
3
lOMoARcPSD|18514232
voluntary petition has been filed, or who has been adjudged a bankrupt. 5 Berdasarkan
pengertian yang diberikan dalam Blacks Law Dictionary tersebut, dapat dlihat bahwa
pengertian pailit dihubungkan dengan ketidakmampuan untuk membayar dari seseorang
(debitor) atas utang-utangnya yang telah jatuh tempo, ketidakmampuan tersebut harus
disertai dengan suatu tindakan nyata untuk mengajukan, baik yang dilakukan secara
sukarela oleh debitor sendiri maupun permintaan pihak ketiga.6
Di dalam kamus hukum dikemukakan bahwa pailit diartikan sebagai keadaan
dimana seorang debitor telah berhenti membayar utang-utangnya. Setelah orang yang
demikian atas permintaan para kreditornya atau permintaan sendiri oleh pengadilan
dinyatakan pailit maka harta kekayaan dikuasai oleh balai harta peninggalan selaku
curtirice (pengampu) dalam usaha kepailitan tersebut untuk dimanfaatkan oleh semua
kreditor.7
Sedangkan dalam Undang-Undang Kepailitan (UUKPKPU) Pasal 1 ayat (1),
bahwa : Kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan debitor pailit yang
penguasaan dan pemberesannya dilakukan oleh kurator di bawah pengawasan Hakim
Pengawas sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.
B. Akibat Hukum Putusan Kepailitan
Zainal Asikin menyatakan akibat hukum dari putusan pailit yang utama adalah
dengan telah dijatuhkannya putusan kepailitan, si debitor (si pailit) kehilangan hak untuk
untuk melakukan pengurusan dan penguasaan atas harta bendanya. Pengurusan dan
penguasaan harta benda tersebut akan beralih ke tangan kuator/Balai Harta Peninggalan. 8
Pada pasal 23 Undang-Undang Kepailitan menyatakan bahwa semua perikatan debitor
paiit yang dilakukan sesudah pernyataan pailit tidak bisa dibayar menggunakan harta
pailit, kecuali ada kemungkinan bahwa perikatan-perikatan tersebut mampu
mendatangkan keuntungan bagi harta kekayaan tersebut. Sebab itu, gugatan-gugatan
5
Bryan A. Garner, Black Laws Dictionary, (St. Paul: West Group, 1999), hal. 141.
6
Ahmad Yani dan Gunawan Widjaja, Seri hukum Bisnis, (Jakarta: Raja Grafndo Persada, 1999), hal. 11.
7
R. Subekti dan Tjitrosoedibyo, Kamus Hukum, (Jakarta: Pradnya Paramita, 1989), hal. 85.
8
Zaeni Asyadie, Hukum Bisnis Prinsip dalam Pelaksanaannya di Indonesia, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
2014), hlm. 353-354.
4
lOMoARcPSD|18514232
hukum yang bersumber pada hak dan kewajiban harta kekayaan debitur pailit harus
diajukan terhadap atau oleh kurator.9
Menurut Richard Burton Simaputang10 bahwa akibat hukum lain yang sangat
penting dari pernyataan pailit adalah seperti yang tercantum pada Pasal 41 Undang-
Undang Kepailitan, yaitu bahwa untuk kepentingan harta pailit dapat dimintakan
pembatalan atas segala perbuatan hukum debitor yang telah dinyatakan pailit yang
merugikan kepentingan kreditor, yang dinyatakan sebelum pernyataan pailit ditentukan.
Pembatalan hal tersebut hanya dapat dilakukan jika pada saat perbuatan hukum tersebut
dilakukan oleh debitor dan pihak dengan siapa perbutan hukum itu dilakukan mengetahui
atau sepatutnya mengetahui bahwa perbuatanhukum tersebut akan berdampak pada
kerugian bagi kreditor, kecuali perbuatan hukum yang dilakukan debitor wajib dilakukan
berdasarkan perjanjian dan atau karena undang-undang.
Pengecualian terhadap kreditor yang memegang hak tanggungan, hak gadai, atau
hak agunan atau kebendaan lainnya dapat mengeksekusi haknya seolah-olah tidak terjadi
kepailitan. Sedangkan yang dimaksud dengan pemegang hak tanggungan adalah
pemegang hipotik yang berhak untuk segera mengeksekusi haknya sebagimana
diperjanjikan sesuai pada Pasal 1178 KUHPerdata dan berdasarkan Pasal 6 dan Pasal 20
Ayat (1) UU Nomor 4 tahun 1996 tentang Hak Tanggugan atas Tanah beserta benda-
benda yang berkaitan dengan Tanah.
11
Richard Burton Simaputag juga mengatakan bahwa , akibat hukum lainnya
adalah adanya hak retensi yang diatur dalam Pasal 59 yaitu hak kreditur untuk menahan
barang-barang kepunyaan debitor sampai dibayarnya utang tidak kehilanganhak untuk
menahan barang dengan diucapkannya pernyataan pailit. Apabila kuator bermaksud
untuk menebus barang-barang tersebut, maka kuator wajib melunasi utang debitor yang
pailit tersebut terlebih dahulu.
C. Persyaratan Debitor dapat Dinyatakan Pailit
Seorang debitor dapat dinyatakan pailit jika memenuhi syarat-syarat berikut :12
9
Juditia Damlah, Akibat Hukum Putusan Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004, Lex Crimen Vol. 6(2), 2017, hlm. 92.
10
Richard Burton Simaputang, Aspek Hukum Dalam Bisni, (Rineka Cipta: 2003), hlm. 162.
11
Ibid, hal. 163
12
Larassatya, Tinjauan Umum Tentang Kepailitan, PKPU, dan Restrukturisasi Utang, (Universitas Indonesia:
2009), hlm. 12.
5
lOMoARcPSD|18514232
13
Indonesia, Op. Cit. Ibid., Ps. 2 ayat (1), (2), (3), (4), (5).
6
lOMoARcPSD|18514232
7
lOMoARcPSD|18514232
membayar utang-utangnya yang sudah jatuh waktu dan dapat ditagih, dapat
memohon penundaan kewajiban pembayaran utang, dengan maksud pada umumnya
untuk mengajukan rencana perdamaian yang meliputi tawaran pembayaran seluruh
atau sebagian utang kepada kreditor konkuren.
Dalam UUKPKPU pasal 222 ayat (2) dan (3) pada prinsipnya mengatur hal
yang sama dengan UUK, hanya dalam UUK langsung menunjuk kepada Kreditor
Konkuren, sedangkan dalam UUKPKPU ini menunjuk kepada Kreditor saja.16
Menurut penjelasan pada pasal 222 ayat (2) yang dimaksud dengan Kreditor
adalah setiap kreditor, baik Konkuren maupun kreditor yang didahulukan, berarti
termasuk Kreditor Preferen dan Kreditor Separatis.
UUK menyebutkan bahwa yang berhak untuk memohon PKPU adalah debitor
yang tidak dapat atau memperkirakan bahwa ia tidak akan dapat melanjutkan
membayar utang-utangnya yang sudah jatuh waktu dan dapat ditagih. Akan tetapi,
berdasarkan ketentuan pasal 222 ayat (1) UUKPKPU, PKPU dapat diajukan oleh
debitor maupun oleh kreditor. Dalam hal debitor adalah Bank, Perusahaan Efek,
Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan, Lembaga Penyimpanan dan
Penyelesaian, Perusahaan Asuransi, Perusahaan Reasuransi, Dana Pensiun, dan
BUMN yang bergerak di bidang kepentingan publik, maka yang dapat mengajukan
permohonan PKPU adalah lembaga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3),
(4), dan ayat (5).17
Permohonan PKPU sebagaimana dimaksud dalam pasal 222 UUKPKPU harus
diajukan debitor kepada Pengadilan dengan ditandatangani oleh debitor sendiri dan
oleh pemohon dan advokatnya, dan disertai daftar yang memuat sifat, jumlah
piutang dan utang debitor, beserta surat bukti secukupnya. Dalam hal pemohon
adalah Kreditor, Pengadilan wajib memanggil debitor melalui juru sita dengan surat
kilat tercatat paling lambat tujuh hari sebelum sidang. Dan pada sidang yang
dimaksud, debitor mengajukan daftar yang memuat sifat, jumlah piutang dan utang
debitor, beserta surat bukti secukupnya dan, bila ada, rencana perdamaian.
Selanjutnya dalam penjelasan pasal 224 UUKPKPU menyebutkan bahwa dalam
hal debitor adalah termohon pailit, maka debitor tersebut dapat mengajukan
16
Rahayu Hartini, Hukum Kepailitan, (Malang: UMM Press, 2007), hal. 190.
17
Ibid., hal. 191.
9
lOMoARcPSD|18514232
permohonan PKPU. Dalam hal debitor adalah Perseroan Terbatas (PT), maka
permohonan PKPU atas prakarsanya sendiri hanya dapat diajukan setelah mendapat
persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dengan kuorum kehadiran dan
sahnya keputusan sama dengan yang diperlukan untuk mengajukan permohonan
pailit.
PKPU sendiri terbagi dalam 2 (dua) tahap, yaitu sebagai berikut :
1. Penundaan Sementara Kewajiban Pembayaran Utang
Ini merupakan tahap pertama dari proses PKPU. Sebagaimana diatur dalam
UUKPKPU, apabila Debitor mengajukan permohonan PKPU, sejauh syarat-
syarat administrasi sudah dipenuhi, Pengadilan harus segera mengabulkannya
paling lambat tiga hari sejak tanggal didaftarkannya surat permohonan.
Sedangkan dalam hal permohonan PKPU diajukan oleh Kreditor, Pengadilan
harus segera mengabulkan permohonan PKPU selambat-lambatnya dua puluh
hari sejak didaftarkannya permohonan. Pengadilan kemudian harus menunjuk
hakim pengawas serta mengangkat satu atau lebih pengurus. Putusan Pengadilan
Niaga tentang PKPU sementara ini berlaku selama maksimum empat puluh lima
hari dan setelah itu harus diputuskan apakah PKPU tersebut dapat dilanjutkan
menjadi suatu PKPU secara tetap.
2. Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Secara Tetap
Setelah ditetapkan penundaan sementara kewajiban pembayaran utang, maka
Pengadilan Niaga melalui pengurus wajib memanggil debitor dan kreditor yang
bersangkutan untuk mrnghadap dalam sidang yang diselenggarakan paling
lambat pada hari ke empat puluh lima terhitung sejak ditetapkannya putusan
PKPU sementara. Dalam sidang tersebut akan diputuskan apakah dapat
diberikan PKPU secara tetap dengan maksud untuk memungkinkan debitor,
pengurus, dan para kreditor untuk mempertimbangkan dan menyetujui
perdamaian. Adapun PKPU secara tetap dapat disetujui apabila :
a. Mendapatkan persetujuan lebih dari setengah jumlah kreditor kongkuren
yang haknya diakui atau sementara diakui yang hadir dan mewakili
sedikitnya 2/3 bagian dari seluruh taguhan yang diakui atau yang sementara
diakui dari kreditor konkuren atau kuasanya yang hadir dalam sidang
tersebut
10
lOMoARcPSD|18514232
18
Munir Fuady, Op.Cit., hal 197.
19
Rachmadi Usman, Dimensi Hukum Kepailitan di Indonesia, (Jakarta: PT Gramedia, 2004), hal. 122.
11
lOMoARcPSD|18514232
12
lOMoARcPSD|18514232
1. Harta Debitor, termasuk benda untuk mana dilaksanakan hak untuk menahan
benda, jauh lebih besar daripada jumlah yang disetujui dalam perdamaian
2. Pelaksanaan perdamaian tidak cukup terjamin
3. Perdamaian itu dicapai karena penipuan, atau persekongkolan dengan satu atau
lebih Kreditor, atau karena pemakaian upaya lain yang tidak jujur dan tanpa
menghiraukan apakah debitor atau pihak lain bekerja sama untuk mencapai hal
ini
4. Imbalan jasa dan biaya yang dikeluarkan oleh ahli dan pengurus belum dibayar
atau tidak diberikan jaminan untuk pembayarannya
Apabila pengadilan menolak mengesahkan perdamaian, maka dalam putusan
yang sama Pengadilan wajib menyatakan Debitor Pailit dan putusan tersebut harus
diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia dan paling sedikit dua surat
kabar harian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 226 dengan jangka waktu paling
lambat lima hari setelah putusan diterima oleh Hakim Pengawas dan Kurator.
Dalam hal debitor telah dinyatakan pailit oleh Pengadilan, maka terhadap
keputusan pailit tersebut berlaku ketentuan tentang kepailitan dalam Bab I
UUKPKPU kecuali pasal 11-14 dan Bab IV pasal 295-298 UUKPKPU, yakni
tentang upaya hukum baik Kasasi maupun Peninjauan Kembali (PK). Ini artinya
bahwa bila perdamaian ditolak maka akan mengakibatkan debitor pailit dan sudah
tidak ada upaya hukum lagi baginya.20
c) Berakhirnya PKPU
PKPU dapat diakhiri baik atas permintaan Hakim Pengawas, satu atau lebih
Kreditor, atau atas prakarsa Pengadilan dalam hal :
1. Debitor, selama waktu penundaan kewajiban pembayaran utang, bertindak
dengan itikad buruk dalam melakukan pengurusan terhadap hartanya
2. Debitor telah merugikan atau telah mencoba merugikan kreditornya
3. Debitor melakukan pelanggaran ketentuan Pasal 240 ayat (1)
4. Debitor lalai melaksanakan tindakan-tindakan yang diwajibkan kepadanya oleh
Pengadilan pada saat atau setelah penundaan kewajiban pembayaran utang
diberikan, atau lalai melaksanakan tindakan-tindakan yang disyaratkan oleh
pengurus demi kepentingan harta Debitor
20
Rahayu Hartini, Op.Cit., hal 247.
13
lOMoARcPSD|18514232
yang dilakukan oleh Kurator, dan utang harta Debitor yang terjadi selama
berlangsungnya penundaan kewajiban pembayaran utang merupakan utang
harta pailit;
3. Kewajiban Debitor yang timbul selama jangka waktu penundaan kewajiban
pembayaran utang tanpa persetujuan oleh pengurus tidak dapat dibebankan
terhadap harta Debitor, kecuali hal tersebut membawa akibat yang
menguntungkan bagi harta Debitor.
Dan apabila permohonan PKPU diajukan dalam waktu 2 (dua) bulan setelah
berakhirnya PKPU sebelumnya maka ketentuan a, b, c diatas berlaku pula bagi
jangka waktu PKPU berikutnya.
15
lOMoARcPSD|18514232
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pengertian yang diberikan dalam Blacks Law Dictionary tersebut, dapat
dlihat bahwa pengertian pailit dihubungkan dengan ketidakmampuan untuk membayar
dari seseorang (debitor) atas utang-utangnya yang telah jatuh tempo, ketidakmampuan
tersebut harus disertai dengan suatu tindakan nyata untuk mengajukan, baik yang
dilakukan secara sukarela oleh debitor sendiri maupun permintaan pihak ketiga.
Pembatalan hal tersebut hanya dapat dilakukan jika pada saat perbuatan hukum
tersebut dilakukan oleh debitor dan pihak dengan siapa perbutan hukum itu dilakukan
mengetahui atau sepatutnya mengetahui bahwa perbuatan hukum tersebut akan berdampak
pada kerugian bagi kreditor, kecuali perbuatan hukum yang dilakukan debitor wajib
dilakukan berdasarkan perjanjian dan atau karena undang-undang. Suatu keadaan dimana
debitor tidak membayar utang yang seharusnya ia bayarkan merupakan pengertian dari
keadaan berhenti membayar utang-utang.
Dalam hal debitor adalah Perseroan Terbatas (PT), maka permohonan PKPU atas
prakarsanya sendiri hanya dapat diajukan setelah mendapat persetujuan Rapat Umum
Pemegang Saham (RUPS) dengan kuorum kehadiran dan sahnya keputusan sama dengan
yang diperlukan untuk mengajukan permohonan pailit.
Sedangkan perdamaian pada kepailitan harus disetujui oleh lebih dari setengah jumlah
kreditor konkuren yang hadir dalam rapat dan yang haknya diakui atau yang untuk
sementara diakui, yang mewakili paling sedikit 2/3 dari jumlah seluruh piutang konkuren
yang diakui atau yang untuk sementara diakui dari kreditor konkuren atau kuasanya yang
hadir dalam rapat tersebut.
Jika penundaan kewajiban pembayaran utang diakhiri berdasarkan ketentuan pasal ini,
Debitor harus dinyatakan pailit dalam putusan yang sama. Dan setelah ketetapan
pengakhiran PKPU memperoleh kekuatan hukum tetap yang pasti, harus diumumkan
dalam berita Negara dan dalam satu atau lebih surat kabar harian yang ditunjuk oleh
Hakim Pengawas.
16
lOMoARcPSD|18514232
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Yani dan Gunawan Widjaja. 1999. Seri hukum Bisnis. Jakarta : Raja Grafndo Persada.
Asyadie, Zaeni. 2014. Hukum Bisnis Prinsip dalam Pelaksanaannya di Indonesia. Jakarta:
PT Raja Grafindo Persada.
Bryan A. Garner. 1999. Black Laws Dictionary. St. Paul : West Group.
Damlah, Juditia. 2017. Akibat Hukum Putusan Kepailitan dan Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang Berdasarkan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004. Lex Crimen. Vol.
6(2).
H.M.N. Purwosutjipto. 1978. Pengertian Dan Pokok-Pokok Hukum Dagang Indonesia.
Jakarta : Djambatan.
Larassatya. 2009. Tinjauan Umum Tentang Kepailitan, PKPU, dan Restrukturisasi Utang.
Universitas Indonesia.
Man S. Sastrawidjaja. 2006. Hukum Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran
Utang. Bandung: PT Alumni.
Munir Fuady. 2002. Hukum Pailit. Bandung : Citra Aditya Bakti.
Rachmadi Usman. 2004. Dimensi Hukum Kepailitan di Indonesia. Jakarta : PT Gramedia.
Rahayu Hartini. 2007. Hukum Kepailitan. Malang : UMM Press.
R.Subekti. 1995. Pokok-Pokok Hukum Dagang. Jakarta : Intermasa.
R. Subekti dan Tjitrosoedibyo. 1989. Kamus Hukum. Jakarta: Pradnya Paramita.
Simaputang, Richard Burton. 2003. Aspek Hukum Dalam Bisnis. Rineka Cipta.
Viktor M. Situmorang dan Hendri Soekarso. 1993. Pengantar Hukum Kepailitan Indonesia.
Jakarta : Rineka Cipta.
17