Anda di halaman 1dari 18

KEPAILITAN

Makalah ini disusun untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Hukum Bisnis
Dosen pengampu: Nila Ayu Kusuma Wardani, M.E

Disusun oleh:
1. Zid Ilman (2022020049)
2. Satriyo Muhammad Nor S.H. (2022020041)

PROGRAM STUDI DIPLOMA IV


ADMINISTRASI BISNIS INTERNASIONAL
POLITEKNIK BALEKAMBANG JEPARA
TAHUN 2023
KATA PENGANTAR

Assalamu`alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.


Syukur alhamdulillah senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini guna
memenuhi tugas kelompok untuk mata kuliah Hukum Bisnis, dengan judul: “Kepailitan”.
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari kata sempurna
dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang kami miliki. Oleh karena itu,
kami mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan kritik yang membangun dari
berbagai pihak.
Pada kesempatan kali ini, kami mengucapkan banyak terima kasih kepada dosen mata
kuliah hukum bisnis yang telah membimbing kami untuk menyelesaikan makalah singkat
ini. Selain itu, kami mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu
kami dalam menyelesaikan makalah singkat ini. Akhirnya kami berharap semoga makalah ini
dapat memberikan manfaat bagi perkembangan dunia Pendidikan.
Wassakamu`alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Jepara, 13 Juni 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Table of Contents
KATA PENGANTAR...............................................................................................................ii
Daftar Isi...................................................................................................................................iii
BAB I.........................................................................................................................................1
PENDAHULUAN......................................................................................................................1
Latar Belakang........................................................................................................................1
Rumusan Masalah..................................................................................................................2
Tujuan Penulisan....................................................................................................................2
BAB II........................................................................................................................................3
PEMBAHASAN........................................................................................................................3
Pengertian Kepailitan.............................................................................................................3
Dasar Hukum Tentang Kepailitan..........................................................................................3
Asas-Asas dalam Undang-Undang Kepailitan.......................................................................4
Syarat – Syarat Kepailitan......................................................................................................5
Keputusan Pailit dan akibat Hukumnya.................................................................................5
Kurator................................................................................................................................7
Jenis Kurator.......................................................................................................................8
PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG (PKPU).....................................8
Manfaat adanya PKPU.........................................................................................................10
Pencocokan (Verifikasi) Piutang..........................................................................................11
Perdamaian (Accord)............................................................................................................11
BAB III.....................................................................................................................................14
PENUTUP................................................................................................................................14
KESIMPULAN....................................................................................................................14
SARAN.................................................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................15

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Berkembangnya era globalisasi di dunia sangat membawa dampak terhadap beberapa
segi kehidupan di Indonesia baik di bidang sosial, ekonomi, budaya, dan lain-lain. Khususnya
di bidang ekonomi, berkembangnya era globalisasi semakin mendongkrak daya pikir manusia
untuk melakukan suatu usaha ataupun pengembangan di bidang usaha. Berbagai cara
ditempuh oleh pelaku usaha untuk melakukan melakukan pengembangan usahanya agar
usahanya tidak tertinggal dengan pelaku usaha yang lain.Hal itu dilakukan dengan melakukan
iklan besar-besaran,membuka jalur-jalur investasi baik untuk investor dalam negeri maupun
investor luar negeri, membuka berbagai cabang perusahaan dan yang paling sering dilakukan
adalah melakukan utang untuk mengembangkan usahanya, karena di zaman sekarang untuk
melakukan suatu pengembangan usaha membutuhkan biaya yang lumayan besar. Utang bagi
pelaku usaha bukan suatu proses yang menunjukan bahwa perusahaan mempunyai neraca
keuangan yang buruk, utang dalam dunia usaha merupakan salah satu langkah infentif untuk
mendapatkan suntikan modal agar dapat melakukan pengembangan usaha. Namun konsep
tersebut berlaku apabila di masa jatuh tempo penagihan, perusahaan tersebut mampu
mengembalikan utang tersebut.
Yang menjadi permasalahan adalah ketika perusahaan sebagai debitor atau pihak yang
mempunyai utang karena perjanjian atau undang-undang yang pelunasanya dapat ditagih di
pengadilan, tidak mampu mengembalikan utang dari kreditor atau pihak yang mempunyai
piutang utang karena perjanjian atau undang-undang yang pelunasanya dapat ditagih di
pengadilan. Oleh karena itu, dalam menjamin keadilan untuk masing-masing pihak,
pemerintah mengeluarkan peraturan tentang kepailitan.
Pengaturan kepailitan sudah ada sejak zaman penjajahan Belanda, yaitu S.1905-217
juncto S.1906-348. Untuk menjamin kepastian hukum yang lebih pasti maka pada tanggal 22
April 1998 dikeluarkanlah Perpu Nomor 1 tahun 1998 yang kemudian disahkan dengan
Undang-Undang No.1 Tahun 1998. Undang-Undang No.1 Tahun 1998 tersebut diperbaiki
dan diganti dengan Undang-Undang No.37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan
Kewajiban Pembayaran Hutang.

1
1.2. Rumusan Masalah
a) Apakah itu kepailitan?
b) Sebutkan syarat-syarat Kepailitan?
c) Sebutkan Dasar Hukum yang Mengatur Tentang Kepailitan?
d) Siapa Sajakah Yang Dapat Melakukan Permintaan Kepailitan?
e) Bagaimana pengajuan kepailitan?
f) Apa itu Kurator?
g) Apakah itu PKPU?
h) Apa itu perdamaian?

1.3. Tujuan Penulisan


a) Dapat mengetahui tentang kepailitan.
b) Dapat mengetahui dasar hukum kepailitan
c) Dapat mengetahui PKPU
d) Dapat Memahami Tentang Kepailitan
e)

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Kepailitan


Kata pailit berasal dari bahasa Perancis yaitu failite yang berarti kemacetan pembayaran.
Kepailitan diartikan sebagai suatu proses dimana seorang debitur yang mempunyai kesulitan
keuangan untuk membayar utangnya dinyatakan pailit oleh pengadilan niaga, dikarenakan debitur
tersebut tidak dapat membayar utangnya.
Berikut ini beberapa pengertian pailit: Pengertian Pailit atau bangkrut menurut
Black’s Law Dictionary adalah seorang pedagang yang bersembunyi atau melakukan
tindakan tertentu yang cenderung mengelabuhi pihak kreditornya. Dalam Ensiklopedia
Ekonomi Keuangan Perdagangan disebutkan bahwa yang dimaksudkan dengan pailit adalah
seseorang yang oleh suatu pengadilan dinyatakan bankrut, dan yang aktivitasnya atau
warisannya telah diperuntukkan untuk membayar hutang-hutangnya pengertian pailit
dihubungkan dengan ketidak mampuan untuk membayar dari seorang debitor atas utang-
utangnya yang telah jatuh tempo.
Sementara itu, dalam Pasal 1 butir 1 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004,
kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan debitor pailit yang pengurusan dan
pemberesannya dilakukan oleh kurator di bawah pengawasan hakim pengawas sebagaimana
diatur dalam undang-undang ini. Pasal 1 butir 4, debitor pailit adalah debitor yang sudah
dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan. Dalam hal ini, kurator merupakan balai hara
peninggalan (BHP) atau orang perseorangan yang diangkat oleh pengadilan untuk mengurus
dan membereskan harta debitor pailit di bawah pengawasan hakim pengawasan sesuai
dengan undang-undang ini. Dalam pasal 1 butir 7 yang dimaksud dengan utang adalah
kewajiban yang dinyatakan atau dapat dinyatakan dalam jumlah uang, dalam mata uang
indonesia maupun mata uang asing, baik secara langsung maupun yang akan timbul di
kemudian hari atau kontinjen, timbul karena perjanjian atau undang-undang dan wajib
dipenuhi oleh debitor dan bila tidak dipenuhi memberihak kepada kreditor untuk mendapat
pemenuhannya dari harta kekayaan debitor.

2.2. Dasar Hukum Tentang Kepailitan


Adapun pengaturan mengenai kepailitan di Indonesia dapat dilihat dalam beberapa
ketentuan antara lain:

3
 UU No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran.
 UU No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas.
 UU No. 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan UU No. 42 Tahun 1992 Tentang
Jaminan Fiducia
 Pasal- Pasal yang Terdapat Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (BW) yaitu
Pasal 1131-1134.
 Dan beberapa Undang-Undang Lainnya yang mengatur Mengenai BUMN (UU No.19
Tahun 2003), Pasar Modal( UU No. 8 Tahun 1995), Yayasan (UU No.16 Tahun
2001) , Koperasi (UU No. 25 Tahun 1992).
Sejarah perundang-undangan kepailitan di Indonesia telah dimulai hampir 100 tahun yang
lalu yakni sejak 1906, sejak berlakunya “Verordening op het Faillissement en Surceance van
Betaling voor de European in Indonesia” sebagaimana dimuat dalam Staatblads 1905 No. 217
jo. Staatblads 1906 No. 348 Faillisse mentsver ordening. Dalam tahun 1960-an, 1970-an
secara relatip masih banyak perkara kepailitan yang diajukan kepada Pengadilan Negeri di
seluruh Indonesia, namun sejak 1980-an hampir tidak ada perkara kepailitan yang diajukan
ke Pengadilan negeri. Tahun 1997 krisis moneter melanda Indonesia, banyak utang tidak
dibayar lunas meski sudah ditagih, sehingga timbul pikiran untuk membangunkan proses
kepailitan dengan cara memperbaiki perundang-undangan di bidang kepailitan dan
penundaan kewajiban pembayaran utang atau biasanya disingkat PKPU.
Pada tanggal 20 April 1998 pemerintah telah menetapkan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang No. 1 tahun 1998 tentang perubahan atas Undang-Undang
tentang Kepailitan yang kemudian telah disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat menjadi
Undang-Undang, yaitu Undang-Undang No. 4 tahun 1998 tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah No. 1 Tahun 1998 tentang perubahan atas Undang-Undang tentang Kepailitan
tanggal 9 september 1998 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 nomor 135).
Berikut pihak-pihak yang dapat melakukan permintaan kepailitan ;
 Kreditur
 Kejaksaan demi kepentingan umum
 Bank Indonesia
 Badan Pengawas Pasar Modal

2.3. Asas-Asas dalam Undang-Undang Kepailitan


 Asas Keseimbangan adalah di satu pihak terdapat ketentuan yang dapat mencegah
terjadinya penyalahgunaan pranata dan lembagakepailitan oleh debitor yang tidak

4
jujur, sedangkan pihak lain dapat mencegah terjadinya penyalahgunaan pranata dan
lembaga kepailitan oleh kreditor yang tidak beritikad baik.
 Asas kelangsungan usaha adalah terdapat ketentuan yang memungkinkan perusahaan
debitor yang prospektif tetap dilangsungkan.
 Asas keadilan adalah untuk mencegah terjadinya kesewenang-wenangan pihak
penagih yang mengusahakan pembayaran atas tiap-tiap tagihan terhadap debitor
dengan tidak mempedulikan kreditor lainnya.
 Asas integrasi adalah sistem hukum formil dan hukum materiilnyayang merupakan
satu kesatuan yang utuh dari sistem hukum perdatadan hukum acara perdata nasional.

2.4. Syarat – Syarat Kepailitan


Kepailitan, menurut pasal 1 angka 1 Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang
Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UU Kepailitan), kepailitan adalah:
“…sita umum atas semua kekayaan Debitor Pailit yang pengurusan dan pemberesannya
dilakukan oleh Kurator di bawah pengawasan Hakim Pengawas sebagaimana diatur dalam
Undang-Undang ini“ Permohonan pernyataan pailit diajukan kepada Pengadilan Niaga, yang
persyaratannya menurut pasal 2 ayat (1) jo. pasal 8 ayat (4) UU Kepailitan adalah:
1. Ada dua atau lebih kreditor. Kreditor adalah orang yang mempunyai piutang karena
perjanjian atau Undang-Undang yang dapat ditagih di muka pengadilan “Kreditor” di
sini mencakup baik kreditor konkuren, kreditor separatis maupun kreditor preferen;
2. Ada utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih. Artinya adalah kewajiban untuk
membayar utang yang telah jatuh waktu, baik karena telah diperjanjikan, karena
percepatan waktu penagihannya sebagaimana diperjanjikan, karena pengenaan sanksi
atau denda oleh instansi yang berwenang, maupun karena putusan pengadilan, arbiter,
atau majelis arbitrase;
3. Kedua hal tersebut (adanya dua atau lebih kreditor dan adanya utang yang telah jatuh
tempo dan dapat ditagih) dapat dibuktikan secara sederhana.
Permohonan pernyataan pailit harus dikabulkan Pengadilan Niaga apabila ketiga persyaratan
tersebut di atas terpenuhi. Namun, apabila salah satu persyaratan di atas tidak terpenuhi maka
permohonan pernyataan pailit akan ditolak.

2.5. Keputusan Pailit dan akibat Hukumnya


Putusan pailit mengakibatkan debitor kehilangan hak perdata untuk menguasai dan
mengurus harta kekayaan yang telah dimasukkan ke dalamharta pailit. Ini menunjukkan

5
bahwa debitor tidaklah di bawah pengampuan, dan tidak kehilangan kemampuannya untuk
melakukan perbuatan hukum menyangkut dirinya, kecuali apabila perbuatan hukum itu
menyangkut pengurusan dan pengalihan harta bendanya yang telah ada.
Apabila menyangkut harta benda yang akan diperolehnya, debitor tetap dapat
melakukan perbuatan hukum menerima harta benda yang akan diperolehn yaitu namun
diperolehnya itu kemudian menjadi bagian dari harta pailit.Hal ini dikemukakan pada Pasal
24 UU No. 37 Tahun 2004, bahwa:
Debitur demi hukum kehilangan haknya untuk menguasai dan mengurus kekayaan
yang termasuk dalam harta pailit, sejak tanggal putusan pernyataan pailit dinyatakan.Tanggal
putusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung sejak pukul 00.00 waktu setempat.
Dalam hal sebelum putusan pernyataan pailit diucapkan telah dilaksanakan transfer dana
melalui bank atau lembaga selain bank pada tanggal putusan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) transfer tersebut wajib diteruskan. Dalam hal sebelum putusan pernyataan pailit
diucapkan telah dilaksanakan transaksi efek di bursa Efek maka transaksi tersebut wajib
diselesaikan.
Namun, tidak semua harta kekayaan debitor disita dalam kepailitan. Pasal 22 UUK
menyebutkan, ada tiga jenis kekayaan debitor yang tidak termasuk ke dalam harta pailit, yaitu
benda, termasuk hewan yang benar-benar dibutuhkan oleh Debitor sehubungan dengan
pekerjaannya, perlengkapannya, alat-alat medis yang dipergunakan untuk kesehatan, tempat
tidur dan perlengkapannya yang dipergunakan oleh Debitor dan keluarganya, dan bahan
makanan untuk 30 (tiga puluh) hari bagi Debitor dan keluarganya, yang terdapat di tempat
itu, segala sesuatu yang diperoleh Debitor dari pekerjaannya sendiri sebagai penggajian dari
suatu jabatan atau jasa, sebagai upah, pensiun, uang tunggu atau uang tunjangan, sejauh yang
ditentukan oleh Hakim Pengawas; atau uang yang diberikan kepada Debitor untuk memenuhi
suatu kewajiban memberinafkah menurut undang-undang.Tuntutan mengenai hak atau
kewajiban yang menyangkut harta pailit harus diajukan oleh atau terhadap kurator.
Dalam hal tuntutan yang diajukan oleh atau terhadap debitor pailit maka apabila
tuntutan tersebut mengakibatkakn suatu penghukuman terhadap debitor pailit dan
penghukuman tiadak mempunyai akkibat hukum terhadap harta pailit. Dengan demikian,
putusan pernyataan pailit berakibat bahwa segala penetapan pelaksanaan pengadilan terhadap
setiap bagian dari kekayaan debitor yang telah dimulai sebelum kepailitan harus dihentikan
seketika dan sejak itutidak ada suatu putusan yang dapat dilaksanakan termasuk atau juga
dengan menyandera debitor. Semua penyitaan yang telah dilakukan menjadi hapus dan jika
diperlukan hakim pengawas harus memerintahkan pencoretannya dan apabila debitor sedang

6
dalam penahanan (gijzeling) harus dilepaskan seketika setelah putusan pailit diucapkan.
Namun, dalam pasal 55 setiap kreditor pemegang gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan,
hipotik, atau hak agunan atas kebendaan lain dapat mengeksekusi hanya seolah-olah tidak
terjadi kepailitan sehingga kreditor pemegang hak sebagaimana disebutkan dapat
melaksanakan haknya dan wajib memberikan pertanggungjawaban kepada kurator tentang
hasil penjualan benda yang menjadi agunan. Kemudian menyerahkan sisa hasil penjualan
setelah dikurangi jumlah uang, bunga, dan biaya kepada kurator.
A. Kurator
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kurator berarti pengurus atau
pengawas harta benda orang yang pailit, anggota pengawas dari perguruan tinggi, pengurus
atau pengawas museum, atau orang yang mengelola dan mengawasi sesuatu yang berkaitan
dengan koleksi museum, perpustakaan, dan lain-lain.
Mungkin kurator lebih familiar dengan artian sebagai ketua akuisisi dan penjaga
barang-barang koleksi sebuah museum, perpustakaan atau lembaga serupa. Jika disitat dari
laman Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (FH UGM), disebut tugas kurator berkaitan
erat dengan masalah kepailitan.
Mengutip penjelasan dari Ketua Asosiasi Kurator dan Pengurus Indonesia (AKPI)
Ricardo Simanjuntak di laman FH UGM, kurator adalah orang yang bertugas memastikan
barang yang disita bisa diidentifikasi, dipertahankan, bahkan dikembangkan nilainya untuk
dijual dan dibagikan hasilnya kepada kreditor.
Menurut UU No 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang (UU PKPU), kurator adalah profesional yang diangkat oleh Pengadilan
Niaga untuk melakukan pengurusan dan pemberesan. Maksud pengurusan di sini yaitu
mencatat, menemukan, mempertahankan nilai, mengamankan, dan membereskan harta
dengan cara dijual melalui lelang.
a) Tujuan Kurator
Menurut Pasal 72 UU No. 37 Tahun 2004, seorang kurator mempunyai tanggung jawab:
 Terhadap kesalahan atau kelalaian dalam tugas pengurusan atau pemberesan yang
menyebabkan kerugian terhadap harta pailit.
 Kurator yang ditunjuk untuk tugas khusus berdasarkan putusan pernyataan pailit,
berwenang untuk bertindak sendiri sebatas tugasnya (Pasal 73 ayat 3).
 Kurator harus menyampaikan kepada hakim pengawas mengenai keadaan harta pailit dan
pelaksanaan tugasnya setiap tiga bulan (Pasal 74 ayat 1).
 Upah kurator ditetapkan berdasarkan pedoman yang ditetapkan Menteri Hukum dan
Perundang-undangan.

7
b) Tugas Kurator
Dalam Pasal 16 ayat 1 tercantum tugas seorang kurator yaitu melakukan pengurusan dan/atau
pemberesan atas harta pailit sejak tanggal putusan pailit diucapkan meskipun terhadap
putusan tersebut diajukan kasasi atau peninjauan kembali.

c) Jenis Kurator
Pada buku Pengantar Ilmu Hukum dan Aspek dalam Ekonomi oleh Muhammad Reza
Syariffudin Zaki dijelaskan untuk kurator pailit merupakan pihak yang diadakan oleh
undang-undang untuk melakukan pemberesan terhadap harta pailit.
Dalam setiap putusan pailit oleh pengadilan, maka di dalamnya terdapat
pengangkatan kurator yang ditunjuk untuk melakukan pengurusan dan pengalihan harta pailit
di bawah pengawasan hakim pengawas. Kurator yang melakukan segala tindakan hukum baik
pengurusan maupun pengalihan terhadap harta pailit, di bawah pengawasan hakim pengawas,
dari proporsi ini maka tampak bahwa kurator sangat menentukan pemberesan harta pailit.
Sedangkan pada kurator aspek seni, dijelaskan dalam buku Glokalisasi oleh Yusli
Effendi, dkk, bahwa di beberapa budaya, kurasi memerlukan pemahaman yang lebih tentang
sistem dan bentuk budaya, tradisi seni, sistem estetika, praktek keagamaan, sistem
kekerabatan, dan pengetahuan.

2.6. PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG (PKPU)


PKPU diatur pada BAB II UU Kepailitan, tepatnya pasal 212 sampai pasal 279
Undang-Undang Kepailitan. Kedudukan dari PKPU adalah bahwa PKPU tidak dapat
disejajarkan dengan instrumen kepailitan, atau sebagai sesuatu yang bersif atalternatif dari
prosedur kepailitan. PKPU adalah prosedur hukum (atau upayahukum) yang memberikan hak
kepada setiap Debitur yang tidak dapat atau memperkirakan bahwa ia tidak akan dapat
melanjutkan membayar utang-utangnya yang sudah jatuh waktu dan dapat ditagih, dapat
memohon penundaan kewajiban pembayaran utang, dengan maksud pada umumnya untuk
mengajukan rencana perdamaian yang meliputi tawaran pembayaran seluruh atau sebagian
utang kepada kreditur konkuren (pasal 212 UU Kepailitan).
Dalam hal ini debitor adalah bank, perusahaan efek, bursa efek, lembagakliring dan
penjamin, lembaga penyimpanan dan penyelesaian, perusahaanasuransi, perusahaan
reasuransi, dana pension, dan Badan Usaha Milik Negara(BUMN) yang bergerak di bidang
kepentingan public maka yang dapat mengajukan permohonan penundaan kewajiban
pembayaran utang adalah lembaga sebagaimana dimaksud di atas. Permohonan penundaan
kewajiban pembayaran utang harus diajukan kepada pengadilan niaga dengan ditandatangani

8
oleh pemohon dan oleh advokatnya. Dalam permohonan tersebut, harus disertai daftar yang
memuat sifat, jumlah piutang, dan utang debitor beserta surat bukti secukupnya. PKPU dapat
diajukan secara sukarela oleh debitur yang telah memperkirakan bahwa ia tidak akan dapat
membayar utang-utangnya, maupun sebagai upaya hukum terhadap permohonan pailit yang
diajukan oleh krediturnya. PKPU sendiri terbagi 2 bagian, yaitu: tahap pertama adalah PKPU
Sementara, tahap kedua adalah PKPU Tetap.
Berdasarkan Pasal 214 ayat (2) UU Kepailitan Pengadilan niaga HARUS
mengabulkan permohonan PKPU Sementara. PKPU sementara diberikan untuk jangka waktu
maksimum 45 hari, sebelum diselenggarakan rapat kreditur yang dimaksudkan untuk
memberikan kesempatan kepada debitur untuk mempresentasikan rencana perdamaian yang
diajukannya. PKPU Tetap diberikan untuk jangka waktu maksimum 270 hari, apabila pada
hari ke 45 atau rapat kreditur tersebut, belum dapat memberikan suaramereka terhadap
rencana tersebut (pasal 217 (3) UUK).
Namun, pemberian penundaan kewajiban pembayaran utang tetap berikut
perpanjangannya ditetapkan oleh pengadilan berdasarkan :
1. Persetujuan lebih dari ½ julmlah kreditor konkuren yang haknya diakui atau
sementara
diakui yang hadir dan mewakili paling sedikit 2/3 bagian dari seluruh tagihan yang
diakui atau yang semnetara diakui dari kreditor kankuren atau kuasanya yang hadir
dalam siding tersebut.
2. Persetujuan lebih dari ½ jumlah curator tentang hak suara kreditor yang piutangnya
dijamin, dengan gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan, hipotik,atau hak agunan atas
kebendaan lainny7a yang hadir dan mewakili palingsedikit 2’3 bagian dari seluruh
tagihan kreditor atau kuasanya yang hadir dalam sidang tersebut.
Sementara itu, pengadilan harus mengangkat panitia kreditor apabila permohonan
penundaan kewajiban pembayaran utang meliputi utang yang bersifat rumit atau banyak
kreditor pengangkatan tersebut dikehendaki oleh kreditor yang mewakili paling sedikit ½
bagian dari seluruh tagihan yang diakui. Dengan demikian, dalam putusan yang mengabulkan
penundaankewajiban pembayaran utang sementara, pengadilan dapat memasukkan ketentuan
yang dianggap perlu untuk kepentingan kreditor.
Dalam hal ini, hakim pengawas setiap waktu selama berlangsung penundaan
kewajiban melakukan pengawasan pembayaran utang tetap, berdasarkan;
prakarsa hakim pengawas permintaan pengurus atau permintaan satu atau lebih kreditor,
selama penundaan kewajiban pembayaran debitor tanpa persetujuan pengurus tidak dapat

9
melakukan tindakan kepengurusan atau kepemilikan atas seluruh atau sebagian hartanya.
Apabila debitor melanggar ketentuan tersebut, pengurus berhak untuk melakukan segala
sesuatu yang diperlukan untuk memastikan bahwa harta debitor tidak dirugikan karena
tindakan debitor tersebut. Sementara itu, dalam pasal 244 tidak berlaku penundaan kewajiban
pembayaran utang, antara lain : tagihan yang dijamin dengan gadai, jaminan fidusia, hak
tanggungan hipotik atau hak agunan atas kebendaan lainnya tagihan biaya pemeliharaan,
pengawasan, atau pendidikan yang sudah harus dibayar dan hakim pengawas harus
menentukan jumlah tagihan yang sudah ada dan belum dibayar sebelum penundaan
kewajiban pembayaran utang yang bukan merupakan tagihan dengan hak untuk
diistimewakan tagihan yang diistimewakan terhadap benda tertentu milik debitor maupun
terhadap seluruh harta debitor yang tidak tercakup di atas. Dengan demikian, penundaan
kewajiban pembayaran utang dapat diakhiri atas permintaan hakim pengawas, satu atau lebih
kreditor, atau atas prakarsa pengadilan, dalam hal :debitor selama waktu penundaan
kewajiban pembayaran utang bertindak dengan itikad buruk dalam melakukan pengurusan
terhadap hartanya debitor telah merugi atau telah mencoba merugikan kreditornya, debitor
melakukan pelanggaran dalam Pasal 240 debitor lalai melaksanakan tindakan-tindakan yang
diwajibkan kepadanya oleh pengadilan pada saat atau setelah penundaan kewajiban
pembayaran utang diberikan atau lalai melaksanakan tindakan-tindakan yang disyaratkan
oleh pengurus demi kepentingan harta debitor selama waktu penundaan kewajiban
pembayaran utang, keadaan harta debitor ternyata tidak lagi memungkinkan dilanjutkannya
penundan kewajiban pembayaran utang keadaan debitor tidak dapat diharapkan untuk
memenuhi kewajiban terhadap kreditor pada waktunya.

A. Manfaat adanya PKPU


PKPU sangat bermanfaat karena perdamaian yang dilakukan melalui PKPU akan
mengikat kreditur lain diluar PKPU (pasal 270 UUK), sehingga debitur dapat melanjutkan
restrukturisasi usahanya, tanpa takut ‘digerecoki’ oleh tagihan kreditur-kreditur yang berada
diluar PKPU. Selain itu Kreditur juga seharusnya terjamin melalui PKPU, karena apabila
terjadi pelanggaran terhadap perjanjian perdamaian tersebut, maka kreditur dapat mengajukan
permohonan pembatalan perjanjian perdamaian kepada Pengadilan Niaga, dan debitur akan
otomatis dinyatakan pailit (pasal160, 161, jo 276 UUK). Apabila melalui proses restructuring
biasa, yang apabila terjadi breach perjanjian, tentunya harus dilalui proses gugat perdata yang
berliku-liku proses dan panjangnya waktu. Berdasarkan Undang Undang Kepailitan maka,
pengadilan yang berhak memutus pernyataan pailit dan penundaan kewajiban, pembayaran

10
utang adalah Pengadilan Niaga yang berada di lingkungan Peradilan Umum, dan Hukum
Acara yang digunakan adalah Hukum Acara Perdata.

2.7. Pencocokan (Verifikasi) Piutang


Pencocokan piutang merupakan salah satu kegiatan yang penting dalam proses
kepailitan karena dengan pencocokan piutang inilah nantinya ditentukan perimbangan dan
urutan hak dari masing-masing kreditor, dilakukan paling lambat 14 hari sejak putusan
pernyataan pailit mempunyai kekuatan hukum tetap. Dalam hal ini hakim pengawas dapat
menetapkan batas akhir pengajuan tagihan, batas akhir verifikasi pajak untuk menentukan
besarnya kewajiban pajak sesuai dengan peraturan perundangan dibidang perpajakan hari,
tanggal, waktu dan tempat rapat kreditor untuk mengadakan pencocokan utang.
Sementara itu kreditor wajib menyerahkan piutangnya sendiri kepada kurator disertai
dengan perhitungan atau keterangan tetulis lainnya yang menunjukan sifat jumlah piutang,
disertai dengan surat bukti atau salinannya dan suatu pernyataan ada tidaknya kreditor
mempunyai suatu hak istimewa, hak gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan, hipotik, hak
agunan atas kebendaanlainnya, atau hak untuk menahan benda. Dengan demikian , kurator
berkewajiban untuk melakukan pencocokan antara perhitungan-perhitungan yang
dimasukkan dengan catatan-catatan dan keterangan-keterangan bahwa debitor telah pailit.
Setelah itu kurator harus membuat daftar piutang dengan memilah-milah antara piutang yang
disetujui dan yang dibantah. Salinan daftar piutang itu harus diletakkan di kantor kurator
untuk selama 7 hari sebelum rapat pencocokan piutang agar dapat dilihat oleh pihak-pihak
yang berkepentingan. Dengan demikian, dalam rapat pencocokan piutang hakim pengawas
berkewajiban membacakan daftar piutang yang sementara telah diakui dan oleh kurator dan
oleh kurator telah dibantah untuk dibicarakan dalam rapat ini. Suatu piutang yang telah diakui
dalam rapat mempunyai kekuatan mutlak dalam kepailitan, sedangkan dalam piutang yang
dibantah atau tidak diakui, sementara hakim pengawas tidak dapat mendamaikannya maka
hakim pengawas akan menunjuk para pihak untuk menyelesaikannya dalam suatu sidang
pengadilan yang ditentukan olehnya.
Dengan demikian, debitor wajib hadir sendiri dalam rapat pencocokan piutang agar
dapat memberikan keterangan yang diminta hakim pengawas mengenai sebab-musabab
kepailitan dan keadaan harta pailit.

11
2.8. Perdamaian (Accord)
Debitor pailit berhak untuk menawarkan rencana perdamaian (accord) kepada para
krediturnya dalam batas waktu paling lambat delapan harisebelum rapat pencocokan piutang
menyediakan kepaniteraan pengadilan agar dapat dilihat secara cuma-cuma oleh setiap orang
yang berkepentingan. Rencana perdamaian tersebut wajib dibicarakan dan segera diambil
keputusan setelah selesainya pencocokan piutang. Namun, apabila rencana perdamaian telah
diajukan kepada panitera, hakim pengawan harus menentukan hari terakhir tagihan dan harus
disampaikan kepada pengurus tanggal dan waktu rencana perdamaian yang diusulkan akan
dibicarakan dan diputuskan dalam rapat kreditor yang dipimpin oleh hakim pengawas.
Dengan demikian, rencana perdamaian ini diterima apabila disetujui dalam rapat
kreditor oleh lebih dari ½ jumlah kreditor konkuren yang hadir dalam rapat dan haknya
diakui atau untuk sementara diakui yang mewakili paling sedikit 2/3 dari jumlah seluruh
piutang konkuren yang diakui atau yanguntuk sementara diakui dari kreditor konkuren atau
kuasanya yang hadir dalam rapat tersebut. Sementara itu, pengadilan berkewajiban menolak
pengesahan perdamaian apabila harta debitor termasuk benda untuk mana dilaksanakan hak
untuk menahan suatu benda jauh lebih besar daripada jumlah yang disetujui dalam
perdamaian pelaksanaan perdamaian tidak cukup terjamin.
Perdamaian itu dicapai karena penipuan atau persekongkolan dengan satu atau lebih
kreditor atau karena pemakaian upaya lain yang tidak jujur dan tanpa menghiraukan apakah
debitor atau pihak lain bekerja sama untuk mencapaihal ini. Dengan demikian, perdamaian
yang disahkan berlaku bagi semua kreditor yang tidak mempunyai hak untuk didahulukan
tanpa pengecualian baik yang telah mengajukan diri dalam kepailitan maupun tidak. Dalam
hal ini, perdamaian atau pengesahan jika ditolak debitor pailit tidak dapat lagi menawarkan
perdamaian dalam kepailitan tersebut. Putusan pengesahan perdamaian yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap merupakan alas hak yang yang dapat dijalankan terhadap
debitor dan semua orang yang menanggung pelaksanaan perdamaian. Sehubungan dengan
piutang yang telah diakui, sejauh tidak dibantah oleh debitor pailit sesuai dengan acara berita
pencocokan piutang walaupun sudah ada perdamaian, kreditor tetap memiliki hak terhadap
para penanggung dan sesama debitor sehingga hak kreditor terhadap benda-benda pihak
ketiga tetap dimilikinya seolah-olah tidak ada suatu perdamaian. Dalam hal ini, pengesahan
perdamaian telah memperoleh kekuatan hukumtetap. Kepailitan berakhir dan kurator wajib
mengumumkan perdamaian dalam berita negara indonesia dan paling sedikit dua surat kabar
harian yang beredar secara nasional. Kreditor dapat menuntut pembatalan suatu perdamaian
yang telahdisahkan apabila debitor lalai memenui isi perdamaian tersebut.

12
Debitor wajib membuktikan bahwa perdamaian telah dipenuhi. Apabila tidak dapat
dibuktikan maka dalam putusan pembatalan perdamaian diperintahkan supaya kepailitan
dibuka kembali. Dalam hal kepailitan dibuka kembali harta pailit dibagi diantara para
kreditor (insolvensi) dengan cara: Jika kreditor lama maupun kreditor baru belum mendapat
pembayaran, hasil penguangan harta pailit dibagi diantara mereka secara rata, pembayaran
menurut besar kecilanya piutang masing-masing. Jika telah dilakukan pembayaran sebagian
kepada kreditor lama, kreditor lama dan kreditor baru berhak menerima pembayaran sesuai
dengan presentase yang telah disepakati dalam perdamaian. Kreditor lama dan kreditor baru
berhak memperoleh pembayaran secara pukul rata atas sisa harta pailit setelah dikurangi
pembayaran sebagaimana dimaksud pada huruf b sampai dipenuhinya seluruh piutang yang
diakui. Kreditor lama yang telah memperoleh pembayara tidak diwajibkan untuk
mengembalikan pembayaran yang telah diterimanya.
Permohonan peninjauan kembali terhadap putusan hakim yang telah memperoleh
kekuasaan hukum tetap, dapat diajukan permohonan peninjauan kembali dapat diajukan
apabilaSetelah perkara diputus ditemukan bukti baru yang bersifat menentukan yang
padawaktu perkara diperiksa di pengadilan sudah ada, tetapi belum ditemukan.Dalam putusan
hakim yang bersangkutan terdapat kekeliruan yang nyata.

13
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Kata pailit berasal dari bahasa Perancis yaitu failite yang berarti kemacetan
pembayaran. Pengertian Pailit atau bangkrut menurut Black’s Law Dictionary adalah
seorang pedagang yang bersembunyi atau melakukan tindakan tertentu yang
cenderung mengelabuhi pihak kreditornya. Sementara itu, dalam Pasal 1 butir 1
Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004, kepailitan adalah sita umum atas semua
kekayaan debitor pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh kurator
di bawah pengawasan hakim pengawas sebagaimana diatur dalam undang-undang ini.
PKPU diatur pada BAB II UU Kepailitan, tepatnya pasal 212 sampai pasal
279 Undang-Undang Kepailitan. PKPU adalah prosedur hukum (atau upayahukum)
yang memberikan hak kepada setiap Debitur yang tidak dapat atau memperkirakan
bahwa ia tidak akan dapat melanjutkan membayar utang-utangnya yang sudah jatuh
waktu dan dapat ditagih, dapat memohon penundaan kewajiban pembayaran utang,
dengan maksud pada umumnya untuk mengajukan rencana perdamaian yang meliputi
tawaran pembayaran seluruh atau sebagian utang kepada kreditur konkuren (pasal 212
UU Kepailitan). Dalam permohonan tersebut, harus disertai daftar yang memuat sifat,
jumlah piutang, dan utang debitor beserta surat bukti secukupnya.
Rencana perdamaian wajib dibicarakan dan segera diambil keputusan setelah
selesainya pencocokan piutang. Namun, apabila rencana perdamaian telah diajukan
kepada panitera, hakim pengawan harus menentukan hari terakhir tagihan dan harus
disampaikan kepada pengurus tanggal dan waktu rencana perdamaian yang diusulkan
akan dibicarakan dan diputuskan dalam rapat kreditor yang dipimpin oleh hakim
pengawas
3.2. Saran
Sangat mungkin sebuah perusahaan mengalemi kepailitan, oleh karena itu alangkah
baiknya jika seorang owner atau pimpinan perusahaan melebarkan sayap relasinya
atau mencari patner kerjasama dengan perusahaan lain yang sekiranya di anggap
kompeten sesuai dengan usaha yang di kelolanya. Agar jika suatu saat terjadi
kepailitan di perusahaanya ia dapat dengan mudah mencari back up dana dengan
mudah.

14
DAFTAR PUSTAKA

https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/40784
https://www.djkn.kemenkeu.go.id/artikel/baca/13451/Kepailitan-dan-Akibat-
Kepailitan-Terhadap-Kewenangan-Debitur-Pailit-Dalam-Bidang-Hukum-
Kekayaan.html
https://bhpjakarta.kemenkumham.go.id/index.php/layanan-publik/kurator-
dalam-kepailitan
https://putusan3.mahkamahagung.go.id/rumusan_kamar/index/kategori/
kepailitan-dan-pkpu.html
https://yuridis.id/syarat-syarat-kepailitan-menurut-uu-kepailitan-no-37-tahun-
2004-tentang-kepailitan-dan-penundaan-kewajiban-pembayaran-utang/

15

Anda mungkin juga menyukai