Anda di halaman 1dari 14

INSOLVENSI DAN PEMBERESAN HARTA PAILIT

Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Hukum Kepailitan

Dosen Pengampu: Rizka Prawesti, M.H.

Disusun oleh:

Siti Nurhaliza (33020210048)

Novia Laily Romadziyah (33020210055)

Rosita Fitriani (33020210066)

Riski Amelia Romadhon (33020210123)

PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH

FAKULTAS SYARIAH

UNIVERSITAS ISLAM NEGRI SALATIGA

2023
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut asma Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, segala puja dan puji kami haturkan kepada-Nya. Yangmana dengan
segala rahmat dan inayah-Nya, kami selaku kelompok 8 (delapan) dapat
menyelesaikan makalah ini dengan tepat pada waktunya. Shalawat dan salam juga
tak lupa kami curahkan kepada nabi agung junjungan kita, Nabi Muhammad Saw.
beserta dengan keluarga dan sahabatnya. yang senantiasa kita harapkan
syafa'atnya kelak di hari pembalasan.

Tersusunnya makalah ini, kami ajukan untuk memenuhi tugas dari mata
kuliah Hukum Kepailitan, dengan judul "Insolvensi dan Pemberesan Harta Pailit".
Dalam penyusunan makalah ini, tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak yang
ikut andil dalam proses penyusunannya dan berupaya untuk menguraikan materi
secara singkat dan jelas, sehingga diharapkan makalah ini dapat membantu
menambah wawasan maupun pengetahuan para pembaca. Ucapan syukur juga tak
lupa kami ucapkan kepada dosen pengampu mata kuliah Hukum Kepailitan yakni
Ibu Rizka Prawesti, M.H. yang telah mempercayai pembuatan makalah ini
kepada kelompok 8 (delapan).

Kami menyadari banwasannya dalam penyusunan makalah ini masih terdapat


kekurangan maupun kekeliruan baik yang disengaja maupun tidak disengaja. Oleh
sebab itu, kami selaku kelompok 8 (delapan) sangat mengharapkan feedback baik
berupa kritikan maupun saran yang membangun terhadap penyempurnaan
makalah ini. Demikianlah, pengantar yang dapat penulis sampaikan, apabila
terdapat kesalahan tutur kata kami memohon maaf, semoga makalah ini dapat
menjadi tambahan wawasan yang bermanfaat bagi seluruh pembacanya.

Salatiga, 16 November 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................i

DAFTAR ISI............................................................................................................ii

BAB I.......................................................................................................................1

PENDAHULUAN...................................................................................................1

A. Latar Belakang..............................................................................................1

B. Rumusan Masalah.........................................................................................1

C. Tujuan Penulisan...........................................................................................2

BAB II......................................................................................................................3

PEMBAHASAN......................................................................................................3

A. Pengertian Insolvensi....................................................................................3

B. Proses Pemberesan Harta Pailit.....................................................................5

C. Akibat Hukum Insolvensi.............................................................................7

BAB III....................................................................................................................9

PENUTUP................................................................................................................9

A. Kesimpulan...................................................................................................9

B. Saran..............................................................................................................9

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................11

ii
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Insolvensi dan proses pemberesan hutang memainkan peran krusial
dalam ranah hukum bisnis dan keuangan saat ini. 1 Kondisi di mana individu
atau perusahaan tidak mampu membayar utangnya memunculkan implikasi
yang kompleks secara hukum, ekonomi, dan sosial. Proses pemberesan harta
pailit menjadi titik fokus penting dalam penanganan insolvensi, mengatur
pengelolaan aset debitur yang pailit dan alokasi hasilnya kepada kreditur.
Pemahaman mendalam terhadap mekanisme hukum dalam menangani kasus
insolvensi krusial untuk mengukur dampaknya.
Selain itu, penting untuk memahami dampak hukum bagi debitur yang
menghadapi insolvensi. Proses hukum ini dapat memicu pembekuan aset,
pengawasan ketat atas aktivitas keuangan, dan batasan dalam melakukan
bisnis di masa mendatang. Memahami konsekuensi hukum ini menjadi kunci
untuk mengevaluasi implikasi jangka panjang dari situasi keuangan yang
tidak stabil.
Makalah ini memberikan penekanan pada analisis mendalam terkait
konsep insolvensi, proses pemberesan harta pailit, dan dampak hukum bagi
debitur yang menghadapi kondisi ini. Dengan pemahaman yang
komprehensif, diharapkan dapat memberikan wawasan yang lebih baik dalam
menangani kasus-kasus insolvensi serta meningkatkan pengertian akan aspek
hukum yang terlibat dalam situasi keuangan yang sulit.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian insolvensi?
2. Bagaimana proses pemberesan harta pailit?
3. Bagaimanakah akibat hukum insolvensi?

1
Serlika Aprita, Penerapan Asas Kelangsungan Usaha Menggunakan Uji Insolvensi,
(Jember: CV. Pustaka Abadi, 2019), hlm. 27.

1
C. Tujuan Penulisan
Tujuan dalam pembahasan makalah ini, sebagaimana berdasarkan
rumusan masalah di atas, adalah untuk membahas hal-hal yang sesuai dengan
permasalahan yang diajukan, yakni antara lain:
1. Untuk mengetahui apa pengertian dari insolvensi
2. Untuk mengetahui bagaimana proses pemberesan harta pailit
3. Untuk mengetahui bagaimana akibat hukum insolvensi

2
BAB II

PEMBAHASAN
A. Pengertian Insolvensi
Insolvensi ialah adanya ketidaksanggupan seseorang dalam
membayarkan utangnya atau mengalami kekurangan dalam perihal
pembayaran utang. Insolvensi dapat pula diartikan sebagai ketidakmampuan
debitur dalam memenuhi kewajibannya secara keuangan saat jatuh tempo
seperti layaknya dalam bisnis atau mengalami kelebihan kewajiban jika
dibandingkan dengan jumlah asetnya pada waktu tertentu.2

Terdapat beberapa pengertian insolvensi yakni sebagai berikut:3

1. Menurut Faillissmentsverodening
Dasar insolvensi menurut Faillissmentsverodening dimaknai sebagai
keadaan “berhenti membayar”, tertuang pada Pasal 1 ayat (1). Tidak ada
pertimbangan oleh hakim bahwa debitor baru sekali atau dua kali tidak
membayar utangnya yang sudah jatuh temponya bisa dijatuhkan pailit.
Sedangkan menurut Tirtaatmidjaja bahwa debitor yang baru sekali saja
menolak pembayaran maka hal itu belumlah merupakan suatu keadaan
berhenti membayar.
2. Menurut UU No. 4 tahun 1998
Dasar insolvensi menurut UU No. 4 Tahun 1998 dimaknai sebagai
keadaan “tidak membayar”, termuat dalam Pasal 1 angka (1). Dasar
insolvensi dimaknai sebagai “tidak membayar”, Prajoto mengartikan
sebagai: menolak untuk membayar, cidera janji maupun wanprestasi.
Keadaan tidak membayar tidak sama dengan keadaan kekayaan debitor
tidak cukup untuk melunasi seluruh utangnya. Tidak diharuskan debitor
mempunyai kemampuan untuk membayar (onvermogen) dan memikul
seluruh utangnya. Istilah tidak membayar dapat diartikan sebagai naar de

2
Munir Fuady, Hukum Pailit Dalam Teori dan Praktek, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti,
2017), hlm. 289.
3
Hervana Wahyu Prihatmaka dkk, “Insolvensi Dalam Hukum Kepailitan di Indonesia (Studi
Putusan No.48/Pailit/2012/Pn.Niaga.Jkt.Pst Antara PT. Telekomunikasi Selular Vs PT. Primajaya
Informatika)”, Fiat Justisia Jurnal Ilmu Hukum, Vol. 8:2 (Juli 2014), hlm. 332-333.

3
letter, yakni debitor pada saat diajukan permohonan pernyataan pailit
sudah sama sekali berhenti membayar utangnya.
3. Menurut UU No. 37 Tahun 2004
Dasar insolvensi menurut UU No. 37 Tahun 2004 dimaknai sebagai
keadaan “tidak membayar lunas”, termuat dalam Pasal 2 ayat (1).
Keadaan tidak membayar lunas diartikan sebagai sudah membayar sekali,
dua kali, dan seterusnya namun tidak seluruhnya, atau debitor telah
membayar pokoknya namun belum membayar bunganya.

Terdapat dua kemungkinan debitur saat memasuki tahap insolvensi yakni


sebagai berikut:

1. Setelah Dinyatakan Pailit


Debitur yang sudah dinyatakan pailit oleh putusan pengadilan bisa
mengajukan rencana perdamaian (accord) kepada kreditur yang bisa
berisikan penawaran debitur untuk membayar utangnya kepada para
krediturnya dengan jumlah tertentu, menawarkan perdamaian (accord)
likuidasi, maupun menawarkan penundaan pembayaran dan
pengangsuran utang dalam jangka waktu yang ditentukan. Rencana
perdamaian yang diajukan tersebut harus diajukan paling lama delapan
hari sebelum pencocokan piutang.4 Supaya debitur memperoleh
pengesahan rencana perdamaian tersebut, dibutuhkan persetujuan
didalam rapat kreditur yang dihadiri oleh lebih dari ½ (satu per dua)
jumlah kreditur konkuren yang menghadiri rapat yang haknya diakui atau
sementara diakui, yang mewakili 2 /3 (dua per tiga) jumlah kreditur
konkuren yang diakui atau yang sementara diakui yang hadir didalam
rapat tersebut.
Keadaan insolvensi akan terjadi dengan sendirinya tanpa
membutuhkan putusan hakim jika accord tidak ditawarkan oleh debitur
sama sekali, tidak mendapatkan penerimaan dari para kreditur, serta tidak
mendapatkan homologasi dari hakim, atau ditolak oleh hakim banding.

4
Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang, Pasal 152.

4
2. Melalui Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU)
Proses PKPU memberikan tujuan kepada debitur agar mengajukan
rencana perdamaian kepada para krediturnya yang memberikan
penawaran untuk membayarkan sebagian atau seluruh utang dari debitur.
Rencana yang diajukan tersebut bisa disepakati jika lebih dari ½ (satu per
dua), yang kedudukannya mewakili 2 /3 (dua per tiga) jumlah kreditur
konkuren dan kreditur separatis. Debitur akan memasuki keadaan
insolven jika dalam 270 hari setelah diucapkannya putusan PKPU
kreditur tidak menerima, tidak menyetujui, atau tidak disahkan oleh
Pengadilan Niaga. Hakim pengawas akan menyatakan debitur dalam
keadaan pailit serta memberitahukannya kepada Pengadilan Niaga. Hal
ini tentu saja sangat berbeda dengan pengertian insolvensi itu sendiri.
Debitur tidak bisa dikatakan dalam keadaan insolven hanya dengan
berdasarkan suatu perdamaian saja, namun haruslah dilihat berdasarkan
kondisi keuangan yang dimiliki oleh debitur pada saat dimohonkan pailit.
Penerapan insolvensi tes dengan melihat kondisi keuangannya
merupakan sebuah cara yang tepat untuk menetapkan status insolven
kepada debitur.5

B. Proses Pemberesan Harta Pailit


Setelah berbagai macam tahapan kepailitan sejak putusan kepailitan
sampai dengan rapat perdamaian yang tidak mencapai hasil yang memuaskan
seperti yang telah disampaikan setelah Putusan Kepailitan, maka proses
selanjutnya adalah Pemberesan Harta Pailit.
Proses ini melibatkan tindakan kurator terhadap pengurusan harta debitor
pailit, dengan tujuan menjaga, memelihara, dan menginvestigasi agar harta
pailit tidak berkurang dalam jumlah dan nilai, bahkan dapat bertambah.
Proses pemberesan harta pailit meliputi beberapa tahapan, seperti penjualan
harta pailit, pembagian harta pailit, dan pengakhiran kepailitan6

5
Reisar Alka dan Tivana Arbiani Candini, “Insolvensi Tes Sebagai Dasar Permohonan Pailit
Dalam Hukum Kepailitan di Indonesia”, Gloria Justitia, Vol. 2:2 (Desember 2022), hlm 185-186.
6
Kantor Hukum Jakarta (advocates and legal consultants), “Pemberesan Harta Pailit,”
https://kantorhukumjakarta.com/pemberesan-harta-pailit/, diakses 16 November 2023.

5
Hakim pengawas wajib menyampaikan rencana penyelenggaraan rapat
kreditur pertama kepada kurator. Kemudian curator wajib memberitahu
mengenai rapat kreditur pertama dengan surat tercatat selambat-lambatnya 5
hari sejak putusan pailit ditetapkan. Setelah itu berikut proses pemberesan
harta pailit:
1. Melanjutkan usaha debitor yang dilakukan oleh curator ataupun kreditur
bukan debitor kepada Hakim Pengawas. setelah menerima usulan dari
Kurator ataupun Debitor untuk melanjutkan Usaha Debitor, maka Hakim
Pengawas mengadakan rapat Kreditor yang harus dilakukan paling lambat
14 hari setelah usulan tersebut diterima.7
2. Melaksanakan penaksiran atau penentuan harga penjualan harta pailit,
dengan mengacu pada surat Keputrusan Menteri kehakiman RI No.
M.28.PR.09.02 Tahun 1989. Untuk tanah dan bangunan sedangkan untuk
barang-barang perhiasan yang meklibatkan pegadaian atau
Lembaga=Lembaga aprisal dengan persetujuan hakim pengawas, apabila
kekayaan pailit dalam jumlah sangat besar.8
3. Balai harta peninggalan penjualan harta pailit dimuka umum atau dibawah
tangan, apabila terdapat barang-barang pailit tidak dapat dibereskan ,
maka Balai Harta Peninggalan dapat memutuskan apa yang hendak
diperbuatnya terhadap barang tersebut dengan izin hakim pengawas.
4. Membuat daftar pembagian kepada kreditur dengan identitas masing-
masing. Hasil penjualan harta pailit ditambah hasil penagihan piutang
dikurangi biaya pailit dan utang harta pailit merupakan harta yang dapat
dibagikan kepada kreditur.
5. Memungut upah-upah baik dari hasil penjualan barang-barang tetap
maupun bergerak, dari upah disetorkan ke Kas negara sebagai pendapatan
Negara dan biaya yang dikeluarkan dalam rangka pengurusan harta pailit.
6. Membagikan hasil penjualan yang dik=maksud adlaah dipotong dengan
upah-upah Balai Harta Peninggalan, PPN, Biaya (point 5) kepada para
kreditur.
7
Ibid.
8
Rilda Murniati, “Pengurusan dan Pemberesan harta pailit Oleh Balai Harta peninggalan
Akibat Hukumnya”, Fiat Justisia Jurnal Ilmu Hukum Fakultas Hukum universitas lampung, Vol.
2:1 (April 2011), hlm. 110-111.

6
7. Balai harta peninggalan membuat perhitungan penutup atas keuangan
pailit, dan diketahui oleh Hakim Pengawas
8. Balai peninggalan melakukan pengumuman menegnai berakhirnya
kepailitan dalam berita Negara republik Indonesia dan paling sedikti 2
surat kabar harian. Kurator wajib memberikan pertanggungjawaban
mengenai pengurusan dan pemberesan yang telah dilakukannya kepada
Hakim Pengawas paling lama 30 hari setelah berakhirnya kepailitan.

Dalam keseluruhan proses pemberesan harta pailit, penting untuk


mematuhi ketentuan hukum yang berlaku dan melibatkan berbagai pihak
terkait, seperti kurator, hakim pengawas, dan kreditor.

Sehingga proses dapat dimulainya pemberesan harta pailit oleh kurator


yaitu dengan memperhatikan pasal 15 ayat 1 dimana kurator harus mulai
pemberesan dan menjual semua harta pailit tanpa memperoleh persetujuan
atau bantuan debitur jika terdapat dua kemungkinan yaitu:9

1. Apabila usul mengurus perusahaan debitur tidak diajukan dalam jangka


waktu tertentu. Serta ditolaknya pengajuan usulan tersebut.
2. Dihentikannya pengurusan terhadap perusahaan debitur.

C. Akibat Hukum Insolvensi


Akibat hukum dari keadaan insolvensi ialah antara lain harta pailit segera
dieksekusi dan dibagi, kecuali terdapat pertimbangan tertentu (contohnya
pertimbangan bisnis). Dua bulan semenjak dimulainya masa insolvensi,
kreditor Pemegang Hak Tanggungan memiliki hak untuk mengeksekusi objek
hak tanggungan, sebagaimana yang telah diatur dalam Pasal 59 ayat (1)
Undang-Undang Kepailitan. Kreditor Pemegang hak tanggungan yang
melaksanakan haknya wajib memberikan pertanggungjawaban kepada
kurator tentang hasil penjualan benda yang menjadi jaminan tersebut dan
menyerahkan sisa hasil penjualan sesudah dikurangi jumlah utang, bunga, dan
biaya kepada kurator. Dengan demikian jika sesudah debitur dinyatakan
insolvensi, maka terhitung mulai hari itu juga kreditur pemegang hak
tanggungan harus bisa rnenjual obyek hak tanggungan dengan tata cara
9
Jono, Hukum Kepailitan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), hlm. 201.

7
sebagaimana yang ditentukan oleh Pasal 20 Undang-Undang No. 4 Tahun
1996 tentang HakTanggungan jo. Pasal 60 Undang-undang No. 37 Tahun
2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.
Dalam tempo waktu lebih dari dua bulan sejak dimulainya keadaan
insolvensi, kreditor pemegang hak tanggungan tidak melaksanakan haknya,
maka kurator harus menuntut diserahkannya benda yang menjadi jaminan dan
selanjutnya dijual sesuai dengan tata cara sebagaimana yang termuat dalam
Pasal 184 dan Pasal 185 Undang-Undang 79 Kepailitan, tanpa mengurangi
hak kreditor pemegang hak tanggungan atas hasil penjualan agunan ( objek
hak tanggungan ) tersebut. Kedudukan kreditor pemegang hak tanggungan
dalam hal debitor dinyatakan pailit, tetap sebagai kreditor sparatis yang
mempunyai hak preferen dan bisa melaksanakan hak eksekusinya walaupun
harus menunggu masa penangguhan eksekusi selama 90 (sembilan puluh)
hari, atau apabila debitor dinyatakan dalam keadaan insolvensi, maka kreditor
pemegang hak tanggungan dapat melaksanakan hak eksekusinya paling
lambat 2 bulan sejak dimulainya keadaan insolvensi.
Pasal 60 ayat (3) Undang-Undang Kepailitan juga mengatur bahwa jika
hasil penjualan objek hak tanggungan tersebut tidak mencukupi untuk
melunasi piutangnya, maka kreditor pemegang hak tanggungan dapat
mengajukan tagihan pelunasan atas kekurangan tersebut dari harta pailit
sebagai kreditor konkuren, sesudah mengajukan permintaan pencocokan
piutang. Dalam keadaan ini kedudukan kreditor pemegang hak tanggungan
sebagai kreditor sparatis berubah menjadi kreditor konkuren dan mempunyai
kedudukan yang sama seperti kreditor-kreditor lainnya dalam pelunasan
utang debitor, dihitung berdasarkan besarnya piutang masing-masing
dibandingkan terhadap piutang mereka secara keseluruhan, terhadap
kekayaan debitor.10

10
Danik Gatot Kuswardani dan Achmad Busro, Akibat Hukum Putusan Pailit Terhadap
Kreditor Preferen dalam Perjanjian Kredit yang Dijaminkan dengan Hak Tanggungan,
(Semarang: Universitas Diponegoro, 2014), hlm 78-79.

8
BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan
Insolvensi ialah adanya ketidaksanggupan seseorang dalam
membayarkan utangnya atau mengalami kekurangan dalam perihal
pembayaran utang. Insolvensi dapat terjadi ketika setelah debitur dinyatakan
pailit atau ketika melalui penundaan kewajiban pembayaran utang. Adapun
mengenai proses pemberesan harta pailit, pemberesan harta pailit tersebut
melibatkan langkah-langkah esensial yang dimulai dengan pengumuman
rapat kreditur pertama oleh hakim pengawas kepada kurator. Setelah upaya
perdamaian gagal, tahapan berikutnya mencakup penilaian dan penjualan
harta pailit, dengan penaksiran harga yang diumumkan secara publik. Hasil
penjualan dibagi kepada kreditur setelah pengurusan biaya dan upah-upah.
Balai Harta Peninggalan bertanggung jawab atas barang pailit sulit dijual.
Proses ini mematuhi hukum dan memerlukan koordinasi antara kurator,
hakim pengawas, dan kreditur. Jika usulan pengurusan debitor ditolak atau
tidak diajukan tepat waktu, kurator dapat memulai pemberesan harta pailit
tanpa persetujuan debitor, mengakhiri proses pengurusan terhadap perusahaan
debitur. Keseluruhan proses berakhir dengan pengumuman berakhirnya
kepailitan dan pertanggungjawaban kurator kepada hakim pengawas.
Selain itu, Dalam kasus insolvensi, kreditor pemegang hak tanggungan
memiliki hak untuk eksekusi objek jaminan dalam dua bulan. Setelah itu,
kurator dapat menuntut penjualan jaminan jika tidak dilaksanakan. Kreditur
pemegang hak tanggungan tetap memiliki preferensi, namun jika hasil
penjualan tidak cukup, mereka menjadi kreditor konkuren yang dapat
menuntut dari harta pailit. Pasal 60 Undang-Undang Kepailitan mengatur
perubahan status kreditor sparatis menjadi kreditor konkuren jika tagihan tak
terlunasi dari hasil penjualan jaminan.

B. Saran
Dengan disusunnya makalah ini, kami selaku penulis menyadari
bahwasannya dalam penyusunannya masih terdapat banyak kekurangan, baik

9
yang disengaja maupun yang tidak disengaja. Oleh sebab itu, demi
penyempurnaan makalah ini, kami mengharapkan kritik dan saran yang
membangun bagi makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat bagi para
pembaca dan khususnya kami sebagai penulis

10
DAFTAR PUSTAKA
Alka, Reisar, dan Tivana Arbiani Candini, “Insolvensi Tes Sebagai Dasar
Permohonan Pailit Dalam Hukum Kepailitan di Indonesia”, Gloria
Justitia, 2 (Desember 2022).
Aprita, Serlika, Penerapan Asas Kelangsungan Usaha Menggunakan Uji
Insolvensi, Jember: CV. Pustaka Abadi, 2019.
Fuady, Munir, Hukum Pailit Dalam Teori dan Praktek, Bandung: PT Citra Aditya
Bakti, 2017.
Jono, Hukum Kepailitan, Jakarta: Sinar Grafika, 2008.
Kantor Hukum Jakarta (advocates and legal consultants), “Pemberesan Harta
Pailit,” https://kantorhukumjakarta.com/pemberesan-harta-pailit/, diakses
16 November 2023.
Kuswardani, Danik Gatot dan Achmad Busro, Akibat Hukum Putusan Pailit
Terhadap Kreditor Preferen dalam Perjanjian Kredit yang Dijaminkan
dengan Hak Tanggungan, Semarang: Universitas Diponegoro, 2014.
Murniati, Rilda, “Pengurusan dan Pemberesan harta pailit Oleh Balai Harta
peninggalan Akibat Hukumnya”, Fiat Justisia Jurnal Ilmu Hukum
Fakultas Hukum universitas lampung, 2 (April 2011).
Prihatmaka, Hervana Wahyu, dkk, “Insolvensi Dalam Hukum Kepailitan di
Indonesia (Studi Putusan No.48/Pailit/2012/Pn.Niaga.Jkt.Pst Antara PT.
Telekomunikasi Selular Vs PT. Primajaya Informatika)”, Fiat Justisia
Jurnal Ilmu Hukum, 8 (Juli 2014).
Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan
Kewajiban Pembayaran Utang, Pasal 152.

11

Anda mungkin juga menyukai