Anda di halaman 1dari 16

Tinjauan Yuridis Penundaan Kewajiban dan Pembayaran Utang (PKPU)

Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Hukum Kepailitan

Dosen Pengampu : Rizka Prawesti, M.H

Disusun oleh:

1. Muhammad Adityawarman Subagja (33020170179)


2. Rahmat Priyadi (33020190015)
3. Annisa Febriani (33020190017)
4. Nurul Khamamah (33020190020)
5. Devan Rizal Permana (33020190023)

HUKUM EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS SYARIAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA
2021
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya penyusun dapat menyelesaikan
makalah ini dengan judul “Tinjauan Yuridis Penundaan Kewajiban dan
Pembayaran Utang (PKPU)” guna menyelesaikan tugas mata kuliah Hukum
Kepailitan. Penyusun berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan kita. Penyusun menyadari sepenuhnya bahwa di dalam
makalah ini terdapat kekurangan-kekurangan dan jauh dari apa yang kami harapkan.
Untuk itu, saya berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan di masa yang
akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa sarana yang
membangun. Semoga makalah ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.
Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi saya sendiri maupun
orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan
kata-kata yang kurang berkenan dan kami mengharapkan kritikan dan saran yang
sifatnya membangun demi perbaikan kedepannya.

Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...................................................................................................... i

DAFTAR ISI .................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................ 1

A. Latar Belakang ............................................................................................................. 1


B. Rumusan Masalah ........................................................................................................ 2

BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................. 3

A. Pengertian PKPU ......................................................................................................... 3

B. Tinjauan Yuridis Penundaan Kewajiban dan Pembayaran Utang ................................ 4

C. Perlindungan Hukum Bagi Debitor untuk Mencegah Kepailitan terkait Batasan


Waktu PKPU ..................................................................................................................... 7

D. Perbedaan Putusan Pernyataan Pailit dengan PKPU.................................................... 9

BAB III PENUTUP ....................................................................................................... 11

A. Kesimpulan ......................................................................................................... 11

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................... 13

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Kegiatan perusahaan pada umumnya dijalankan dengan tujuan untuk
memperoleh keuntungan yang maksimal sesuai dengan pertumbuhan perusahaan
tersebut dalam jangka panjang. Kehadiran perusahaan diharapkan dapat membuka
lapangan pekerjaan dan menyejahterakan tenaga kerja, serta menyediakan barang
dan atau jasa yang diperlukan oleh masyarakat. Selain itu kehadiran perusahaan
juga diharapkan dapat memberikan kontribusi pada pembangunan nasional baik itu
melalui pembayaran pajak maupun tanggung jawab sosial lainnya.1
Dalam kenyataannya, tidak semua perusahaan memperoleh keuntungan
dan memenuhi harapan seperti yang direncanakan. Banyak perusahaan yang justu
mengalami kerugian yang mengarah pada likuiditas, sehingga tidak mampu
melanjutkan usaha dan melakukan pemutusan hubungan kerja. Hal ini terjadi
antara lain karena dalam menjalankan kegiatan usaha, pengurus perusahaan tidak
memiliki kemampuan membuat kebijakan-kebijakan dalam memperoleh,
mengelola, dan menggunakan sumber-sumber ekonomi yang dimiliki dengan
cepat. Selain itu perusahaan tersebut tidak beroperasi sesuai dengan ketentuan
yang berlaku dan tidak menerapkan etika bisnis dengan baik.2
Untuk mengantisipasi kencenderungan dunia usaha yang berakibat pula
pada tidak dapatnya dipenuhi kewajiban-kewajiban yang sudah jatuh tempo, maka
pemerintah melakukan perubahan-perubahan yang sangat signifikan dalam
peraturan perundang-undangan dibidang kepailitan yaitu dengan menggantikan

1R Anton Suyanto, 2012, Pemanfaaatan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Sebagai Upaya
Mencegah Kepailitan, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, hlm. 1

2
Haidar Bagir, 1995, Era Baru Managemen Etis, Bandung: Miza, hlm. 5

1
fallissement veroning, statsblaad 1905 Nomor 217 Junto statsblaad 1906 Nomor
348 Dengan peraturan perintah pengganturan Undang-Undang yaitu Undang-
Undang nomor 4 Tahun 1998 dan kemudian menyempurnakan lagi dengan
Undang-Undang nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan
Kewajiban Pembayaran Utang (selanjutnya disingkat UUK-PKPU).3
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana tinjauan yuridis dari Penundaan Kewajiban dan Pembayaran Utang
(PKPU)?
2. Apakah batasan waktu PKPU yang diatur dalam UUK-PKPU memberikan
perlindungan hukum bagi debitur untuk mencegah kepailitan?
3. Bagaimana Perbedaan putusan pernyataan pailit dengan PKPU?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui bagaimana tinjauan dari Penundaan Kewajiban dan
Pembayaran Utang (PKPU).
2. Untuk memahami apakah batasan waktu PKPU yang diatur dalam UUK-PKPU
memberikan perlindungan hukum bagi debitur untuk mencegah kepailitan.
3. Untuk menganalisa perbedaan putusan pernyataan pailit dengan PKPU.

3
Rahayu Hartini, Hukum Kepailitan Edisi revisi Berdasarkan Undang-undang No 37 tahun 2004
tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, UPT Percetakan Universitas
Muhammadiyah, Malang, 2008, hlm 220 .

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian PKPU
Pada prinsipnya PKPU berbeda dengan kepailitan. Hal ini didasari dengan
tujuan dari kepailitan dan PKPU yang tidak sama. Kepailitan bertujuan untuk
melakukan suatu pemberesan harta debitor pailit yang dalam keadaan tidak
mampu membayar utangnya (insolven).4 Sedangkan PKPU bertujuan untuk
menjaga agar debitor dapat terhindar dari pailit.
Ketentuan tentang Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) ini
diatur pada Bab ketiga Pasal 222 sampai Pasal 294. Ketentuan tersebut
menjelaskan bahwa keberadaan PKPU itu sebagai suatu tawaran pembayaran
utang bagi debitor kepada kreditor baik dibayarkan sebagian atau seluruh
utangnya untuk dapat menyelesaikan sengketa kepailitan. PKPU dapat pula
diartikan dengan suatu keringanan yang diberikan kepada debitor agar dapat
menunda pembayaran utangnya. Dengan maksud bahwa debitor dapat
mempunyai harapan kembali dalam waktu yang relatif tidak lama akan
berpenghasilan dan memperoleh pemasukan untuk dapat melunasi utang-
utangnya.5

4
Emmy Yuhassarie, Tri Harnowo dalam Rangkaian Lokakarya Terbatas “Masalah-Masalah
Kepailitan Dan Wawasan Hukum Bisnis Lainnya, Pemikiran Kembali Hukum Kepailitan Indonesia”,
Pusat Pengkajian Hukum, Jakarta, 2005, hlm. 29
5
Robinton Sulaiman, Joko Prabowo, Lebih Jauh tentang Kepailitan, Tinjauan Yuridis, Tanggung
Jawab Komisaris, Direksi dan Pemegang Saham terhadap Perusahaan pailit, Pusat Studi Hukum
Bisnis, Fakultas Hukum, Universitas Pelita Harapan, Karawaci, 2000, hlm. 32.

3
Menurut Kartini Mulyadi pengertian dari PKPU adalah pemberian
kesempatan pada debitor untuk melakukan restrukturisasi utangutangnya baik
yang meliputi pembayaran seluruh utang atau sebagian utangnya kepada kreditor
konkuren. Apabila PKPU terlaksana dengan baik maka debitor akan dapat
meneruskan usahanya dan terhindar dari kepailitan.6
Jadi dari beberapa pengertian dari Penundaan Kewajiban Pembayaran
Utang (PKPU) di atas dapat diambil kesimpulan bahwa PKPU merupakan
kesempatan bagi debitor agar dapat menyelesaikan sengketa utangnya dengan
melakukan langkah perdamaian dan musyawarah. Dengan harapan tidak
langsung dipailitkan, tetapi memberikan kesempatan untuk memperbaiki
ekonomi agar dapat melunasi utangnya sehingga tidak merugikan para
kreditornya.

B. Tinjauan Yuridis Penundaan Kepailitan dan Pembayaran Utang


Undang-undang No 37 Tahun 2004 sendiri tidak menyatakan secara jelas
tentang pengertian dari PKPU, didalam Undang-undang tersebut hanya
menjelaskan tentang pengajuan PKPU yang berbunyi :
1. Debitor yang tidak dapat atau memperkirakan tidak akan dapat melanjutkan
pembayaran utang-utangnya yang sudah jatuh waktu dan dapat ditagih, dapat
memohon Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, dengan maksud untuk
mengajukan rencana perdamaian yang meliputi tawaran pembayaran sebagian
atau seluruh utang kepada kreditor.
2. Kreditor yang memperkirakan bahwa debitor tidak dapat melanjutkan
membayar utangnya yang sudah jatuh waktu dan dapat ditagih, dapat memohon

6
Rudy A. Lontoh, et al, op., cit., hlm. 173

4
agar kepada debitor diberi penundaan kewajiban pembayaran utang, untuk
memungkinkan debitor mengajukan rencana perdamaian yang meliputi tawaran
pembayaran sebagian atau seluruh utang kepada kreditornya.
Apabila permohonan PKPU itu diterima maka proses pemeriksaan
ditengah-tengah persidangan harus dihentikan oleh Pengadilan Niaga.92Karena
PKPU merupakan upaya yang dapat diajukan oleh debitor sebelum sengketa
diputus oleh pengadilan Niaga. 7Sebagaimana ketentuan pada Pasal 229 ayat (3)
mengatakan : "apabila permohonan pernyataan pailit dan permohonan penundaan
kewajiban pembayaran utang diperiksa pada saat yang bersamaan, permohonan
penundaan kewajiban pembayaran utang harus diputuskan terlebih dahulu."
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang ini juga terdapat pada Hukum
Islam dimana hal itu jelas tertera pada ayat Alquran yang yang artinya berbunyi :
"Dan Jika (orang berhutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai
berkelapangan.Dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih baik
bagimu, jika kamu mengetahui." (Al-Quran Surat Al-Baqarah Ayat 280).
Penundaan kewajiban pembayaran utang harus diajukan oleh debitor
sebelum ada putusan pernyataan pailit. Apabila putusan pernyataan pailit sudah
diucapkan oleh hakim terhadap debitor tersebut, debitor tidak dapat lagi
mengajukan permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang.8 Kreditor
yang dapat mengajukan permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang
adalah baik kreditor konkuren maupun kreditor yang didahulukan. 9 Kreditor
konkuren adalah kreditor yang tidak memiliki hak jaminan atau agunan atas harta
debitor sebagai jaminan pelunasan utang. Sementara itu, kreditor yang

7
Sutan Remy Sjahdeini, op., cit., hlm. 328.

8
Man S. Sastrawidjaja, op.cit., hlm.202

9
Penjelasan Pasal 222 ayat (2) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan P
enundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

5
didahulukan pelunasan piutangnya adalah kreditor pemegang hak jaminan dan
kreditor istimewa.
Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan
Kewajiban Pembayaran Utang menentukan tidak semua debitor dapat
mengajukan sendiri permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang.
Dalam hal debitor adalah bank, perusahaan efek, bursa efek, lembaga kliring dan
penjaminan, lembaga penyimpanan dan penyelesaian, perusahaan asuransi,
perusahaan re-asuransi, dana pensiun, dan badan usaha milik negara yang
bergerak di bidang kepentingan publik maka yang dapat mengajukan
permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang yaitu Bank Indonesia
apabila debitor adalah bank, Badan Pengawas Pasar Modal dalam hal debitor
adalah perusahaan efek, bursa efek, lembaga kliring dan penjaminan, lembaga
penyimpanan dan penyelesaian, dan Menteri Keuangan dalam hal debitor adalah
perusahaan asuransi, perusahaan re-asuransi dan dana pensiun, dan badan usaha
milik negara yang bergerak di bidang kepentingan publik. Seperti yang telah
dijelaskan didalam pasal (223) yang berbunyi : “ Dalam hal debitor adalah Bank,
Perusahaan Efek, Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan, Lembaga
penyimpanan dan Penyelesaian, Perusahaan Asuransi, Perusahaan Reasuransi,
Dana Pensiun, dan Badan Usaha Milik Negara yang bergerak di bidang
kepentingan publik maka dapat mengajukan permohonan penundaan kewajiban
pembayaran utang adalah lembaga sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat
(3), ayat (4), dan ayat (5).
Dalam proses PKPU, sebelum pengadilan memutuskan untuk mengadakan
pemberian PKPU tetap, baik debitor maupun kreditor dapat mengajukan untuk
10
diberikan putusan PKPU sementara. Dalam hal permohonan diajukan oleh

10
Pengadilan menurut Pasal 1 angka 7 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang adalah Pengadilan Niaga dalam lingkungan peradilan umum

6
debitor, pengadilan dalam waktu paling lambat 3 (tiga) hari sejak tanggal
didaftarkannya permohonan harus mengabulkan penundaan kewajiban
pembayaran utang sementara dan harus menunjuk seorang hakim pengawas dari
hakim pengadilan serta mengangkat 1 (satu) atau lebih pengurus yang bersama
dengan debitor mengurus harta debitor.11 Tugas hakim pengawas dalam
penundaan kewajiban pembayaran utang mirip dengan tugas hakim pengawas
dalam kepailitan.12

C. Perlindungan Hukum Bagi Kepentingan Debitor untuk Mencegah


Kepailitan Terkait Batasan Waktu PKPU

Kepentingan manusia merupakan sesuatu yang harus dilindungi oleh hukum,


karena memang hukum itu dibuat oleh dan untuk manusia atau masyarakat.
Berangkat dari pemahaman ini, kata perlindungan hukum sebenarnya erat kaitannya
dengan fungsi hukum dan tujuan hukum, mengenai apa fungsi hukum pada umumnya
ahli hukum sudah sepakat mengatakan bahwa fungsi hukum merupakan perlindungan
kepentingan manusia.13

Berkaitan dengan hal tersebut, sesuai dengan Pasal 28 D ayat (1) UUD Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 disebutkan bahwa “setiap orang berhak atas
pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan
yang sama dihadapan hukum”. Ketentuan tersebut memberikan suatu arti bahwa
Undang-Undang menghendaki perlindungan hukum dan kepastian hukum yang
mengandung keadilan dalam suatu peraturan.

11
Pasal 225 ayat (2) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan
PenundaanKewajiban Pembayaran Utang

12
Sutan Remy Sjahdeini, op. cit., hlm. 344

13
Bernad Nainggolan, 2011, Perlindungan Hukum Seimbang,Debitor, Kreditor dan Pihak-Pihak
Berkepentingan dalam Kepailitan, Bandung: PT Alumni, Bandung, hlm. 22

7
UUK-PKPU memiliki tujuan agar debitor yang merupakan perusahaan
mempunyai waktu yang cukup untuk berusaha mengadakan perdamaian dengan para
kreditor dalam menyelesaikan utang-utangnya. PKPU memberikan kesempatan
kepada debitor untuk melakukan reorganisasi usaha atau managemen perusahaan atau
melakukan restukturisasi utang-utangnya dalam tenggang waktu PKPU, yang pada
akhirya debitor akan meneruskan kegiatan usahanya. Pada PKPU, debitor tidak
kehilangan haknya untuk mengurus perusahaan dan asetnya, sehingga debitor tetap
mempunyai wewenang untuk melakukan pengurusan perusahaannya. Tujuan dari
PKPU tersebut menunjukkan bahwa debior diberikan kesempatan oleh UUK-PKPU
untuk berusaha melakukan perdamaian dengan para kreditor mengenai utang-
utangnya sehingga debitor terhindar dari kepailitan dan dapat melanjutkan usahanya
kembali dan jaminan bagi para kreditor agar hak-hak mereka terkait piutang dipenuhi
oleh kreditor.

UUK-PKPU menjamin perlindungan hukum bagi debitor untuk mencegah


kepailitan, sebagaimana diatur dalam pasal 222 ayat (2) yang kemudian diperkuat lagi
melalui pasal 225 ayat (2) UUK-PKPU. Di dalam pasal 222 ayat (2) menyatakan
bahwa debitor tidak dapat atau memperkirakan tidak akan dapat melanjutkan
menbayar utang-utangnya yang sudah jatuh waktu dan dapat ditagih, dapat memohon
PKPU, dengan maksud untuk mengajukan rencana perdamaian yang meliputi tawaran
pembayaran sebagian atau seluruh utang kepada kreditor. Dan pasal 225 ayat (2) juga
mengatur bahwa dalam hal permohonan diajukan oleh debitor, pengadilan dalam
waktu paling lambat 3 (tiga) hari sejak tanggal didaftarkannya surat permohonan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 224 ayat (1) harus mengabulkan PKPU
sementara dan harus menunjuk seorang Hakim Pengawas dan Hakim Pengadilan
serta mengangkat 1 (satu) atau lebih pengurus yang bersama dengan debitor
mengurus harta debitor.

Terkait dengan perlindungan hukum terhadap debitor dalam melakukan upaya


PKPU, secara tersirat UUK-PKPU telah memberikan jaminan perlindungan yakni

8
berupa kepastian terhadap para kreditor akan piutangnya dibayar oleh debitor dan
juga telah membantu debitor untuk mencegah kepailitan. Namun dengan adanya
batasan waktu yang singkat tersebut bagi debitor untuk melakukan upayaperdamaian
dengan para kreditor dirasa belum optimal karena sulit bagi debitor untuk dapat
mencapai kesepakatan melalui upaya perdamaian dengan para kreditor sehingga
tujuan pemberian PKPU tersebut akan sulit tercapai.

D. Perbedaan Putusan Pernyataan Pailit dengan PKPU

Dapat disimpulkan bahwa dalam kepailitan, harta debitur akan digunakan


untuk membayar semua utang-utangnya yang sudah dicocokkan, sedangkan dalam
PKPU, harta debitur akan dikelola sehingga menghasilkan dan dapat digunakan untuk
membayar utang-utang debitur. Beberapa perbedaan lain antara kepailitan dan PKPU
dapat dilihat pada tabel berikut ini:14

Perbedaan Kepailitan PKPU

Upaya Hukum  Terhadap putusan atas  Terhadap putusan


PKPU tidak dapat
permohonan pernyataan diajukan upaya
pailit, dapat diajukan hukum apapun (Pasal
kasasi ke Mahkamah 235 ayat [1] UU
Kepailitan).
Agung (Pasal 11 ayat
[1] UU Kepailitan).
 Selain itu terhadap
putusan atas
permohonan pernyataan
pailit yang telah
memperoleh kekuatan

14
https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt50c3529a6061f/hukum-dagang

9
hukum tetap.
 Dapat diajukan
peninjauan kembali ke
Mahkamah Agung
(Pasal 14 UU
Kepailitan).
Yang melakukan Kurator (Pasal 1 angka 5, Pengurus (Pasal 225 ayat
pengurusan harta
Pasal 15 ayat [1], dan [2] dan ayat [3] UU
debitur
Pasal 16 UU Kepailitan) Kepailitan)

Kewenangan Sejak tanggal putusan Dalam PKPU, debitur


Debitur pernyataan pailit masih dapat melakukan
diucapkan, debitur pengurusan terhadap
kehilangan haknya untuk hartanya selama
menguasai dan mengurus mendapatkan persetujuan
kekayaannya yang dari pengurus (Pasal 240
termasuk dalam harta UU Kepailitan).
pailit (Pasal 24 ayat [1]
UU Kepailitan).

Jangka Waktu Dalam kepailitan, setelah Dalam PKPU, PKPU dan


Penyelesaian diputuskannya pailit oleh perpanjangannya tidak
Pengadilan Niaga, tidak boleh melebihi 270 (dua
ada batas waktu tertentu ratus tujuh puluh) hari
untuk penyelesaian seluruh setelah putusan PKPU
proses kepailitan. sementara diucapkan
(Pasal 228 ayat [6] UU
Kepailitan).

10
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Ketentuan tentang Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) ini
diatur pada Bab ketiga Pasal 222 sampai Pasal 294. Ketentuan tersebut
menjelaskan bahwa keberadaan PKPU itu sebagai suatu tawaran pembayaran
utang bagi debitor kepada kreditor baik dibayarkan sebagian atau seluruh
utangnya untuk dapat menyelesaikan sengketa kepailitan. PKPU dapat pula
diartikan dengan suatu keringanan yang diberikan kepada debitor agar dapat
menunda pembayaran utangnya. Dengan maksud bahwa debitor dapat
mempunyai harapan kembali dalam waktu yang relatif tidak lama akan
berpenghasilan dan memperoleh pemasukan untuk dapat melunasi utang-
utangnya. Pengertian dari Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) di
atas dapat diambil kesimpulan bahwa PKPU merupakan kesempatan bagi debitor
agar dapat menyelesaikan sengketa utangnya dengan melakukan langkah
perdamaian dan musyawarah. Dengan harapan tidak langsung dipailitkan, tetapi
memberikan kesempatan untuk memperbaiki ekonomi agar dapat melunasi
utangnya sehingga tidak merugikan para kreditornya. Undang-undang No 37
Tahun 2004 sendiri tidak menyatakan secara jelas tentang pengertian dari PKPU,
didalam Undang-undang tersebut hanya menjelaskan tentang pengajuan PKPU
yang berbunyi :
1. Debitor yang tidak dapat atau memperkirakan tidak akan dapat melanjutkan
pembayaran utang-utangnya yang sudah jatuh waktu dan dapat ditagih, dapat
memohon Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, dengan maksud untuk
mengajukan rencana perdamaian yang meliputi tawaran pembayaran sebagian
atau seluruh utang kepada kreditor.
2. Kreditor yang memperkirakan bahwa debitor tidak dapat melanjutkan
membayar utangnya yang sudah jatuh waktu dan dapat ditagih, dapat memohon

11
agar kepada debitor diberi penundaan kewajiban pembayaran utang, untuk
memungkinkan debitor mengajukan rencana perdamaian yang meliputi tawaran
pembayaran sebagian atau seluruh utang kepada kreditornya.

12
DAFTAR PUSTAKA

Bagir, H. (1995). Era Baru Managemen Etis. Bandung: Mirza.

Emmy Yuhassarie, T. H. (2005). Rangkaian Lokakarya Terbatas "Masalah-Masalah


Kepailitan dan Wawasan Hukum Bisnis lainnya, Pemikiran Kembali Hukum
Kepailitan Indonesia. 29.

Hartini, R. (2008). Hukum Kepailitan Edisi revisi Berdasarkan Undang-Undang No


37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran
Utang. Malang: UPT Percetakan Universitas Muhammadiyah Malang.

Lontoh, R. A. (n.d.).

Nainggolan, B. (n.d.). Perlindungan Hukum Seimbang Debitor, Kreditor, dan Pihak-


Pihak berkepentingan dalam Kepailitan. Bandung: PT Alumni.

Robinton Sulaiman, J. P. (2000). Lebih Jauh tentang kepailitan, Tinjauan Yuridis,


Tanggung Jawab, Komisaris, Direksi dan Pemegang Saham terhadap
Perusahaan Pailit, Pusat Studi Hukum Bisnis, Fakultas Hukum Universitas
Pelita harapan.

Sjahdeini, S. R. (n.d.).

Suyanto, R. A. (2012). Pemanfaatan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang


Sebagai Upaya Mencegah Kepailitan. Jakarta: Kencana Prenada Media
Group.

13

Anda mungkin juga menyukai