Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN


UTANG

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Hukum Dagang

DISUSUN OLEH:

RAHMAH AZZAHRA
(2100024156)
HUKUM DAGANG F

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN
YOGYAKARTA
2023
KATA PENGANTAR

Rasa syukur kami haturkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, karena berkat
karunianya kami dapat menyusun makalah ini dengan baik dan selesai tepat pada waktunya.
Makalah ini kami beri judul “KEPAILITAN DAN PENUNDAAN PEMBAYARAN”.

Penyusunan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas Hukum Dagang dari
Dosen pengampu mata kuliah. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk memberikan
tambahan wawasan bagi kami sebagai penulis dan bagi para pembaca. Khususnya dalam hal
upaya memahami Teori Kepailitan dan Penundaan Pembayaran.

Kami selaku penulis tidak lupa untuk mengucapkan terima kasih kepada Bapak
Rahmat Muhajir Nugroho, S.H., M.H. selaku Dosen mata kuliah Hukum Dagang. Tidak lupa
bagi pihak-pihak lain yang telah mendukung penulisan makalah ini kami juga mengucapkan
terima kasih.

Terakhir, kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Maka
dari itu kami membutuhkan kritik dan saran yang bisa membangun kemampuan kami, agar
kedepannya bisa menulis makalah dengan lebih baik lagi. Semoga makalah ini bermanfaat
bagi para pembaca, dan bagi kami khususnya sebagai penulis.

Yogyakarta, 5 Januari 2023

Rahmah Azzahra

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................................. ii
DAFTAR ISI.......................................................................................................................... iii
BAB I (PENDAHULUAN)
1.1 LATAR BELAKANG.....................................................................................................1
1.2 RUMUSAN MASALAH.................................................................................................1
1.3 TUJUAN PENELITIAN.................................................................................................2
BAB II (PEMBAHASAN)
2.1 DEFINISI KEPAILITAN...............................................................................................3
2.2 SYARAT SYARAT PAILIT...........................................................................................4
2.3 PIHAK PIHAK YANG DAPAT MENGAJUKAN PAILIT..............................................5
2.4 DEFINISI PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG...............................6
2.5 PERBEDAAN PKPU DAN KEPAILITAN......................................................................6
2.6 PIHAK PIHAK YANG DAPAT MENGAJUKAN PKPU...............................................7
BAB III (PENUTUP)
3.1 KESIMPULAN.............................................................................................................. 8
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................ 10

iii
BAB I

(PENDAHULUAN)

1.1 LATAR BELAKANG


Seiring dengan perkembangan globalisasi yang memberikan pengaruh pada kemajuan perekonomian
di dunia seperti halnya semakin banyaknya pendirian suatu perusahaan. Bahkan banyak sejumlah
orang yang melakukan berbagai macam cara untuk mendirikan perusahaan, salah satunya yaitu
dengan meminjam dana untuk mendirikan perusahaan tersebut. Hal tersebut menyebabkan adanya
kewajiban bagi debitur untuk membayar utang-utangnya.

Dalam hal ini debitur dapat memilih beberapa langkah untuk menyelesaikan utangnya tersebut, seperti
mengajukan perdamaian dalam PKPU. “Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) dapat
diajukan secara sukarela oleh debitur yang telah memperkirakan bahwa ia tidak akan dapat membayar
utang-utangnya, maupun sebagai upaya hukum terhadap permohonan pailit yang diajukan oleh
krediturnya.” Hal tersebut meliputi tawaran pembayaran seluruh atau sebagian utang kepada
kreditur.Selain itu, bertujuan untuk memungkinkan seseorang debitur meneruskan usahanya meskipun
ada kesukaran pembayaran dan untuk menghindari kepailitan.

PKPU jelas sangat bermanfaat karena perdamaian yang dilakukan melalui PKPU akan mengikat
kreditur lain di luar PKPU (Pasal 270 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang), sehingga debitur dapat melanjutkan restrukturisasi
usahanya, tanpa takut diganggu oleh tagihan tagihan kreditur yang berada di luar PKPU. PKPU itu
sendiri tergolong ke dalam suatu peristiwa hukum, mengingat adanya PKPU akan memberikan akibat-
akibat hukum terhadap pihak-pihak maupun hubungan-hubungan hukum.

Terkait dengan hal tersebut maka perlu ditinjau akibat hukum penundaan kewajiban pembayaran
utang terhadap status sita dan eksekusi jaminan dalam perspektif Undang-Undang Nomor 37 Tahun
2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UUKPKPU).

1.2 RUMUSAN MASALAH

Perumusan Masalah dari makalah yang berjudul “Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran
Utang” adalah sebagai berikut :

1. Apa yang dimaksud dengan Kepailitan?


2. Apa saja Syarat dari pailit?
3. Siapa saja Pihak pihak yang dapat mengajukan pailit?
4. Apa yang dimaksud dengan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang?

1
5. Apa perbedaan PKPU dengan Kepailitan?
6. Siapa saja Pihak pihak yang dapat mengajukan PKPU?

1.3 TUJUAN PENELITIAN

1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Kepailitan


2. Agar dapat mengetahui syarat syarat pailit
3. Untuk mengetahui siapa saja pihak pihak yang dapat mengajukan pailit
4. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang
5. Agar dapat memahami perbedaan PKPU dengan Kepailitan
6. Untuk mengetahui siapa saja pihak pihak yang dapat mengajukan PKPU

2
BAB II

(PEMBAHASAN)

2.1 DEFINISI KEPAILITAN


Secara tata bahasa, kepailitan berarti segala hal yang berhubungan dengan “pailit”. Jika kita baca
seluruh ketentuan yang dalam Undang Undang Kepailitan, kita tidak akan menemui satu rumusan
atau ketentuan dalam Undang-Undang Kepailitan yang menjelaskan pengertian maupun definisi dari
kepailitan atau pailit. Kepailitan adalah suatu sitaan dan eksekusi atau seluruh kekayaan si debitur
(orang-orang yang berhutang) untuk kepentingan semua kreditor kreditor nya (orang-orang
berpiutang). Pengertian kepailitan di Indonesia mengacu pada Undang-Undang Nomor 37 Tahun
2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, yang dalam Pasal 2
menyebutkan:

a. Debitur yang mempunyai dua atau lebih kreditur dan tidak membayar lunas sedikitnya satu
utang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan,
baik atas permohonannya sendiri maupun atas permohonan satu atau lebih kreditornya.
b. Permohonan dapat juga diajukan oleh kejaksaan untuk kepentingan umum.

Dalam penjelasan Pasal 2 ayat (1) dinyatakan bahwa yang dimaksud dengan kreditor dalam ayat ini
adalah baik kreditor konkuren, kreditor separatis, maupun kreditor preferen. Khusus mengenai
kreditor separatis dan kreditur preferen, mereka dapat mengajukan permohonan pernyataan pailit
tanpa kehilangan hak agunan atas kebendaan yang mereka miliki terhadap harta debitor dan haknya
untuk didahulukan. Dasar hukum Hukum Kepailitan Indonesia tidak hanya yang diatur dalam
Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004, tetapi juga segala sesuatu yang berkaitan dengan kepailitan
yang diatur dan tersebar di berbagai peraturan perundang-undangan. Asas hukum Hukum Kepailitan
Indonesia secara umum diatur dalam Pasal 1131 KUH Perdata dan asas khusus dimuat dalam
Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran
Utang. Dalam hubungan dengan peraturan perundang-undangan kepailitan, peraturan dimaksud juga
berfungsi untuk melindungi kepentingan pihak pihak terkait dalam hal ini Kreditor dan Debitor, atau
juga masyarakat. Mengenai hal ini, penjelasan umum Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004
menyebutkan beberapa faktor perlunya pengaturan mengenai kepailitan dan penundaan kewajiban
pembayaran utang. Faktor-faktor dimaksud yaitu:

a. Untuk menghindari perebutan harta debitur apabila dalam waktu yang sama ada beberapa
kreditor yang menagih piutangnya dari debitur;
b. Untuk menghindari adanya kreditor pemegang hak jaminan kebendaan yang menuntut haknya
dengan cara menjual barang milik debitur tanpa memperhatikan kepentingan debitur atau para
kreditur lainnya;
c. Untuk menghindari adanya kecurangan-kecurangan yang dilakukan oleh salah seorang
kreditor atau debitor sendiri. Misalnya, debitor berusaha untuk memberi keuntungan kepada
seorang atau beberapa orang kreditor tertentu sehingga kreditur lainnya dirugikan, atau

3
adanya perbuatan curang dari debitur untuk melarikan semua harta kekayaannya dengan
maksud untuk melepaskan tanggung jawabnya terhadap para kreditor.

Kepailitan ini tidak hanya menimpa pada orang perorangan namun juga pada suatu perusahaan. Suatu
perusahaan yang dinyatakan pailit pada saat ini akan membawa dampak dan pengaruh buruk, bukan
hanya pada perusahaan itu saja namun juga dapat berakibat global. Oleh sebab itu, lembaga
kepailitan merupakan salah satu kebutuhan pokok di dalam aktivitas bisnis karena adanya status pailit
merupakan salah satu sebab pelaku bisnis keluar dari pasar. Apabila pelaku bisnis sudah tidak mampu
lagi untuk bermain di arena pasar, maka dapat keluar dari pasar. Di dalam hal seperti inilah kemudian
lembaga kepailitan itu berperan.

2.2 SYARAT SYARAT PAILIT


Syarat-syarat permohonan pailit sebagaimana ditentukan dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang
Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang tersebut
dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Syarat Adanya Dua Kreditor atau Lebih (concursus creditorium)


Syarat bahwa debitur harus mempunyai minimal dua kreditur, sangat terkait dengan filosofis
lahirnya hukum kepailitan. Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa hukum
kepailitan merupakan realisasi dari Pasal 11132 KUH Perdata. Dengan adanya pranata hukum
kepailitan, diharapkan pelunasan utang-utang debitor kepada kreditor-kreditor dapat
dilakukan secara seimbang dan adil. Setiap kreditur (konkuren) mempunyai hak yang sama
untuk mendapatkan pelunasan dari harta kekayaan debitur. Jika debitur hanya mempunyai
satu kreditur, maka seluruh harta kekayaan debitur otomatis menjadi jaminan atas pelunasan
utang debitur tersebut dan tidak diperlukan pembagian secara prorata dan pari passu. Dengan
demikian, jelas bahwa debitur tidak dapat dituntut pailit, jika debitur tersebut hanya
mempunyai satu kreditor
b. Syarat Harus Adanya Utang
Pengertian utang telah dicantumkan dalam Pasal 1 angka 6 Undang-Undang Kepailitan, yaitu
“Utang adalah kewajiban yang dinyatakan atau dapat dinyatakan dalam jumlah yang, baik
dalam mata uang indonesia maupun mata uang asing, baik secara langsung maupun yang
akan timbul di kemudian hari atau kontinjen, yang timbul karena perjanjian atau undang-
undang dan yang wajib dipenuhi oleh debitur dan bila tidak dipenuhi memberi hak kepada
kreditor untuk mendapat pemenuhannya dari harta kekayaan debitur”. Melalui definisi utang
yang diberikan oleh Undang-Undang Kepailitan, jelaslah bahwa definisi utang harus ditafsir
secara luas, tidak hanya meliputi utang yang timbul dari perjanjian utang-piutang atau
perjanjian pinjam-meminjam, tetapi juga utang yang timbul karena undang undang atau
perjanjian yang dapat dinilai dengan sejumlah uang.27
c. Syarat Cukup Satu Utang yang Telah Jatuh Waktu dan Dapat Ditagih
Syarat bahwa hutang harus telah jatuh waktu dan dapat ditagih menunjukkan bahwa kreditur
sudah mempunyai hak untuk menuntut debitur untuk memenuhi prestasinya. Menurut Jono,
syarat ini menunjukkan bahwa hutang harus lahir dari perikatan sempurna ( adanya schuld
dan haftung). Dengan demikian, jelas bahwa utang yang lahir dari perikatan alamiah (adanya
schuld tanpa haftung) tidak dapat dimajukan untuk permohonan pernyataan pailit. Misalnya

4
utang yang lahir dari perjudian. Meskipun utang yang lahir dari perjudian telah jatuh waktu
hal ini tidak melahirkan hak kepada kreditur untuk menagih hutang tersebut. Dengan
demikian, kreditor tidak mempunyai alas hak untuk menuntut pemenuhan utang tersebut.
Dengan demikian, kreditur tidak berhak mengajukan permohonan pailit atas utang yang lahir
dari perjudian.

2.3 PIHAK PIHAK YANG DAPAT MENGAJUKAN PAILIT


Sesuai dengan ketentuan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, pihak yang dapat mengajukan permohonan pailit adalah
sebagai berikut:

a. Debitur Sendiri (Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004)


Undang-Undang memungkinkan seorang debitur untuk mengajukan permohonan
pernyataan pailit atas dirinya sendiri. Jika debitur masih terikat dalam pernikahan
yang sah, permohonan hanya dapat diajukan atas persetujuan suami atau istri yang
menjadi pasangannya (Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004
b. Seorang Kreditor atau Lebih (Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 37 Tahun
2004
Sesuai dengan penjelasan Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004,
kreditor yang dapat mengajukan permohonan pailit terhadap debiturnya adalah
kreditor konkuren, kreditor preferen, maupun kreditor separatis.
c. Kejaksaan (Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004)
Permohonan pailit terhadap debitur dapat diajukan oleh kejaksaan demi kepentingan
umum (Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004). Pengertian
kepentingan umum adalah kepentingan bangsa dan Negara dan/atau kepentingan
masyarakat luas, misalnya:
1. Debitur melarikan diri
2. Debitur menggelapkan bagian dari harta kekayaan
3. Debitur mempunyai utang kepada BUMN atau badan usaha lain yang
menghimpun dana dari masyarakat
4. Debitur mempunyai utang yang berasal dari penghimpunan dana dari
masyarakat luas
5. Debitur tidak beritikad baik atau tidak kooperatif dalam menyelesaikan
masalah utang piutang yang telah jatuh waktu, atau
6. Dalam hal lainnya yang menurut kejaksaan merupakan kepentingan umum.3
d. Otoritas Jasa Keuangan
Pasal 6 UU OJK mengatur tugas OJK, yaitu: “OJK melaksanakan tugas pengaturan
dan pengawasan terhadap:
1. kegiatan jasa keuangan di sektor Perbankan;
2. kegiatan jasa keuangan di sektor Pasar Modal; dan
3. kegiatan jasa keuangan di sektor Perasuransian, Dana Pensiun,
Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya.”
Sejak adanya Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan, maka permohonan pernyataan
pailit bagi sektor perbankan, Pasar Modal dan sektor Perasuransian, Dana Pensiun,

5
Lembaga Pembiayaan dan Lembaga Jasa Keuangan lainnya harus dilakukan oleh
Otoritas Jasa Keuangan.

2.4 DEFINISI PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG


PKPU adalah singkatan dari Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Sama halnya dengan pailit,
PKPU dipergunakan sebagai upaya penyelesaian masalah finansial oleh kedua belah pihak terlibat
sebelum meningkat menjadi konflik yang lebih berat.

“Debitur yang tidak dapat atau memperkirakan dapat melanjutkan membayar utang-utangnya yang
sudah jatuh waktu dan dapat ditagih, dapat memohon penundaan kewajiban pembayaran utang dengan
maksud untuk mengajukan rencana perdamaian yang meliputi tawaran pembayaran sebagian atau
seluruh utang kepada kreditor.”

Sehingga, secara sederhana PKPU adalah penundaan pembayaran utang yang diberikan izin oleh
peraturan perundang-undangan untuk mencegah adanya krisis keuangan yang memburuk. Selain itu,
PKPU adalah suatu cara untuk mencapai persetujuan antara debitur dan kreditur mengenai
penyelesaian utang-piutang yang ditetapkan melalui pengadilan niaga.

2.5 PERBEDAAN PKPU DAN KEPAILITAN


Perbedaan Mendasar Antara Kepailitan dan PKPU :
Kurator Imran Nating berpendapat bahwa pada dasarnya persyaratan pengajuan kepailitan dan PKPU
adalah sesuai dengan Pasal 2 ayat (1) dan pasal 8 ayat (4) UU Kepailitan. Namun, terdapat perbedaan
mendasar antara kepailitan dan PKPU. Berikut diantaranya.

Permohonan PKPU lebih didahulukan jika dibandingkan dengan kepailitan (Pasal 229 ayat [3] dan
ayat [4] UU Kepailitan) Misalnya dalam hal permohonan, permohonan PKPU adalah didahulukan
daripada kepailitan seperti yang dijelaskan oleh Pasal 229 ayat [3] dan ayat [4] UU Kepailitan.

Pasal 229:
Ayat (3): Apabila permohonan pernyataan pailit dan permohonan penundaan kewajiban pembayaran
utang diperiksa pada saat yang bersamaan, permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang
harus diputuskan terlebih dahulu.
Ayat (4): Permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang yang diajukan setelah adanya
permohonan pernyataan pailit yang diajukan terhadap Debitur, agar dapat diputus terlebih dahulu
sebagaimana dimaksud pada ayat (3), wajib diajukan pada sidang pertama pemeriksaan permohonan
pernyataan pailit.

Pengelolaan harta debitur :

6
Dalam PKPU, harga debitur akan diatur hingga bisa digunakan untuk membayar utang-utang debitur.
Sedangkan dalam hal kepailitan, harga debitur akan digunakan untuk membayar semua utang-utang
yang sudah dicocokkan.

Perbedaan lama waktu keputusan:


Waktu maksimal yang harus diputuskan setelah permohonan diajukan oleh kreditur dalam PKPU
adalah paling lama 20 hari. Jika permohonan diajukan oleh debitur, permohonan harus diputus dalam
kurun waktu maksimal tiga hari dan menurut pasal 225 ayat 2 dan 3 harus menunjuk satu atau lebih
pengurus. Sedangkan dalam kepailitan, permohonan akan diputus dalam kurun waktu maksimal 60
hari sesuai dengan pasal 8 ayat 5. Atas putusan pailit dapat diajukan kasasi dan PK dan diangkat oleh
satu atau lebih kurator sesuai dengan pasal 11, 14, dan 15.

Jangka waktu penyelesaian :


Kepailitan tidak memiliki waktu tertentu untuk penyelesaian seluruh proses kepailitan setelah
diputuskannya pailit oleh pengadilan niaga. Sedangkan waktu yang diberikan untuk proses PKPU
adalah tidak boleh melebihi 270 (dua ratus tujuh puluh) hari setelah putusan PKPU sementara
diucapkan (Pasal 288 Ayat [6] UU kepailitan).

Keputusan setelah dinyatakan pailit maupun PKPU :


Keputusan setelah dinyatakan pailit dalam PKPU adalah jika pengajuan perdamaian ditolak oleh
kreditur yang menyebabkan pailit, maka tidak ada upaya hukum lanjutan yang dapat dilakukan oleh
pihak selaku termohon (debitur). Setelah termohon dinyatakan pailit, debitur tidak berhak atas harta
kekayaan sejak putusan tersebut. Sehingga, seluruh harta kekayaan debitur berada dibawah
pengawasan kurator. Namun, PKPU, korporasi, direksi, dan komisaris masih memiliki hak untuk
mengurus harta kekayaan perusahaan di bawah pengawasan pengurus.

2.6 PIHAK PIHAK YANG DAPAT MENGAJUKAN PKPU


Serupa dengan kepailitan, PKPU juga merupakan upaya bagi Debitur untuk melunasi utang-utangnya.
PKPU berdasarkan Pasal 222 UU KPKPU diajukan oleh Debitur yang mempunyai lebih dari 1 (satu)
Kreditur atau oleh Kreditur. Akan tetapi, perbedaan utamanya adalah bahwa dalam PKPU, masih
terdapat kesempatan bagi Debitur untuk mengajukan rencana perdamaian yang meliputi tawaran
pembayaran baik sebagian atau seluruh utang kepada Kreditur apabila Debitur tidak dapat atau
memperkirakan bahwa ia tidak dapat melanjutkan pembayaran utang-utangnya yang sudah jatuh
tempo.[6] Adapun salah satu bentuk rencana perdamaian yang kerap kali digunakan dalam rangka
PKPU adalah restrukturisasi utang.[7] Maka dari itu, dapat disimpulkan bahwa PKPU merupakan
upaya bagi Debitur dan Kreditur untuk menyepakati penyelesaian utang-piutang di antara mereka
sebelum upaya terakhir berupa kepailitan dijatuhkan oleh pengadilan.

7
BAB III

(PENUTUP)

3.1 KESIMPULAN
Dewasa ini, ketidakmampuan untuk membayar utang dan kebangkrutan merupakan suatu persoalan
yang tidak jarang terjadi, terutama di kalangan para pengusaha. Sebagai contoh, pada tahun 2017
terdapat sekurang-kurangnya 8 (delapan) perusahaan Indonesia yang dinyatakan pailit oleh
Pengadilan Niaga Jakarta Pusat karena ketidakmampuan mereka untuk membayar utang-utang yang
telah jatuh tempo.[1] Dampak atas putusan pailit terhadap perusahaan-perusahaan tersebut tidak
hanya dirasakan oleh para pengusaha, namun juga oleh pihak-pihak lain yang bersangkutan atau yang
disebut sebagai para stakeholder seperti karyawan, konsumen, supplier, masyarakat serta Kreditur.[2]
Akan tetapi, Debitur atau pelaku usaha yang tidak mampu membayar utang juga dapat mengajukan
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) sebagai alternatif penyelesaian utang. Lantas, apa
itu kepailitan dan PKPU berdasarkan peraturan perundang-undangan Indonesia?

Definisi kepailitan dapat ditemukan dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004
tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UU KPKPU), yaitu sita umum atas
semua kekayaan Debitur Pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh Kurator di bawah
pengawasan Hakim Pengawas. Selain itu, berdasarkan Pasal 2 ayat (1) UUK PKPU, pelaku usaha atau
Debitur yang tidak mampu membayar utang dapat dikenakan putusan pailit oleh pengadilan, baik atas
permintaannya sendiri maupun atas permohonan satu atau lebih Krediturnya. Adapun syarat
kepailitan dapat ditemukan dalam Pasal dan ayat yang sama mengatakan bahwa:

“Debitur yang mempunyai dua atau lebih Kreditur dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang
yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan Pengadilan, baik atas
permohonannya sendiri maupun atas permohonan satu atau lebih Krediturnya.”

Dari Pasal 2 ayat (1) UUK PKPU tersebut, dapat terlihat bahwa syarat-syarat untuk dinyatakan pailit
secara normatif hanyalah 3 (tiga), yaitu adanya utang yang tidak mampu dibayar Debitur, terdapat
lebih dari 1 (satu) orang Kreditur dan salah satu piutang di antara para Kreditur telah jatuh tempo.[3]
Selain itu, masih dalam pasal yang sama dijelaskan bahwa pihak-pihak yang dapat mengajukan
kepailitan adalah: 1) Debitur sendiri, 2) seorang Kreditur, 3) jaksa atau penuntut umum, 4) Bank
Indonesia, 5) Badan Pengawas Pasar Modal, dan 6) Menteri Keuangan.[4] Namun, akibat hukum dari
putusan pailit berdasarkan Pasal 24 UUK PKPU adalah bahwa Debitur demi hukum akan kehilangan
hak untuk menguasai dan mengurus kekayaannya, termasuk harta pailit. Selain itu, putusan pailit
mengakibatkan Debitur dianggap tidak cakap hukum, sehingga Debitur tidak dapat melakukan
perbuatan hukum, menguasai maupun mengurus harta kekayaannya.[5]

Serupa dengan kepailitan, PKPU juga merupakan upaya bagi Debitur untuk melunasi utang-utangnya.
PKPU berdasarkan Pasal 222 UU KPKPU diajukan oleh Debitur yang mempunyai lebih dari 1 (satu)
Kreditur atau oleh Kreditur. Akan tetapi, perbedaan utamanya adalah bahwa dalam PKPU, masih

8
terdapat kesempatan bagi Debitur untuk mengajukan rencana perdamaian yang meliputi tawaran
pembayaran baik sebagian atau seluruh utang kepada Kreditur apabila Debitur tidak dapat atau
memperkirakan bahwa ia tidak dapat melanjutkan pembayaran utang-utangnya yang sudah jatuh
tempo.[6] Adapun salah satu bentuk rencana perdamaian yang kerap kali digunakan dalam rangka
PKPU adalah restrukturisasi utang.[7] Maka dari itu, dapat disimpulkan bahwa PKPU merupakan
upaya bagi Debitur dan Kreditur untuk menyepakati penyelesaian utang-piutang di antara mereka
sebelum upaya terakhir berupa kepailitan dijatuhkan oleh pengadilan.[8]

Dasar Hukum: Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 131 Tambahan
Lembaran Negara Nomor

9
DAFTAR PUSTAKA

Delana Pradhita San, Ini Daftar Perusahaan Yang Pailit Sepanjang 2017,
https://kabar24.bisnis.com/read/20171228/16/721762/ini-daftar-perusahaan-yang-pailit-
sepanjang-2017 (diakses pada tanggal 5 Januari 2023).

Riesta Devi Kumalasari, Stakeholder dan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan,


https://binus.ac.id/malang/2018/10/stakeholder-dan-tanggung-jawab-sosial-perusahaan/
#:~:text=Stakeholder%20adalah%20pihak%20pemangku%20kepentingan,stakeholder
%20internal%20dan%20stakeholder%20eksternal. (diakses pada tanggal 5 Januari 2023).

Niru Anita Sinaga dan Nunuk Sulis Rudatin, Hukum Kepailitan dan Permasalahannya di Indonesia,
Jurnal Ilmiah Hukum Dirgantara, Volume 7-Nomor 1, September 2016, halaman 164.

Elviana Sagala, Efektivitas Lembaga Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) Untuk
Menghindarkan Debitur dari Pailit, Jurnal Ilmiah “Advokasi”, Volume 3-Nomor 1, Maret
2015, Halaman 38.

Rai Mantili dan Putu Eka Trisna Dewi, Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) Terkait
Penyelesaian Utang Piutang dalam Kepailitan, Jurnal Aktual Justice, Volume 6-Nomor 1,
Juni 2021, halaman 2.

Ibid.

Ibid. halaman 12.

Ibid., halaman 8.

https://www.esaunggul.ac.id/wp-content/uploads/2019/03/3.-Penundaan-Kewajiban-Pembayaran-
Utang-Sebagai-Salah-Satu-Upaya-Debitur-Mencegah-Kepailitan.pdf

https://ojs.unud.ac.id/index.php/kerthasemaya/article/download/19129/12630

https://lbhpengayoman.unpar.ac.id/apa-itu-kepailitan-dan-penundaan-kewajiban-pembayaran-utang/

https://dspace.uii.ac.id/bitstream/handle/123456789/2079/05.2%20bab%202.pdf?
sequence=8&isAllowed=y#:~:text=Kepailitan%20adalah%20suatu%20sitaan%20dan,(orang
%2 Orang%20 berpiutang).

10

Anda mungkin juga menyukai