Anda di halaman 1dari 16

PELINDUNGAN KREDITUR KEPAILITAN MELALUI ACTION PAULIANA

UNIVERSITAS ISALAM AS-SYAFI’IYAH

Disusun oleh :
Suprayogi (1220200069)
Joan Haris Iskandar (1220200055)

Dosen Pengampu :
Fauziah S.H, M.H

2023

1
KATA PENGANTAR

Puji dan puja syukur kami aturkan atas ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat
dan hidayah-Nya sehingga kami bisa menyelesaikan makalah tentang “ Pelindungan Kreditur
Kepailitan Melalui Action Pauliana”.

Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih terhadap bantuan dari pihak yang telah
berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik pikiran maupun materi.

Sebagai penyusun, kami menyadari bahwa masih terdapat kekurangan, baik dari penyusunan
maupun tata bahasa penyampaian dalam makalah ini. Oleh karena itu, kami dengan rendah hati
menerima saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini.
Kami berharap semoga makalah yang kami susun ini memberikan manfaat dan juga menginspirasi
untuk pembaca.

Bekasi, 6 Desember 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...........................................................................................i


DAFTAR ISI ...........................................................................................ii
BAB 1 PENDAHULUAN ..............................................................................1
1.1 Latar Belakang ..........................................................................................1-2
1.2 Rumusan Masalah ...........................................................................................3
1.3 Tujuan Masalah ...........................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................4
2.1 Sistem Pembuktian Terhadap Suatu Tindakan Debitur Dapat Dinyatakan
memenuhi Syarat-syarat Berlakunya Actio Pauliana............................................
2.2 Kelemahan-kelemahan Actio Pauliana Dalam Memberikan Perlindungan
Hukum kepada Kreditur........................................................................................
BAB III PENUTUP
A. KESIMPULAN.......................................................................................
B. SARAN...................................................................................................
DAFTAR PUSAKA

ii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang masalah


Perlindungan merupakan salah satu fungsi dari hukum yang memberikan keadilan serta
menjadi sarana untuk mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat. Perlindungan hukum yang
diberikan bagi rakyat Indonesia merupakan suatu penerapan atas prinsip pengakuan dan
perlindungan terhadap harkat dan martabat manusia yang bersumber pada Pancasila. Hampir
seluruh hubungan hukum harus dapat perlindungan dari hukum.
Di dalam lalu lintas hukum khususnya dalam hukum perjanjian setidaknya ada dua pihak
yang terikat oleh hubungan hukum itu yaitu pihak kreditur dan pihak debitur. Hubungan hukum
tersebut disatu sisi akan meberikan hak bagi pihak kreditur untuk menuntut pemenuhan prestasi,
dan di sisi lain akan membebankan kewajiban bagi kreditur untuk memenuhi prestasi tersebut.
Namun di dalam praktiknya seringkali ditemukan suatu keadaan dimana debitur lalai untuk
memenuhi kewajibannya. Kelalaian debitur dalam memenuhi kewajibannya tersebut dinamakan
dengan wanprestasi. Di dalam dunia perniagaan apabila debitur tidak mampu menjalankan
kewajibannya untuk memenuhi prestasinya yaitu untuk membayar utangnya kepada debitur
(disebabkan oleh situasi ekonomi yang sulit atau keadaan terpaksa), maka telah disiapkan suatu
pintu darurat untuk menyelesaikan persoalan tersebut, yaitu dikenal dengan nama lembaga
‘kepailitan’ ‘dan penundaan pembayaran’.
Kepailitan itu sendiri adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan peristiwa pailit yaitu
suatu keadaan disaat debitur berhenti membayar utang-utangnya tetapi bukan dalam arti bahwa
debitur berhenti sama sekali untuk membayar utang-utangnya, melainkan debitur tersebut pada
waktu diajukan permohonan pailit berada dalam keadaan tidak membayar utang tersebut. Secara
yuridis dalam undang-undang Nomer 37 tahun 2004 tentang kepailitan dan penundaan kewajiban
pembayaran hutang, kepailitan diartikan sebagai sita umum atas semua kekayaan debitur pailit
yang pengurusan dan penyelesaiannya dilakukan oleh kurator dibawah pengawasan hakim
pengawas sebagaimana diatur di dalam undang-undang tentang kepailitan.
Semakin berkembangnya kegiatan perekonomian masyarakat menyebabkan permasalahan
mengenai utang piutang juga akan semakin meningkat baik jumlah maupun komplikasinya dan
keadaan pailit menjadi sesuatu yang bisa saja terjadi.

Zainal asikin, Op.Cit., hlm. 25.


C.S.T.Kansil dan Christine S.T Kansil, pokok-pokok pengetahuan hukum dagang indonesia, jakarta: Sinar Grafika, 2002, hlm.
169.
Peraturan Republik Indonesia, Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran
Utang, Lembaran Negara No. 131 Tahun 2004, Tambahan Lembaran Negara No. 4443, Pasal 1 angka .

1
Oleh karena itu, terdapat banyak macam perlindungan hukum. Perlindungan hukum bagi
rakyat meliputi dua hal, yakni:
- Perlindungan hukum preventif, yakni bentuk perlindungan hukum dimana kepada rakyat
diberi kesempatan untuk mengajukan keberatan atau pendapat sebelum keputusan pemerintah
mendapat bentuk yang defenitif;
- Perlindungan hukum represif, yakni bentuk perlindungan hukum dalam penyeleasaian
sengketa.
Berdasarkan dari kedua pembagian hukum tersebut, maka dapat kita lihat bahwa
perlindungan hukum preventif lebih kepada tindakan pencegahan terjadinya sengketa
yang diberikan oleh pemerintah, yang mengarahkan tindakan pemerintah bersikap hatihati dalam
pengambilan keputusan diskresi. Sedangkan perlindungan yang represif bertujuan untuk
menyelesaikan terjadinya sengketa, termasuk penanganan di lembaga peradilan.
Actio Pauliana merupakan bentuk perlindungan hukum kepada kreditur pailit terhadap debitur
pailit yang tidak beritikad baik yang mengalihkan terlebih dahulu hak kebendaannya kepada pihak
lain, sebelum utang-utangnya mulai jatuh tempo, sehingga menyebabkan kreditur kesulitan untuk
mengambil pelunasan dari harta benda milik debitur karena terlebih dahulu dialihkan kepada
pihak ketiga. Kurator sebagai satu-satunya pihak yang diberikan kewenangan oleh undang-
undang dapat mengajukan permohonan pembatalan perbuatan hukum yang dilaksanakan oleh
debitur pailit dengan pihak ketiga dengan menggugat secara actio pauliana, seperti yang terdapat
pada Pasal 47 ayat (2) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan
Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) (Selanjutnya disebut UU Kepailitan dan PKPU).
Kreditur diwakilkan oleh Kurator dalam mengajukan gugatan action pauliana, dikarenakan
kedudukan Kurator sebagai pihak yang bertugas untuk melindungi dan mengurus harta pailit
untuk kepentingan seluruh pihak yang berkepentingan dengan harta pailit. Apabila kreditur
menginginkan agar dilakukan permohonan pembatalan, kreditur dapat memintanya kepada
Kurator untuk mengajukan permintaan pembatalan tersebut.
Selain itu, action pauliana juga digunakan dalam perkara kepailitan untuk menghindari
pertentangan apabila terdapat kreditur yang ingin mendapatkan hak tertentu, yang memaksa untuk
menjual sendiri harta pailit tanpa mempedulikan hak kreditur lainnya. Pada umumnya, seseorang
dapat membuat perjanjian apa saja menurut kehendak hatinya, namun undang-undang
memberikan perlindungan preventif dengan tidak menghendaki setiap orang berhutang
menggunakan perjanjian untuk mengalihkan boedel pailit kepada pihak ketiga, sehingga
mengakibatkan hartanya berkurang dan menyebabkan kreditur lainnya kesulitan untuk
mendapatkan pelunasan hutang yang adil.

2
Apa yang diharapkan melalui kehadiran actio pauliana sebenarnya adalah adanya suatu
kepastian hukum akan pelindungan kreditur khususnya terhadap harta kekayaan debitur yang
kemudian akan digunakan untuk melunasi piutang.
Mengingat pentingnya peranan actio pauliana sebagai instrumen yang disediakan Undang-
Undang No. 37 Tahun 2004 tentang kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran hutang
untuk melindungi kreditur kepailitan dalam rangka menciptakan suasana usaha yang biak dan
sehat.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian singkat dalam latar belakang di atas, maka permasalahan yang akan
dianalisis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana sistem pembuktian terhadap suatu tindakan debitur dapat dinyatakan memenuhi
syarat-syarat berlakunya action pauliana?
2. Apa yang menjadi kelemahan-kelemahan action pauliana dalam memberikan perlindungan
hukum kepada kreditur?

1.3 Tujuan masalah

Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka tujuan yang hendak dicapai melalui penelitian
ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui dan menganalisis tentang sistem pembuktian terhadap suatu tindakan
debitur yang seprti apa yang dapat dinyatakaan memenuhi syarat-syarat berlakunya actio
pauliana.
2. Untuk mengetahui dan menganalisis kelemahan-kelemahan actio pauliana dalam memberikan
perlindungan kepada kreditur.

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pembahasan
A. Sistem Pembuktian Terhadap Suatu Tindakan Debitur Dapat Dinyatakan memenuhi
Syarat-syarat Berlakunya Actio Pauliana
Actio pauliana adalah suatu upaya hukum untuk membatalkan transaksi yang
dilakukan debitur untuk kepentingan debitur tersebut yang dapat merugikan kepentingan
para krediturnya. Misalnya, menjual barang-barangnya sehingga barang tersebut tidak
dapat lagi disita untuk dijaminkan oleh pihak kreditur.
Mengenai actio pauliana juga diatur dalam Pasal 1341 KUH Perdata, serta diatur juga
dalam Pasal 41-49 UU Kepailitan secara lebih komprehensif. Dalam Pasal 41 UU
Kepailitan, disebutkan bahwa untuk kepentingan harta pailit, dapat dimintakan
pembatalan atas segala perbuatan hukum debitur yang telah dinyatakan pailit yang
merugikan kepentingan kreditur, yang dilakukan sebelum pernyataan pailit diucapkan.
Dalam sistem hukum perdata, dikenal ada tiga jenis actio pauliana, antara lain sebagai
berikut.
o Actio pauliana (umum), sebagaimana diatur dalam Pasal 1341 KUH
Perdata.
o Actio pauliana (waris), sebagaimana diatur dalam Pasal 1061 KUH
Perdata.
o Actio pauliana dalam kepailitan, sebagaimana diatur dalam Pasal 41-49
UU Kepailitan.
Berlakunya Actio Pauliana terhadap Perbuatan Hukum Debitur Pailit yang Dilakukan
Sebelum Putusan Pailit Actio pauliana dalam perkara kepailitan sebenarnya merujuk
kepada ketentuan dalam Pasal 1341 KUH Perdata, yang hanya berisi ketentuan-ketentuan
khusus mengenai actio pauliana pada perkara kepailitan. Pasal 1341 KUH Perdata
menyatakan bahwa meskipun demikian, kreditur boleh mengajukan tidak berlakunya
segala tindakan yang tidak diwajibkan yang dilakukan oleh debitur dengan nama apa pun
juga yang merugikan kreditur, asal dibuktikan bahwa ketika tindakan tersebut dilakukan,
debitur dan orang yang dengannya atau untuknya debitur itu bertindak, mengetahui
bahwa tindakan itu mengakibatkan kerugian bagi para kreditur. Hak-hak yang diperoleh
pihak ketiga dengan iktikad baik atas barang-barang yang menjadi objek dan tindakan
yang tidak sah, harus dihormati.

4
Untuk mengajukan batalnya tindakan yang dengan cuma-cuma dilakukan debitur,
cukuplah kreditur menunjukkan bahwa pada waktu melakukan tindakan itu, debitur
mengetahui bahwa dengan cara demikian dia merugikan para kreditur, tak peduli apakah
orang yang diuntungkan juga mengetahui hal itu atau tidak.
Ketentuan actio pauliana dalam Pasal 1341 KUH Perdata ini berkaitan dengan
ketentuan Pasal 1131 KUH Perdata yang mengatur mengenai prinsip paritas creditorium.
Hal ini karena dengan Pasal 1131 KUH Perdata, ditentukan bahwa semua harta kekayaan
debitur demi hukum menjadi jaminan atas utang-utang debitur. Dengan demikian, debitur
sebenarnya tidak bebas terhadap harta kekayaannya ketika ia memiliki utang kepada
pihak lain, dalam hal ini kepada kreditur.
Syarat-syarat dari actio pauliana menurut UU Kepailitan adalah sebagai berikut.
o Dilakukan actio pauliana tersebut untuk kepentingan harta pailit.
o Adanya perbuatan hukum dari debitur.
o Debitur tersebut telah dinyatakan pailit, jadi tidak cukup—misalnya—
terhadap debitur tersebut hanya diberlakukan penundaan kewajiban
membayar utang.
o Perbuatan hukum tersebut merugikan kepentingan (prejudice) kreditur.
o Perbuatan hukum tersebut dilakukan sebelum pernyataan pailit
ditetapkan.
o Kecuali dalam hal-hal berlaku pembuktian terbalik, dapat dibuktikan
bahwa pada saat perbuatan hukum tersebut dilakukan, debitur tersebut
mengetahui atau sepatutnya mengetahui bahwa perbuatan hukum tersebut
akan mengakibatkan kerugian bagi kreditur.
o Kecuali dalam hal-hal berlaku pembuktian terbalik, dapat dibuktikan
bahwa pada saat perbuatan hukum tersebut dilakukan, pihak dengan siapa
perbuatan hukum itu dilakukan mengetahui atau sepatutnya mengetahui
bahwa perbuatan hukum tersebut akan mengakibatkan kerugian bagi
kreditur.
o Perbuatan hukum tersebut bukan perbuatan hukum yang diwajibkan,
yaitu tidak diwajibkan oleh perjanjian atau undang-undang.

Salah satu syarat sehingga actio pauliana dapat dilakukan adalah adanya suatu
perbuatan hukum yang dilakukan oleh debitur. Yang dimaksud dengan perbuatan hukum
adalah setiap tindakan dari debitur yang mempunyai akibat hukum. Misalnya, debitur
menjual atau melakukan hibah atas hartanya, baik perbuatan tersebut bersifat timbal balik
(seperti jual beli) maupun bersifat unilateral (seperti hibah).
5
Minimal ada dua elemen yang mesti dipenuhi agar perbuatan tersebut dapat
disebut perbuatan hukum, yaitu:
1. berbuat sesuatu; dan
2. mempunyai akibat hukum.
Melakukan sesuatu yang tidak mempunyai akibat hukum atau tidak melakukan
sesuatu, tetapi mempunyai akibat hukum tidak dianggap sebagai suatu perbuatan
hukum sehingga tidak dikenakan actio pauliana. Beberapa tindakan di bawah ini
tidak dapat dibatalkan dengan actio pauliana karena tidak memenuhi elemen suatu
perbuatan hukum tersebut.
1. Debitur memusnahkan asetnya
2. Debitur menolak menerima sumbangan atau hibah.
3. Debitur tidak mengeksekusi (tidak memfinalkan) suatu kontrak yang sudah
terlebih dahulu diperjanjikannya.
Jika debitur telah melakukan pembayaran atas utangnya kepada kreditur tertentu
sebelum putusan pailit dijatuhkan kepadanya, sungguhpun ini merupakan
perbuatan yang tidak diwajibkan, pembayaran utang tersebut masih dapat
dibatalkan dengan alasan berikut.
o Apabila dapat dibuktikan bahwa si penerima pembayaran mengetahui
bahwa pada saat dibayarnya utang tersebut oleh debitur, kepada kreditur
tersebut telah dimintakan pernyataan pailit atau pelaporan untuk itu sudah
dimintakan.
o Apabila pembayaran utang tersebut akibat kolusi antara kreditur dan
debitur yang dapat memberikan keuntungan kepada debitur tersebut
melebihi dari kreditur-kreditur lainnya.
Syarat lain agar suatu actio pauliana dapat diajukan adalah bahwa perbuatan hukum
tersebut merugikan (prejudice) kreditur. Jadi, ada detrimental effect terhadap kreditur
akibat tindakan debitur tersebut. Berikut perbuatan yang merugikan kreditur tersebut.
 Penjualan barang yang harganya di bawah harga pasar.
 Pemberian suatu barang sebagai hibah atau hadiah.
 Melakukan sesuatu yang dapat menambah kewajiban atau beban pada
harta pailit. Misalnya, memberikan garansi (oleh anak perusahaan) pada
utang yang diambil oleh perusahaan holding.
 Melakukan sesuatu yang dapat menyebabkan kerugian terhadap
rangkingkreditur. Misalnya, memberikan pembayaran utang atau jaminan
utang terhadap kreditur tertentu saja.
6
Agar suatu perbuatan yang dilakukan debitur yang kemudian dinyatakan pailit untuk
dapat dibatalkan berdasarkan doktrin actio pauliana, harus pula memenuhi syarat agar
perbuatan tersebut diketahui atau patut diduga oleh pihak debitur dan pihak ketiga bahwa
perbuatan tersebut merupakan (prejudicial) merugikan terhadap pihak kreditur.
Sementara, jika yang dilakukan tersebut merupakan perbuatan pemberian hadiah atau
hibah terhadap pihak ketiga, yang menerima hadiah atau hibah tersebut tidak disyaratkan
unsur mengetahui atau patut menduga bahwa perbuatan pemberian hibah atau pemberian
hadiah tersebut merugikan pihak kreditur.
Dalam UU Kepailitan, tidak ada batasan waktu saat dilakukan perbuatan hukum oleh
debitur sehingga dapat dibatalkan melaui upaya actio pauliana tersebut. Dalam hal ini,
gugatan terhadap actio pauliana dapat dilakukan terhadap perbuatan yang dilakukan oleh
debitur yang belum melebihi jangka waktu tiga puluh tahun.
Syarat-syarat agar berlakunya prinsip pembuktian terbalik (pembuktian bahwa
terpenuhinya unsur mengetahui atau patut mengetahui) dapat diberlakukan dalam
kasus kepailitan adalah sebagai berikut.
o Perbuatan tersebut dilakukan dalam jangka waktu satu tahun sebelum
putusan pernyataan pailit ditetapkan. Karenanya, dalam hukum
kepailitan, hal ini dikenal dengan hukum anti-perebutan menit terakhir
(anti-last minute grab rule).
o Perbuatan tersebut tidak wajib dilakukan oleh debitur.
o Hanya berlaku untuk perbuatan-perbuatan tertentu atau perbuatan dalam
hal-hal tertentu, seperti:
 Perbuatan hukum tersebut adalah hibah.
 Perbuatan tersebut merupakan perikatan, yaitu kewajiban debitur jauh melebihi
kewajiban pihak dengan siapa perikatan tersebut dilakukan.
 Dilakukan oleh debitur perorangan, dengan atau terhadap:
1) Suami atau istrinya, anak angkat atau keluarganya sampai derajat ketiga.
2) Suatu badan hukum, yakni debitur atau pihak-pihak sebagaimana
dimaksud dalam poin 1 adalah anggota direksi atau pengurus; atau
apabila pihak-pihak tersebut, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama ikut serta secara
langsung atau tidak langsung dalam kepemilikan
badan hukum tersebut.
 Dilakukan oleh debitur yang merupakan badan hukum, dengan atau
terhadap:

7
1) Anggota direksi atau pengurus dari debitur, atau suami/istri, anak angkat atau keluarga
sampai derajat ketiga dari anggota direksi atau pengurus
tersebut.
2) Perorangan, baik sendiri maupun bersama-sama dengan suami/istri
atau anak angkat atau keluarga sampai derajat ketiga dari perorangan
tersebut.
 Dilakukan oleh debitur yang merupakan badan hukum dengan atau terhadap
badan hukum lainnya apabila:
1) Perorangan anggota direksi atau pengurus pada kedua badan usaha
tersebut adalah orang yang sama.
2) Suami/istri atau anak angkat atau keluarga sampai derajat ketiga dari
perorangan atau anggota direksi.
 Dilakukan oleh debitur yang merupakan badan hukum dengan atau terhadap
badan hukum lain dalam kelompok badan hukum di mana debitur adalah
anggotanya.
Pengajuan actio pauliana dalam kepailitan diajukan ke pengadilan niaga Hal ini
sesuai dengan Pasal 3 ayat (1) UU Kepailitan yang menyatakan bahwa putusan atas
permohonan pernyataan pailit dan hal-hal lain yang berkaitan dan/atau diatur dalam
undang-undang ini diputuskan oleh pengadilan yang daerah hukumnya meliputi daerah
tempat kedudukan hukum debitur. Hukum acara perdata yang berlaku bagi perkara
permohonan pernyataan pailit, termasuk mengenai pembatasan jangka waktu
penyelesaiannya, upaya hukumnya, dan keberlakuan putusannya bersifat serta-merta.
Akibat Hukum Pemberlakuan Actio pauliana Terhadap suatu tindakan yang dapat
digolongkan actio pauliana, secara tegas dalam Pasal 41 UU Kepailitan, menyatakan
bahwa perbuatan tersebut dapat dimintakan batal, dalam hal ini tentunya oleh pihak
kurator dari si debitur pailit. Jika debitur menjual suatu barang secara tidak tepat, dapat
dikenakan actio pauliana, jual beli tersebut dibatalkan dan barangnya harus dikembalikan
kepada si debitur pailit.
Jika barang tersebut karena sesuatu dan lain hal tidak dapat dikembalikan lagi,
menurut Pasal 49 ayat (2) UU Kepailitan, pihak pembeli wajib memberikan ganti rugi
kepada kurator; dan apabila harga barang tersebut sudah diterima debitur pailit, harga
barang tersebut akan dikembalikan oleh pihak kurator dengan syarat:
1. jika dan sejauh harga barang tersebut telah bermanfaat bagi harta pailit; dan
2. jika ada tersedia harga barang tersebut.

8
Jika actio pauliana dilakukan terhadap perbuatan yang berupa pemberian jaminan
utang kepada pihak kreditur tertentu-misalnya, terhadap bank-dalam hal ini, sebagai
konsekuensinya, pihak bank yang diberikan hak jaminan tersebut akan
kehilangan/dibatalkan hak jaminannya. Keadaan ini mirip dengan larangan dalam hukum
antiagunan rahasia dalam hukum kepailitan di beberapa negara lain.
Meskipun actio pauliana secara teoretis dan normatif tersedia dalam kepailitan, tetapi
dalam praktiknya tidak mudah untuk mengajukan gugatan actio pauliana sampai
dikabulkan oleh hakim. Hal ini antara lain disebabkan oleh proses pembuktian actio
pauliana tersebut serta perlindungan hukum terhadap pihak ketiga yang bertransaksi
dengan debitur tersebut. Berdasarkan data Pengadilan Niaga Negeri/Niaga Jakarta Pusat,
dinyatakan bahwa tidak banyak perkara actio pauliana yang diajukan ke pengadilan niaga.
Sampai dengan tahun 2004, ada enam perkara actio pauliana dan terhadap kasus-kasus
actio pauliana yang telah diputuskan oleh pengadilan niaga pada tingkat pertama maupun
pada tingkat kasasi dan peninjauan kembali di Mahkamah Agung, semuanya ditolak.
Penyebab ditolaknya gugatan actio pauliana dalam kepailitan adalah karena
terdapatnya perbedaan persepsi di antara para hakim niaga, baik pada peradilan tingkat
pertama maupun tingkat Mahkamah Agung mengenai apakah tindakantindakan ataupun
transaksi yang dilakukan oleh debitur merupakan suatu kecurangan sehingga merugikan
para kreditur dan karenanya dapat diajukan permohonan pembatalan atau actio pauliana,
serta mengenai yurisdiksi peradilan yang berwenag memeriksa dan mengadili
permohonan actio pauliana.

B. Kelemahan-kelemahan Actio Pauliana Dalam Memberikan Perlindungan Hukum kepada


Kreditur
Beberapa Kendala Penerapan Actio Pauliana Dalam praktik penegakan Undang-
Undang Kepailitan, ternyata ketentuan actio pauliana belum sepenuhnya dapat
melindungi kepentingan kreditor dengan beberapa alasan. Pembuktian dalam actio
pauliana tidak dapat dilakukan secara sederhana. Pembuktian actio pauliana berbeda
dengan pembuktian sederhana dalam kepailitan. Apabila hal ini diperiksa di Pengadilan
Negeri, dapat saja penyelesaian kepailitan menjadi berlarut larut. Padahal, umumnya
debitor langsung memindahkan harta-harta bergerak termasuk rekening-rekeningnya yang
ada di bank setelah adanya pernyataan pailit, dengan tujuan untuk menghindari
pemberesan harta oleh kurator. Khusus untuk harta debitor yang berbentuk badan hukum
yang pemilikannya atas nama pribadi tetap dipertahankan atas nama pemegang saham,
dan dilakukan perikatan-perikatan tertentu dengan pihak lain secara back date.

9
Transaksi semacam ini mudah terjadi karena lemahnya penegakan hukum dalam
bidang yang berkaitan dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1982 tentang
Wajib Daftar Perusahaan, khususnya kewajiban penyampaian laporan keuangan audit
tahunan.
Kurator mengalami kesulitan untuk dapat mengakses dokumen yang dimiliki oleh
debitor. Tindakan yang dilakukan oleh debitor dengan maksud untuk merugikan
kepentingan kreditor sebelum putusan pernyataan pailit biasanya dilakukan dengan cara
memecah tagihan ’inter company loan’ dengan menggunakan ketentuan cessie dalam
Pasal 613 Burgerlijk Wetboek. Jika itu sudah dilaksanakan, pihak advokat debitor akan
bersikap melindungi debitor dan harta debitor secara berlebih-lebihan (over protected).
Cara lain yang biasa dilakukan adalah debitor melakukan pendekatan kepada kreditor-
kreditor tertentu dengan kompensasi tertentu. Misalnya, pembayaran sebagian utang atau
tagihannya akan diambil alih oleh perusahaan terafiliasi. Tujuannya agar memberikan
dukungan dalam rapat-rapat kreditor maupun voting rapat kreditor. Selain itu, debitor
juga tidak jarang meminta kreditor atau pemegang saham atau afiliasinya agar membeli
tagihan-tagihan kreditor melalui Special Purpose Vehicle dengan harga tertentu.
Selanjutnya Special Purpose Vehicle itu akan menjadi kreditor ’baru’ yang akan hadir
dalam rapat-rapat kreditor. Cara-cara seperti ini terjadi atas tagihan-tagihan yang timbul
dari surat berharga atas tunjuk yang tidak akan tercatat dalam pembukuan debitor.
Kesulitan yang ditemukan untuk mendeteksi keberadaan harta debitor pailit antara
lain minimalnya tingkat partisipasi nasabah, polisi, kejaksaan maupun perbankan, karena
mereka tidak paham Undang-Undang Kepailitan. Misalnya, tidak ada pandangan yang
sama dalam hal hubungan tugas dengan hakim Pengadilan Niaga dan hakim pengawas
maupun pihak eksternal terkait seperti perbankan, Direktorat Jenderal Pajak, dan
Direktorat Jenderal Piutang dan Lelang Negara. Contohnya kurator mengalami hambatan
dalam mengakses rekening debitor pailit di bank, dengan alasanya adanya ketentuan
rahasia bank. Hal ini menyebabkan kerja sama dengan pihak perbankan berkaitan dengan
pemblokiran rekening milik debitor pailit tidak berjalan dengan baik. Para kurator
mengalami dilema. Jika kurator tidak mengajukan pemblokiran, pasti akan ditegur oleh
Bank Indonesia dan terancam sanksi pidana, namun ketika mengajukan pemblokiran,
pihak bank tidak mengindahkan permohonan kurator. Demikian juga dengan adanya
ketentuan tentang masa kadaluarsa hak tagih pajak selama sepuluh tahun yang akan
menyulitkan kurator karena harus menunggu sampai masa kedaluwarsa itu sebelum dapat
membagikan hasil pemberesan kepada kreditor konkuren.
Perlindungan yang diberikan oleh hukum bagi Kreditur atau perbuatan debitur yang
dapat merugikan kreditur adalah melalui lembaga actio pauliana.
10
Actio Pauliana dilakukan oleh kreditur untuk melindungi budel pailit dari perbuatan
debitur yang tidak diwajibkan untuk dilakukannya atau dilarang sebelum putusan pailit
diucapkan. Mengingat pentingnya penerapan actio pauliana sebagai instrument
perlindungan bagi para kreditur.
Sistem pembuktian dalam actio pauliana adalah sistem pembuktian terbalik dimana
dalam hal ini membebankan pembuktian terhadap perbuatan hukum debitur yaitu debitur
pailit apabila perbuatan hukum debitur tersebut dilakukan dalam waktu sebelum putusan
pailit diucapkan. Sebaliknya, jika kurator menilai bahwa perbuatan hukum tersebut
merugikan kepentingan kreditur atau harta pailit, maka yang wajib membuktikan adalah
kurator dengan membuktikan bahwa perbuatan hukum tersebut tidak wajib dilakukan
oleh mereka dan perbuatan hukum tersebut merugikan harta pailit.
Perlindungan hukum terhadap kreditur maupun pihak ketiga terkait lembaga actio
pauliana yaitu kreditur mempunyai hak untuk mengajukan pembatalan kepada pengadilan
terhadap perbuatan hukum yang dilakukan oleh debitur sebelum dinyatakan pailit yang
mengakibatkan kerugian bagi kreditur dan bagi pihak ketiga memberikannya hak untuk
tampil sebagai Kreditur konkuren untuk mendapatkan hak-haknya.
Kelemahan-kelemahan actio pauliana dalam memberikan perlindungan hukum
kepada kreditur ketidak jelasan pengadilan mana yang berwenang memutus perkara actio
pauliana, pembuktiannya yang tidak sederhana, tidak adanya tolak ukur itikad baik dalam
Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004, legal standing kurator yang lemah, dan
kemungkinan pengalihan aset ke pihak lain sehingga mempersulit kurator dalam
melakukan pembuktian.

11
BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
Perlindungan hukum terhadap kreditor atas tindakan debitor yang melakukan perbuatan
melawan hukum terhadap boedel pailit adalah dengan melakukan gugatan pada Pengadilan Niaga
berkaitan dengan hak atau kewajiban yang menyangkut harta pailit dengan mengajukan gugatan actio
pauliana, yang merupakan pembatalan segala perbuatan hukum yang dilakukan oleh debitor yang
merugikan kreditor. Gugatan tersebut dilakukan oleh kurator karena kurator yang berwenang untuk
membatalkan perbuatan-perbuatan hukum yang dilaksanakan oleh debitur pailit sebelum terjadinya
kepailitan yang dianggap kurator merugikan kepentingan para kreditur berdasarkan Pasal 26 ayat (1)
UUKPKPU.
Kedudukan actio pauliana dalam melindungi hak kreditor diatur dalam Pasal 1341 KUH
Perdata dan pasal 41 UUK PKPU, merupakan hak yang diberikan oleh undang-undang kepada
kreditor. Gugatan actio pauliana dapat diajukan oleh kreditor maupun oleh kurator terhadap perbuatan
hukum yang dilakukan Debitor dengan itikad buruk satu tahun sebelum putusan pernyataan pailit
diucapkan dalam upaya melindungi Boedel Pailit dan hak Kreditor. Apabila dapat dibuktikan bahwa
perbuatan hukum itu dilaksanakan dengan itikad tidak baik dan merugikan para Kreditor, maka
gugatan actio pauliana dikabulkan dan perbuatan hukum yang digugat itu dinyatakan batal demi
hukum dan objek gugatan tersebut harus dikembalikan kepada Kurator dan dilaporkan kepada Hakim
Pengawas

SARAN
Untuk melindungi hak-hak kreditor di dalam kepailitan, maka diperlukan kerjasama dari para
pihak yaitu baik debitor, kreditor lainnya, kurator dan hakim pengawas untuk memastikan bahwa
tidak ada tindakan dari para pihak yang dapat merugikan kreditor. Dalam upaya pelunasan utangnya
dan penegak hukum harus lebih tegas lagi dalam menjalankan tugasnya sehingga tidak ada pihak yang
mencurangi pihak lain.
Konsep pengaturan actio pauliana yang terdapat dalam UUKPKPU harus lebih menyeluruh
dalam memberikan kepastian hukum kepada kreditor sehingga tidak menyulitkan kreditur maupun
kurator khususnya dalam hal pembuktian suatu perbuatan debitur yang masuk ke dalam kriteria actio
pauliana.

12
DAFTAR PUSAKA

C.S.T.Kansil dan Christine S.T. Kansil, 2002, Pokok-Pokok Pengetahuan Hukum Dagang Indonesia,
Jakarta : Sinar Grafika.
Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, 2001, Seri Hukum Bisnis Jaminan Fidusia, Jakarta : PT.
RajaGrafindo Persada.
Gunawan Widjaja, 2003, Tanggung Jawab Direksi atas Kepailitan Perseroan, PT RajaGrafindo
Persada : Jakarta.
H.Man S. Sastrawidjaja, 2006, Hukum Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang,
Bandung : PT. Alumni.
Hoetomo M.A, 2005, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, Surabaya : Mitra Pelajar.
Ishaq, 2007, Dasar-Dasar Ilmu Hukum, Jakarta : Sinar Grafika.
Jono, 2008, Hukum Kepailitan, Jakarta :Sinar Grafika: Jakarta.
Abdulkadir Muhammad,2004, hukum dan penelitian hukum, Bandung : PT. Citra Aditya Bakti.
Annalisa Y, 2007, kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran utang, Diktat, Palembang :
UNSRI.

Anda mungkin juga menyukai