Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN

PEMBAYARAN HUTANG

Di susun oleh:

Baiq.Novita Dwi Abdul hafiz Khairudin malik


Latifah S
Siti rabiatul adawiyah Muhammad addhiyaul syakirunniam
huda

Institut agama islam hamzanwadi


IAIH NW LOTIM

Tahun akademik 2021/2022


KATA PENGATAR

Alhamdulillah, pertama penulis mengucapkan rasa syukur dan segala puji


kepada Allah SWT yang telah melimpahkan segala Rahmat dan KaruniaNYA,
sehingga makalah Kepailit Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Hutang
ini dapat diselesaikan. makalah ini diharapkan dapat mendukung mahasiswa
dalam memahami matakuliah tersebut. makalah ini dibuat berdasarkan sumber-
sumber yang sudah banyak digunakan. Pada makalah ini membahas mengenai
konsep Kepailit Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Hutang . Akhir kata,
penulis menyampaikan terimakasih yang tulus kepada pihak- pihak yang telah
memberikan bantuan dan dukungannya sehingga penulis dapat menyelesaikan
penulisan makalah ini. Pada akhir kata, penulis memohon maaf yang sebesar-
besarnya jika dalam penulisan modul ini masih banyak kekurangan dan
kelemahannya. Penulis memohon adanya sumbangan ide, kritik dan saran untuk
perbaikan penulisan makalah ini supaya lebih baik ke depannya.

i
DAFTAR ISI

KATA PENGATAR.................................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I.......................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................1
A. LATAR BELAKANG..................................................................................1
B. Perumusan Masalah......................................................................................3
C. Tujuan...........................................................................................................3
BAB II......................................................................................................................5
PEMBAHASAN......................................................................................................5
D. Pailit..............................................................................................................5
E. PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG.........................6
BAB III....................................................................................................................8
KESIMPULAN DAN SARAN................................................................................8
A. KESIMPULAN.............................................................................................8
B. SARAN.........................................................................................................8

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Kepailitan dan penundaan atau pengunduran pembayaran (surseance)


lazimnya dikaitkan dengan masalah utang piutang antara seseorang yang dapat
disebut sebagai debitur dengan mereka yang mempunyai dana yang disebut
dengan kreditor. Dengan perkataan lain antara debitur dan kreditor terjadi
perjanjian utang piutang atau perjanjian pinjam meminjam uang yang
mengakibatkan dari perjanjian tersebut adalah lahirnya suatu perikatan diantara
para pihak yang mengakibatkan adanya hak dan kewajiban. Permasalahan tersebut
akan timbul ketika debitur mengalami kesulitan untuk mengembalikan utangnya
tersebut atau dengan kata lain debitur berhenti membayar.1 Keadaan berhenti
membayar utang dapat terjadi karena :

1. Tidak mampu membayar


2. dan tidak mau membayar

Meskipun dengan adanya persyaratan yang limitatif tersebut, kreditur


dapat dengan mudah mengajukan permohonan pernyataan pailit terhadap
debiturnya, namun dalam prakteknya masih menimbulkan beberapa masalah yang
berawal dari perbedaan interprestasi terhadap substansi yang tidak secara tegas
mengatur hal-hal yang berkaitan dengan persyaratan permohonan pailit.

Adapun tujuan dari adanya hukum kepailitan adalah untuk kepentingan


dunia usaha dalam menyelesaikan masalah utang-piutang secara adil, cepat,
terbuka dan efektif. Hukum kepailitan diperlukan untuk mengatur mengenai cara
pembagian hasil penjualan harta debitur untuk melunasi piutang masing-masing
kreditur berdasarkan urutan prioritasnya. Sebelum dibagikan kepada para kreditur,
harta debitur oleh pengadilan diletakkan terlebih dahulu di bawah sita umum.

1
Seluruh harta kekayaan debitur yang disita disebut pula sebagai eksekusi
kolektif (collective execution) yang akan dilaksanakan secara langsung terhadap
semua kekayaan debitur untuk manfaat semua kreditur.4 Peletakan sita umum
tersebut sangat penting karena untuk mencegah kreditur akan dahulu-mendahului
dalam rangka memperoleh pelunasan dari harta kekayaan debitur dengan
menguasai dan menjualnya. Peletakan sita umum berguna juga sebagai upaya
pencegahan bagi debitur yang tidak beritikad baik yang berusaha mengalihkan
kepemilikan dari harta kekayaan kepada pihak lain, dimana dapat berakibat
terhadap berkurangnya harta pailit.

Mengingat pentingnya peletakan sita umum, maka sebaiknya proses


persidangan kepailitan hingga diputus pengadilan dapat berlangsung dalam waktu
yang relative lebih cepat. Berdasarkan alasan tersebut yang mungkin
menyebabkan Undang-Undang Kepailitan dan PKPU melakukan pembatasan
mengenai lamanya proses persidangan hingga putusan pailit yaitu selama 60 hari
sejak permohonan penyitaan pailit didaftarkan (Pasal 8 ayat (5) Undang-Undang
Nomor 37 Tahun 2004) tentang Kepailitan dan PKPU. Ketentuan maksimal
lamanya proses persidangan tersebut didukung pula oleh syarat kepailitan yang
bersifat limitatif (Pasal 2 ayat (4) Undang-Undang Kepailitan dan PKPU dengan
Pembuktian sederhana (Pasal 8 ayat (4) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004)
tentang Kepailitan dan PKPU.

Kepailitan terhadap suatu subjek hukum baik orang-perseorangan maupun


badan hukum dapat terjadi apabila beberapa persyaratan yang dirumuskan dalam
Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Kepailitan dan PKPU dapat terpenuhi, antara
lain:

1. Minimal ada dua kreditor


2. Tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh tempo dan dapat
ditagih (tanpa membedakan apakah debitur hanya sekedar tidak mau
membayar kreditornya dengan alasan-alasan tertentu, misalnya dalam hal

2
kreditor tidak melaksanakan prestasi sebagaimana telah diperjanjikan
sebelumnya)

Melihat kepada syarat kepailitan sebagaimana tercantum dalam Pasal 2


ayat (1) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU
yang sudah jatuh tempo dan cukup terdapat lebih dari satu kreditor masih tetap
dipertahankan dari Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998 tentang Kepailitan,
sedangkan hukum Kepailitan dalam hal ini sama sekali tidak melarang dan
mengatur mengenai kemungkinan dipailitkannya debitur yang masih memiliki
kekayaan yang masih cukup untuk membayar utang-utangnya. Hal ini tentu
merugikan perusahaan yang masih berada dalam keadaan solven ketika harus
diputus pailit oleh Pengadilan Niaga karena Undang-Undang Kepailitan Indonesia
memungkinkan untuk terjadinya hal tersebut. Oleh karena itu sebagai perusahaan
yang masih insolven ketentuan Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 37 Tahun
2004 tentang Kepailitan dan PKPU dapat menimbulkan malapetaka dalam dunia
usaha dan lebih lanjut dapat mengurangi minat investor asing untuk menanamkan
modal di Indonesia, dan dapat menyebabkan keengganan lembaga-lembaga
pemberi kredit untuk membiayai perusahaan-perusahaan di Indonesia.

Berdasarkan pada latar belakang tersebut, maka penulis tertarik untuk


melakukan penelitian mengenai bagaimana “Tanggung Jawab Debitur Pailit
dalam Hal Harta Pailit tidak Cukup Berdasarkan UndangUndang Nomor 37
Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Hutang”.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian dari latar belakang, maka permasalahan yang akan dibahas
adalah :

1. Bagaimana tanggung jawab debitur pailit dalam hal harta pailit tidak cukup?
2. Bagaimana tindakan yang dapat dilakukan kreditur dalam hal harta pailit
debitur tidak cukup ?

C. Tujuan

3
1. Untuk mengetahui dan menganalisis mengenai tanggung jawab debitur
pailit dalam hal harta pailit tidak cukup.
2. Untuk mengetahui dan mengkaji tindakan yang dapat dilakukan kreditur
dalam hal harta pailit debitur tidak cukup

4
BAB II

PEMBAHASAN

D. Pailit

1. Pengertian

segala sesuatu yang berhubungan dengan peristiwa keadaan berhenti


membayar utang-utang debitur yang telah jatuh tempo

2. Yang dinyatakan pailit


a. Siapa saja yang menjalankan perusahaan atau tidak menjalankan
perusahaan Badan Hukum, baik yang berbentuk PT, Firma, Koperasi,
perusahaan negara
b. Harta Warisan
c. Setiap wanita bersuami (istri) yang dengan tenaga sendiri melakukan suatu
pekerjaan tetap atau perusahaan atau mempunyai kekayaan sendiri
d. Seorang debitur hanya dapat dikatakan pailit apabila telah diputuskan pleh
Pengadilan Niaga.
3. Pihak yang dapat mengajukan permohonan agar seorang debitur dapat
dikatakan pailit adalah:
a. Debitur itu sendiri
b. Kreditor
c. Kejaksaan untuk kepentingan umum
4. Tata cara permohonan kepailitan
a. Diajukan secara tertuls oleh seorang advokat.
b. Dalam Pasal 6 UU No.37 Tahun 2004 ditentukan bahwa Panitera
Pengadilan setelah menerima permohonan itu melakukan pendaftaran
dengan memberikan nomor pendaftaran, dan kepada pemohon diberikan
tanda buktu tertulis yang ditandatangani pejabat yang berwenang
c. Setelah hari persidangan ditetapkan, para pihak (pemohon dan termohon)
dipanggil untuk menghadiri pemeriksaan kepailitan. Pemeriksaan harus

5
dilaksanakan paling lambat 20 haris sejak permohonan didaftarkan di
kepaniteraan.
5. Akibat Hukum Putusan Kepailitan
a. Debitur (pailit) kehilangan hak untuk melakukan pengurusan dan
penguasaan atas harta bendanya.
b. Pengurusan harta benda tersebut beralih tangan ke kurator/Balai Harta
Peninggalan
c. Tidak semua harta bendanya akan beralih penguasaan atau pengurusannya
ke kurator/Balai Harta Peninggalan, kecuali: Benda, termasuk hewan,
perlengkapan, alat medis yang digunakan untuk kesehatan, tempat tidur
dan perlengkapan yang digunakan oleh debitur dan keluarganya dan bahan
makanan untuk 30 hari bagi debitur dan keluarganya
d. Segala sesuatu yang diperoleh debitur dari pekerjaannya sendiri sebagai
penggajian suatu jabatan atau jasa, upah, uang tunjangan sejauh yang
ditentukan oleh Hakim Pengawas
e. Uang diberikan kepada debitur untuk memenuhi kewajibannya memberi
nafkah
6. Berakhirnya kepailitan
a. Perdamaian
b. Insolvensi

E. PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG

1. PENGERTIAN

Permohonan diajukan oleh debitur atau kreditor kepada pengadilan dan


oleh penasehat hukumnya, disertai dengan daftar yang memuat sifat, jumlah
piutang dan utang debitur beserta surat bukti secukupnya

2. Prosedur Permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang


a. Dalam jangka paling lambat 3 hari, pengadilan harus mengabulkan
permohonan untuk sementara dengan memberikan izin penundaan
pembayaran. Pengadilan akan mengangkat Hakim Pengawas dan seorang

6
atau lebih pengurus yang bersama-sama debitur akan mengurus
kepentingan debitur dan kreditornya
b. Pengurus wajib mengumumkan putusan penundaan kewajiban
pembayaran utang sementara dalam Berita Negara RI dan paling sedikit
dalam 2 surat kabar haria yang ditunjuk oleh Hakim Pengawas
c. Diakan sidang untuk pemungutan suara untuk memutuskan apakah
penundaan kewajiban pembayaran utang tersebut dikabulkan atau ditolak
d. Permohonan penundaan pembayaran utang akan dikabulkan atau
ditetapkan apabila disetujui lebih dari seperdua kreditor konkuren yang
hadir dan mewakili paling sedikit dua pertiga bagian dari seluruh tagihan
yang diakui
e. Permohonan penundaan pembayaran akan ditolak apabila adanya alasa
yang mengkhawatikan bahwa debitur selama penundaan pembayaran akan
mencoba merugikan kreditor-kreditornya

7
BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan Debitor Pailit yang
pengurusandan pemberesannya dilakukan oleh Kurator di bawah pengawasan
Hakim Pengawas sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.

Utang adalah kewajiban yang dinyatakan atau dapat dinyatakan dalam


jumlah uang baik dalam mata uang Indonesia maupun mata uang asing, baik
secara langsung maupun yang akan timbul di kemudian hari atau kontinjen, yang
timbul karena perjanjian atau undang-undang dan yang wajib dipenuhi oleh
Debitor dan bila tidak dipenuhi memberi hak kepada Kreditor untuk mendapat
pemenuhannya dari harta kekayaan Debitor.

F. SARAN

Adapun isi dari makalah ini masih jauh dari kategori sempurna, maka dari
itu kami selaku penulis mengharapkan kritik dan saran baik dari dosen
pembimbing maupun mahasiswa/mahasisiwi yang mana kritik dan saran tersebut
berguna kedepannya guna membantu dalam pembuatan makalah yang lebih baik
lagi.

Anda mungkin juga menyukai