DISUSUN OLEH :
NOERMA SAFITRI
(A1011181272)
Puji syukur saya panjatkan kahadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya saya dapat menyelesaikan makalah
tentang “Hukum Kepailitan”. Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna
dalam rangka menambah wawasan dan pengetahuan kita. Saya juga menyadari
sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata
sempurna. Oleh sebab itu, adanya kritik, saran, dan usulan demi perbaikan
makalah yang telah saya buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada
sesuatu yang sempurna tanpa ada saran yang membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat di pahami oleh siapapun yang
membacanya. Sekirannya laporan yang telah di susun ini dapat berguna bagi saya
sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya saya mohon maaf apabila
terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan
saran membangun demi perbaikan di masa depan.
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
1.1 Latar Belakang..........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................2
1.3 Tujuan........................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................3
2.1 Pengertian Pailit........................................................................................3
2.2 Pihak-pihak yang Dapat Mengajukan Kepailitan......................................4
2.3 Keputusan Pailit dan Akibat Hukumnya...................................................6
2.4 Pihak-Pihak yang Terkait Dalam Pengurusan Harta dan Kepailitan........8
2.5 Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang..............................................10
2.6 Pencocokan Piutang................................................................................12
2.7 Perdamaian..............................................................................................13
2.8 Permohonan Peninjauan Kembali...........................................................14
BAB III PENUTUP...............................................................................................16
3.1 Kesimpulan..............................................................................................16
3.2 Saran........................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................17
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
tentang hukum kepailitandan makalah ini membahas secara mendalam tentang
Hukum Kepailitan.
1.3 Tujuan
A. Untuk mengetahui tentang Pengertian dari hukum Pailit
B. Untuk mengetahui tentang Pihak-Pihak Yang Dapat Mengajukan
Kepailitan
C. Untuk mengetahui tentang Keputusan Pailit dan Akibat Hukumnya
D. Untuk mengetahui tentang Pihak-Pihak Yang Terkait Dalam Pengurusan
Harta dan Kepailitan
E. Untuk mengetahui tentang Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang
F. Untuk mengetahui tentang Pencocokan Piutang
G. Untuk mengetahui tentang Perdamaian
H. Untuk mengetahui tentang Permohonan Peninjauan Kembali
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
2.2 Pihak-pihak yang Dapat Mengajukan Kepailitan
A. Pihak Pemohon Pailit
Menurut pasal 2 undang-undang kepailitan Nomor 37 Tahun 2004
maka yang dapat menjadi pemohon dalam suatu perkara pailit adalah
salah-satu pihak berikut ini :
1. Pihak Debitur itu sendiri
2. Salah-satu atau lebih dari pihak Kreditur
3. Pihak kejaksaan jika menyangkut dengan kepentingan umum
4. Pihak Bank Indonesia jika debiturnya adalah suatu bank
5. Pihak Badan Pengawas Pasar Modal jika debiturnya suatu perusahaan
efek. Yang dimaksud dengan perusahaan efek, bursa efek, lembaga
kliring dan penjaminan, serta lembaga penyimpanan dan penyelesaian
6. Pihak Menteri Keuangan jika debiturnya perusahaan asuransi,
reasuransi, dana pensiun, BUMN yang bergerak di bidang kepentingan
publik.
B. Pihak Debitur Pailit
Pihak debitur pailit adalah pihak yang memohon atau dimohonkan
pailit ke pengadilan yang berwenang.Yang dapat menjadi debitur pailit
adalah debitur yang mempunyai dua atau lebih kreditur dan tidak
membayar sedikitnya satu hutang yang telah jatuh waktu dan dapat
ditagih.
C. Hakim Niaga
Perkara kepailitan pada tingkat pertama diperiksa oleh hakim majelis,
tidak boleh hakim tunggal (pasal 301 ayat 1). Hanya untuk perkara
perniagaan lainnya yakni yang bukan perkara kepailitan untuk tingkat
pengadilan pertama yang boleh diperiksa oleh hakim tunggal dengan
penetapan ketua Mahkamah Agung (pasal 301ayat 2). Hakim Majelis
tersebut merupakan hakim-hakim pada pengadilan niaga, yakni hakim-
hakim Pengadilan Negeri yang telah diangkat menjadi hakim pengadilan
niaga berdasarkan keputusan ketua Mahkamah Agung (pasal 301 ayat 2).
Di samping itu juga terdapat “Hakim Ad-hoc” yang diangkat dari kalangan
para ahli dengan putusan Presiden atas usul ketua Mahkamah Agung
4
(pasal 302 ayat 3). Undang-Undang No.37 Tahun 2004. Sedangkan syarat-
syarat untuk dapat diangkat sebagai hakim adalah:
1. Telah berpengalaman sebagai hakim dalam lingkungan peradilan
umum.
2. Mempunyai dedikasi dan menguasai pengetahuan di bidang masalah-
masalah yang menjadi lingkup kewenangan pengadilan.
3. Berwibawa, jujur, adil, dan berkelakuan tidak tercela.
4. Telah berhasil menyelesaikan program pelatihan khusus sebagai hakim
pada pengadilan. (pasal 302 ayat 2 UU Kepailitan). Seluruh
bimbingan, pembinaan, dan pengawasan terhadap jalannya peradilan
pengadilan niaga dilakukan oleh Mahkamah Agung.
Sehubungan dengan hal itu, ketua Mahkamah Agung mempunyai
kewajiban untuk melakukan bimbingan, pembinaan, dan pengawasan
terhadap peradilan pengadilan niaga dan mempunyai kewenangan untuk
mengambil langkah-langkah dalam rangka penerapan prinsip-prinsip
hukum peradilan pada pengadilan niaga. Prinsip-prinsip hukum dimaksud
meliputi:
a. Prinsip kesinambungan, penyelenggaraan persidangan pada pengadilan
niaga harus dilakukan secara berkesinambungan
b. Prinsip persidangan yang baik, hendaknya prosedur persidangan pada
pengadilan niaga dilakukan secara cepat, efektif, dan terekam dengan
baik
c. Prinsip putusan yang baik, putusan yang akan dibacakan oleh
pengadilan niaga harus sudah dibuat secara tertulis pada saat
ditetapkan, serta memuat secar lengkap pertimbangan dan dasar hukum
yang mendasari putusan tersebut;
d. Prinsip pengarsipan, agar putusan pengadilan niaga dapat diterbitkan
secara berkala, pengarsipan putusan pengadilan niaga yang baik harus
terselenggara.
5
2.3 Keputusan Pailit dan Akibat Hukumnya
Dalam pasal 21 kepailitan meliputi seluruh kekayaan debitor pada saat
putusan pernyataan pailit diucapkan serta segala sesuatu yang diperoleh
selama kepaillitan. Namun, ketentuan sebagaimana dalam pasal 21 di atas
tidak berlaku terhadap barang- barang sebagai berikut:
A. Benda, termasuk hewan yang benar-benar dibutuhkan oleh debitor
sehubungandengan pekerjaannya, perlengkapannya, alat- alat medis yang
dipergunakan untuk kesehatan, tempat tidur dan perlengkapannya yang
digunakan oleh debitor dan keluarganya.
B. Segala sesuatu yang diperoleh debitor dari pekerjaannya sendiri
sebagaipenggajian dari suatu jabatan atau jasa sebagai upah, pensiun, uang
tunggu, atau uang tunjangan yang ditentukan oleh hakim pengawas.
C. Uang yang diberikan kepada debitor untuk memenuhi suatu
kewajibanmemberinafkah menurut undang – undang.
Putusan pernyataan pailit berakibat bahwa segala penetapan pelaksanaan
pengadilan terhadap setiap bagian dari kekayaan debitor yang telah dimulai
sebelum kepailitan harus dihentikan seketika dan sejak itu tidak ada suatu
putusan yang dapat dilaksanakan termasuk atau juga dengan menyandera
debitor.
Dalam pasal 55 setiap kreditor pemegang gadai, jaminan fidusia, hak
tanggungan, hipotek atau hak agunan atas kebendaan lain dapat mengeksekusi
haknya seolah – olah tidak terjadi kepailitan, sehingga kreditor pemegang hak
sebagaimana disebutkan dapat melaksanakan haknya dan wajib memberikan
pertanggungjawaban kepada curator tentang hasil penjualan benda yang
menjadi agunan. Kemudian, menyerahkan sisa hasil penjualan setelah
dikurangi jumlah uang, bunga dan biaya kepada curator.
Saat Pengadilan Niaga memutuskan pailit suatu debitor maka putusan
tersebut akan menimbulkan akibat hukum. Menurut M. Hadi Shubban (2008:
162), akibat yuridis dari putusan pailit terhadap harta kekayaan debitur
maupun terhadap debitor adalah sebagai berikut:
A. Putusan pailit dapat dijalankan terlebih dahulu (serta-merta) meskipun
terhadap putusan tersebut masih dilakukan upaya hukum lebih lanjut;
6
B. Harta kekayaan debitor yang masuk harta pailit merupakan sita umum
(publicattachment, gerechtelijk beslag) beserta apa yang diperoleh selama
kepailitan.
C. Debitor kehilangan wewenang dalam harta kekayaan untuk mengurus dan
melakukan perbuatan kepemilikan
D. Segala perbuatan yang terbit setelah putusan pailit tidak dapat dibayar dari
harta pailit.
Imran Naning, menyatakan secara umum akibat pernyataan pailit adalah
sebagai berikut:
1. Kekayaan debitor pailit yang masuk harta pailit merupakan sita umum atas
harta pailit yang dinyatakan pailit menurut pasal 21 UU No. 37 Tahun
2004 tentang Kepailitan dan PKPU, harta pailit meliputi seluruh kekayaan
debitor pada waktu putusan pailit diucapkan serta segala kekayaam yang
diperoleh debitur pailit selama kepailitan.
2. Kepailitan semata –mata hanya mengenai harta pailit dan tidak mengenai
diri pribadi debitor pailit. Misalnya seseorang dapat melangsungkan
pernikahan meskipun telah dinyatakan pailit.
3. Debitor pailit demi hukum kehilangan hak untuk mengurus dan menguasai
kekayaannya yang termasuk harta pailit sejak hari putusan pailit
diucapkan.
4. Segala perikatan debitor yang timbul sesudah putusan pailit diucapkan
tidak dapat dibayar dari harta pailit kecuali jika menguntungkan harta
pailit.
5. Harta pailit diurus dan dikuasai kurator untuk keuntungan para kreditor
dan debitor. Dan hakim pengawas memimpin dan mengawasi pelaksanaan
jalannya kepailitan.
6. Tuntutan dan gugatan mengenai hak dan kewajiban harta pailit harus
diajukan oleh atau terhadap kurator.
7. Semua tuntutan atau yang bertujuan mendapatkan pelunasan suatu
perikatan dari harta pailit, dan dari harta debitor sendiri selama kepailitan
harus diajukan dengan cara melaporkannya untuk dicocokkan.
7
8. Dengan memperhatikan ketentuan pasal 56, pasal 57, dan pasal 58 UU No.
37 Tahun 2004 tentang kepailitan dan PKBU, kreditor pemegang hak
gadai, jaminan viducia, hak tanggungan, hipotik, atau hak agunan atas
kebendaan lainnya, dapat dieksekusi haknya seolah –olah tidak ada
kepailitan (pasal 55 ayat 1). UU No 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan
PKPU).
9. Hak eksekusi terhadap debitur yang dijanali sebagai disebut dalam Pasal
55 ayat 1 UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU, dan pihak
ketiga untuk menuntut hartanya yang berada dalam penguasaan
debitur pailit atau kurator, ditangguhkan maksimum 90 hari setelah
keputusan Pailit diucapkan (Pasal 56 ayat 1 UU No. 37 Tahun 2004
tentang kepailitan dan PKPU).
8
5. Mendengar saksi-saksi dan para ahli atas segala hal yang berkaitan
dengan kepailitan (misalnya: tentang keadaan budel, perilaku pailit dan
sebagainya).
6. Memberikan izin atau menolak permohonan si pailit untuk bepergian
(meninggalkan tempat) kediamannya.
Ketentuan mengenai hakim pengawas dalam kepailitan terletak pada UUK
dan PKPU pada bagian ketiga paragraph 1 pasal 65-68.
B. Kurator
Curator merupakan salah satu pihak yang cukup memegang peranan
dalam suatu proses perkara pailit. Dan karena perannya yang besar dan
tugasnya yang berat, maka tidak sembarangan orang dapat menjadi pihak
curator. Dalam pasal 69 UUK dan PKPU disebutkan, tugas curator adalah
melakukan pengurusan dan atau pemberesan harta pailit.
Karena itu pula maka persyaratan dan prosedur untuk dapat menjadi
curator ini oleh UUK dan PKPU diatur secara relative ketat. Sewaktu
masih berlakunya peraturan kepailitan zaman belanda, hanya balai harta
peninggalan (BHP) saja yang dapat menjadi curator tersebut. Dalam pasal
70 ayat (1) UUK dan PKPU disebutkan, yang dapat bertindak menjadi
curator sekarang adalah sebagai berikut:
1. Balai harta peninggalan (BHP)
2. Curator lainnya.
C. Panitia kreditur
Pada prinsipnya, suatu panitia kreditur adalah pihak yang mewakili
pihak kreditur, sehingga panitia kreditur tentu akan memperjuangkan
segala kepentingan hukum dari pihak kreditur. Ada dua macam panitia
kreditur yang diperkenalkan oleh UUK dan PKPU, yaitu:
1. Panitia kreditur sementara
Dalam pasal 79 UUK dan PKPU disebutkan, dalam putusan pailit atau
dengan penetapan kemudian, pengadilan dapat membentuk panitia
kreditur (sementara) yang terdiri dari satu sampai tiga orang yang
dipilih dari kreditur yang dikenal dengan maksud memberikan nasihat
9
kepada curator.Yang dimaksud dengan kreditur yang sudah dikenal
adalah kreditur yang sudah mendaftarkan diri untuk diverifikasi.
2. Panitia kreditur tetap
Pasal 72 UUK dan PKPU menyatakan bahwa setelah pencocokan
utang selesai dilakukan, hakim pengawas wajib menawarkan pada para
kreditur untuk membentuk panitia kreditur tetap.
10
permohonan pailit dan PKPU diajukan pada saat yang bersamaan maka
permohonan PKPU yang akan diperiksa terlebih dahulu.
Pada hakekatnya tujuan PKPU adalah untuk perdamaian. Fungsi
perdamaian dalam proses PKPU sangat penting artinya, bahkan merupakan
tujuan utama bagi si debitor, dimana si debitor sebagai orang yang paling
mengetahui keberadaan perusahaan, bagaimana keberadaan perusahaannya ke
depan baik petensi maupun kesulitan membayar utang-utangnya dari
kemungkinan-kemungkinan masih dapat bangkit kembali dari jeratan utang-
utang terhadap sekalian kreditornya.
Oleh karenanya langkah-langkah perdamaian ini adalah untuk menyusun
suatu strategi baru bagi si debitor menjadi sangat penting. Namun karena
faktor kesulitan pembayaran utang-utang yang mungkin segera jatuh tempo
yang mana sementara belum dapat diselesaikan membuat si debitor terpaksa
membuat suatu konsep perdamaian, yang mana konsep ini nantinya akan
ditawarkan kepada pihak kreditor, dengan demikian si debitor masih dapat
nantinya, tentu saja jika perdamaian ini disetujui oleh para kreditor untuk
meneruskan berjalannya perusahaan si debitor tersebut. Dengan kata lain
tujuan akhir dari PKPU ini ialah dapat tercapainya perdamaian antara debitor
dan seluruh kreditor dari rencarta perdamaian yang diajukan/ditawarkan si
debitor tersebut.
Apabila rencana perdamaian tidak tercapai atau Pengadilan menolak
rencana perdamaian, maka Pengadilan wajib menyatakan Debitor dalam
Keadaan Pailit. Pengadilan dapat menolak rencana perdamaian karena:
1. Harta Debitor, termasuk benda untuk mana dilaksanakan hak untuk
menahan benda, jauh lebih besar dari pada jumlah yang disetujui dalam
perdamaian.
2. Pelaksanaan perdamaian tidak cukup terjamin.
3. Perdamaian itu dicapai karena penipuan, atau persengkokolan dengan satu
atau lebih kreditor, atau karena pemakaian upaya lain yang tidak jujur dan
tanpa menghiraukan apakah debitor atau pihak lain bekerja sama untuk
mencapai hal ini.
11
4. Imbalan jasa dan biaya dikeluarkan oleh ahli dan pengurus belum dibayar
atau tidak diberikan jaminan untuk pembayaran.
PKPU pada dasarnya, hanya berlaku/ditujukan pada para kreditor
konkuren saja. Walaupun pada Undang-undang No.37 Tahun 2004 pada Pasal
222 ayat (2) tidak disebut lagi perihal kreditor konkuren sebagaimana halnya
Undang-undang No. 4 Tahun 1998 pada Pasal 212 jelas menyebutkan bahwa
debitor yang tidak dapat atau memperkirakan bahwa ia tidak akan dapat
melanjutkan membayar utang-utangnya yang sudah jatuh tempo dan dapat
ditagih, dapat memohon penundaan kewajiban pembayaran utang, dengan
maksud pada umumnya untuk mengajukan rencana perdamaian yang meliputi
tawaran pembayaran seluruh atau sebagian utang kepada kreditor konkuren.
Namun pada Pasal 244 Undang-undang No. 37 tahun 2004 disebutkan:
Dengan tetap memperhatikan ketentuan Pasal 246, penundaan kewajiban\
pembayaran utang tidak berlaku terhadap:
1. Tagihan yang dijamin dengan gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan,
hipotek, atau hak agunan atas kebendaan lainnya.
2. Tagihan biaya pemeliharaan, pengawasan atau pendidikan yang sudah
harus dibayar dan hakim pengawas harus menentukan jumlah tagihan yang
sudah ada dan belum dibayar sebelum penundaan kewajiban pembayaran
utang yang bukan merupakan tagihan dengan hak untuk diistimewakan.
3. Tagihan yang diistimewakan terhadap benda tertentu milik debitor
maupun terhadap seluruh harta debitor yang tidak tercakup pada point b.”
12
3. hari, tanggal, waktu dan tempat rapat kreditor untuk mengadakan
pencocokan utang.
Kurator berkewajiban untuk melakukan pencocokan antara perhitungan -
perhitungan yang dimasukkan dengan catatan - catatan dan keterangan -
keterangan bahwa debitor telah pailit.
Dalam rapat pencocokan piutang, hakim pengawas berkewajiban
membacakan daftar piutang yang sementara telah diakui dan oleh curator telah
dibantah untuk dibicarakan dalam rapat.Debitor wajib hadir sendiri dalam
rapat pencocokan piutang agar dapat memberikan keterangan yang diminta
oleh hakim pengawas mengenai sebab musabab kepailitan dan keadaan harta
pailit. Dalam Undang-Undang juga terdapat Bab I Pencocokan Utang Piutang
Yaitu :Pasal 104-Pasal 133
2.7 Perdamaian
Dalam penyelesaian perkara tentu diusahakan perdamaian sebagaimana
dalam Hukum Acara Perdata yang bersumber dari HIR menyatakan bahwa
dalam menyelesaikan perkara hakim wajib mengusahakan perdamaian terlebih
dahulu. Dalam perkara kepailitan perdamaian tidak diusahakan di awal, karena
hakim hanya diberi waktu 60 hari untuk mengeluarkan putusan. Perdamaian
dalam kepailitan justru diusahakan setelah putusan yang menyatakan bahwa
debitor dalam keadaan pailit. Berdasarkan Pasal 144 UUK debitor pailit
berhak untuk menawarkan suatu perdamaian kepada semua kreditor.
Perdamaian merupakan perjanjian antara debitor dengan para kreditor dimana
debitor menawarkan pembayaran sebagian dari utangnya dengan syarat bahwa
ia setelah melakukan pembayaran tersebut dibebaskan dari sisa utangnya,
sehingga ia tidak mempunyai utang lagi.
Selama berlangsungnya perundingan Debitor Pailit berhak memberikan
keterangan mengenai rencana perdamaian dan membelanya serta berhak
mengubah rencana perdamaian.Hasil dari rapat perundingan itu kemudian
dibuatkan berita acara yang ditandatangani oleh hakim pengawas dan penitera
pengganti.berita acara tersebut wajib memuat antara lain sebagai berikut:
1. isi perdamaian
13
2. nama kreditor yang hadir dan berhak mengeluarkan suara dan menghadap
3. suara yang dikeluarkan
4. hasil pengumungutan suara dan
5. segala sesuatu yangterjadi dalam rapat.
Dengan putusan perdamaian yang telah berkekuatan hukum tetap itu pula,
maka kepailitan debitor dinyatakan berakhir. Menurut Munir Fuady, ada 10
akibat hukum yang terjadi dengan putusan perdamaian itu, yaitu :
a. Setelah perdamaian, kepailitan berakhir
b. Keputusan penerimaan perdamaian mengikat seluruh kreditor konkuren
c. Perdamaian tidak berlaku bagi kreditor separatis dan kreditor yang
diistimewakan
d. Perdamaian tidak boleh diajukan dua kali
e. Perdamaian merupakan alas hak bagi debitor
f. Hak-hak kreditor tetap berlaku terhadap guarantor dan rekan debitor
g. Hak-hak kreditor tetap berlaku terhadap benda-benda pihak ketiga
h. Penangguhan eksekusi jaminan utang berahir
i. Actio pauliana berakhir
j. Debitor dapat direhabilitasi
Kewajiban debitor selanjutnya ialah melaksanakan apa isi perdamaian
dengan baik, karena bila ia lalai melaksanakan isi perdamaian maka kreditor
bisa menuntut pembatalan perdamaian yang bukan tidak mungkin debitor
kembali dalam keadaan pailit. Dalam hal kepailitan dibuka kembali, maka kali
ini tidak dapat lagi ditawarkan perdamaian.
14
2. Pengadilan Niaga/putusan hakim yang bersangkutan terdapat kekeliruan
yang nyata.
15
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari pembahasan diatas dapat di ambil kesimpulan bahwa yang dapat
dinyatakan mengalami kepailitan adalah debitur yang sudah dinyataka tidak
mampu membayar utang-utangnya lagi. Hal ini berdasarkan pasal 1 angka 1
Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan
Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU), Kepailitan adalah sita umum atas
semua kekayaan debitor pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan
oleh kurator di bawah pengawasan hakim pengawas sebagaimana diatur dalam
undang-undang ini.
Terdapat beberapa pihak-pihak dalam pailit yaitu : 1)Pihak Pemohon Pailit
yang telah diatar dalam pasal 2 undang-undang kepailitan Nomor 37 Tahun
2004. 2) Pihak debitur pailit adalah pihak yang memohon atau dimohonkan
pailit ke pengadilan yang berwenang. 3) Hakim Niaga yang pada tingkat
pertama diperiksa oleh hakim majelis, tidak boleh hakim tunggal (pasal 301
ayat 1). Selain itu juga tedapat keputusan dan akibat dari hukum pailit serta
pencocokan piutang, perdamaian dan permohonan peninjauan kembali, dan
pada intinya kepailitan mengakibatkan debitur yang dinyatakan pailit oleh
Pengadilan Niaga kehilangan segala “hak perdata” untuk menguasai dan
mengurus harta kekayaan yang telah dimasukkan ke dalam harta pailit,
sehingga sangat penting mempelajari tentang hukum pailit.
3.2 Saran
Makalah ini tidak terlepas dari kekurangan, namun dengan adanya
makalah ini diharapkan pembaca dapat mengetahui lebih dalam tentang
Hukum Pailit, dan pihak-pihak yang terlibat di dalamnya, sehingga dapat
terhindaratau mencegah terjadinya kepailiatan.
16
DAFTAR PUSTAKA
17