Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

ASPEK HUKUM DALAM BISNIS


TENTANG
KEPAILITAN

Di Susun Oleh:

Pradila Safridayani : 2116010076


Ahmad Apri Sandi : 2116010025
Farhan Munawar : 2116010051
Razi Masril : 2116010075

Dosen Pengampu:

Dr. Engrina Fauzi, S.H, M.H

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI IMAM BONJOL PADANG2023
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi


MahaPanyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang
telahmelimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah tentang “Kepailitan”.

Makalah ilmiah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan
bantuan dari berbagai sumber baik dari buku maupun internet sehingga
dapatmemperlancar pembuatan makalah ini. Terlepas dari semua itu, kami
menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak kekurangan baik dari segi susunan
kalimat maupun tata bahasanya.

Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan
kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini. Akhir kata kami
berharap semoga makalah tentang “Kepailitan” ini dapat memberikan manfaat
maupun inspirasi terhadap pembaca.

Padang, 20 November 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

MAKALAH ........................................................................................................ 1
KATA PENGANTAR ......................................................................................... i
DAFTAR ISI ...................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang..................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................... 1
1.3 Tujuan penulisan ................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN .................................................................................... 3
2.1 Pengaturan Kepailitan ......................................................................... 3
2.2 Pengertian dan Tujuan Kepailitan ...................................................... 4
2.3 Kurator dan Perannya ....................................................................... 10
2.4 Pihak yang dapat dinyatakan pailit .................................................. 13
2.5 Prosedur Permohonan Kepailitan..................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 18

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


pailit msrupakan suatu keadaan di mana debitor tidak mampu untuk
melalorkan pembayaran-pembayaran terhadap utang-utang dari para
kred.itornya. Keadaan tidak mampu membayar lazimnya disebabkan
karena kesulitan kondisi keuangan (finanaal drstress) dari usaha debitor
yang tetah mengalami kemunduran. Sedangkan kepailitan merupalcan
putusan pengadilan yang mengakibatkan sita umum atas seluruh kekayaan
debitor peilit, baik yang telah ada maupun yang akan ada di kemudian hari.
Pengurusan dan pemberesan kepailitan dilakukan oleh kurator di bawah
pengawasarl hakim Pengawas dengan tujuan utama menggunakan hasil
penjualan harta kekayaan tersebut untuk membayar seluruh utang debitor
pailit tersebut secara proPorsional (prorate parte) dan sesuai dengan
strulilur kreditor.

Banyak debitor (baik yang nakal ataupun yang jujur) mulai was-was
untuk dipailitkan. Dan sekarang sudah banyak kasus-kasus kepailitan
digelar di Pengadilan Niaga. Bahkan, banyak kreditor menggunakan
kebangkrutan ini sebagai ancaman terhadap debitornya, dalam arti jika
hutang tidak dibayar, debitor segera dipailitkan. Jika ternyata bahwa
mission dari hukum kepailitan dari salah satu upaya hukum yang biasa
sebagai sarana penagihan hutang, bahkan banyak yang mengatakan bahwa
ancaman membangkrutkan seorang debitor jauh lebih ampuh dari debt
collector sekalipun.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa pengaturan kepailitan?
2. Apa pengertian dan tujuan kepailitan?
3. Apa yang dimaksud dengan curator dan peranannya?
4. Siapa saja pihak yang dinyatakan pailit?

1
1.3 Tujuan penulisan
1. Untuk mengetahui pengaturan kepailitan.
2. Untuk mengetahui pengertian dan tujuan kepailitan.
3. Untuk mengetahui yang dimaksud dengan curator dan peranannya.
4. Untuk mengetahui pihak yang dinyatakan pailit.

2
BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengaturan Kepailitan

Pengaturan dan pengertian Kepailitan dalam Undang-Undang no 37


Tahun 2004 tentang Kepailitian dan Penundaan Kewajiban Pembayaran
utang. Pengaturan kepailitan saat ini ditulis pada Undang-Undang nomor 37
Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran
Utang. Pengaturan ini juga menjelaskan pengertian dari kepailitan yaitu
pada Pasal 1 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tertulis
kepailitan adalah
“Sita umum atas semua kekayaan Debitor pailit yang pengurusan dan
pemberesannya dilakukan oleh Kurator dibawah pengawasan Hakim
Pengawas sebagaimana datur dalam Undang-Undang ini. Kata “pailit”
yang mengandung arti kata bangkrut atau tidak mampu lagi membayar
kewajibannya.”
Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan Pembayaran Utang
mengenal istilah Debitor dan Kreditor yang memiliki pengertian secara
internasional yaitu pengertian kepailitan oleh ISDA (International Swaps
and Derivatives Association) adalah
Salah satu kejadian-kejadian berikut yaitu; perusahaan yang
mengeluarkan surat utang berhenti beroperasi (pailit), perusahaan tidak
solvent atau tidak mampu membayar utang, timbulnya tuntutan kepailitan,
proses kepailitan sedang terjadi, telah ditunjuknya receivership, dan
dititipkannya seluruh aset kepada pihak ketiga Pengertian kepailitan yang
rata-rata memiliki arti tidak dapat melanjutkan pembayaran utang ini sama
hal nya dengan pendapat dari Erman Rajagukguk yaitu “keadaan Debitor
yang berhfenti membayar utang-utangnya yang telah jatuh tempo dan dapat

3
ditagih sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka (1) Perpu No. 1 Tahun
1985.
Pengaturan kepailitan dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun
2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang dan
beberapa pendapat yang telah diuraika, dapat dikatakan bahwa kepailitan
yang mengenal kata Debitor dan Kreditor tersebut adalah keadaan dimana
Debitor tidak dapat melakukan pembayaran utang kepada lebih dari satu
Kreditor, keadaan tidak mampu membayar tersebut dapat mengakibatkan
sita umum yang dilakukan oleh Kurator bagi seluruh harta kekayaan Debitor
dengan tujuan pembagian harta kekayaan yang masih dimiliki Debitor dapat
di bagi rata sesuai dengan hak-hak yang dimiliki oleh para Kreditor.

2.2 Pengertian dan Tujuan Kepailitan


1. Pengertian
pailit dapat diartian sebagai suatu keadaan debitur dalam kedaan
berhenti membayar uang karena tidak mampu. Kata pailit dapat
diarrtikan sebagai bankcrupt, kata bankcrupt sendiri mengandung arti
banca ruta. Kata tersebut bermakna memorak perandakan kursi kursi.
Alasan dikatan demikian adalah suatu peristiwa terjadi ketika ada
seseorang debitur yang tidak dapat membayar utang kepada kreaditor.
Karena marah sang kreditor mengamuk dan menghancurkan seluruh
kursis kursi yang terapat di tempat debitoor.

Kepailitan merupakan salah satu cara untuk menyelesaikan sengketa


utang piutang. Lembaga ini bukan untuk penyelesaian utang seorang
kreditur melainkan untuk kepentingan sejumlah kreditur. Dengan
dijatuhkannya putusan pailit, maka kreditur-kreditur lainya dapat
beramai-ramai mengajukan tagihan utangnya.1
Syarat-syarat seorang debitur dapat dinyatakan pailit oleh
pengadilan berdasarkan pasal 2 Undang-undang nomor : 37 Tahun 2004
adalah debitur mempunyai minimal dua orang kreditur dan sedikitnya
satu utang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih tidak dibayar lunas

4
Secara orisinal pailit adalah seorang pedagang yang bersembunyi
atau melakukan tindakan tertentu dimana perbuatan tersebut memiliki
kecenderungan untuk melakukan tindakan tertentu yang cenderung
untuk mengelabuhi pihak kreditor, pengertian ini dituliskan oleh Henry
Campbell Black dalam bukunya Yudhi Priyo Amboro. Berdasarkan
Kamus Besar Bahasa Indonesia (selanjutnya disebut KBBI) pailit
merupakan keadaan debitor yang tidak mampu membayar utang kepada
kreditor, sedangkan Black Law Dictionary memberikan pengertian
bahwa pailit akan dihubungkan dengan keadaan debitor yang tidak
mampu membayar utang yang telah jatuh tempo, dengan disertai dengan
pengajuan permohonan pailit ke pengadilan baik oleh debitor itu sendiri
maupun kreditor. Pengajuan permohonan pailit merupakan perwujudan
dari pemenuhan asas publisitas dari ketidakmampuan pembayaran utang
dari debitor.
Poerwadarminta dalam bukunya Suparji berpendapat bahwa arti dari
pailit adalah bangkrut, yang berarti menderita kerugian besar hingga
jatuh.Suparji menjelaskan bahwa terminology bankruptcy/bankcruptcy
act digunakan oleh negara yang menganut sistem anglo saxon,
sedangkan istilah faillissement digunakan oleh negara penganut sistem
eropa continental. Selain bankruptcy dan faillissement juga dikenal
istilah insolvency, yang bermakna ketidakmampuan debitur untuk
membayar hutang. Insolvency terdiri dari dua jenis yaitu technical
insolvency dan bankcorupcty insolvency. Technical insolvency yaitu
perusahaan yang gagal membayar hutang karena adanya kesulitan
membayar hutang dan hal tersebut bersifat sementara, sedangkan
bankcorupcty insolvency yaitu perusahaan yang gagal membayar hutang
karena secara fundamental bisnisnya buruk, serta total uang jauh
melebihi nilai pasar yang wajar dari aset yang dimiliki.
Singkatnya esensi kepailitan adalah sita umum terhadap harta
kekayaan debitur pada waktu pernyataan pailit demi kepentingan semua
kreditur yang memiliki piutang terhadapnya dengan adanya pengawasan

5
dari pihak yang berwajib. Kepailitan pada dasarnya berorientasi kepada
kepentingan para kreditor tanpa adanya suatu pembedaan dari kreditor
itu sendiri. Pengertian kepailitan juga memberikan gambaran bahwa
tujuan kepailitan berorientasi pada kepentingan kreditor. Adanya
kepailitan secara keseluruhan adalah untuk menjamin hak tagih kreditor
dalam pelunasan utang debitor dari harta kekayaan debitor pailit.
UU KPKPU pada dasarnya bertujuan untuk melindungi hak para
kreditor yang memberikan piutang kepada debitor yang terjadi karena
dalam memberikan jaminan atas utangnya, debitor memberikan jaminan
yang nilainya jauh dibawah jumlah utang kepada kreditor atau bahkan
tidak memberikan jaminan dimana debitor memiliki lebih dari satu
kreditor. Undang-Undang ini hadir untuk menghindari potensi
kekacauan yang akan ditimbulkan ketika masing-masing kreditor ingin
menguasai jaminan yang diberikan oleh debitor sebagai jaminan
pelunasan utang, selain itu juga untuk membagi kompensasi pelunasan
utang dengan adil kepada para kreditor karena dalam undang-undang ini
mengenal adanya prinsip pari pasu pro rata parte.
Secara tata bahasa, kepailitan berarti segala hal yang berhubungan
dengan “pailit”. Jika kita baca seluruh ketentuan yang dalam Undang-
Undang Kepailitan, kita tidak akan menemui satu rumusan atau
ketentuan dalam Undang-Undang Kepailitan yang menjelaskan
pengertian maupun definisi dari kepailitan atau pailit. Kepailitan adalah
suatu sitaan dan eksekusi atau seluruh kekayaan si debitor (orang-orang
yang berutang) untuk kepentingan semua kreditor-kreditornya (orang-
orang berpiutang). Pengertian kepailitan di Indonesia mengacu pada
Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, yang dalam Pasal 2
menyebutkan:
1) Debitor yang mempunyai dua atau lebih kreditor dan tidak
membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh tempo
dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan,

6
baik atas permohonannya sendiri maupun atas permohonan satu
atau lebih kreditornya.
2) Permohonan dapat juga diajukan oleh kejaksaan untuk
kepentingan umum.

Dalam penjelasan Pasal 2 ayat (1) dinyatakan bahwa yang dimaksud


dengan kreditor dalam ayat ini adalah baik kreditor konkuren, kreditor
separatis, maupun kreditor preferen. Khusus mengenai kreditor
separatis dan kreditor preferen, mereka dapat mengajukan permohonan
pernyataan pailit tanpa kehilangan hak agunan atas kebendaan yang
mereka miliki terhadap harta debitor dan haknya untuk
didahulukan.Dasar hukum Hukum Kepailitan Indonesia tidak hanya
yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004, tetapi juga
segala sesuatu yang berkaitan dengan kepailitan yang diatur dan tersebar
di berbagai peraturan perundang-undangan.

Asas hukum Hukum Kepailitan Indonesia secara umum diatur


dalam Pasal 1131 KUH Perdata dan asas khusus dimuat dalam Undang-
Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan
Kewajiban Pembayaran Utang. Dalam hubungan dengan peraturan
perundang-undangan kepailitan, peraturan dimaksud juga berfungsi
untuk melindungi kepentingan pihak-pihak terkait dalam hal ini
Kreditor dan Debitor, atau juga masyarakat. Mengenai hal ini,
penjelasan umum Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 menyebutkan
beberapa faktor perlunya pengaturan mengenai kepailitan dan
penundaan kewajiban pembayaran utang. Faktor-faktor dimaksud yaitu:

1) Untuk menghindari perebutan harta debitor apabila dalam waktu


yang sama ada beberapa kreditor yang menagih piutangnya dari
debitor.
2) Untuk menghindari adanya kreditor pemegang hak jaminan
kebendaan yang menuntut haknya dengan cara menjual barang

7
milik debitor tanpa memperhatikan kepentingan debitor atau para
kreditor lainnya.
3) Untuk menghindari adanya kecurangan-kecurangan yang
dilakukan oleh salah seorang kreditor atau debitor sendiri.

Misalnya, debitor berusaha untuk memberi keuntungan kepada


seorang atau beberapa orang kreditor tertentu sehingga kreditor lainnya
dirugikan, atau adanya perbuatan curang dari debitor untuk melarikan
semua harta kekayaannya dengan maksud untuk melepaskan tanggung
jawabnya terhadap para keditor.

Kepailitan ini tidak hanya menimpa pada orang perorangan namun


juga pada suatu perusahaan. Suatu perusahaan yang dinyatakan pailit
pada saat ini akan membawa dampak dan pengaruh buruk, bukan hanya
pada perusahaan itu saja namun juga dapat berakibat global. Oleh sebab
itu, lembaga kepailitan merupakan salah satu kebutuhan pokok di dalam
aktivitas bisnis karena adanya status pailit merupakan salah satu sebab
pelaku bisnis keluar dari pasar. Apabila pelaku bisnis sudah tidak
mampu lagi untuk bermain di arena pasar, maka dapat keluar dari pasar.
Di dalam hal seperti inilah kemudian lembaga kepailitan itu berperan.

2. Tujuan Kepailitan
Tujuan kepailitan tidak hanya semata-mata untuk kepentingan
kreditor namun juga untuk membagi kekayaan debitor pailit kepada para
kreditor dengan bantuan kurator, hal ini dilakukan agar harta debitor
terhindar dari sitaan terpisah oleh kreditor atau penjarahan oleh para
kreditor tertentu maka dilakukan sitaan bersama untuk membagi
kekayaan debitor kepada para kreditor sesuai haknya masing-masing
yang ditulis Imran Nating dalam bukunya Suparji. Sedangkan tujuan
undang-undang kepailitan yakni untuk memberi forum dalam memilih
aset dalam pelunasan utang debitor, menjamin adanya pembagian yang
adil kepada kreditor, mencegah debitor melakukan perbuatan yang

8
merugikan kreditor, melindungi kreditor konkuren dalam mendapatkan
haknya, memberi kesempatan dalam restrukturisasi utang debitor,
memberi perlindungan pada debitor yang beritikad baik dengan
pembebasan utang.
Tujuan kepailitan dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004
tidak ditulis dengan jelas oleh pembuat dari Undang-Undang. Bagian
menimbang dalam Undang-Undang Kepailitan dan penundaan
kewajiban pembayaran utang memberikan sedikit penjelasan tujuan dari
Kepailitan yaitu salah satu sarana penyelesaian utang piutang,
sedangkan pada bagian ketentuan umum Undang-Undang Nomor 37
Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran
Utang secara tidak langsung menjelaskan tujuan dari kepailitan yaitu,
“Menghindari perebutan harta Debitor,menghindari adanya Kreditor
pemegang hak jaminan kebendaan menuntut haknya dengan cara
menjual barang milik Debitor, menghindari adanya kecurangan yang
dilakukan oleh salah seorang Kreditor atau Debitor sendiri.6 ” Tujuan
kepailitan lain khusus nya bagi Debitor adalah agar adanya perlindungan
hukum bagi Debitor agar terhindar dari tindakan semenamena dari
Kreditor dan agar adanya pembagian harta kekayaan Debitor dengan
adil dan sesuai dengan hak-hak dari Kreditor serta melindungi Debitor
dari tindakan semena-mena Kreditor, sedangkan bagi Kreditor agar
adanya kepastian hukum bahwa utang dari Debitor dapat dibayar dengan
adil. Tujuan-Tujuan dari Hukum Kepailitan adalah :
 Melindungi para Kreditor konkuren untuk memperoleh hak
mereka sehubungan dengan berlakunya asas jaminan, bahwa
“semua harta kekayaan Debitor baik yang bergerak maupun
yang tidak bergerak, baik yang telah ada maupun yang baru aka
nada dikemudian hari, menjadi jaminan bagi para Debitor”.
 Menjamin agar pembagian harta kekayaan Debitor di antara para
Kreditor sesuai dengan asas pari passu pro rata parte (membagi
secara proporsional harta kekayaan Debtitor kepada para

9
Kreditor konkuren berdasarkan pertimbangan besarnya tagihan
masing-masing).
 Mencegah agar Debitor tidak melakukan perbuatan-perbuatan
yang dapat merugikan kepentingan para Kreditor. Dengan
dinyatakan seoarang Debitor pailit, maka Debitor menjadi
tidaklagi memiliki kewenangan untuk mengurus dan
mengalihkan harta kekayaannya. Putusan pailit memberikan
status hukum dari harta kekayaan Debitor berada dibawah sita
umum.
 Memberikan kesempatan kepada Debitor dan para Kreditor
untuk berunding dan membuat kesepakatan mengenal
restrukturisasi utang-utang Debitor.

Uraian diatas dapat dikatakan bahwa tujuan dari kepailitan


yaitu salah satu wadah Debitor maupun Kreditor dalam
menyelesaikan permasalahan yang berkaitan dengan utang piutang.
Tujuan dari kepailtian dapat diartikan sebagai wadah Debitor dan
Kreditor mendapatkan perlindungan yang adil dan sesuai dengan
pengaturan yang telah diatur oleh Pemerintah. Perlindungan adil
yang dimaksud disini adalah perlindungan dengan memberi hak-hak
dan kewajiban yang menjadi milik dari Debitor dan Kreditor dalam
transaksi utang piutnang, agar Debitor dan Kreditor mendapat
kepastian perlindungan dan kepastian pembayaran utang.

2.3 Kurator dan Perannya

Kurator adalah pihak yang diberi tugas untuk melakukan


pengurusan harta pailit, kurator merupakan lembaga yang diadakan
oileh undang-undang untuk melakukan pemberesan terhadap harta
pailit, kurator bertugas menurut undang-undang mengurus dan
membereskan harta pailit dalam setiap putusan pailit oleh pengadilan

10
maka didalamnya terdapat pengangkatan kurator yang ditunjuk untuk
melakukan pengurusan dan pengalihan harta pailit dibawah
pengawasan hakim pengawas.

Segera setelah debitur dinyatakan pailit oleh pengadilan, maka si


pailit demi hukum tidak berwenang melakukan pengurusan dan
pengalihan terhadap harta kekayaannya yang sudah menjadi harta
pailit. Kuratorlah yang melakukan segala tindakan hukum baik
pengurusan maupun pengalihan terhadap harta pailit dibawah
pengawasan hakim pengawas. Dari proposisi ini maka tampak bahwa
kurator sangat menentukan terselesainya pemberesan harta pailit.
Karena itu, undnag-undang sangat ketat dan rinci sekali memberikan
kewenangan apa yang dimiliki oleh kurator serta tugas apa saja yang
harus dilakukan oleh kurator.

Dalam pasal 72 undang-undang Kepailitan secara tegas dinyatakan


bahwa kurator bertanggungjawab atas kesalahan atau kelalaiannya
dalam melaksanakan tugas penerusan dan atau pemberesan yang
menyebabkan kerugian harta pailit. Karena wewenang kurator yang
sedemikian luasnya memerlukan rambu-rambu hukum yang pasti serta
menghidarkan interpretasi yang meluas mengingat cakupan norma
yang ada dalam pasal 1365 KUHPerdata terlalu fleksibel. Disamping
juga ada praktiknya tidak sedikit kurator menyalahgunakan
kekuasaannya sebagai kurator.

1. Peranan Kurator
Peran yang dominasi dilakukan kurator adalah bertindak sebagai
penyelesaian masalah kepailitan yang dialami ileh debitur, dimana
kurator tidak bertindak untuk kepentingan pemohon, melainkan untuk
kepentingan budel pailit. Hal ini berarti bahwa peran kurator tidak
melulu lebih mendahulukan kepentingan kreditur, tapi harus fair juga

11
terhadap debitur selaku yang menhgalami kepailitan. Kedudukan
kurator tentunya lebih tinggi dibandingkan debitur, artinya kurator
sepenuhnya memiliki hak untuk mengatur pengurusan dari pemberesan
harta pailit apabila telah terjalin sebuah kerjasama. Adapun beberapa hal
yang dilakukan oleh kurator adalah sebagai berukut:
 Dalam rangka pengurusan protes harta pailit, kurator mengambil
kebijakan dengan memberikan pengumuman kepailitan melalui
surat harian yang telah dikonsultasikan dengan hakim pengawas
dalam jangka waktu 5 hari. Pengumumna tidak diharuskan
memperoleh persetujuan dari atau menyampaikan
pemberitahuan terlebih dahulu kepada debitur karena kurator
memiliki kedudukan dapat langsung mengambil untuk
mengamankan benda-benda berharga milik debitur pailit seperti
uang, saham deposito, perhiasan atau lainnya milik debitur
pailit.
 Sebelum melakukan lelang atau jual beli kurator memiliki peran
dalam membuat pencacatan atau pendaftaran harta kekayaan
dari debitur yang mengalami pailit dan memisahkan barang yang
cepat rusak karena barang yang kurang layak ataupun mash
baikn supaya dapat dijual secepatnya untuk menutupi biaya
kepailitan sementara. Penjualan tersebut merupakan salah satu
langkah pemberesa, sehingga secara pidana kurator tidak
bersalah karena sudah ada perjanjian kerjasama selama barang
yang dijual dalam koridor kepailitan. Dalam jual beli inilah
tentunya kurator juga harus melakukan perjanjian ketika kreditor
dan debitur telah sepakat namun jadi perjanjian sepihak apabila
ada yang tidak kooperatif. Hal ini sesuai dengan Undang-undang
Kepailitan menentukan yang disepakati oleh kurator dan pihak
tersebut.
 Dalam rangka pengurusan harta pailit yang dimiliki debitur
maka tentunya kurator menjadi pihak yang berhak menyimpan

12
sendiri uang, perhiasan, efek dan surat berharga lainnya kecuali
ditentukan oleh hakim pengawas. Hal ini sesuai dengan pasal 98
undang-undang kepailitan bahwa kurator harus melaksanakan
semua upaya untuk mengamankan harta pailit dengan
menyimpan semua surat, dokumen, perhiasan, uang dan surat
berharga lainnya dengan memberikan tanda terima.
 Pada proses kepengurusan harta yang pailit pihak kurator
menjalin kerjasama dengan perbankan dilakukan sesuai dengan
rekening bank yang dimiliki oleh debitur yang mengalami
kebangkrutan.

2. Persyaratan sebagai Kurator Pengurus


 Perorangan yang berdomisili di Indonesia.
 Memiliki tanda lulus ujian yang diselenggarakan oleh Asosiasi
Kurator dan Pengurus Indonesia (AKPI).
 Apabila pengurus berbentuk persekutuan perdata, maka salah
satu partner harus kurator pengurus memenuhi syarat di atas.

2.4 Pihak yang dapat dinyatakan pailit


Kepailitan bisa terjadi, karena makin pesatnya pertumbuhan
perekonomian dan pembangunan yang menimbulkan utang piutang akibat
dari upaya perusahaan untuk meningkatkan modal,guna peningkatan kinerja
perusahaan. Suatu utang timbul, akibat salah satu pihak tidak melakukan
kewajibannya membayar utangutangnya kepada pihak yang memberi
fasilitas pinjaman, yang mengakibatkan diajukannya permohonan
pernyataan pailit terhadap perusahaan (debitur) oleh pihak yang berpiutang
(kreditur) ke pengadilan, yang bertujuan untuk mendapatkan pelunasan atas
utang-utang yang dimiliki debitur.

13
Berdasarkan pasal 2 ayat (1) Undang-Undang No. 37 Tahun 2004(UU
Kepailitan dan PKPU), debitur dapat dinyatakan pailit oleh pengadilan jika
:
 Debitur mempunyai dua atau lebih kreditur

 Tidak membayar lunas sedikitnya satu utang


 Utang tersebut telah jatuh tempo serta dapat ditagih olehkreditur

Kepailitan dapat pula terjadi pada debitur dalam kredit sindikasi,


dikarenakan debitur tidak melaksanakan kewajibannya melunasi utang-
utangnya kepada para kreditur dalam kredit sindikasi. Hal yang menjadi
kekhususan pada kredit sindikasi ialah terdapat agen yang yang diber
kewenangan untuk mengambil tindakan dan/atau melakukan suatu hak yang
berkenaan dengan perjanjian kredit sindikasi mewakili peserta
sindikasi.Dalam suatu kredit sindikasi terdapat beberapa pihak yang terlibat
didalamnya pihak-pihak itu antara lain kreditur yang terdiri dari beberapa
bank, debitur yaitu perusahaan yang memerlukan pembiayaan serta agen
yaitu bank sebagai wakil dari peserta sindikasi. Berkaitan dengan pihak
yang dapat mengajukan permohonan pernyataan pailit telah diatur dalam
UU Kepailitan dan PKPU, yaitu debitur, kreditur, kejaksaan, dan Otoritas
Jasa Keuangan, sedangkan terhadap fasilitas kredit dengan mekanisme
kredit sindikasi UU Kepailitan dan PKPU tidak mengatur secara khusus
mengenai pihak yang berwenang untuk mengajukan permohonan
pernyataan pailit tersebut, sehingga timbul permasalahan apakah
permohonan pailit dapat diajukan oleh agen yang merupakan wakil dari
peserta sindikasi atau dapat diajukansecara sendiri-sendiri oleh peserta
sindikasi yang merupakan kreditur dalam kredit sindikasi tanpa persetujuan
kreditur lainnya.

Terdapat perbedaan pengertian antara “Sindikasi Kredit” dan “Kredit


Sindikasi”, sindikasi kredit terdiri atas beberapa lembaga keuangan, yang
dibentuk untuk menyediakan dana dalam rangka pembiayaan kredit pada
suatu perusahaan yang memerlukan kredit dalam menjalankan proyeknya.

14
Peserta sindikasi kredit, berfungsi sebagai penyedia dana (funds provider),
bukan sebagai pemberi kredit, dengan demikian hanya terdapat satu kreditur
saja dalam kredit sindikasi yakni sindikasi kredit.Kredit sindikasi diartikan
sebagai kredit yang diberikan oleh 2 (dua) atau lebih lembaga keuangan
yang syarat dan kondisi perjanjian telah ditentukan serupa,
didokumentasikan secara umum dan ditatausahakan oleh agen.

Pada umumnya pemberian kredit sindikasi banyak dilakukan oleh bank-


bank milik negara, swasta nasional, dan luar negeri.Adapun pertimbangan
Bank melakukan kerjasama dengan bank lain untuk memberikan kredit
secara sindikasi, selain untuk membagi resiko dengan bank lain namun juga
untuk menghindari pelanggaran BMPK (Batas Maksimum Pemberian
Kredit). Pemberian kredit sindikasi dimaksudkan untuk melakukan
diversifikasi risiko karena masing-masing bank akan melakukan sharing
dana berdasarkan hasil analisis kemampuan bank dalam menyediakan dana.

Disamping itu terdapat beberapa pihak yang terlibat dalam kredit


sindikasi, yakni :

a. Arranger, adalah bank yang mengatur sejak diajukkannya kredit,


menawarkan keikutsertaan pada bank-bank lain, dan memonitor sampai
perjanjian kredit sindikasi ditandatangani.
b. Debitur, yaitu pihak yang mempunyai utang karena perjanjian dengan
kreditur.
c. Reditur, yaitu para peserta sindikasi sebagai penyedia dana dalam kredit
sindikasi yang mempunyai piutang karena perjanjian dengan debitur,
yang terdiri dari:
1. Lead Manager, yaitu bank yang berperan sebagai koordinator dan
mengelola kredit sindikasi, dengan jumlah partisipasi kredit
terbesar.
2. Participant, yaitu bank peserta sindikasi yang ikut serta dalam
pemberian kredit sesuai porsi yang disanggupi.

15
d. Penjamin/Underwriter adalah pihak yang mengingkatkan diri untuk
menyediakan sejumlah dana untuk mengatasi kemungkinan bahwa
sebagian atau seluruh jumlah kredit yang dibutuhkan tidak tersedia.
e. Agen, adalah bank atau lembaga keuangan yang ditunjuk dan diberi
kewenangan untuk mengambil tindakan dan/atau melakukan suatu hak
yang berkenaan dengan perjanjian kredit sindikasi mewakili peserta
sindikasi, yang terdiri dari:
 Facility agent, agen yang menatausahakan dan
mengoperasikan kredit dan bertugas untuk mengelola
pelaksanaan pemberian kredit sindikasi dan
administrasinya.
 Security agent, agen yang bertanggungjawab pada
pengikatan jaminan dan dokumentasinya, dan memonitor
jaminan tersebut.
 Escrow agent, agen yang bertanggungjawab untuk
membentuk, menatakerjakan dan memonitor rekening
perantara yang digunakandalam kredit sindikasi.
2.5 Prosedur Permohonan Kepailitan

Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan, prosedur permohonan Pailit


adalah sebagai berikut:

1. Permohonan pernyataan pailit diajukan kepada Ketua Pengadilan


melalui Panitera. (Pasal 6 ayat 2).
2. Panitera menyampaikan permohonan pernyataan pailit kepada
Ketua Pengadilan paling lambat 2 (dua) hari setelah tanggal
permohonan didaftarkan. Dalam jangka waktu 3 (tiga) hari setelah
tanggal permohonan didaftarkan, pengadilan menetapkan hari
sidang.
3. Sidang pemeriksaan dilakukan dalam jangka waktu paling lambat
20 (dua puluh) hari setelah tanggal permohonan didaftarkan (pasal
6).

16
4. Pengadilan wajib memanggil Debitor jika permohonan pailit
diajukan oleh Kreditor, Kejaksaan, Bank Indonesia, Badan
Pengawas Pasar Modal atau Menteri Keuangan (Pasal 8).
5. Pengadilan dapat memanggil Kreditor jika pernyataan pailit
diajukan oleh Debitor dan terdapat keraguan bahwa persyaratan
pailit telah dipenuhi (Pasal 8).
6. Pemanggilan tersebut dilakukan oleh juru sita dengan surat kilat
tercatat paling lama 7 hari sebelum persidangan pertama
diselenggarakan (Pasal 8 ayat 2).
7. Putusan Pengadilan atas permohonan pailit harus dikabulkan
apabila terdapat fakta terbukti bahwa persyaratan pailit telah
terpenuhi dan putusan tersebut harus diucapkan paling lambat 60
(enam puluh) hari setelah didaftarkan (Pasal 8).
8. Putusan atas permohonan pernyataan pailit tersebut harus memuat
secara lengkap pertimbangan hukum yang mendasari putusan
tersebut berikut pendapat dari majelis hakim dan harus diucapkan
dalam sidang yang terbuka untuk umum dan dapat dilaksanakan
terlebih dahulu, sekalipun terhadap putusan tersebut ada upaya
hukum (Pasal 8 ayat 7).

17
BAB III

PENUTUP

A. kesimpulan

Kepailitan berdasarkan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang


Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, dapat disimpulkan
bahwa harta peninggalan juga dapat dijatuhi putusan pernyataan pailit.
Sebagaimana dijelaskan dalam Undang-Undang Kepailitan bahwa seseorang yang
telah meninggal (debitor) dapat dinyatakan pailit apabila utang orang yang
meninggal, semasa hidupnya tidak dibayar lunas; atau pada saat meninggalnya
orang tersebut, harta peninggalannya tidak cukup untuk membayar utangnya.
Pengajuan permohonan putusan pernyataan pailit terhadap harta peninggalan hanya
dapat diajukan dalam kurun waktu 90 (Sembilan puluh) hari setelah debitor tersebut
meninggal dunia. Putusan Pernyataan Pailit ini berakibat demi hukum
dipisahkannya harta kekayaan orang yang meninggal dari harta kekayaan ahli
warisnya.

Dalam Hukum Ekonomi Syari’ah kepailitan disebut dengan Taflis dan


seseorang yang dinyatakan pailit disebut dengan Muflis (debitor). Kepailitan
seorang debitor disebabkan oleh utang-utang debitor yang melampaui kekayaannya
dan telah jatuh tempo. Sebagaimana ketentuan Undang-undang Kepailitan bahwa
bukan hanya debitor biasa yang bisa dijatuhi putusan pernyataan pailit tetapi orang
yang telah meninggal dunia juga bisa dijatuhi putusan pernyataan pailit, tapi yang
dituntut bukanlah orang yang telah meninggal tersebut .

B.Saran

Kami sebagai pemakalah berharap kepada pembaca agar dapat memberikan


saran dankritikan terhadap makalah kami agar kedepannya lebih baik lagi dalam
membuat makalah.

18
DAFTAR PUSTAKA

Lubis, D. A. (2011). Kepailitan Menurut Ibnu Rusyd dan Perbandingannya dengan


Hukum Kepailitan Indonesia (Doctoral dissertation, Universitas Islam
Negeri Sultan Syarif Kasim Riau).

Shubhan, M. H. (2015). Hukum Kepailitan. Prenada Media.

Shubhan, M. Handi. Hukum Kepailitan. Prenada Media, 2015.

Ginting, Elyta Ras. Hukum Kepailitan: Teori Kepailitan. Bumi Aksara, 2018.

Nugroho, Susanti Adi, and MH SH. Hukum kepailitan di Indonesia: dalam teori
dan praktik serta penerapan hukumnya. Kencana, 2018.

Kornelis, Yudi, and Florianus Yudhi Priyo Amboro. "Implementasi Restrukturisasi


Dalam Prosesi Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang
Di Indonesia." Jurnal Selat 7.2 (2020): 237-277.

Sari, Andang. "Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Menurut Undang-


Undang Kepailitan." Jurnal Kajian Ilmiah 17.2 (2017).

Hartini, R. (2020). Hukum kepailitan. UMMPress.

Nomor, U. U. (37). Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU .

Sinaga, N. A., & Sulisrudatin, N. (2018). Hukum Kepailitan dan Permasalahannya


di Indonesia. Jurnal Ilmiah Hukum Dirgantara, 7(1).

19
20

Anda mungkin juga menyukai