PAILIT
DISUSUN OLEH :
UNIVERSITAS BATAM
2022
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah
melimpahkan karunia- Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah ini. Selama penyusunan makalah ini banyak kendala yang penulis
hadapi, namun berkat bimbingan serta bantuan dari berbagai pihak semua kendala
tersebut dapat teratasi. Pada kesempatan ini dengan ketulusan hati penulis, penulis
ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebanyak-banyaknya kepada semua
pihak yang tidak penulis sebutkan satu persatu yang telah ikut membantu hingga
selesainya makalah ini.
Penulis
i
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
B. Rumusan Masalah............................................................................. 6
A. Kesimpulan ...................................................................................... 22
B. Saran ............................................................................................... 24
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Istilah kepailitan sering kali masih terasa awam bagi sebagian orang,
walau istilah ini sering digunakan dalam dunia bisnis dan usaha. Pailit merupakan
suatu keadaan di mana Debitor tidak mampu untuk melakukan pembayaran-
pembayaran terhadap utang-utang dari para Kreditornya dan utang tersebut telah
jatuh tempo. Keadaan tidak mampu membayar umumnya disebabkan karena
kesulitan kondisi keuangan dari usaha Debitor yang telah mengalami
kemunduran.
1
2
yang timbul dari perjanjian pinjam-meminjam uang saja. Pengertian utang dalam
Undang-Undang Kepailitan yang demikian luas tersebut, mengakibatkan
wanprestasi yang seharusnya diselesaikan melalui mekanisme hukum perjanjian
dapat dialihkan penyelesaiannya melalui mekanisme hukum kepailitan, karena
wanprestasi dalam hukum perjanjian dapat dianggap sebagai utang dalam hukum
kepailitan. Hal ini terjadi karena selain persoalan pengertian utang yang begitu
luas juga disertai dengan begitu longgarnya persyaratan untuk mengajukan
permohonan pernyataan pailit yang tidak menegaskan keadaan utang mana saja
yang dapat dijadikan sebagai dasar pengajuan permohonan pernyataan pailit.
Mekanisme hukum kepailitan, konsep utang sangat menentukan, karena tanpa
adanya utang, kepailitan kehilangan esensinya sebagai pranata hukum untuk
melikuidasi harta kekayaan debitor guna membayar utang-utangnya kepada para
kreditornya. Secara sederhana, utang adalah uang yang dipinjam dari orang lain;
kewajiban membayar kembali apa yang sudah diterima.
B. RUMUSAN MASALAH
PEMBAHASAN
7
8
a. masa kerja 3 (tiga) tahun atau lebih tetapi kurang dari 6 (enam) tahun, 2 (dua)
bulan upah;
b. masa kerja 6 (enam) tahun atau lebih tetapi kurang dari 9 (sembilan) tahun, 3
(tiga) bulan upah;
c. masa kerja 9 (sembilan) tahun atau lebih tetapi kurang dari 12 (dua belas)
tahun, 4 (empat) bulan upah;
d. masa kerja 12 (dua belas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 15 (lima belas)
tahun, 5 (lima) bulan upah;
e. masa kerja 15 (lima belas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 18 (delapan
belas) tahun, 6 (enam) bulan upah;
f. masa kerja 18 (delapan belas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 21 (dua
puluh satu) tahun, 7 (tujuh) bulan upah;
9
g. masa kerja 21 (dua puluh satu) tahun atau lebih tetapi kurang dari 24 (dua
puluh empat) tahun, 8 (delapan) bulan upah;
h. masa kerja 24 (dua puluh empat) tahun atau lebih, 10 (sepuluh ) bulan upah.
a. Upah minimum;
b. Upah kerja lembur;
c. Upah tidak masuk kerja karena berhalangan;
d. Upah tidak masuk kerja karena melakukan kegiatan lain di luar
pekerjaannya;
e. Upah karena menjalankan hak waktu istirahat kerjanya;
f. Bentuk dan cara pembayaran Upah;
g. Denda dan potongan Upah;
h. Hal-hal yang dapat diperhitungkan dengan Upah;
i. Struktur dan skala pengupahan yang proporsional;
j. Upah untuk pembayaran pesangon; dan
k. Upah untuk perhitungan pajak penghasilan.
10
timbul di kemudian hari atau kontinjen, yang timbul karena perjanjian atau
undang-undang dan yang wajib dipenuhi oleh Debitor dan bila tidak dipenuhi
memberi hak kepada Kreditor untuk mendapat pemenuhannya dari harta kekayaan
Debitor. Telah juga disebutkan diatas mengenai utang pailit ini.
Pasal 55 ayat 1 menyebutkan bahwa Dengan tetap memperhatikan
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56, Pasal 57, dan Pasal 58, setiap
Kreditor pemegang gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan, hipotek, atau hak
agunan atas kebendaan lainnya, dapat mengeksekusi haknya seolah-olah tidak
terjadi kepailitan.
“Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang
adil dan layak dalam hubungan kerja”.
kerja. Dan perlakuan adil dan layak dalam hubungan kerja, kata adil dan layak
dapat penulis artikan sebagai penghasilan yang layak karena penulis menyoroti
masalah upah. Penghasilan yang layak merupakan jumlah penerimaan atau
pendapatan Pekerja/Buruh dari hasil pekerjaannya sehingga mampu memenuhi
kebutuhan hidup Pekerja/Buruh dan keluarganya secara wajar. Jadi dapat diambil
kesimpulan bahwa pasal 28 D ayat 2 menerangkan bahwa pekerja yang telah
melakukan pekerjaannya wajib mendapat imbalan berupa upah yang mampu
memenuhi kebutuhan sehari-hari.
utang-utang debitur, maka penerapan prinsip pari passu prorate parte kurang
relevan. Demikian pula penggunaan lembaga hukum kepailitann terhadap debitur
yang memiliki aset lebih besar dari jumlah seluruh utang-utangnya adalah tidak
tepat dan kurang memiliki relevansinya. Sejatinya kepailitan akan terjadi jika
aktiva lebih kecil dari pasiva. Kepailitan adalah sarana untuk mengindari
perebutan harta debitur setelah debitur tidak lagi memiliki kemampuan untuk
membayar utang-utangnya. Sejatinya pula kepailitan digunakan untuk melindungi
kreditur yang lemah terhadap kreditur yang kuat dalam memperebutkan harta
debitur. Sehingga pada hakikinya, prinsip pari passu prorate parte adalah inheren
dengan lembaga kepailitan itu sendiri.
adanya kerja keras pekerja didalamnya. Maka dengan asas saing menguntungkan
inilah bukan hanya diterapkan ketika perusahaan sedang stabil saja namun juga
ketika perusahaan mengalami masalah salah satunya pailit ini, sudah seharusnya
perusahaan mendahulukan komposisi paing penting bagi perusahaannya yaitu hak
pekerja.
dan dituntut seseorang sejak para pekerja/buruh mengikatkan diri untuk bekerja
pada suatu perusahaan baik pada perusahaan swasta maupun instansi pemerintah.
Hak dasar tenaga kerja yaitu :
9. Hak Beribadah
“Tiap-tiap warga Negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi
kemanusiaan” .
Pasal 49 ayat :
Salah satu yang menjadi kewajiban seorang majikan, pengusaha, atau pemberi
kerja yaitu memberikan upah kepada pekerja tepat pada waktunya. Adapun di
dalam KUH Perdata ketentuan mengenai kewajiban buruh/pekerja diatur dalam
pasal sebagai berikut : a. Pasal 1603 12Griselda Nadya billy, 2019, “Kewajiban
Pengusaha Dalam Pemberian Upah Minimum Pekerja Pasca Putusan Mahkamah
Konstitusi Nomor:72/PUU-XIII/2015”, Jurnal Ilmiah Vol 07 no 04 maret 2019,
Kertha Semay. Buruh wajib melakukan pekerjaan yang diperjanjikan menurut
kemampuannya dengan sebaik-baiknya. Jika sifat dan luasnya pekerjaan yang
21
harus dilakukan tidak dirumuskan dalam perjanjian atau reglemen, maka hal itu
ditentukan oleh kebiasaan.
PENUTUP
A. KESIMPULAN
22
23
B. SARAN
http://scholar.unand.ac.id/16961/3/BAB%204%20Penutup.pdf
https://yuridis.id/isi-bunyi-pasal-1603-a-kuhperdata-kitab-undang-undang-
hukum-perdata/
https://learning.hukumonline.com/wp-content/uploads/2021/03/Peraturan-
Pemerintah-Nomor-36-tahun-2021-tentang-Pengupahan.pdf
https://mkri.id/index.php?page=web.Berita&id=10193
https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/161909/pp-no-36-tahun-2021
25