Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

KEPAILITAN

Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Hukum Bisnis

Dosen Pengampu : Bisma Arianto, S.E, M.M.

Disusun Oleh (Kelompok 7) :

1. Erlinawati 201500103
2. Kinnora Afridatul Voneryl 201500146
3. Noviea Ika Jayanty 201500160
4. Nafilatus Sholikhah 201500172
5. Adinna Nurul Islamiyah 201500129

PRODI MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS PGRI ADIBUANA SURABAYA

2021

i
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI...........................................................................................................................i
BAB 1 PENDAHULUAN.....................................................................................................1
1.1 Latar Belakang..............................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.........................................................................................................2
1.3 Tujuan Penulisan...........................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.......................................................................................................3
2.1 Pembahasan Umum Kepailitan.....................................................................................3
2.2 Penyebab Pailit..............................................................................................................4
2.3 Asas asas dalam hukum kepailitan menurut para ahli...................................................5
2.4 Syarat Pengajuan Pailit Beserta Dasar Hukum nya.......................................................8
a. Syarat-Syarat Kepailitan..............................................................................................8
b. Syarat-Syarat Terpenuhi..............................................................................................9
c. Pihak-Pihak dalam Kepailitan....................................................................................11
d. Pihak yang dapat Mengajukan..................................................................................13
e. Proses Persidangan.....................................................................................................13
2.5 Perbedaan Pailit dan Bangkrut....................................................................................15
2.6 Akibat Hukum Pailit....................................................................................................16
2.7 Daftar Pengadilan Niaga Di Indonesia........................................................................18
BAB III PENUTUP.............................................................................................................19
3.1 Kesimpulan..................................................................................................................19
3.2 Saran............................................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................20

i
BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pailit dan kepailitan berawal dari ketidakmampuan membayar namun dalam


praktiknya sering menjadi ketidakmauan debitor untuk membayar utang-utangnya yang
telah jatuh waktu tempo dan dapat ditagih. Jika debitor berada dalam kondisi demikian,
maka debitor, kreditor ataupun pihak lain yang ditentukan didalam peraturan perundang-
undangan dapat mengajukan permohonan pailit ke pengadilan.1 Pernyataan pailit ini
haruslah dengan putusan pengadilan. Dan pengadilan yang berwenang ialah Pengadilan
Niaga untuk tingkat pertama dan Mahkamah Agung untuk tingkat kasasi.

mengacu pada Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan
Kewajiban Pembayaran Utang, maka seorang debitor dapat dinyatakan pailit apabila :

1. Memiliki sedikitnya dua orang kreditor

2. Tidak membayar sedikitnya satu utang kepada salah satu kreditor, dan

3. Utang tersebut telah jatuh tempo dan dapat ditagih

Pada dasarnya, setiap keputusan kepailitan melahirkan akibat hukum yang dinilai
dapat merugikan banyak pihak, seperti salah satunya para karyawan yang terancam
kehilangan pekerjaannya karena masifnya pemutusan hubungan kerja guna menekan biaya
produksi. Oleh karena itu, untuk mencegah terjadinya kepailitan maka diadakan aturan
mengenai Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU).

Dalam penundaan kewajiban pembayaran utang, debitor diberi kesempatan


melakukan “perbaikan keuangan dan manajemen” untuk memperbaiki kinerja
perusahaannya. Caranya yaitu melalui penambahan modal (composition), maupun dengan
cara melakukan reorganisasi perusahaan (corporate reorganization). Baik melalui
pengggantian pengurus (direksi/menajer) perusahaan atau menfokuskan/mengecilkan

1
kegiatan usahanya. Kesempatan ini diberikan kepada debitor setelah mendapat persetujuan
dari (para) pengurusnya untuk menyelamatkan perusahaan dari kepailitan, sehingga dapat
menyelesaikan utang-utangnya.

Selanjutnya dalam materi yang ditulis dan menjadi bahan pembahasan dalam tulisan
ini, penulis menekankan pada pengertian, istilah, fungsi, jenis-jenis kepailitan.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan dari uraian diatas, maka tulisan ini selanjutnya akan berpatok pada
pokok permasalahan, “Apa pengertian, istilah, fungsi, dan jenis-jenis kepailitan?”

1.3 Tujuan Penulisan

Selaras dengan pokok-pokok permasalah yang tercantum dalam rumusan masalah,


maka tulisan ini dibuat dengan tujuan, untuk mengkaji dan mengetahui apa pengertian,
istilah, fungsi dan jenis-jenis dari kepailitan.

2
BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pembahasan Umum Kepailitan

Kepailitan secara etimologi berasal dari kata pailit. Istilah pailit berasal dari kata
Belanda yaitu failliet yang mempunyai arti ganda yaitu sebagai kata benda dan sebagai kata
sifat. Istilah failliet sendiri berasal dari Perancis yaitu faillite yang berarti pemogokan atau
kemacetan pembayaran. Sedangkan dalam bahasa6 Indonesia pailit diartikan
bangkrut.Pailit adalah suatu keadaan dimana seorang debitor tidak membayar utang-
utangnya yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih. Menurut R. Subekti dan R.
Tjitrosudibio, 7 pailit adalah keadaan seorang debitor apabila ia telah menghentikan
pembayaran utang-utangnya. Suatu keadaan yang menghendaki campur tangan Majelis
Hakim guna menjamin kepentingan bersama dari para kreditornya. Martias gelar Iman
Radjo Mulano mengemukakan pailit sebagaimana yang ditentukan dalam Kitab Undang-
Undang Hukum Perdata (KUH Pdt) yaitu seluruh harta dari kekayaan debitor menjadi
jaminan untuk seluruh utang-utangnya. Pailit merupakan penyitaan umum atas seluruh
kekayaan debito untuk kepentingan kreditor secara bersama-sama.Siti Soemarti Hartono
mengartikan dengan lebih sederhana yaitu pailit berarti mogok melakukan pembayaran.

Kartono mengartikan kepailitan sebagai suatu sitaan umum dan eksekusi


atasseluruh kekayaan debitor untuk kepentingan semua kreditornya. Sedangkan pengertian
kepailitan berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004
tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU), adalah sita
umum atas semua kekayaan Debitor Pailit yang pengurusan dan/atau pemberesannya
dilakukan oleh Kurator di bawah pengawasan Hakim Pengawas.

Berdasarkan definisi atau pengertian yang diberikan di atas maka dapat ditarik
kesimpulan bahwa kepailitan merupakan suatu keadaan dimana seorang debitor berhenti
membayar utang-utangnya kepada kreditor. Debitor itu dapat dinyatakan pailit oleh

3
pengadilan niaga atas permohonan pernyataan pailit yang diajukan oleh debitor itu sendiri
atau kreditor.

Terhadap putusan atas permohonan pernyataan pailit tersebut, pengadilan niaga


dapat menunjuk Kurator untuk melakukan pengurusan dan/atau pemberesan terhadap harta
debitor pailit. Kurator kemudian membagikan harta debitor pailit kepada para kreditor
sesuai dengan piutangnya masingmasing. Istilah pailit berbeda dengan istilah penundaan
kewajiban pembayaran utang (PKPU). PKPU adalah suatu keadaan dimana seorang debitor
tidak dapat atau memperkirakan tidak akan dapat melanjutkan membayar utang-utangnya
yang sudah jatuh waktu dan dapat ditagih.

Pengertian Kepailitan menurut Pasal 1 ayat 1 undang-undang Kepailitan 2004


sebagai berikut:

“Kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan Debitor Pailit yang pengurusan dan
pembereannya dilakukan oleh Kurator dibawah pengawasan Hakim Pengawas
sebagaimana diatur dalam undang-undang ini”

Kurator adalah balai harta peninggalan atau orang perseorangan yang diangkat oleh
Pengadilan untuk mengurus dan membereskan harta debitur yang pailit di bawah
pengawasan Hakim Pengawas sesuai dengan UU KPKPU.

Undang-undang kepailitan awalnya timbul dengan tujuan untuk melindungi kreditur


dengan memberikan kepastian hukum dalam menyelesaikan transaksi utang piutang yang
tidak terselesaikan dan kini menjadi tren yang banyak diminati dalam proses penyelesaian
sengketa utang piutang sebab banyak yang menganggap prosesnya lebih cepat sehingga
terkait hak kreditur lebih terjamin.

2.2 Penyebab Pailit

Pada umumnya perusahaan dapat masuk ke jurang pailit dapat dipengaruhi oleh banyak
faktor antara lain sebagai berikut:

4
1. Ketidakmampuan pemilik perusahaan dalam mengelola perusahaan menjadi suatu hal
yang sangat fatal yang dapat membawa perusahaan ke jurang kepailitan. Pada umumnya
bagi perusahaan baru cenderung kurang hati-hati dalam mengelola perusahaan sedangkan
bagi perusahaan lama sulit menangkap permintaan konsumen;
2. Kurangnya kepekaan terhadap kebutuhan konsumen dan juga kurang mengamati
gerakan pesaing juga dapat membuat perusahaan pailit sebab perusahaan menjadi kurang
kompetitif dan tertinggal jauh sebab tidak mampu bersaing dengan perusahaan lainnya;
3. Berhenti melakukan suatu inovasi, perkembangan teknologi informasi saat ini sangat
cepat, tren dapat muncul kapan saja sesuai dengan kondisi masyarakat pada saat itu. Dan
apabila perusahaan tidak melakukan inovasi terhadap barang atau produknya maka akan
ditinggalkan sebab sudah tidak sesuai dan tidak relevan dengan permintaan konsumen.
Pengusaha tidak boleh berhenti berinovasi agar tetap eksis dan juga tidak terkena pailit
demi kelangsungan usahanya.

2.3 Asas asas dalam hukum kepailitan menurut para ahli

Didalam kepailitan mengenal beberapa asas yang digunakan sebagai landasan dasar
peraturan kepailitan itu dibuat/dirancang, berikut adalah asas-asas dalam hukum kepailitan
menurut ahli.

Menurut Prof. Dr. Rahayu Hartini, SH,M.SI.M.Hum.

a)Asas Keseimbangan Perwujudan dari asas keseimbangan adalah, di satu pihak terdapat
ketentuan yang dapat mencegah terjadinya penyalahgunaan pranata dan lembaga kepailitan
oleh debitor yang tidak jujur, di lain pihak terdapat ketentuan yang dapat mencegah
terjadinya penyalahgunaan pranata dan lembaga kepailitan oleh kreditor yang tidak
beritikad baik.

b) Asas Kelangsungan Usaha Asas keberlangsungan usaha merupakan salah satu asas
Undang-Undang dalam undang-undang nomor 37 tahun 2004 tentang kepailitan dan PKPU,

5
sebagai asas hukum yang ditentukan dalam suatu peraturan perundangan-undangan, maka
asas kelangsungan usaha telah melauli proses penilaian etis dari pembentuk undangundang.
Dengan demikian, asas keberlangsungan usaha sesungguh ya merupakan hasil
penhejawantahan pemikiran manusia yang harus menjadi intisari dalam penyelesaian
sengketa utang melalui kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran utang.

Undang-undnag nomor 37 tahun 2004 tentang kepailitan dan PKPU, khususnya dalam
penjelasan umum tidak menyebutkan secara rinci makna asas keberlangsungan usaha.
Dalam penjelasan umum secara secara singkat dinyatakan bahwa perusahaan debitor yang
prospektif tetap dilangsungkan. Penilaian etis atas asas keberlangsungan usaha setidaknya
mempunyai bobot kemaslahatan bagi kehidupan bersama khususnya dalam lingkup
kegaitan usaha. Keberlangsungan usaha diharapkan dapat berdampak positif bagi pemilik
perusahaan, para tenaga kerja, para pemasok, masyarakat maupun negara.

Penilaian etis ini juga didasarkan tradisi diantara pelaku bisnis dalam cara menyelesaikan
sengketa. Kedudukan kreditor yang dapat berganti posisi sebagai debitor dalam perjanjian
ataupun perikatan lainnya memerlukan perlakuan perlakuan yang standart manakalah
debitor mengalami kesulitan keuangan, dengan demikian perlu ditetapkan standart toleransi
yang akan melindungi debitor yang mengalami kesulitan keuangan. Pengertian asas
keberlangsungan usaha sebagaimana disebutkan dalam penjelasan umum undang-undang
nomor 37 tahun 2004 tentang kepailitan dan PKPU adalah dimungkin kan nya perusahaan
debitor yang prospektif tetap dilangsungkan. Norma tersebut dalam pasal 104 ayat (1)
dirumuskan sebgai berikut ;

“Berdasarkan persetujuan panitia kreditor sementara, kurator dapat melanjtkan usaha


debitor yang dinyatakan pailit walaupun terhadap putusan peryataan pailit tersebut diajukan
kasasi atau penijauan kembali”

6
sedangkan menurut psal 104 ayat (2) “Apabila dalam kepailitan tidak diangkat panitia
kreditor, kurator memerlukan izin hakim pengawas untuk emlanjutkan usaha sebgaiana
dimaksud dalam ayat (1)”

c) Asas Keadilan Dalam kepailitan asas keadilan mengandung pengertian, bahwa ketentuan
mengenai kepailitan dapat memenuhi rasa keadilan bagi para pihak yang berkepentingan.
Kesewenang-wenangan pihak penagih yang mengusahakan pembayaran atas tagihan
masing-masing terhadap Debitor, dengan tidak mempedulikan Kreditor lainnya.

d) Asas Integrasi Dalam Undang-undnag ini mengandung pengertian bahwa sistem hukum
formil dan hukum materiilnya merupakan satu kesatuan yang utuh dari sistem hukum
perdata dan hukum acara perdata nasional.17 Menurut Sutan Remy Syahdeni, suatu
Undang-undang Kepailitan seyogianya memuat asas-asas sebagai berikut18 :

1. Undang-Undang Kepailitan harus dapat mendorong kegairahan investasi asing,


mendorong pasar modal, dan memudahkan perusahaan Indonesia memperoleh kredit luar
negeri;

2. Undang-undang kepailitan harus memberikan perlindungan yang seimbang bagi kreditor


dan Debitor

3. Putusan pernyataan pailit seyogianya berdasarkan persetujuan para kreditor mayoritas;

4. Permohonan pernyataan pailit seyogianya hanya dapat diajukan terhadap Debitor yang
insolven yaitu tidak membayar utangutangnya kepada kreditor mayoritas;

5. Sejak dimulainya pengajuan permohonan pernyataan pailit seyogianya diberlakukakan


keadaan diam (Standstill atau stay);

6. Undang-undang Kepailitan harus mengakui hak separatis dari kreditor pemegang hak
jaminan;

7. Permohonan pernyataan pailit harus diputuskan dalam waktu yang tidak berlarut-larut.

8. Proses Kepailitan harus terbuka untuk umum;

7
9. Pengurus perusahaan yang karena kesalahannya mengakibatkan perusahaan dinayatakan
pailit harus bertanggung jawab secara pribadi;

10.Undang-undang Kepailitan seyogianya memungkinkan utang debitor diupayakan


direstrukrisasi terlebih dahulu sebelum diajukan permohonan pernyataan pailit;

11.Undang-undang Kepailitan harus mengkriminalisasi kecurangan menyangkut kepailitan


debitor.

Pengertian Kepailitan menurut Pasal 1 ayat 1 undang-undang nomor 37 tahun


2004kepailitandan penundaan pembayarn utan sebagai berikut:

”Kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan Debitor pailit yang pengurusan dan
pemberesannya dilakukan oleh Kurator di bawah pengawasan hakim pengawas
sebagaimana diatur dalam Undang-undang ini.”

Dari defenisi kepailitan yang dirumuskan dalam Pasal 1 angka 1 undang-undang No 37


Tahun 2004 tentag kepailitan dan PKPU, yang terkait dalam kepailitan adalah debitor,
debitor pailit,kreditor, kurator, hakim pengawas, dan pengadilan. Keadaan pailit itu juga
meliputi segala harta bendanya yang berada di luar negeri.58 Lembaga kepailitan
merupakan lembaga hukum yang mempuyai fungsi penting, sebagai realisasi dari dua Pasal
penting dalam KUHPerdata yakni Pasal 1131 dan 1132 KUHPdt mengenai tanggung jawab
debitor terhadap hutang-hutangnya. Jadi pada dasarnya, asas yang terkandung di dalam
Pasal 1131 dan Pasal 1132 KUHPerdata ini adalah bahwa undang-undang mengatur tentang
hak menagih bagi Kreditor atau Kreditor-Kreditornya terhadap transaksinya dengan
debitor. Bertolak dari asas tersebut diatas sebagai lex generalis, maka ketentuan kepailitan
mengaturnya dalam urutan yang lebih rinci dan operasional.

2.4 Syarat Pengajuan Pailit Beserta Dasar Hukum nya

a. Syarat-Syarat Kepailitan

8
Syarat-Syarat Kepailitan Sangatlah penting diketahui menegnai apa saja syarat-
syarat yang harus dipenuhi terlebih dahulu apabila seseorang atau suatu badan hukum
bermaksud mengajukan permohonan pernyataan pailit melalui Pengadilan Niaga.
Syaratsyarat tersebut perlu diketahui apabila permohonan kepailitan tidak memenuhi syarat,
maka permohonan tersebut tidak akan dikabulkan oleh Pengadilan Niaga Kelik Pramudya
memberikan definisi mengenai syarat-syarat kepailitan yaitu dari ketentuan Pasal undang-
undang No 37 Tahun 2004 tentag kepailitan dan PKPU, dapat diketahui bahwa syarat-
syarat yuridis agar suatu perusahaan dapat dinyatakan pailit adalah sebagai berikut:

1) Adanya hutang;

2) Minimal satu dari hutang sudah jatuh tempo;

3) Minimal satu dari hutang dapat ditagih;

4) Adanya debitor; Adanya debitur yang mempunyai dua atau lebih kreditur dan tidak
membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan
pailit dengan putusan Pengadilan, baik atas permohonannya sendiri maupun atas
permohonan satu atau lebih krediturnya;

5) Adanya kreditur yang memberikan pinjaman utang kepada debitur yang dapat berupa
perseorangan maupun badan usaha;

6) Kreditur lebih dari satu;

7) Pernyataan pailit dilakukan oleh pengadilan khusus yang disebut dengan “Pengadilan
Niaga”

8) Permohonan pernyataan pailit diajukan oleh pihak yang berwenang.

9) Syarat yang diajukan oleh pihak berwenang adalah Syarat-syarat yuridis lainnya yang
disebutkan dalam Undang-undang Kepailitan.

b. Syarat-Syarat Terpenuhi

Apabila Syarat-syarat terpenuhi, hakim “menyatakan pailit”, bukan “dapat menyatakan


pailit”. Sehingga dalam hal ini kepada hakim tidak diberikan ruang untuk memberikan

9
“judgement” yang luas seperti kasus-kasus lainnya, sungguh pun limited defence masih
dibenarkan, mengingat yang berlaku adalah prosedur pembuktianyang sumir (vide Pasal 8
ayat (4) undang-undang No 37 Tahun 2004 tentag kepailitan dan PKPUDasar Hukum
Kepailitan Dasar hukum bagi suatu kepailitan adalah `sebagai berikut:

1) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU;

2) KUH Perdata;

3) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas;

4) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan;

5) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia;

6) Perundang-undangan di bidang Pasar Modal, Perbankan, BUMN.

Menurut Henry Campbell Black (1968: 186), arti dari bangkrut atau pailit adalah
seorang pedagang yang bersembunyi atau melakukan tindakan tertentu yang cenderung
untuk mengelabui pihak krediturnya. Definisi lain mengenai pengertiankepailitan menurut
Abdurrachman, dalam Ensiklopedia Ekonomi Keuangan Perdagangan disebutkan bahwa
yang dimaksudkan dengan pailit ataubangkrut, antara lain adalah seseorang yang oleh suatu
pengadilan dinyatakanbangkrut, dan yang aktivanya atau warisannya telah diperuntukkan
untuk membayar hutang-hutangnya. Selain pendapat tersebut diatas, R.Subekti juga
berpendapat bahwa kepailitan adalah suatu usaha bersama untuk mendapatkan pembayaran
bagi semua orang yang berpiutang secara adil. Pailit diartikan sebagai keadaan dimana
seorang debitur telah berhenti membayar utang-utangnya. Setelah orang yang demikian atas
permintaan para kreditornya atau permintaan sendiri oleh sendiri, maupun atas permintaan
pihak ketiga. Maksud dari pengajuan permohonan tersebut sebagai bentuk pemenuhan asas
publisitas dari keadaan tidak mampu membayar.

Namun demikian, pengadilan dinyatakan pailit maka harta kekayaan dikuasai oleh
balai harta peninggalan selaku cirtirice (pengampu) dalam usaha kepailitan tersebut untuk

10
dimanfaatkan oleh semua kreditor dan Dari pengertian tersebut maka pengertian
pailitdihubungkan dengan ketidakmampuan untuk membayar dari seorang debitor atas
utang-utangnya yang telah jatuh tempo. Ketidakmampuan tersebut harus disertai suatu
tindakan nyata untuk mengajukan, baik yang dilakukan secara sukarela oleh debitor
umumnya orang sering menyatakan bahwa yang dimaksud dengan pailit atau bangkrut itu
adalah suatu sitaan umum atas seluruh harta debitor agar dicapainya perdamaian antara
debitor dan para kreditor atau agar harta tersebut dapat dibagi-bagi secara adil di antara
para kreditor.

c. Pihak-Pihak dalam Kepailitan

Menurut Munirmenjelaskan tentang pihak-pihak dalam kepailitan yaitu :

1) Pihak Pemohon Pailit

Salah satu pihak yang terlibat dalam perkara kepailitan adalah pihak pemohon pailit,
yakni pihak yang mengambil inisiatif untuk mengajukan permohonan pailit ke Pengadilan,
yang dalam perkara biasa disebut sebagai pihak penggugat. Menurut Pasal 2 Undang-
Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU maka yang dapat menjadi
pemohon dalam suatu perkara pailit adalah salah satu dari pihak berikut ini :

a) Pihak debitor itu sendiri;

b) Salah satu atau lebih dari pihak kreditor;

c) Pihak Kejaksaan jika menyangkut dengan kepentingan umum;

d) Pihak Bank Indonesia jika debitornya adalah suatu bank;

e) Pihak Badan Pengawas Pasar Modal jika debitornya adalahsuatu perusahaan efek,bursa
efek,lembaga kliringdanpenjaminan,serta lembaga penyimpanan dan penyelesaian;

f) Menteri Keuangan jika debitor perusahaan asuransi,reasuransi, dana pensiun, atau


BUMN yang bergerak di bidang kepentingan publik.

2) Pihak Debitor Pailit

11
Pihak debitor pailit adalah pihak yang memohon/ dimohonkan pailit ke Pengadilan
yang berwenang. Yang dapat menjadi debitor pailit dalah debitor yang mempunyai 2 (dua)
atau lebih kreditor dan tidak membayar sedikitnya 1 (satu) hutang yang telah jatuh waktu
dan dapat ditagih.

3) Hakim Niaga

Perkara kepailitan diperiksa oleh hakim majelis (tidak boleh oleh hakim tunggal),
baik untuk tingkat pertama maupununtuk tingkat kasasi.

4) Hakim Pengawas

Untuk mengawasi pelaksanaan pemberesan harta pailit, maka dalam keputusan


kepailitan, oleh pengadilan harus diangkat seorang hakim pengawas di samping
pengangkatan kuratornya. Dahulu, untuk hakim pengawas ini disebut dengan “Hakim
Komisaris”.

5) Kurator

Sejak tanggal putusan pernyataan pailit diputuskan, debitor Pailit kehilangan haknya
untuk mengurus dan mengelola harta milik debitor yang termasuk dalam budel kepailitan.
Urusan ini harus diserahkan pada kurator, kuratorlah yang melakukan pengurusan dan
pemberesan harta kepailitan tersebut. Oleh karena itu, dalam putusan pernyataan kepailitan
ditetapkan pula siapa yang menjadi kurator.

6) Panitia Kreditor

Salah satu pihak dalam proses kepailitan adalah apa yang disebut Panitia Kreditor.
Pada prinsipnya, suatu panitia kreditor adalah pihak yang mewakili pihak kreditor,
sehingga panitia kreditor tentu akan memperjuangkan segala kepentingan hukum dari pihak
kreditur. Ada 2 (dua) macam panitia kreditur yang diperkenalkan oleh Undang-Undang
Kepailitan, yaitu :

1) Panitia kreditor sementara (yang ditunjuk dalam putusan pernyataan pailit);

12
2) Panitia kreditor (tetap), yakni yang dibentuk oleh hakim pengawas apabila dalam
putusan pailit tidak diangkat panitia kreditor sementara.

7) Pengurus

Pengurus hanya dikenal dalam proses tundaan pembayaran, tetapi tidak dikenal
dalam proses kepailitan. Yang dapat menjadi pengurus adalah Perorangan yang berdomisili
di Indonesia, yang memiliki keahlian khusus yang dibutuhkan dalam rangka mengurus
harta debitur, Dan Telah terdaftar pada departemen yang berwenang.

d. Pihak yang dapat Mengajukan

Dalam proses pengajuan kepailitan kepada pengadilan niaga harus diajukan oleh pihak-
pihak yang telah ditetapkan oleh UU 37/2004 yakni:

1. Dalam hal debitur adalah untuk kepentingan umum dapat diajukan oleh Kejaksaan;
2. Dalam hal debitur adalah bank maka pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh
Bank Indonesia;
3. Dalam hal debitur adalah Perusahaan Efek, Bursa Efek, Lembaga Kliring dan
Penjaminan, Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian, permohonan pernyataan
pailit hanya dapat diajukan oleh Badan Pengawas Pasar Modal; dan
4. Dalam hal debitur adalah Perusahaan Asuransi, Perusahaan Reasuransi, Dana
Pensiun, atau Badan Usaha Milik Negara yang bergerak di bidang kepentingan
publik, permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Menteri Keuangan.

e. Proses Persidangan

Permohonan pernyataan pailit dapat diajukan kepada Pengadilan Niaga dan sidang
pemeriksaan atas permohonan pernyataan pailit di laksanakan dalam jangka waktu paling
lambat 20 hari setelah tanggal permohonan didaftarkan atau 25 hari apabila debitur

13
mengajukan permohonan berdasarkan alasan yang cukup. Ketika dilakukannya
persidangan, Pengadilan Niaga memiliki wewenang:

1. Wajib memanggil debitur, dalam hal permohonan pernyataan pailit diajukan oleh
Kreditor, kejaksaan, Bank Indonesia, Badan Pengawas Pasar Modal, atau Menteri
Keuangan; dan
2. Dapat memanggil kreditur, dalam hal permohonan pernyataan pailit diajukan oleh
Debitor dan terdapat keraguan bahwa persyaratan untuk dinyatakan pailit
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) telah terpenuhi.

Selama putusan atas permohonan pernyataan pailit belum diucapkan, setiap Kreditur,
kejaksaan, Bank Indonesia, Badan Pengawas Pasar Modal, atau Menteri Keuangan dapat
mengajukan permohonan kepada Pengadilan untuk:

1. Meletakkan sita jaminan terhadap sebagian atau seluruh kekayaan Debitor; atau
2.  Menunjuk Kurator sementara untuk mengawasi:

  Pengelolaan usaha debitur; dan


 Pembayaran kepada Kreditor, pengalihan, atau penanggungan kekayaan Debitor
yang dalam kepailitan merupakan wewenang Kurator.

Dalam hal putusan Pengadilan Niaga terhadap permohonan pailit wajib memuat beberapa
hal yakni:

1. Pasal tertentu dari peraturan perundang-undangan yang bersangkutan dan/atau


sumber hukum tak tertulis yang dijadikan dasar untuk mengadili; dan
2. Pertimbangan hukum dan pendapat yang berbeda dari hakim anggota atau ketua
majelis.

Upaya hukum yang dapat diajukan terhadap putusan atas permohonan pernyataan pailit
adalah kasasi ke Mahkamah Agung yang diajukan paling lambat 8 (delapan) hari setelah

14
tanggal putusan yang dimohonkan kasasi diucapkan.Ketentuan mengenai pengajuan upaya
hukum kasasi ini tercantum  dalam Pasal 11 dan Pasal 12 UU 37/2004, yaitu:

1. Diajukan paling lambat delapan hari setelah tanggal putusan pencabutan pailit
diucapkan;
2. Permohonan didaftarkan kepada Panitera Pengadilan yang telah memutus
permohonan pernyataan pailit; dan
3. Pemohon kasasi wajib menyampaikan kepada Panitera Pengadilan memori kasasi
pada tanggal permohonan kasasi didaftarkan.

Selain mengajukan permohonan pailit, UU 37/2004 memberikan ruang bagi debitur dengan
mengajukan PKPU demi menunda penetapan kepailitan sekaligus melaksanakan
restrukturisasi yang mana langkah ini dapat memberikan kesempatan untuk mengajukan
rencana perdamaian, misalkan membayar secara sebagian atau penuh kepada kreditur.

Menurut yang tercantum dalam pasal 222 – pasal 294 UU 37/2004, waktu PKPU dapat
diajukan dan akibat hukumnya adalah

1. Sebelum permohonan pailit didaftarkan, pihak debitur mengajukan PKPU. Apabila


PKPU diajukan kepada debitur sebelum permohonan pailit, maka dengan PKPU
permohonan pailit tidak dapat diajukan; dan
2. Apabila terdapat permohonan pailit, PKPU dapat diajukan pada saat dilakukannya
pemeriksaan oleh Pengadilan Niaga, maka pemeriksaan permohonan tersebut harus
hentikan.

Apabila permohonan PKPU diterima, maka pengadilan niaga memberikan waktu maksimal
selama 45 hari kepada debitur untuk mengemukakan rencana perdamaian. Dan apabila di
hari yang ke-45 kreditur belum memberikan kepastian terhadap rencana debitur, maka
pengadilan niaga akan memberikan tambahan waktu maksimal selama 270 hari.

15
Apabila rencana perdamaian dapat diterima oleh kredit, maka akan disahkan dan
berkekuatan hukum tetap dan mengikat bagi para pihak yakni kredit dan debitur. Namun,
apabila rencana perdamaian ditolak, maka akan segera ditetapkannya status pailit oleh
pengadilan niaga.

2.5 Perbedaan Pailit dan Bangkrut

Saat ini banyak orang yang berasumsi bahwa pailit dan bangkrut merupakan dua hal
yang sama. Padahal keduanya berbeda. Dilihat secara bahasa menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia (KBBI), bangkrut atau gulung tikar adalah kondisi saat menderita kerugian besar
yang membuat kondisi keuangan tidak sehat dan memaksa perusahaan berhenti operasi.

Lazimnya perbedaan antara keduanya dilihat pada kondisi keuangan perusahaan.


Meskipun Perusahaan telah dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga, belum tentu memiliki
kondisi keuangan yang buruk sebab dalam banyak kasus perusahaan yang dinyatakan pailit
kondisi keuangannya masih sehat dan beroperasi normal sedangkan perusahaan yang
dinyatakan bangkrut sudah pasti memiliki keadaan keuangan yang tidak sehat sehingga
tidak dapat menjalankan perusahaan.

Meskipun status pailit dapat berujung dengan kebangkrutan apabila aset perusahaan
tersebut tidak cukup dalam membayar kewajiban. Artinya, perusahaan yang ditetapkan
pailit tidak lagi mempunyai aset perusahaan dan tidak dapat lagi melakukan kegiatan
operasi, hal tersebut berujung pada bangkrut

2.6 Akibat Hukum Pailit

Pernyataan pailit menimbulkan segala akibat baik bagi debitor, harta pailit,
danperjanjian yang dilakukan sebelum dan sesudah pailit. Akibat pernyataan pailit bagi
debitor, adalah debitor kehilangan hak perdata untuk mengurus harta. Pembekuan hak ini
diberlakukan terhitung sejak saat keputusan pernyataan pailit diucapkan. Hal ini juga
berlaku bagi suami juga istri dari debitor pailit yang kawin dalam persatuan harta kekayaan.
Harta kekayaan debitor merupakan harta yang harus digunakan untuk membayar utang-

16
utang debitor terhadap para kreditornyasesuai dengan isi perjanjian. Kurator yang
memegang hak tanggungan, hak gadai dan hak agunan atas kebendaan lainnya maka dapat
mengeksekusinya. Akibat pailit bagi perjanjian yang dilakukan sebelum dan sesudah
perjanjian, maka jika ada perjanjian timbal balik yang baru atau akan dilaksanakan maka
debitor harus mendapat persetujuan dari kurator. Namun jika perjanjian timbal balik
tersebut telah dilaksanakan maka debitor meminta kepastian kepada kurator akan
kelanjutan perjanjian tersebut.

Sedangkan Akibat hukum bagi kreditor adalah pada dasarnya, kedudukan para
kreditor sama (paritas creditorum) dan karenaya mereka mempunyai hak yang sama atas
hasil eksekusi boedelnya pailit sesuai dengan besarnya tagihan mereka masing-masing (pari
passu pro rata parte). Namun asas tersebut dapat dikecualikan yakni untuk golongan
kreditor yang

memenang hak anggunan atas kebendaan dan golongan kreditro yang haknya
didahulukan berdasarkan UU Kepailitan dan Peraturan Perundang-Undangan lainnya. Oleh
karenya, kreditor dapat dikelompokkan sebagai berikut:

1) Kreditor Separatis Yang dimaksud dengan kreditor separatis adalah kreditor


pemegang hak jaminan kebendaan, yang dapat bertindak sendiri. Kreditor ini tidak terkena
akibat putusan pernyataan pailit debitor, sehingga hak-hak eksekusi kreditor separatis ini
tetap dapat dijalankan seperti tidak ada kepailitan debitor. Kreditor separatis ini, dapat
menjual sendiri barang-barang yang menjadi jaminan, seolah-olah tidak ada kepailitan.
Debitor mengambil hasil penjualan ini sebesar piutangnya, sedangkan jika ada sisa nya
maka disetorkan ke kas kurator. Selain itu, jika hasil penjualan tersebut tidak mencukupi,
maka kreditor separatis tersebut untuk tagihan yang belum dibayar dapat memasukkan
kekurangannya sebagai korator bersaing. Adapun yang termasuk hak-hak jaminan
kebendaan yang memberikan hak menjual secara lelang dan memperoleh pelunasan secara
medahului yaitu gadai (Bab XX Buku III KUHPerdata), Hipotek (Bab XXI Buku III

17
KUHPerdata, Hak Tanggungan (Pasal 1 ayat (1) UndangUndang No.4 tahun 1996),
jaminan fiducia (Pasal 3 Undang-Undang No.42 tahun 1999).

2) Kreditor Preferen/istimewa Kreditor istimewa adalah kreditor yang karena


piutangnya mempunyai kedudukan istimewa dan mendapat hak untuk memperoleh
pelunasan terlebih dahulu dari penjualan harta pailit. Kreditor ini berada dibawah
pemegang hak tanggungan dan gadai. Menurut Pasal 1133 KUHPerdata, hak istimewa
adalah suatu hak yang oleh Undang-Undang diberikan kepada seorang berpiutang sehingga
tingkatnya, semata-mata berdasarkan sifat piutangnya.

3) Kreditor konkuren Kreditor konkuren / bersaing, memiliki kedudukan yang sama


dab berhak memperoleh hasil penjualan harta kekayaan debitor, baik yang telah ada
maupun yang akan ada dikemudian hari setelah sebelumnya dikurangi dengan kewajiban
membayar piutang kepada para kreditor pemegang hak jaminan dan para kreditor dengan
hak istimewa secara proporsional menurut perbandingan besarnya piutang masing-masing
kreditor

2.7 Daftar Pengadilan Niaga Di Indonesia

Berikut ini adalah daftar Pengadilan Niaga yang ada di seluruh Indonesia serta wilayah
hukumnya berdasarkan Keppres No. 97 Tahun 1999:

1. Pengadilan Niaga Jakarta Pusat. Meliputi Provinsi DKI Jakarta, Jawa Barat, Banten,
Sumatera Selatan, Lampung, dan Kalimantan Barat.
2. Pengadilan Niaga Makassar. meliputi Provinsi Sulawesi Selatan, Sulawesi
Tenggara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara, Maluku dan Irian Jaya
3. Pengadilan Niaga Semarang. Meliputi Provinsi Jawa Tengah dan Daerah Istimewa
Yogyakarta.
4. Pengadilan Negeri Surabaya. Meliputi Provinsi Jawa Timur, Kalimantan Selatan,
Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa
Tenggara Timur.

18
5. Pengadilan Niaga Medan. Meliputi Provinsi Sumatera Utara, Riau, Sumatera Barat,
Bengkulu, Jambi, dan Daerah Istimewa Aceh.

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil pembahasan dapat disimpulkan bahwa ada banyak point yang harus
diperhatikan dalam materi kepailitan. Mengenai pengertian kepailitan, beberapa istilah,
fungsi, syarat pengajuan, dan penyebab kepailitan. Kepailitan berawal dari debitor yang
tidak dapat melunasi utang pada waktunya karena suatu alasan tertentu, berakibat harta
kekayaan debitor dapat dijual untuk menjadi sumber pelunasan utang-utangnya. Harta
kekayaan debitor yang menjadi agunan tersebut tidak hanya digunakan untuk membayar
utangnya, tetapi juga menjadi agunan bagi semua kewajiban lain yang timbul karena
perikatan-perikatan lain maupun kewajiban yang timbul karena undangundang. Tujuan
utama dalam suatu proses di muka Pengadilan adalah untuk memperoleh putusan Hakim
yang berkekuatan hukum tetap. Akan tetapi, setiap putusan yang dijatuhkan oleh Hakim
belum tentu dapat menjamin kebenaran secara yuridis, karena putusan itu tidak lepas dari
kekeliruan dan kekilafan, bahkan tidak mustahil bersifat memihak.

3.2 Saran

1. Diharapkan kepada para pelaku usaha agar tidak melakukan kecurangan-kecurangan


dalam menjalankan usaha-nya.

19
2. Diharapkan kepada para Hakim terutama dalam Pengadilan Niaga agar lebih dalam lagi
menafsirkan suatu peraturan Perundnag-undangan sehingga tidak menimbulkan banyak
perbedaan penafsiran yang dapat menimbulkan permasalahan di kemudian hari. Dan
mengenai putusan hakim dapat diputuskan secara adil.

DAFTAR PUSTAKA

Bplawyers. 2020. Pengertian kepailitan, Penyebab pailit, Syarat permohonan


pengajuan pailit, Pihak yang dapat mengajukan, Proses persidangan, Akibat kepailitan.
https://bplawyers.co.id/2020/09/15/prosedur-kepailitan-di-indonesia/ (diakses pada 17
Maret 2021)
Ninyasminelisasih. 2018. Sejarah Hukum Kepailitan.
https://www.google.com/amp/s/ninyasminelisasih.com/2018/02/18/sejarah-hukum-
kepailitan/amp/ (diakses pada 17 Maret 2021)
Smartlegal. 2020. Jenis kreditur dalan kepailitan. https://smartlegal.id/pendirian-
usaha/2020/06/02/kenali-3-jenis-kreditur-dalam-kepailitan/ (diakses pada 17 Maret 2021)
Repo.unsrat.ac.id. 2013. Fungsi kepailitan.
http://repo.unsrat.ac.id/368/1/ANALISIS_FUNGSI_PENGGUNAAN_LEMBAGA_KEPA
ILITAN_DALAM_PENYELESAIAN_KREDIT_MACET_PERBANKAN.pdf (diakses
pada 17 Maret 2021)
e-journal.uajy.ac.id. 2016. Bab 111 Penutup. (diakses pada 16 Maret 2021) http://e-
journal.uajy.ac.id/10600/4/3HK11056.pdf
lontar.ui.ac.id. 2008. Bab 2 Tinjauan Umum Tentang kepailitan. (diakses pada 16
Maret 2021). http://lontar.ui.ac.id/file?file=digital/123911-PK%20IV%202141.8287-
Rekstrukturisasi%20utang-Literatur.pdf
eprints.umm.ac.id. 2015. Bab 2 Tinjauan Pustaka Kepailitan. (diakses pada 16
Maret 2021) http://eprints.umm.ac.id/41110/3/BAB%202.pdf

20
21

Anda mungkin juga menyukai