Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH

KEPAILITAN DAN LIKUIDASI PERUSAHAAN


MAKALAH INI DISUSUN UNTUK MEMENUHI TUGAS
HUKUM BISNIS
Dosen : HUTOMO RUSDIANTO SE., MBA., AWM.,QWM

DISUSUN OLEH KELOMPOK 12

1. Dyah Putri Herawati 201511414


2. Dewi Chalimah Handayani 201511418
3. Anwar 201511420
4. Dimas Bayu Sadewa 201511422

FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS MURIA KUDUS
2015/2016

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas limpahan
rahmat dan karunia-Nya, kami dapat menyelesaikan makalah Kepailitan dan Likuidasi
Perusahaan dengan baik dan lancar. Makalah ini bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas
yang diberikan oleh dosen mata kuliah pendidikan kewarganegaraan yaitu bapak Hutomo
Rusdianto

Makalah ini disusun untuk membantu mengembangkan kemampuan pemahaman


pembaca terhadap Kepailitan dan Likuidasi Perusahaan. Pemahaman tersebut dapat dipahami
melalui pendahuluan, pembahasan masalah, serta penarikan kesimpulan dalam makalah ini .
Makalah Kepailitan dan Likuidasi Perusahaan ini disajikan dalam konsep dan bahasa yang
sederhana sehingga dapat membantu pembaca dalam memahami makalah ini. Dengan makalah
ini, diharapkan pembaca dapat memahami mengenai Kepailitan dan Likuidasi dalam Perusahaan.

Ucapan terimakasih kami sampaikan kepada Dosen pembimbing mata Hukum Bisnis
yang telah memberikan kesempatan kepada kami untuk menyusun makalah Kepailitan dan
Likuidasi Perusahaan. Tidak lupa penulis sampaikan terimakasih kepada seluruh pihak yang
telah memberikan bantuan berupa konsep dan pemikiran dalam penyusunan makalah ini.

Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Tak ada gading yang tak retak,
begitulah adanya makalah ini. Dengan segala kerendahan hati, saran-saran dan kritik yang
konstruktif sangat kami harapkan dari para pembaca guna peningkatan pembuatan makalah pada
tugas yang lain dan pada waktu mendatang.

Kudus, 19 September 2016

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .......................................................................................... i

KATA PENGANTAR ........................................................................................ ii

DAFTAR ISI ....................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 1

1.1 Latar Belakang .......................................................................... 1


1.2 Rumusan Masalah .................................................................... 2
1.3 Tujuan ..................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN ............................................................................... 3

2.1 Pengertian dan Dasar Hukum Kepailitan ................................. 3


2.2 Tujuan Hukum Kepailitan......................................................... 4
2.3 Asas Asas Kepailitan ............................................................ 5
2.4 Syarat Syarat Kepailitan ....................................................... 5
2.5 Prosedur Pengajuan Kepailitan ................................................ 7
2.6 Akibat Hukum Pernyataan Kepailitan ..................................... 9
2.7 Tentang Kurator ....................................................................... 14
2.8 Pengurusan Harta Pailit ............................................................ 15
2.9 Likuidasi Perusahaan ............................................................... 16
2.10 Tahap Tahap Likuidasi Perusahaan ...................................... 17
BAB III STUDI KASUS ................................................................................... 20

3.1 Studi Kasus Batavia Air Pailit ................................................. 20


3.2 Analisis Kasus .......................................................................... 20
BAB IV PENUTUP ......................................................................................... 23

4.1 Kesimpulan ................................................................................ 23


DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 24

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pailit dalam kamus besar bahasa Indonesia diartikan sebagai keadaan yang
merugi, bangkrut. Sedangkan dalam kamus hukum ekonomi menyebutkan bahwa,
liquidation, likuidasi: pembubaran perusahaan diikuti dengan proses penjualan harta
perusahaan, penagihan piutang, pelunasan utang, serta penyelesaian sisa harta atau
utang antara pemegang saham. Beberapa definisi tentang kepailitan telah di terangkan
didalam jurnal Penerapan Ketentuan Kepailitan Pada Bank Yang Bermasalah yang
ditulis oleh Ari Purwadi antara lain: Freed B.G Tumbunan dalam tulisannya yang
berjudul Pokok-Pokok Undang-Undang Tentang Kepailitan sebagaimana diubah oleh
Perpu No. 1 Tahun 1998 disebutkan bahwa Kepailitan adalah sita umum yang
mencakup seluruh kekayaan debitur untuk kepentingan semua krediturnya. Tujuan
kepailitan adalah pembagian kekayaan debitur oleh kurator kepada semua kreditur
dengan memperhatikan hak-hak mereka masing-masing.
Berdasarkan pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang
Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU), Kepailitan
adalah sita umum atas semua kekayaan debitor pailit yang pengurusan dan
pemberesannya dilakukan oleh kurator di bawah pengawasan hakim pengawas
sebagaimana diatur dalam undang-undang ini. Yang dapat dinyatakan mengalami
kepailitan adalah debitur yang sudah dinyatakan tidak mampu membayar utang-
utangnya lagi. Pailit dapat dinyatakan atas: a. permohonan debitur sendiri (pasal 2
ayat (1) UU Kepailitan); b. permohonan satu atau lebih krediturnya (pasal 2 ayat (1)
UU Kepailitan Tahun); c. pailit harus dengan putusan pengadilan (pasal 3 UU
Kepailitan); d Pailit bisa atas permintaan kejaksaan untuk kepentingan umum (pasal 2
ayat (2) UU Kepailitan); e. bila debiturnya bank, permohonan pailit hanya dapat
diajukan oleh Bank Indonesia (pasal 2 ayat (3) UU Kepailitan); f. Bila debiturnya
Perusahaan Efek, Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjamin, Lembaga
Penyimpanan dan Penyelesaian, permohonan pailit hanya dapat diajukan oleh Badan
Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM) (Pasal 2 ayat (4) UU Kepailitan); g. dalam hal
debiturnya Perusahaan Asuransi, perusahaan Reasuransi, Dana Pensiun, atau Badan

1
Usaha Milik Negara yang bergerak di bidang kepentingan publik, permohonan
pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Menteri Keuangan (Pasal 2 ayat (5) UU
Kepailitan).
Sedangkan tujuan pernyataan pailit adalah untuk mendapatkan suatu penyitaan
umum atas kekayaan debitur (segala harta benda disita atau dibekukan) untuk
kepentingan semua orang yang menghutangkannya (kreditur). Proses terjadinya
kepailitan sangatlah perlu diketahui, karena hal ini dapat menentukan keberlanjutan
tindakan yang dapat dilakukan pada perseroan yang telah dinyatakan pailit. Salah satu
tahap penting dalam proses kepailitan adalah tahap insolvensi. Yaitu suatu perusahaan
yang sudah tidak mampu membayar hutang-hutangnya lagi. Pada tahap insolvensi
penting artinya karena pada tahap inilah nasib debitur pailit ditentukan. Apakah harta
debitur akan habis dibagi-bagi sampai menutup utangnya, ataupun debitur masih
dapat bernafas lega dengan diterimanya suatu rencana perdamaian atau rekonstruksi
utang. Apabila debitur sudah dinyatakan insolvensi, maka debitur sudah benar-benar
pailit, dan hartanya segera akan dibagi-bagi, meskipun hal-hal ini tidak berarti bahwa
bisnis dari perusahaan pailit tersebut tidak bisa dilanjutkan. Mengenai hal tersebut
diatas maka proses terjadinya kepailitan sangatlah perlu diketahui. Kemudian
tindakan selanjutnya adalah mengenai bentuk tanggung jawab yang harus dilakukan
oleh Pengurus terhadap perseoroan yang mengalami kepailitan.
2.1 Rumusan Masalah
1. Apa pengertian, dasar dan tujuan hukum kepailitan ?
2. Apa saja Asas-Asas prosedur pengajuan kepailitan dan akibat hukum
pernyataan pailit?
3. Apa pengertian likuidasi perusahaan dan bagaimana tahapan-tahapannya?
3.1 Tujuan
1. Diharapkan mahasiswa mampu untuk mengetahui pengertian, dasar dan
tujuan hukum kepailitan.
2. Diharapkan mahasiswa mampu memahami asas-asas dan prosedur pengajuan
kepailitan serta akibat dari pernyataan pailit.
3. Diharapkan mahasiswa mengetahui definisi likuidasi perusahaan dan tahapan-
tahapannya.

2
.BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian dan Dasar Hukum Kepailitan


Dalam Undang-Undang Kepailitan tidak dijelaskan apa yang dimaksud dengan kepailitan
tetapi hanya menyebutkan bahwa debitur yang mempunyai dua atau lebih kreditur tidak
membayar sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit
dengan putusan pengadilan baik atas permohonannya sendiri atau lebih krediturnya.
Dari ketentuan tersebut dapat disimpulkan bahwa kepailitan berarti suatu keadilan debitur
berhenti membayar, baik karena keadaan tidak mampu membayar atau karena keadaan tidak
mau membayar. Debitur sebagai pihak yang dinyatakan pailit akan kehilangan hak
penguasaan atas harta bendanya akan diserahkan penguasaannya kepada curator dengan
pengawasan seorang hakim pengadilan yang ditunjuk.

Para pihak yang dapat mengajukan kepailitan ada beberapa, yaitu sebagai berikut:

a. Atas permohonan debitur sendiri;


b. Atas permintaan seorang atau lebih kreditur;
c. Oleh kejaksaan untuk kepentingan hukum;
d. Bank Indonesia dalam hal debitur merupakan bank;
e. Oleh Badan Pengawas Pasar Modal dalam hal debitur merupakan perusahaan efek.

Masalah kepailitan telah diatur sejak tahun 1905 dengan dikeluarkannya Undang-Undang
tentang Kepailitan yaitu Staatsblad Tahun 1905 Nomor 217 juncto statsblad Tahun 1906
Nomor 348. Namun dengan adanya gejolak moneter di Indonesia sejak pertengahan tahun
1997 yang telah member pengaruh yang tidak menguntungkan ekonomi nasional dan
menimbulkan kesulitan dunia usaha untuk meneruskan kegiatannya termasuk dalam
memenuhi kewajibannya kepada kreitur, maka dikeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Kepailitan
(PERPU 1 Tahun 1998) yang kemudian ditetapkan lebih lanjut dengan Undang-Undang
Nomor 4 Tahun 1998 yang diundangkan pada tanggal 9 September 1998.

3
Dalam penjelasan undang-undang tersebut disebutkan bahwa upaya penyelesaian
masalah utang piutang dunia usaha perlu segera diberi kerangka hukumnya agar perusahaan-
perusahaan dapat segera beroperasi secara normal. Dengan demikian selain aspek ekonomi,
berjalannya kembali kegiatan ekonomi akan mengurangi tekanan social yang disebabkan
oleh hilangnya banyak lapangan dan kesempatan kerja.

2.2 Tujuan Hukum Kepailitan

Menurut Levintal (dalam Syahdeni, 2009: 28), tujuan hukum kepailitan (bancrupty law)
adalah :

1. Menjamin pembagian yang sama terhadap harta kekayaan debitur diantara para
krediturnya;
2. Mencegah agar debitur tidak melakukan perbuatan-perbuatan yang dapat merugikan
kepentingan para kreditur;
3. Memberikan perlindungan kepada debitur yang beriktikad dari para krediturnya
dengan cara memperoleh pembebasan utang.

Dalam penjelasan UU Kepailitan dan PKPU, dikemukakan beberapa factor perlunya


pengaturan mengenai kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran utang sebagai
berikur:

1. Menghindari perebutan harta debitur apabila dalam waktu yang sama ada beberapa
kreditur yang menagih piutangnya dari debitur.
2. Menghindari adanya kreditur hak pemegang jaminan kebendaan yang menuntut
haknya dengan cara menjual barang milik debitur tanpa memperhatikan kepentingan
debitur atau kreditur lainnya.
3. Menghindari adanya kecurangan-kecurangan yang akan dilakukan oleh salah seorang
kreditur atau debitur sendiri, misalnya debitur berusaha untuk member keuntungan
kepada sesorang atau beberapa orang kreditur tertentu sehingga kreditur lainnya
dirugikan atau adanya perbuatan curang dari debitur untuk melarikan semua harta
kekayaannya dengan maksud untuk melepaskan tanggung jawabnya terhadap para
kreditur.

4
2.3 Asas-Asas Kepailitan

UU Kepailitan dan PKPU mengandung beberapa asas yang sejalan dengan yang seharusnya
dianut oleh undang-undang kepailitan yang baik. Asas-asas tersebut adalah sebagai berikut:

1. Asas Keseimbangan
UU Kepailitan dan PKPU mengatur beberapa ketentuan yang merupakan perwujudan
dari asas keseimbangan, yakni di satu sisi, terdapat ketentuan yang dapat mencegah
terjadinya penyalahgunaan pranata dan lembaga kepailitan oleh debitur yang tidak jujur.
Di sisi lain, terdapat ketentuan yang dapat mencegah terjadinya penyalahgunaan pranata
dan lembaga kpailitan oleh kreditur yang tidak beriktikad baik.
2. Asas Kelangsungan Usaha
Dalam UU Kepailitan dan PKPU terdapat ketentuan yang memungkinkan perusahaan
debitur yang prospektif tetap dilangsungkan.
3. Asas Keadilan
Asas keadilan dalam kepailitan mengandung pengertian bahwa ketentuan mengenai
keapailitan dapat memenuhi rasa keadilan bagi para pihak yang berkepentingan. Asas
keadilan ini bertujuan untuk mencegah terjadinya kesewenang-wenang pihak penagih
yang mengusahakan pembayarab atas tagihan masing-masing terhadap debitur dengan
tidak memperdulikan kreditur lainnya.
4. Asas Integrasi
Asas integrasi dalam UU Kepailitan dan PKPU mempunyai pengertian bahwa sisten
hukum formal dan hukum materialnya merupakan satu kesatuan yang utuh dari system
hukum perdata dan hukum acara perdata nasional.
2.4 Syarat-Syarat Kepailitan

Hal mengenai syarat untuk mengajukan permohonan pailit telah diatur dalam Pasal 2
ayat (1) UU Kepailitan dan PKPU yang bebunyi

Debitur yang mempunyai dua atau lebih Kreditor dan tidak membayar lunas sedikitnya satu
utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan keputusan
Pengadilan, baik atas permohonannya sendiri maupun atas permohonan satu atau lebih
kreditornya.

5
Ketentuan tersebut mempunyai arti bahwa untuk mengajukan permohonan pailit terhadap
seorang debitur harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut.

1. Debitur yang ingin dipailitkan mempunyai sedikitnya dua utang, artinya mempunyai dua
atau lebih kreditur. Oleh karena itu, syarat ini disebit syarat concursus creditorium.
2. Debitur tidak melunasi sedikitnya satu utang kepada salah satu krediturnya.
3. Utang yang tidak dibayar lunas itu harusllah utang yang telah jatuh waktu dan dapat
ditagih (due/expired and payable). Yang dimaksud dengan utang yang telah jatuh waktu
dan dapat ditagih adalah kewajiban untuk membayar utang yang telah jatuh waktu, baik
karena telah diperjanjikan karena percepatan waktu penagihannya sebagaimana
diperjanjikan, karena pengenaan sanksi atau denda oleh instansi yang berwenang,
maupun karena putusan pengadilan, arbiter, atau majelis arbitrase.

Sehubungan dengan uraiaun diatas, perlu diperhatikan siapa saja pihak-pihak yang
berhak untuk mengajukan permohonan pailit. Pihak-pihak tersebut adalah sebagai
berikut:

1. Kreditur atau beberapa kreditur


Kreditur dalam pengertian diatas meliputi kreditur konkuren, kreditur separatis, maupun
kreditur preferen. Khusus mengenai kreditur separatis dan kreditur preferen, mereka
dapat mengajukan permohonan pernyataan pailit tanpa kehilangan hak agunan atas
kebendaan yang mereka miliki terhadap harta debitur dan haknya untuk didahulukan.
2. Debitur sendiri
Seorang debitur dapat mengajukan permohonan pernyataan pailit terhadap dirinya
(voluntary petition ) apabila memenuhi syarat, yaitu mempunyai dua atau lebih kreditur
dan sedikitnya tidak membayar satu utang yang telah jatuh waktu tempo dan dapat
ditagih.
3. Kejaksaan untuk kepentingan umum

Kejaksaan dapat mengajukan permohonan pailit dengan alasan untuk kepentingan umum
dan syarat untuk pengajuan permohonan pailit telah dipenuhi. Yang dimaksud dengan
kepentingan umum adalah kepentingan bangsa dan negara dan/ atau kepentingan
masyarakat luas, misalnya

6
a. Debitur melarikan diri;
b. Debitur menggelapkan bagian dari harta kekayaan;
c. Debitur mempunyai utang kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau badan
usaha lain yang menghimpun dana dari masyarakat;
d. Debitur mempunyai utang yang berasal dari penghimpunan dana dari masyarakat
luas;
e. Debitur tidak beriktikad baik atau tidak koorperatif dalam menyelesaikan masalah
utang piutang yang telah jatuh waktu; atau
f. Dalam hal lainnya menurut kejaksaan merupakan kepentingan umum.

Adapun tatacara pengajuan permohonan pailit adalah sama dengan permohonan pailit
yang diajukan oleh debitur atau kreditur. Hal ini dengan ketentuan bahwa permohonan
pailit dapat diajukan oleh kejaksaan tanpa menggunakan jasa advokat.

1. Bank Indonesia
Dalam hal debitur adalah bank, permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh
Bank Indonesia (BI). Pengajuan permohonan pernyataan pailit bagi bank sepenuhnya
merupakan kewenangan BI dan semata-mata didasarkan atas penilaian kondisi keuangan
dan kondisi perbankan secara keseluruhan sehingga tidak perlu dipertanggung jawabkan.
Kewenangan BI untuk mengajukan permohonan kepailitan ini tidak menghapuskan
kewenangan BI terkait dengan ketentuan mengenai pencabutan izin usaha bank,
pembubaran badan hukum, dan likuidasi bank sesuai dengan peraturan perundang-
undangan.
2. Badan Pengawas Pasar Modal-Lembaga Keuangan (Bapepam-LK)
Dalam hal hal debitur adalah perusahaan efek, bursa efek, lembaga kliring dab
penjaminan, serta lembaga penyimpanan dan penyelesaian, permohonan pailit hanya
dapat diajukan oleh Bapepam. Permohonan pailit sebagaimana dimaksud diatas hanyak
dapat diajukan oleh Bapepam karena lembaga tersebut melakukan kegiatan yang
berhubungan dengan dana masyarakat yang diinvestasikan dalam efek dibawah
pengawasan. Bapepam juga mempunyai pernyataan pailit untuk instansi-instansi yang
berada di bawah pengawasannya, seperti halnya kewanangan BI tehadap bank.

7
3. Menteri keuangan
Dalam hal debitur adalah perusahaan asuransi, perusahaan reasuransi, dana pension, atau
BUMN yang beregerak dalam bidang kepentingan public, permohonan pernyataan pailit
hanya dapat diajukan oleh menteri keuangan.
2.5 Prosedur Pengajuan Kepailitan
Para pihak yang dapat menagajukan kepailitan sebagaimana telah disebut diatas, satu
diajukan ke pengadilan yang daerah hukumnya meliputi daerah kedudukan hukum debitur.
Apabila debitur telah meninggalkan wilayah RI, maka pengadilan yang berwenang adalah
pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan hukum terakhir debitur,
sedangkan dalam hal debitur tidak bertempat kedudukan dalam wilayah RI tetapi
menjalankan profesi atau usahanya dalam wilayah RI, diajukan ke pengadilan yang daerah
hukumnya meliputi tempat kedudukan hukum kantor debitur menjalankan profesi atau
usahanya.
Permohonan kepilitan dimaksud harus diajukan oleh seorang penasihat hukum yang
memiliki izin praktek (Pasal 5). Ketentuan yang mengharuskan memakai jasa seorang
Penasihat Hukum yang memiliki izin praktek tampaknya agar proses dapat berjalan lebih
lancer dan cepat selesai karena pada umumnya dalam praktek sehari-hari yang telah terjadi
adalah pernyataan pailit suatu badan hukum dengan pihak kreditur yang juga badan hukum,
misalnya bank atau perusahaan-perusahaan yang cukup besar.
Pengadilan yang bermaksud dalam undang-undang kepailitan adalah Pengadilan Niaga
yang berada di lingkungan peradilan umum. Ditegaskan lagi dalam pasal 281-nya bahwa
untuk pertama kali Pengadilan Niaga dibentuk pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Tentang Pengadilan Niaga ini akan diuraikan lebih lanjut pada bagian selanjutnya.

Selama putusan atas permohonan pernyataan pailit belum ditetapkan, kreditur atau
kejaksaan dapat mengajukan permohonan kepada pengadilan untuk:

a. Meletakkan sita jaminan terhadap sebagian atau seluruh kekayaan debitur; atau
b. Menunjuk kurator sementara untuk :
- Mengawasi pengelolaan usaha debitur dan
- Mengawasi pembayaran kepada debitur yang dalam rangka kepailitan memerlukan
persetujuan curator

8
Terhadap putusan atas permohonan pernyataan pailit dapat dilakukan upaya hukum
kasasi ke Mahkamah Agung. Dengan kata lain terhadap putusan pengadilan ditingkat
pertama tidak dapat diajukan upaya hukum banding, tetapi langsung upaya kasasi. Putusan
atas permohonan kasasi diucapkan dalam siding terbuka untuk umum. Selanjutnya terhadap
putusan atas permohonan pernyataan pailit yang telah mempunyai kekautan hukum tetap,
dapat diajukan peninjauan kembali kepada Mahkamah Agung.

Dalam putusan pernyataan pailit maka akan diangkat seorang hakim pengawas yang
ditunjuk dari hakim pengadilan dan curator yang akan bertugas untuk melakukan oengurusan
dan atau pemberasan harta pailit meskipun terhadap putusan tersebut diajukan kasasi atau
peninjauan kembali. Dalam jangka waktu paling lambat 5 (lima) hari sejak tanggal putusan
pernyataan pailit, curator akan mengumumkan dalam Berita Negara RI serta dalam sekurang-
kurangnya 2 (dua) surat kabar harian yang ditetapkan oleh hakim pengawas hal-hal sebagai
berikut :

a. Ikhtisar putusan pernyataan pailit;


b. Identitas, alamat dab pekerjaan debitur;
c. Identitas, alamat dan pekerjaan angora panitia sementara kreditur, apabila telah ditunjuk;
d. Tempat dan waktu penyelenggaraan rapat pertama kreditur; dan
e. Identitas hakim pengawas.
2.6 Akibat Hukum Pernyataan Pailit

Pada prinsipnya kepailitan seluruh kekayaan debitur pada saat pernyataan pailit itu
dilakukan beserta dengan semua keakyaan yang diperoleh selama kepailitan. Dengan
pernyataan pailit, debitur pailit demi hukum kehilangan hak untuk menguasai dan mengurus
kekayaan yang dimasukkan dalam kepailitan, terhitung sejak tanggal kepailitan itu. Pasal 23
Undang-Undang Kepailitan menegaskan bahwa semua perikatan debitur pailit yang
dilakukan sesudah pernyataan pailit tidak dapat dibayar dari harta pailit kecuali bila
perikatan-perikatan tersebut mendatangkan keuntungan dari harta kekayaan itu. Oleh
karenanya gugatan-gugatan hukum yang bersumber pada hak dan kewajiban harta kekayaan
debitur pailit harus diajukan terhadap atau oleh kurator begitu pula semua gugatan hukum
dengan tujuan untuk memenuhi perikatan dari harta pailit selama kepailitan, walaupun
diajukan kepada debitur pailit sendiri, hanya dapat diajukan dengan laporan atau pencocokan.

9
Akibat hukum lain yang juga amat penting dari pernyataan pailit adalah seperti yang
ditegaskan Pasal 41 yaitu bahwa untuk kepentingan harta pailit dapat dimintakan pembatalan
atas segala perbuatan hukum debitur yang telah dinyatakan pailit yang merugikan
kepentingan kreditur, yang dilakukan sebelum pernyataan pailit ditetapkan. Pembatalan
inipun hanya dilakukan apabila dapat dibuktikan bahwa pada saat perbuatan hukum tersebut
dilakuan debitur dan pihak dengan siapa perbuatan hukum itu dilakukan mengetahui atau
sepatutnya mengetahui bahwa perbuatan hukum tersebut akan mengakibatkan kerugian bagi
kreditur, kecuali perbuatan hukum yang dilakukan debitur wajib dilakukan berdasarkan
penjanjian dan atau karena undang-undang, misalnya kewajiban membayar pajak. Bahkan
atas hibah yang dilakukan debitur pun akan dapat dimintakan pembatalan apabila kurator
dapat membuktikan bahwa pada saat hiabh tersebut dilakukan debitur mengetahui bahwa
tindakan tersebut akan mengakibatkan kerugian bagi kreditur (Pasal 43).

Khusus terhadap kreditur yang memegang hak tanggungan, hak gadai atau hak agunan
atau kebendaan lainnya, dapat mengeksekusi haknya seolah-olah tidak terjadi kepailitan.
Yang dimaksud dengan pemegang hak tanggungan adalah pemegang hipotik yang berhak
untuk segera mengeksekusi haknya sebagaimana diperjanjikan sesuai Pasal 1178
KUHPerdata dan 4 dan berdasarkan Pasal 20 Ayat (1) UU Nomor 4 tahun 1996 tentang Hak
Tanggungan atas Tanah beserta benda-bendan yang berkaitan dengan tanah. Pemegang hak
tersebut diatas tentunya wajib memberikan pertanggung jawaban kepada curator tentang hasil
penjualan barang yang menjadi agunan dan menyerahkan kepada curator sisa hasil penjualan
setelah dikurangi jumlah utang, bungan dan biaya. Apabila hasil penjualan dimaksud tidak
cukup untuk melunasi piutang yang bersangkutan, maka pemegang hak tersebut dapat
mengajukan tagihan pelunasan atas kekurangan tersebut dari harta pailiy sebagau kreditur
konkureb, setelah mengajukan permintaan pencocokan utang.

Akibat hukum lainnya adalah adannya hak retensi dalam Pasal 59 yaitu hak kreditur
untuk menahan barang-barang kepunyaan debitur hingga dibayarnya satu utang tidak
kehilangan hak untuk menahan barang dengan diucapkannya pernyataan pailit. Apabila
curator bermaksud untuk menebus barang-barang tersebut, maka curator wajib melunasi
utang debitur pailit tersebut terlebih dahulu.

10
Namun demikian terdapat pula harta benda yang dikecualikan dari kepailitan
sebagaimana diatur dalam Pasal 20 Undang-Undang Kepailitan, yaitu sebagai berikut :

a. Barang-barang yang disebut dalam pasal 451 Nomor 2 sampai 5 dari Reglamen Acara
Perdata, uang-uang atau gaji-gaji tahunan yang disebutkan dalam Pasal 749 huruf c
Reglemen tersebut, hak pengarang dalam hal-hal dimana hak tersebut tidak dapat disita;
beserta segala apa diuraikan dalam Pasal 452 Ayat (1) reglemen tersebut, kecuali dalam
kepailitan itu telah memajukan diri kreditur-kreditur mengenai penagihan-penagihan
yang disebutkan dalam ayat kedua pasal tersebut.
b. Segala apa yang diperoleh debitur pailit dengan pekerjaannya sendiri, atau sebagai
penggajian untuk suatu jabatan atas jasa, atau sebagai upah, pension, uang tunggu atau
uang tunjangan, selama kepailitan, demikian itu apabila dan sekedar ditentukan oleh
hakim pengawas.
c. Segala uang yang diberikan kepada debitur pailit untuk memenuhi suatu kewajiban
member nafkah menurut undang-undang.
d. Suatu jumlah yang ditentukan oleh hakim pengawas dari pendapatan hak nikmat hasil
sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 311 KUHPerdata, untuk membiayai beban-bean
yang disebutkan dalam Pasal 312 KUHPerdata.
e. Tunjangan yang oleh debitur pailit, berdasarkan Pasal 318 KUHPerdata diterima dari
pendapatan anak-anaknya.

Sebagai pengecualian terhadap ketentuan yang telah dijelaskan sebelumnya, terdapat


beberapa harta debitur yang tidak dimasukkan sebagai harta pailit, antar lain :

1. Benda, termasuk hewan yang benar-benar dibutuhkan oleh debitur sehubungan dengan
pekerjaannya, perlengkapannya, alat-alat medis yang dipergunakan untuk eksehatan,
tempat tidur dan perlengkapannya yang digunakan oleh debitur dan keluarganya, dan
bahan makanan untuk 30 (tuga puluh) hari bagi debitur dan keluarganya yang terdapat
ditempat itu.
2. Segala sesuatu yang diperoleh debitur dari pekerjaannya sendiri sebagai penggajian dari
suatu jabatan atau jasa, sebagai upah, pension, uang tunggu atau uang tunjangan sejauh
yang ditentuka oleh hakim pengawas; atau

11
3. Uang yang diberikan kepada debitur untuk memenihu kewajiban member nafkah menurut
undang-undang.

Harta pailit memberlakukan sita umum dan debitur tidak lagi berwenang untuk mengurus
dan melakukan perbuatan hukum apapun yang menyangkut hartanya itu. Lebih lanjut, debitr
telah dinyatakan dalam pengampunan sepanjang yang menyangkut harta kekayaannya.

Dalam hukum kepailitan, berlaku asas yang berlaku umum daam hukum perdata, yaitu action
paulina, yaitu hak yang diberikan oleh undang-undang kepada seorang kreditur yang
mengajukan permohonan pembatalan tehadap semua perbuatan yang tidak diwajibkan untuk
dilakukan oleh debitur terhadap keakyaannya yang diketahui oleh debitur perbuatan tersebut
merugikan kreditur.

Asas action paulina tersebut juga diberlakukan dalam hukum kepailitan Indonesia bahwa
kepentingan harta pailit, kepada pengadilan dapat dimintakan pembatalan segala perbuatan
hukum debitur yang telah dinyatakan pailit dan dan merugikan kepentingan kreditur yang
dilakukan sebelum putusan pernyataan pailit diucapkan. Pembatalan tersebut hanya dapat
dilakukan apabila dapat dibuktikan bahwa pada saat perbuatan hukum dilakukan mengetahui
bahwa perbuatan tersebut merugikan kreditur.

Apabila perbuatan hukum merugikan kreditur dilakukan dalam jangka waktu satu tahun
sebelum putusan penyataan pailit diucapkan, sedangkan perbuatan tersebut tidak wajib
dilakukan debitur, kecuali dapat dibuktikan sebaliknya, debitur dan pihak dengan siapa
perbuatan tersebut akan mengakibatkan kerugian bagi kreditur, dalam hal perbuatan tersebut

1. Merupakan perjanjian saat kewajiban debitur jauh melebihi kewajiban pihak dengan
siapa perjanjian tersebut dibuat;
2. Merupakan pembayaran atas atau pemberian jaminan untuk utang yang belum jatuh
tempo dan atau belum atau tidak dapat ditagih;
3. Dilakukan oleh debitur perorangan dengan atau kepentingan
a. Suami atau istrinya, anak angkat, atau keluarganya sampai derajat ketiga;
b. Suatu badan hukum bilamana debitur atau pihak sebagaimana dimaksud pada huruf
(a) adalah anggota direksi atau pengurus atau apabila pihak tersebut, baik sendiri
maupun bersama-sama, ikut serta secara langsung atau tidak langsung dalam

12
kepemilikan badan hukum tersebut lebih dari 50% (lima puluh persen) dari modal
disetor atau dalam pengendalian badan hukum tersebut;
4. Dilakukan oleh debitur yang merupakan badan hukum, denganatau untuk kepentingan
a. Anggota direksi atau pengurus dari debitur, suami atau istro, anak angkat, atau
keluarga sampai derajat ketiga dari anggota direksi atau pengurus tersebut;
b. Perorangan, baik sendiri maupun bersama-sama dengan suami atau istri, anak angkat,
atau keluarganya sampai derajat ketiga ikut serta secara langsung atau tidak langsung
dalam kepemilikan pada debitur lebih dari 50% dari modal disetor atau dalam
pengendalian badan hukum tersebut;
c. Perorangan yang suami atau istri, anak angkat, atau keluarganya sampai derajat ketiga
ikut serta secara langsung atau keluarganya sampai derajat ketiga ikut serta secara
langsung atau tidak langsung dalam kepemilikan pada debitur lebih dari 50% dari
modal disetor atau dalam pengendalian badan hukum tersebut;
5. Dilakukan oleh debitur yang merupakan badan hukum dengan atau untuk kepentingan
badan hukum lainnya apabila
a. Perorangan anggota direksi atau pengurus pada kedua badan usaha tersebut adalah
orang yang sama;
b. Suami atau istri, anak angkat, atau keluarganya sampai derajat ketiga dari perorangan
anggota direksi atau pengurus debitur yang juga merupakan anggota direksi atau
pengurus pada badan hukum lainnya, atau sebaliknya;
c. Perorangan anggota direksi atau pengurus, atau anggota badan pengawas pada
debitur, atau suami atau istri, anak angkat, atau keluarganya sampai derajat ketiga
ikut serta secara langsung atau tidak langsung dalam kepemilikan pada debitur lebih
dari 50% dari modal disetor atau dalam pengendalian badan hukum tersebut, atau
sebaliknya;
d. Debitur adalah anggota direksi atau pengurus pada badan hukum lainnya, atau
sebaliknya;
e. Badan hukum yang sama atau perorangan yang sama, baik bersama maupun
tidakdengan suami atau istrinya, dan atau para anak angkatnya dan keluarganya
sampai derajat ketiga ikut serta secara langsung atau tidak langsung dalam kedua
badan hukum tersebut paling kurang sebesar 50% dari modal yang disetor.

13
6. Dilakukan oleh debitru yang merupakan badan hukum dengan atau terhadap badan
hukum lain dalam satu grup dimana debitur adalah anggotannya.

Dalam hal suami istri dinyatakan pailit maka istri atau suaminya berhak mengambil
kembali semua benda bergerak yang merupakan harta bawaan dari istri atau suami dan harta
yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan. Apabila benda milik istri atau
suami telah dijual oleh suami atau istri dan harganya belum dibayar atau uang hasil penjualan
belum tercampur dalam harta pailit maka istri atau suami berhak mengambil kembali uang
hasil penjualan tersebut.

Istri atau suami yang kawin dalam satu persatuan harta diperlakukan sebagai kepailitan
persatuan harta tersebut. Dalam hal suami atau istri yang dinyatakan pailit mempunyai benda
yang tidak termasuk persatuan harta maka benda tersebut tidak termasuk harta pailit, namun
hanya dapat digunakan untuk membayar hutang pribadi suami atau istri yang dinyatakan
pailit.

2.7 Tentang Kurator

Sebagaimana telah dijelaskan diatas bahwa kurator adalah pihak yang diberi tugas untuk
melakukan pengurusan dan atau pemberesan atas harta pailit. Dalam melakukan tugasnya,
curator :

a. Tidak harus memperoleh persetujuan dari atau menyampaikan pemberitahuan terlebih


dahulu kepada debitur atau salah satu organ debitur, meskipun dalam keadaan diluar
kepailitan persetujuan atau pemberitahuan demikian dipersyaratkan;
b. Dapat melakukan pinjaman dari pihak ketiga, semata-mata dalam rangka meningkatkan
nilai harta pailit. Bila dalam melakukan pinjaman dari pihak ketiga kurator perlu
membebani harta pailit dengan hak tanggungan, gadai atau hak agunan atas kebendaan
lainnya, makan pinjaman tersebut harus terlebih dahulu memperoleh persetujuan hakim
pengawas.

Kurator sebagaimana dimaksud diatas terdiri dari dua macam, yaitu :

1. Balai Harta Peninggalan

14
2. Kurator lainnya yaitu perorangan atau persekutuan perdata yang berdomisili di Indonesia
yang memiliki keahlian khusus yang dibutuhkan dalam rangka mengurus dan
membereskan harta pailit dan telah terdaftar pada Departemen Kehakiman.
Pasal 70 A Undang-undang Kepailitan memungkinkan pula untuk mengangkat lebih dari
satu kurator, dalam hal demikian maka untuk melakukan tindakan yang sah dan
mengikat, para kurator memerlukan persetujuan lebih dari (satu per dua) jumlah para
kurator.
Dalam melaksanakan tugasnya, kurator bertanggung jawab atas kesalahan dan
kelalaiannya yang menyebabkan kerugian terhadap harta pailit. Untuk itu undang-undang
juga mewajibkan kurator menyampaikan laporan kepada Hakim Pengawas mengenai
keadaan pailit dan pelaksanaan tugasnya setiap tiga bulan. Laporan kurator ini bersifat
terbatas untuk umum dan dapatdilihat oleh setiap orang tanpa dipungut biaya.
Untuk menjadi kurator atau pengurus, Menteri Kehakiman telah menetapkan
persyaratannya, yaitu perorangan yang berdomisili di Indonesia dan memiliki surat tanda
lulus ujian yang diselenggarakan oleh Asosiasi Kurator dan Pengurus Indonesia (AKPI).
Apabila kurator atau pengurus berbentuk persekutuan perdata, maka salah satu rekan atau
partner dalam persekutuan tersebut harus kurator atau pengurus yang memiliki
persyaratan bagi perorangan diatas.
2.8 Pengurusan Harta Pailit

Tugas untuk melakukan Pengurusan dan pemberesan harta pailit dilakukan oleh
kurator yang telah diangkat dalam putusan pernyataan pailit. Pemberesan harta pailit
mengandung pengertian untuk menguangkan asset dan pasiva harta pailit. Dalam
menjalankan tugasnya, kurator diawasi oleh hakim pengawas uang juga ditunjuk dalam
putusan pernyataan pailit. Lebih lanjut, yang dimaksud kurator sebagaimana telah
disebutkan adalah balai harta peninggalan atau kurator lainnya. Sementra itu, yang dapat
menjadi kurator lainnya adalah :

1. Orang perseorangan yang berdomisili di Indonesia yang memiliki keahlian khusus, yaitu
mereka yang mengikuti dan lulus pendidikan kurator dan pengurus;
2. Terdaftar dalam kementrian yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya dalam bidang
hukum dan peraturan perundang-undangan; atau

15
3. Terdaftar pada kementrian yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya dalam bidang
hukum dan peraturan perundang-undangan.

Kurator sejak diangkat sebagai pihak yang melakukan pengurusan dan


pemberasan harta pailit mempunyai tugas pokok sebagai berikut.

1. Melaksanakan semua upaya untuk mengamankan harta pailit dan menyimpan semua
surat, dokumen, uang, perhiasan, efek, dan surat berharga lainnya dengan memberikan
tanda terima.
2. Membuat pencatatan harta pailit paling lambat dua hari setelah menerima surat keputusan
pengangkatan sebagai kurator
3. Membuat daftar harta yang menyatakan sifat, jumlah piutang dan utang harta pailit, serta
nama dan tempat tinggal kreditur beserta jumlah piutang pailit, serta nama dan tempat
tinggal kreditur beserta jumlah piutang masing-masing kreditur.
4. Berdasarkan persetujuan panitia kreditur sementara, kurator dapat malanjutkan usaha
yang dinyatakan pailit walaupun terhadap putusan pernyataan pailit tersebut diajukan
kasasi atau peninjauan kembali
5. Menyimpan sendiri uang, perhiasan, efek, dan surat berharga lainnya kecuali apabila
hakim pengawas ditentukan lain.
6. Melakukan rapat pencocokan perhitungan (verifikasi) piutang yang diserahkan oleh
kreditur dengan catatan yang telah dibuat sebelumnya dan keterangan debitur pailit,
maupun berunding dengan kreditur jika terdapat keberatan terhadap penagihan yang
diterima.
7. Membuat daftar pitang yang sementara diakui.
2.9 Likuidasi Perusahaan
Definisi likuidasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah pembubaran
perusahaan sebagai badan hukum yang meliputi pembayaran kewajiban kepada para
kreditor dan pembagaian harta yang tersisa kepada para pemegang saham (Persero).
Tujuan utama dari likuidasi itu sendiri adalah untuk melakukan pengurusan dan
pemberesan atas harta perusahaan yang dibubarkan tersebut. Tahap likuidasi wajib
dilakukan ketika sebuah Perseroan dibubarkan, dimana pembubaran Perseroan tersebut
bukanlah akibat dari penggabungan dan peleburan. Perseroan yang dinyatakan telah

16
bubar tidak dapat melakukan perbuatan hukum, kecuali diperlukan untuk membereskan
semua urusan Perseroan dalam rangka likuidasi.
2.10 Tahap Tahap Likuidasi Perusahaan
Dalam hal terjadinya pembubaran Perseroan sesuai yang tercantum dalam pasal
142 ayat (1) Undang-Undang No 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT),
maka Pasal 142 ayat (2) huruf a UUPT menentukan bahwa setelah pembubaran perseroan
karena alasan-alasan yang dimaksud dalam pasal 142 ayat (1) UUPT wajib diikuti dengan
likuidasi yang dilakukan oleh likuidator atau kurator. Berikut ini adalah tahap-tahap
Likuidasi sebuah Perseroan, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 147 sampai dengan
pasal 152 UUPT:
1. Tahap Pengumuman dan Pemberitahuan Pembubaran Perseroan
Terhitung sejak tanggal pembubaran Perseroan, dalam jangka waktu paling
lambat 30 (tiga puluh) hari, Likuidator wajib memberitahukan kepada semua kreditor
mengenai pembubaran Perseroan dalam Surat Kabar dan Berita Negara Republik
Indonesia. Selanjutnya, Likuidator juga wajib memberitahukan pembubaran
Perseroan kepada Menteri untuk dicatat dalam daftar Perseroan bahwa Perseroan
dalam likuidasi. (Pasal 147 ayat (1) UUPT). Kemudian, likuidator melakukan
pemberitahuan kepada kreditor dalam Surat Kabar dan Berita Negara Republik
Indonesia. sebagaimana yang dimaksud diatas, pemberitahuan harus memuat
pembubaran Perseroan dan dasar hukumnya; nama dan alamat likuidator; tata cara
pengajuan tagihan dan jangka waktu pengajuan tagihan. Jangka waktu pengajuan
tagihan tersebut adalah 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal pengumuman
pembubaran Perseroan. Dalam hal pemberitahuan kepada Menteri tentang
pembubaran Perseroan, likuidator wajib melengkapi dengan bukti dasar hukum
pembubaran Perseroan dan pemberitahuan kepada kreditor dalam surat kabar. (Pasal
147 ayat (2), (3) dan (4) UUPT). Apabila pemberitahuan kepada kreditor dan
Menteri belum dilakukan, pembubaran Perseroan tidak berlaku bagi orang ketiga.
Jika likuidator lalai melakukan pemberitahuan tersebut, likuidator secara tanggung
renteng dengan Perseroan bertanggung jawab atas kerugian yang diderita pihak
ketiga. (Pasal 148 ayat (1) dan (2) UUPT).

17
2. Tahap Pencatatan dan Pembagian Harta Kekayaan
Selanjutnya, menurut Pasal 149 ayat (1) UUPT, kewajiban likuidator dalam
melakukan pemberesan harta kekayaan Perseroan dalam proses likuidasi harus
meliputi pelaksanaan:
1) Pencatatan dan pengumpulan kekayaan dan utang Perseroan
2) Pengumuman dalam Surat Kabar dan Berita Negara Republik Indonesia
mengenai rencana pembagian kekayaan hasil likuidasi.
3) Pembayaran kepada para kreditor.
4) Pembayaran sisa kekayaan hasil likuidasi kepada pemegang saham.
5) Tindakan lain yang perlu dilakukan dalam pelaksanaan pemberesan kekayaan.

Kemudian dalam hal likuidator memperkirakan bahwa utang Perseroan lebih besar
daripada kekayaan Perseroan, likuidator wajib mengajukan permohonan pailit Perseroan,
kecuali peraturan perundang-undangan menentukan lain dan semua kreditor yang
diketahui identitas dan alamatnya, menyetujui pemberesan dilakukan di luar kepailitan.
(Pasal 149 ayat (2) UUPT).

3. Tahap Pengajuan Keberatan Kreditor


Kreditor dapat mengajukan keberatan atas rencana pembagian kekayaan hasil
likuidasi dalam jangka waktu paling lambat 60 (enam) puluh hari terhitung sejak
tanggal pengumuman pembubaran Perseroan. Dalam hal pengajuan keberatan
tersebut ditolak oleh likuidator, kreditor dapat mengajukan gugatan ke pengadilan
negeri dalam jangka waktu paling lambat 60 (enam puluh) hari terhitung sejak
tanggal penolakan (Pasal 149 ayat (3) dan (4)). Kemudian kreditor yang mengajukan
tagihan sesuai dengan jangka waktu tersebut, dan kemudian ditolak oleh likuidator
dapat mengajukan gugatan ke pengadilan negeri dalam jangka waktu paling lambat
60 (enam puluh) hari terhitung tanggal penolakan, sebaliknya kreditor yang belum
mengajukan tagihannya dapat mengajukan melalui pengadilan negeri dalam jangka
waktu 2 (dua) tahun terhitung sejak pembubaran perseroan diumumkan (Pasal 150
ayat (1) dan (2)). Tagihan yang diajukan kreditor tersebut dapat dilakukan dalam hal
terdapat sisa kekayaan hasil likuidasi yang diperuntukkan bagi pemegang saham.

18
Dengan demikian pemegang saham wajib mengembalikan sisa kekayaan hasil
tersebut secara proposional dengan jumlah yang diterima terhadap jumlah tagihan
(Pasal 150 ayat (3), (4) dan (5) UUPT). Apabila dalam hal likuidator tidak dapat
melaksanakan kewajibannya seperti yang diatur, atas permohonan pihak yang
berkepentingan atau atas permohonan kejaksaan ketua pengadilan negeri dapat
mengangkat Likuidator baru dan memberhentikan likuidator lama. Pemberhentian
likuidator tersebut, dilakukan setelah yang bersangkutan dipanggil untuk didengar
keterangannya (Pasal 151 ayat (1) dan (2) UUPT).
4. Tahap Pertanggung Jawaban Likuidator
Likuidator bertanggung jawab kepada RUPS atau pengadilan yang mengangkatnya
atas likuidasi Perseroaan yang dilakukan dan kurator bertanggung jawab kepada
hakim pengawas atas likuidasi Perseroan yang dilakukan (Pasal 152 ayat (1) UUPT).
5. Tahap Pengumuman Hasil Likuidasi
Kemudian, likuidator wajib memberitahukan kepada Menteri dan mengumumkan
hasil akhir proses likuidasi dalam Surat Kabar setelah RUPS memberikan pelunasan
dan pembebasan kepada likuidator atau setelah pengadilan menerima pertanggung
jawaban likuidator yang ditunjuknya. Ketentuan tersebut berlaku juga bagi kurator
yang pertanggung jawabannya telah diterima oleh hakim pengawas (Pasal 152 ayat
(3) dan (4) UUPT).
Menteri mencatat berakhirnya status badan hukum Perseroan dan menghapus
nama Perseroan dari daftar Perseroan, setelah ketentuan sebagaimana dimaksud pada
Pasal 152 ayat (3) dan ayat (4) dipenuhi. Ketentuan ini berlaku juga bagi berakhirnya
status badan hukum Perseroan karena Penggabungan, Peleburan atau Pemisahan
(Pasal 152 ayat (5) dan (6) UUPT). Selanjutnya, pemberitahuan dan pengumuman
sebagaimana dimaksud Pasal 152 ayat (3) dan (4) UUPT dilakukan dalam jangka
waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal pertanggungjawaban
likuidator atau kurator diterima oleh RUPS, pengadilan atau hakim pengawas (Pasal
152 ayat (7) UUPT). Tahapan-tahapan likuidasi telah dinilai selesai pada saat
Menteri mengumumkan berakhirnya status badan hukum Perseroan dalam Berita
Negara Republik Indonesia.

19
BAB III

STUDI KASUS

3.1 Studi Kasus Batavia Air Pailit


Seiring palu majelis hakim, maka jelaslah status armada penerbangan berjadwal
Batavia Air. Status baru itu adalah Batavia Air dinyatakan pailit. Majelis hakim
mengamini permohonan pailit kreditor PT Metro Batavia, operator Batavia Air. Putusan
majelis hakim Pengadilan Niaga Jakarta melalui permohonan pailit yang mengabulkan
permohonan yang diajukan International Lease Finance Corporation, Rabu (30/1).
Keputusan untuk memailitkan maskapai yang dikenal dengan logo Trust Us to Fly ini
karena telah memenuhi syarat-syarat kepailitan yaitu adanya utang yang jatuh tempo dan
dapat ditagih serta adanya kreditor lain. Syarat ini merujuk Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 8
ayat (4) UU No.37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang.
Perihal utang, Batavia Air diwajibkan membayar sewa pesawat senilai
AS$4.688.064,07, juga biaya cadangan, dan bunga yang tertuang dalam Aircraft Lease
Agreement tertanggal 20 Desember 2009. Namun, Batavia tak lagi mampu membayar
utang-utang tersebut sejak 2009 lalu dan jatuh tempo pada 13 Desember 2012. Tak ada
kemampuan Batavia disebabkan force majeur, yaitu kalah tender pelayanan transportasi
ibadah haji dan umroh ini. Hal ini menjadi biang kerok tersendatnya pembayaran. Karena
pesawat yang disewa tersebut diperuntukkan melayani penumpang yang hendak
melakukan ibadah haji dan umrah ke Mekah-Madinah. Sehingga, sumber pembayaran
sewa pesawat berasal dari pelayanan penumpang yang melakukan ibadah haji dan umrah.
Majelis tak mengalami kesulitan memutuskan perihal keberadaan utang ini.
Batavia Air dengan tegas mengakui utang tersebut. Alhasil, pengakuan tersebut menjadi
bukti yang sempurna di persidangan sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 164 HIR.
Sehingga, utang tersebut tidak perlu dibuktikan lagi, ucap Ketua Majelis Hakim Agus
Iskandar, Rabu (30/1).
3.2 Analisis Kasus
Dari kasus yang terjadi, berdasarkan UU No. 37 tahun 2004 tentang kepailitian,
putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat telah menyatakan pailit pada PT Metro Batavia.

20
Keputusan pailit PT. Metro Batavia disebabkan oleh utang sebanyak USD 4,68 juta yang
sudah lewat jatuh tempo namun tidak kunjung di bayar. Tuntutan pailit ini telah diajukan
semenjak 20 Desember 2012 dan diputuskan pada tanggal 30 Januari 2013.
Penutupan Batavia Air pada tanggal 30 Januari ini merupakan salah satu kejadian
yang paling menyedihkan bagi industri penerbangan Indonesia. Di tengah pertumbuhan
transportasi udara yang cukup tinggi di Indonesia, Batavia Air malah menjadi terpuruk.
Permohonan pailit Batavia Air diajukan oleh International Lease Finance Corporation
(ILFC) kepada Pengadilan Niaga Jakarta Pusat. Melihat kasus yang terjadi yang menimpa
batavia airlines adalah preseden buruk bagi konsumen penerbangan di Indonesia, belajar
dari kasus yang ada, Adam Air dan Mandala air penutupan operasi maskapai selalu
menempatkan konsumen sebagai korban.
Batavia Air telah dinyatakan pailit karena tak mempu melunasi utang-utang dalam
jutaan Dollar itu yang muncul akibat perjanjian perbaikan pesawat yang tertuang dalam
agreement on Overhaul and repair pada 19 April 2007 dan 12 Mei 2008.[20] Memang tak
dapat dipungkiri bahwa penggunaan utang sebagai modal operasional atau pun ekspansi
usaha merupakan salah satu hal yang dapat dilakukan oleh lembaga atau perusahaan.
Menumpuknya utang oleh Batavia Air karena ketika jatuh tempo pelunasan utang, yang
terjadi adalah ketidakmampuan. Dalam hal ini, menumpuknya utang mungkin saja
disebabkan lemahnya aspek manajemen keuangan dalam tubuh Batavia Air. Karena
bagaimana pun kasus pailitnya Batavia Air diduga disebabkan oleh utang. Apabila dikaji
dari perspektif keuangan maka pailitnya Batavia Air mendeskripsikan pengelolaan
keuangan yang kurang bagus yang mana dapat terindikasi dari kemampuan menghasilkan
nilai lebih dari utang atau biasanya disebut sebagai cost lebih besar dari benefit. Terlebih
sebagai perusahaan swasta (private corporation) Batavia Air juga tidak memiliki
kewajiban untuk memberikan laporan keuangannya secara publik, sehingga dalam hal ini
juga sulit untuk memberikan dan menyimpulkan kondisi keuangan Batavia Air.
Dari kasus pailitnya Batavia Air dapat dipahami bahwa ada celah pemasukan dan
pengeluaran potensi bisnis yang tidak pasti. Oleh karena itu, pemanfaatan celah pasar
yang diharapkan pihak manajemen Batavia Air tidak berjalan sesuai rencana.

21
Proses Penyelesaian Pailit oleh Kurator

Penyelesaian pailit Batavia Air telah diputuskan untuk diurus oleh empat kurator,
antara lain Turman M Panggabean, Permata Nauli Daulay, Andra Reinhard Pasaribu, dan
Alba Sumahadi. Kantor kurator bertempat di Ruko Cempaka Mas B-24, Jl. Letjen
Suprapto, Jakarta Pusat. Beberapa aktifitas yang sudah terjadwal:

15 Feb 2013-Rapat Kreditur di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pukul 09:00.


18 Feb 2013-Mengundang kreditur non-tiket dan agen untuk mengajukan tagihan kreditur
dan pajak di Kantor Kurator.
18 Feb-1 Maret 2013-Penumpang Batavia Air bisa muendaftarkan diri sebagai kreditur
Batavia Air.
14 Maret 2013-Verifikasi dan pencocokan piutang di kantor Kurator.

Namun untuk para pemegang tiket calon penumpang, salah satu Kurator Batavia
Air (Turman Panggabean) sudah menyatakan bawah penggantian tiket calon penumpang
dapat dilakukan dengan syarat ada investor baru. Jadi sepertinya sudah pupus harapan
bagi pemegang tiket untuk bisa mendapatkan uang refund atau pengembalian.

22
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Pailit dalam kamus besar bahasa Indonesia diartikan sebagai keadaan yang merugi,
bangkrut. Sedangkan dalam kamus hukum ekonomi menyebutkan bahwa, liquidation,
likuidasi: pembubaran perusahaan diikuti dengan proses penjualan harta perusahaan,
penagihan piutang, pelunasan utang, serta penyelesaian sisa harta atau utang antara
pemegang saham. Suatu perusahaan dikatakan pailit atau istilah populernya adalah
bangkrut manakala perusahaan tersebut tidak sanggup atau tidak mau membayar
hutang-hutangnya. Oleh karena itu, daripada pihak kreditur ramai-ramai mengeroyok
debitur dan saling berebutan harta debitur tersebut, hukum memandang perlu
mengaturnya, sehingga hutang-hutang debitur dapat dibayar secara tertib dan adil.
Dengan demikian, yang dimaksud dengan kepailitan adalah suatu sitaan umum yang
dijatuhkan oleh pengadilan khusus, dengan permohonan khusus, atas seluruh aset debitur
yang mempunyai lebih dari 1 (satu) hutang/kreditur dimana debitur dalam keadaan
berhenti membayar hutang-hutangnya, sehingga debitur segera membayar hutang-
hutangnya tersebut.

23
DAFTAR PUSTAKA

Simatupang, Richard Burton. 2013. Aspek Hukum dalam Bisnis (edisi revisi)
Rineka Cipta: Jakarta
Silondae, Arus Akbar dan B. Ilyas, Wirawan. 2013. Pokok-Pokok Hukum Bisnis.
Salemba Empat : Jakarta
Nurmayanti, Leni. 2014. Kepailitan dan Likuidasi Perusahaan.
https://leninurmayanti04.wordpress.com/2014/04/06/kepailitan-dan-likuidasi-
perusahaan/., Diakses Tanggal 18 September 2016
Archive, Tutus. 2014. Tugas Makalah Kepailitan (Fakultas Hukum)
http://madthomson.blogspot.co.id/2014/06/tugas-makalah-kepailitan-fakultas-
hukum.html., Diakses Tanggal 18 September 2016

24

Anda mungkin juga menyukai