Anda di halaman 1dari 11

HUKUM PERBANKAN

DAN LEMBAGA PEMBIAYAAN

Disusun oleh:

Imam Dwi Fajri

02002681923004

KELAS C

PROGRAM STUDI MAGISTER KENOTARIATAN

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

2020
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Secara terminologi “bank” berasal dari bahasa Italy “banca” yang berarti
bence yaitu suatu bangku tempat duduk. Sebab, pada zaman pertengahan pihak
banker Italy yang memberikan pinjaman-pinjaman melakukan usahanya tersebut
dengan duduk di bangkubangku di halaman pasar.
Hukum yang mengatur masalah perbankan adalah hukum perbankan. Hukum
ini merupakan seperangkat kaidah hukum dalam bentuk peraturan perundang-
undangan yurisprudensi, doktrin, dan lain-lain sumber hukum, yang mengatur
masalah-masalah perbankan sebagai lembaga, dan aspek kegiatannya sehari-hari,
rambu-rambu yang harus dipenuhi oleh bank, perilaku petugas-petugasnya, hak,
kewajiban, tugas dan tanggung jawab para pihak yang tersangkut bisnis perbankan,
apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh bank, eksistensi perbankan, dan lain-
lain yang berkenaan dengan dunia perbankan tersebut.
Sedangkan menurut Drs. Muhammad Djumhana, S.H pengertian hukum
perbankan adalah sebagai kumpulan peraturan hukum yang mengatur kegiatan
lembaga keuangan bank yang meliputi segala aspek, dilihat dari segi esensi, dan
eksistensinya, serta hubungannya dengan bidang kehidupan yang lain.1
Ada beberapa kekhasan yang terlihat jelas dalam kehidupan perbankan
Indonesia, diantaranya yaitu:
 Perbankan Indonesia dalam melakukan usahanya berasaskan demokrasi
ekonomi dengan menggunakan prinsip kehati-hatian. Fungsi utamanya adalah
sebagai penghimpun dan pengatur dana masyarakat, dan bertujuan menunjang
pelaksanaan pembangunan nasional.
 Perbankan Indonesia sebagai sarana untuk memelihara kesinambungan
pelaksanaan pembangunan nasional, juga guna mewujudkan masyarakat
Indonesia yang adil dan makmur.
Perbankan Indonesia dalam menjalankan fungsi dan tanggung jawabnya
kepada masyarakat tetap harus senantiasa bergerak cepat guna menghadapi tantangan

1
Diakses dari http://id.scribd.com/doc/48151293/hukum-perbankan tanggal
19 September 2013 pukul 22.23
yang semakin berat dan luas dalam perkembangan perekonomian nasional dan
internasional. Sedangkan peranan hukum modern mempunyai sifat dan fungsi
instrumental, yaitu bahwa hukum sebagai sarana perubahan. Hukum akan
membawakan perubahanperubahan melalui pembuatan perundang-undangan yang
dijadikan sebagai sarana menyalurkan kebijakan-kebijakan yang dengan demikian
bisa berarti menciptakan keadaan-keadaan yang baru atau mengubah sesuatu yang
sudah ada. 2

B. RUMUSAN MASALAH
a. Dasar Hukum Perbankan
b. Pengaturan Hukum
c. Asas-Asas Hukum Perbankan
d. Jenis-jenis perbankan menurut UU

C. TUJUAN PENULISAN

Untuk memberikan penjelasan serta pemahaman kepada mahasiswa


serta kepada orang-orang dibidang akademisi, terhadap hukum perbankan,
karena seperti yang kita ketahui bahwa perbankan yang berasaskan demokrasi
ekonomi dengan fungsi utamanya sebagai penghimpun dan penyalur dana
masyarakat, memiliki peranan yang strategis untuk menunjang pelaksanaan
pembangunan nasional, dalam rangka meningkatkan pemerataan pembangunan
dan hasil-hasilnya, pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas nasional, ke arah
peningkatan taraf hidup rakyat banyak.3

BAB II
2
Ibid
3
PEMBAHASAN

A. Pengertian Hukum Perbankan dan Fungsi Perbankan DiIndonesia


Salah satu pilar pembangunan ekonomi Indonesia terletak pada industri
perbankan. Pengakuan secara yuridis formal mengenai eksistensi perbankan sudah
berlangsung lebih kurang 39 tahun sejak dilahirkannya Undang-Undang Nomor 14
Tahun 1967 tentang Pokok-Pokok Perbankan. Lahirnya Undang-Undang Nomor 14
Tahun 1967 didasarkan kepada pemikiran dan jiwa Ketetapan Majelis
Permusyawaratan Rakyat Sementara Nomor XVIII/MPRS/1966 yang menginginkan
perlunya penilaian kembali terhadap Tata Perbankan. Pengaturan Tata Perbankan
dilandasi kepada hal-hal sebagai berikut: pertama, tata perbankan harus merupakan
suatu kesatuan sistem yang menjamin adanya kesatuan pimpinan dalam mengatur
seluruh perbankan di Indonesia serta mengawasi pelaksanaan kebijaksanaan moneter
pemerintah di bidang perbankan; kedua, memobilisasikan dan memperkembangkan
seluruh potensi yang bergerak di bidang perbankan berdasarkan asas-asas demokrasi
ekonomi; ketiga, membimbing dan memanfaatkan segala potensi tersebut bagi
kepentingan perbaikan ekonomi rakyat. Dalam undang-undang tersebut tidakdijumpai
pernyataan yang tegas mengenai fungsi perbankan Indonesia. Dengan demikian,
pengertian dari hukum perbankan adalah himpunan peraturan berupa UU,
peraturanPemerintah dan keputusan-keputusan lainnya yang dikeluarkan instansi yang
berwenang, yang berkaitan dengan bank dan transaksi perbankan lainnya. 4
Sesuai dengan dinamika perekonomian nasional dan internasional diikuti
perubahan budaya yang bergerak cepat dengan tantangan yang semakin kompleks dan
meluas, maka Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1967 perlu disusun kembali dengan
mengadakan pembaharuan pada tataran idealistik hukum sehingga mampu menyahuti
realistik hukum. Pembaharuan diawali dengan adanya indikasi perubahan di bidang
perbankan sejak tahun 1983 yang diikuti dengan kebijakan baru di bidang moneter
dan perbankan yang dikenal dengan tahap awal deregulasi. Kebijakan selanjutnya
diikuti dengan Paket Juni (Pakjun) 1983, disusul dengan Paket Oktober (Pakto) 1988,
Pakjun 1990, Paket Februari 1991, dan mencapai puncaknya pada tahun 1992 dengan
melahirkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Melalui
undang-undang ini dinyatakan bahwa perbankan memiliki fungsi utama sebagai
penghimpun dan penyalur dana masyarakat. Fungsi perbankan tersebut pada era
4
Diakses dari http://id.scribd.com/doc/48151293/hukum-perbankan tanggal
19 September 2013 pukul 22.23
reformasi tetap dikukuhkan dan tidak mengalami perubahan sebagaimana terlihat
dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan. Undang-undang
No. 10 Tahun 1998 ini membedakan bank berdasarkan kegiatan usahanya menjadi
dua, yaitu bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan bank
yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah. Sebagaimana
disebutkan dalam butir 13 Pasal 1 Undang-undang No. 10 Tahun 1998 memberikan
batasan pengertian prinsip syariah sebagai aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam
antara Bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan/atau pembiayaan kegiatan
usaha, atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan Syariah, antara lain,
pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah), pembiayaan berdasarkan
prinsip penyertaan modal (musharakah), prinsip jual beli barang dengan memperoleh
keuntungan (murabahah), atau pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip sewa
murni tanpa pilihan (ijarah), atau dengan adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas
barang yang disewa dari pihak Bank oleh pihak lain (ijarah wa iqtina)
Dengan fungsi perbankan yang demikian maka kehadiran bank di dalam
masyarakat sebagai badan usaha memiliki arti yuridis dan peran yang sangat strategis
dalam proses pembangunan nasional. Dalam agenda pembangunan nasional tahun
2004 – 2009 secara politis dikatakan bahwa kondisi perbankan dan lembaga keuangan
lainnya belum mantap. Lemahnya pengaturan dan pengawasan terhadap produk
perbankan dan keuangan yang semakin bervariasi dan kompleks, serta dalam
mengantisipasi globalisasi perdagangan jasa dan inovasi teknologi informasi, telah
meningkatkan arus transaksi keuangan masuk dan keluar Indonesia. Pernyataan
politik hukum ini pada tataran landasan teknis operasional menghendaki adanya
perubahan Undang-Undang Perbankan di masa yang akan datang. Politik hukum yang
dimaksudkan adalah aktivitas memilih suatu tujuan sosial dan hukum tertentu dengan
keharusan untuk menentukan suatu pilihan mengenai tujuan dan cara-cara yang
hendak dipakai untuk mencapai tujuan tersebut. Dalam kaitannya dengan politik
hukum perbankan adalah bagaimana arahan dari kehendak pelaku politik yang
memiliki beraneka kepentingan hukum untuk mewujudkan tujuan negara, dan dalam
hal yang kongkret politik hukum merupakan alat untuk merespons persoalan
perbankan melalui pembuatan undang-undang dalam rangka mencapai tujuan negara.
Beberapa hal yang harus disikapi adalah dengan meletakkan asas hukum
(rechtsbeginsel, principle of law) perbankan yang sesuai dengan cita-cita masyarakat
terkini dengan tetap mempertahankan eksistensi prinsip kepercayaan dan kehati-hatian
(prudential banking) dalam menjalankan usaha bank. Selain itu, pengelolaan bank
harus didasarkan kepada asas-asas tata pengelolaan perusahaan yang baik (good
corporate governance).
Pada saat ini pelaksanaan fungsi perbankan terlihat dari pengaturan usaha
bank yang ditetapkan dalam Undang-Undang Perbankan. Usaha bank yang dimaksud
tidak bersifat limitatif melainkan enumeratif, sehingga memungkinkan hubungan
antara bank dengan nasabahnya untuk melakukan perjanjian yang tidak bertentangan
dengan undang-undang, kesusilaan, dan ketertiban umum. Dalam arti yuridis, fungsi
perbankan sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat merupakan esensi
perjanjian yang meliputi 2 (dua) hal yaitu menghimpun dana dari masyarakat, disebut
sebagai perjanjian simpanan, dan menyalurkan dana ke masyarakat, disebut sebagai
perjanjian kredit bank. Perjanjian simpanan dan perjanjian kredit bank pada bank
konvensional berbeda dengan perjanjian simpanan dan perjanjian pembiayaan pada
bank syariah. Perbedaan ini terletak pada filsafat yang dianut dari kedua sistem bank
yang bersangkutan. Bank syariah tidak menggunakan sistem bunga, sedangkan bank
konvensional memakai sistem bunga dalam kegiatan usahanya. Di samping itu,
terdapat perbedaan pada aspek operasional, sosial, dan organisasinya. Sebenarnya
istilah bank konvensional kurang tepat jika hendak dipersandingkan atau
diperlawankan dengan bank syariah. Lebih tepat dipakai frase “bank non-syariah”.
Seolah-olah bank konvensional itu kuno, kolot, dan tidak membawa perubahan.
Kenyataan yuridis dalam ius constitutum, figur-figur hukum yang lahir dari produk
bank non-syariah lebih besar frekuensinya dibandingkan dengan bank syariah. Kedua
bentuk perjanjian tersebut akan dilihat dalam perspektif hukum perdata yang
mencakup hukum perjanjian pada satu sisi dan hukum benda pada sisi lainnya
khususnya hukum jaminan.5

B. Dasar Hukum Perbankan Indonesia Sesuai UU No. 10 Tahun 1998

5
Ibid,
Sistem keuangan merupakan satu kesatuan sistem yang dibentuk dari semua
lembaga keuangan yang ada dan yang kegiatan utamanya dibidang keuangan yaitu
menarik dana dari masyarakat dan menyalurkannya kepada masyarakat. Keberadaan
sistem keuangan ini diharapkan dapat melaksanakan fungsinya sebagai lembaga
perantara keuangan (financial intermediation) dan lembaga transmisi yang mampu
menjembatani mereka yang kelebihan dana dengan mereka yang kekurangan dana
serta memperlancar transaksi ekonomi.
Berkaitan dengan sistem keuangan yang dianut di Indonesia, terdiri dari sistem
keuangan moneter dan lembaga keuangan lainnya. Sistem keuangan moneter terdiri
atas otoritas moneter dan sistem Bank Umum (commercial bank). Otoritas moneter
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 23 tahun 1999 tentang Bank
Indonesia jo. Undang-Undang No. 3 tahun 2004 tentang perubahan atas Undang-
Undang Republik Indonesia No. 23 tahun 1999. Secara tegas menyatakan bahwa
Bank Indonesia adalah penanggung jawab otoritas kebijakan moneter yang biasanya
disebut otoritas moneter.
Sebagai otoritas moneter Bank Indonesia berwenang menetapkan dan
melaksanakan kebijakan moneter dalam rangka mencapai dan memelihara kestabilan
nilai rupiah. Disamping otoritas moneter, sistem bank umum yang merupakan bagian
dari sistem perbankan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 7 tahun 1992
jo. Undang-undang no. 10 tahun 1998 tentang perbankan, ini berarti bahwa sistem
moneter berhubungan erat dengan bank sentral dan lembaga keuangan bank. Selain
sistem keuangan bank, sistem keuangan non bank juga merupakan bagian dari sistem
keuangaan.

C. Asas-Asas Hukum Perbankan


alam hukum perbankan ada 4 asas penting, antara lain :
1. Asas Demokrasi Ekonomi
2. Asas Kepercayaan
3. Asas Kerahasiaan
4. Asas Kehati – hatian

Adapun penjelasan keempat asas di atas adalah sebagai berikut :


1. Asas Demokrasi Ekonomi
Yang mana dengan asas ini, tidak terjadi monopoli. Hal ini dikarenakan setiap
warganegara berhak untuk mendapat suatu hal yang sama.
2. Asas Kepercayaan
Asas ini merupakan tulang punggung dari suatu bank yang dapat mendukung
kemajuan bank. Dengan kokohnya kepercayaan yang diterima oleh bank dari
masyarakat, maka akan dapat memberikan eksistensi dan value yang baik terhadap
Bank Tersebut.
3. Asas Kerahasiaan
Asas ini merupakan asas yang digunakan untuk melindungi para nasabah yang
beritikad baik. Artinya para nasabah akan dijamin privasinya, misalnya berkenaan
dengan identitas ataupun hal – hal lainnya yang bersifat pribadi, maka oleh bank hal –
hal yang pribadi tersebut akan dijaga dengan baik.
4. Asas Kehati – Hatian (Prudential)
Tentunya bahwa bank sebagai lembaga yang mengelola uang nasabah,
diharapkan oleh nasabah itu pula bahwa bank dapat mengelola uang yang disimpan
secara baik dan hati – hati. Ketika hal ini dapat dilakukan dengan baik oleh pihak
bank, maka bukan tidak mungkin akan dapat meningkatkan kepercayaan nasabah
terhadap bank yang digunakan untuk menyimpan uangnya tersebut.

D. Jenis-jenis Bank menurut UU No. 10 Tahun 1998

Sejak diberlakukannya Undang-Undang nomor 10 tahun 1998, jenis bank dapat


dibedakan menjadi Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat.
1. Bank Umum ( Pasal 6-12 )
Bank Umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara
konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya
memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Sifat jasa yang diberikan adalah
umum. Bank Umum sering juga disebut Bank Komersial. Usaha-usaha bank umum
yang utama antara lain: 6
a. menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk giro, deposito, sertifikat
deposito, tabungan;
b. memberikan kredit;
6
uu no. 10 tahun 1998 pasal 6-12,
c. menerbitkan surat pengakuan hutang;
d. memindahkan uang;
e. menempatkan dana pada atau meminjamkan dana dari bank lain;
f. menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga;
g. menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga.

Bank umum di Indonesia dilihat dari kepemilikannya terdiri atas:


a. Bank Pemerintah, seperti BRI, BNI, BTN.
b. Bank Pembangunan Daerah (BPD), seperti BPD DKI Jakarta.
c. Bank Swasta Nasional Devisa, seperti BCA, NISP, Bank Danamon.
d. Bank Swasta Nasional Bukan Devisa.
e. Bank Campuran, contoh Sumitomo Niaga Bank.
f. Bank Asing, seperti Bank of America, Bank of Tokyo.

Bank umum ada yang disebut Bank Devisa dan Bank Non Devisa:
1. Bank Umum Devisa artinya yang ruang lingkup gerak operasionalnya sampai
ke luar negeri. Seperti bank tersebut dapat membuka letter of credit (LC),
layanan transfer ke luar negeri, membuka tabungan dalam mata uang asing, dan
lain-lain.
2. Bank Umum Non Devisa artinya ruang lingkup gerak operasionalnya di dalam
negeri saja.

2. Bank Perkreditan Rakyat ( Pasal 13-15 )


Menurut Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan, yang dimaksud
Bank Perkreditan Rakyat adalah bank yang menerima simpanan hanya dalam bentuk
deposito berjangka, tabungan dan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.
Usaha-usaha Bank Perkreditan Rakyat, diantaranya: 7
a. menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa deposito
berjangka, dan tabungan;
b. memberi kredit;
c. menyediakan pembiayaan bagi nasabah berdasarkan prinsip bagi hasil sesuai
dengan yang ditetapkan pemerintah; dan
7
uu no. 10 tahun 1998 pasal 13-16,
d. menempatkan dananya dalam bentuk sertifikat Bank Indonesia (SBI)
Pembagian bank selain didasarkan Undang-Undang Perbankan dapat juga dibagi
menurut kemampuan bank menciptakan alat pembayaran, yang meliputi:
1. Bank Primer yaitu bank yang dapat menciptakan alat pembayaran baik berupa
uang kartal maupun uang giral. Bank yang termasuk kelompok ini adalah:
2. Bank Sentral atau Bank Indonesia sebagai pencipta uang kartal. Selain itu tugas
Bank Sentral diantaranya:
 menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter;
 mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran; dan
 mengatur dan mengawasi bank.
3. Bank Umum sebagai pencipta uang giral (uang yang hanya berlaku secara khusus
dan tidak berlaku secara umum).
4. Bank Sekunder yaitu bank yang tidak dapat menciptakan alat pembayaran dan
hanya berperan sebagai perantara dalam perkreditan yang tergolong dalam bank
ini adalah Bank Perkreditan Rakyat

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hukum yang mengatur masalah perbankan disebut hukum perbankan
(Banking Law) yakni merupakan seperangkat kaedah hukum dalam bentuk peraturan
perundang undangan, yurisprudensi, doktrin, dan lain-lain sumber hukum yang
mengatur masalah-masalah perbankan sebagai lembaga, dan aspek kegiatannya
sehari-hari, rambu-rambu yang harus dipenuhi oleh suatu bank, perilaku petugas-
petugasnya, hak, kewajiban, tugas dan tanggung jawab, para pihak yang tersangkut
dengan bisnis perbankan, apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh bank,
eksistensi bank, dan lain-lain yang berkenaan dengan dunia perbankan tersebut.
Sumber hukum dalam arti material baru diperhatikan jika dianggap perlu
diketahui akan asal usul hukum. Sumber hukum dalam arti formal adalah tempat
ditemukannya ketentuan hukum dan perundang-undangan, baik yang tertulis maupun
tidak tertulis. Sumber hukum perbankan adalah tempat ditemukannya ketentuan
hukum dan perundang-undangan perbankan yang dimaksud adalah hukum positif,
yaitu ketentuan perbankan yang sedang berlaku pada saat ini.

B. Saran
Dalam melaksanakan kemitraan antara bank dengan nasabahnya, untuk terciptanya
sistem perbankan yang sehat, kegiatan perbankan perlu dilandasi dengan beberapa
asas hukum (khusus) yaitu :
1. Asas Demokrasi Ekonomi
2. Asas Kepercayaan
3. Asas Kerahasiaan
4. Asas Kehati-hatian (Prudential Principle)

DAFTAR PUSTAKA

http://id.scribd.com/doc/48151293/hukum-perbankan tanggal 19 September 2013 pukul 22.23

UU No. 10 Tahun 1998

Anda mungkin juga menyukai