Anda di halaman 1dari 17

Makalah Hukum Pembiayaan

Aspek Hukum Pembiayaan Sekunder Perumahan

I. Pendahuluan

Indonesia saat ini telah memiliki beberapa lembaga pembiayaan yang dapat
membantu masyarakat dalam memeroleh barang-barang kebutuhannya. Mekanisme
perbankan yang begitu kaku dan produk bank yang mensyaratkan adanya jaminan membuat
masyarakat perlahan-lahan beralih ke berbagai model pembiayaan yang lebih fleksibel.
Lembaga pembiayaan yang kini ada di Indonesia antara lain perusahaan pembiayaan,
perusahaan modal ventura, perusahaan pembiayaan infrastruktur, dan perusahaan pembiayaan
sekunder perumahan. Setiap lembaga pembiayaan tersebut memiliki memiliki kegiatan usaha
masing-masing dan oleh karena itu setiap kegiatan usahanya dilindungi oleh peraturan
perundang-undangan tertentu.

Dari beberapa model pembiayaan tersebut, terdapat satu lembaga yang memiliki
kegiatan usaha dalam hal pembiayaan perumahan. Kepemilikan rumah merupakan kebutuhan
dasar setiap manusia yang mutlak harus dipenuhi oleh setiap keluarga. Permintaan perumahan
di Indonesia kian hari semakin signifikan dan meningkat. Namun masyarakat yang hendak
membeli rumah sering kali terkendala masalah biaya karena berpendapatan menengah ke
bawah yang diiringi oleh arus urbanisasi dan populasi yang begitu cepat. Di sisi lain, dengan
kebijakan pemerintah untuk melanjutkan konsolidasi fiskal, sektor publik tidak dapat
memenuhi semua kebutuhan rumah tangga masyarakat.1 Pada tahun 2006, hanya perkiraan
sekitar 20% tentang perumahan yang telah dibangun menggunakan pembiayaan formal selain
mengandalkan likuiditas dalam sistem perbankan.2 Tanpa pembiayaan perumahan yang
sesuai, pengembang swasta menjadi ragu-ragu untuk masuk ke dalam pasar perumahan
menengah ke bawah.

Selain itu penyaluran kredit pemilikan rumah (KPR) sering menjadi permasalah bagi
dunia perbankan karena KPR merupakan salah satu bentuk kredit berjangka panjang yang
masa jatuh tempo pembayarannya hingga berpuluh-puluh tahun, sedangkan sumber dana

1
Asia Development Bank, “Technical Assistance Republic of Indonesia: Secondary Mortgage
Facility”, http://smf-indonesia.co.id/, 2006, h.1, dikunjungi pada tanggal 20 November 2016.
2
Ibid.
Fakultas Hukum Universitas
Airlangga
1
Makalah Hukum Pembiayaan

yang digunakan oleh bank dalam pembiayaan KPR hanya dalam bentuk dana jangka pendek
seperti tabungan, deposito, dan giro. Hal inilah yang memicu lesunya minat dunia perbankan
untuk membiayai masyarakat dalam hal kepemilikan rumah. Apabila bank menerbitkan KPR
secara terus-menerus dengan pembiayaan bersumber pada dana jangka pendek, maka bank
akan mengalami kesenjangan antara sumber dan penggunaan dananya (mismatch funding).3
Oleh karena itu, peran lembaga keuangan yang berperan dalam membantu masyarakat untuk
memiliki rumah secara kredit sangatlah diperlukan. Lahirnya pengaturan pembiayaan
sekunder perumahan di Indonesia membawa angin segar bagi masyarakat yang hendak
memiliki rumah.

Perusahaan pembiayaan sekunder perumahan atau yang sering dikenal sebagai


Secondary Mortgage Facilities (SMF) diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 1 Tahun 2008
juncto Peraturan Presiden Nomor 19 Tahun 2005 tentang Pembiayaan Sekunder Perumahan.
Tidak ada definisi secara konkret yang diberikan oleh undang-undang mengenai perusahaan
pembiayaan sekunder perumahan. Namun, dalam sebuah publikasinya, Otoritas Jasa
Keuangan (OJK) memberikan pengertian singkat mengenai perusahaan pembiayaan sekunder
perumahan. Perusahaan Pembiayaan Sekunder Perumahan merupakan suatu lembaga atau
perusahaan yang dibentuk dengan tugas menyediakanfasilitas pembiayaan perumahan dalam
rangka meningkatkan kapasitas dan kesinambungan pembiayaan perumahan yang terjangkau
oleh masyarakat.4 Pada intinya, pembiayaan sekunder perumahan bertujuan untuk
memberikan fasilitas pembiayaan dalam rangka meningkatkan kapasitas dan kesinambungan
pembiayaan perumahan yang terjangkau oleh masyarakat5 dan dilaksanakan oleh suatu
lembaga keuangan yang didirikan khusus untuk itu.6

Pada awalnya, secondary mortgage facility di Indonesia diperkenalkan dengan


istilah Perusahaan Fasilitas Pembiayaan Sekunder Perumahan melalui Surat Keputusan
Menteri Keuangan No. 312/KMK.014/1998. Dalam pasal 1 ayat 2 Surat Keputusan Menteri
Keuangan No. 312/KMK.014/1998, fasilitas pembiayaan sekunder perumahan didefinisikan
sebagai pinjaman jangka menengah atau panjang kepada bank yang memberikan Kredit
Pemilikan Rumah (KPR) dengan agunan berupa tagihan atas Kredit Pemilikan Rumah dan

3
Penjelasan Umum Peraturan Presiden Nomor 15Tahun 2005.
4
Otoritas Jasa Keuangan, “Visi dan Misi Otoritas Jasa Keuangan”, https://id-static.z-dn.net/, 2012,
h.13, dikunjungi pada tanggal 20 November 2016.
5
Pasal 2 Peraturan Presiden Nomor19 Tahun 2005 tentang Pembiayaan Perumahan Sekunder.
6
Pasal 3 Peraturan Presiden Nomor 19 Tahun 2005 tentang Pembiayaan Perumahan Sekunder.
Fakultas Hukum Universitas
Airlangga
2
Makalah Hukum Pembiayaan

hak tanggungan atas rumah dan atau tanah yang bersangkutan. Sedangkan menurut Penangian
Simanungkalit, Direktur Pusat Studi Properti Indonesia, secondary mortgage facility (SMF)
adalah instrumen keuangan yang bisa menarik dana-dana jangka panjang dari pasar modal
untuk menyalurkan lewat bank.7 Per tahun 2015, PT SMF telah bekerja sama dengan delapan
Bank Pembangunan Daerah (BPD) dengan total aliran dana sebesar Rp 753,9 miliar untuk
6.578 debitor KPR.8

Sejak tahun 2005 perseroan yang dirikan untuk melakukan kegiatan usaha
pembiayaan sekunder perumahan di Indonesia adalah PT Sarana Multigriya Finansial (PT
SMF). PT SMF adalah lembaga khusus yang didirikan sejak 22 Juli 2005 berdasarkan
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2007 tentang Penyertaan Modal
Negara Republik Indonesia dan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 19 Tahun
2005 tentang Pembiayaan Sekunder Perumahan. PT SMF didirikan dengan tugas untuk
memfasilitasi aliran dana jangka menengah atau panjang dari pasar modal ke sektor
perumahan melalui lembaga penyalur KPR, yang pada akhirnya memungkinkan terciptanya
kepemilikan rumah yang layang dan terjangkau oleh masyarakat. Dalam risetnya, fungsi PT
Sarana Multigriya Finansial dijelaskan sebagai “…to purchase qualified mortgage from
financial institutions, which will on-lend for qualifying mortgages. These loans will help build
qualified mortgage portfolios purchase by PT SMF, as well as track record for lower- and
middle-income sectors.”9 Tidak hanya itu, dalam penjelasan pasal 9A Peraturan Presiden
Nomo 1 Tahun 2008, juga dapat melakukan pembelian efek beragun aset yang terkait dengan
KPR (mortgage related securities), sehingga dalam hal ini PT SMF bertindak sebagai
penggerak pasar (market maker). Oleh karena itu, seperti dilansir di situs resminya, dua
kegiatan utama PT SMF adalah refinancing dan sekuritisasi10. Negara-negara lain juga
mendirikan perseroan serupa yang memiliki fungsi dan kegiatan usaha berbeda-beda, antara

7
Ulfa Rahyunito Daulay, “Aspek Hukum Secondary Mortagge Facility (SMF) dalam Rangka
Sekuritisasi Kredit Pemilikan Rumah (KPR) Perbankan”, Skripsi, Fakultas Hukum Universitas Sumatera
Utara, Medan, 2008, h.13, diunduh dari
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/12100/1/09E02101.pdf.
8
Nur Aini, “SMF Kucurkan Kredit Rp 200 Miliar untuk Bank Jateng”, www.republika.co.id, 22 Oktober
2015, dikunjungi pada 20 November 2016.
9
Asia Development Bank, Op.Cit, h. 2.
10
Apabila lembaga penyalur KPR sudah memiliki volume KPR yang tinggi dan berminat untuk dijual,
maka PT SMF siap memfasilitasi sekuritisasi dengan cara membeli tagihan KPR dan transfromasi sehingga
menjadi efek baru atau efek beragun aset atau residential mortgage-backed securities (RMBS) yang dapat dijual
di pasar modal. Di masa mendatang, peran PT SMF dalam transaksi sekuritisasi tagihan KPR adalah sebagai
guarantor.
Fakultas Hukum Universitas
Airlangga
3
Makalah Hukum Pembiayaan

lain Malaysia yang memiliki Cogamas Berhad, Korea yang memiliki Korea Housing-Finance
Cooperation (HF), Amerika Serikat yang memiliki Fannie Mae, Freddie Mac and Ginnie Mae.

Dalam sistem hukum common law, secondary mortgage facility merupakan suatu
lembaga pembiayaan yang di dalamnya terdapat secondary mortgage atau jaminan sekunder,
di mana objek jaminan yang sudah dijaminkan (mortgaged) dijaminkan lagi dalam penerbitan
sekuritas (mortgage backed securities).11 Menurut hukum Indonesia, secondary mortgage
facility adalah lembaga pembiayaan rumah yang dalam prosesnya terdapat dua perjanjian
yang berdiri sendiri meskipun berkaitan dalam proes dan hakikat hukumnya. 12 Perjanjian
pertama adalah perjanjian kredit pemilikan rumah antara bank dengan konsumen perumahan,
sedangkan perjanjian kedua adalah penjualan sekuritas di pasar modal.

Secara singkat, mekanisme pembiayaan sekunder perumahan pada dasarnya


dilakukan dengan cara pembelian kumpulan aset kuangan dari kreditor asal dan sekaligus
penerbitan efek beragun aset yang dapat berupa surat utang13 atau surat partisipasi.14
Pembelian tersebut dimaksudkan untuk mengalihkan hak milik kreditor asal atas kumpulan
aset keuangan kepada pihak pembeli yang dilakukan sesuai dengan ketentuan pasal 584
KUHPer mengenai levering. Pembelian kumpulan aset keuangan tersebut setinggi-tingginya
80% dari total aset keuangan. Dalam rangka penerbitan efek beragun aset dalam bentuk surat
utang dan surat partisipasi, diperlukan adanya SPV (Special Purpose Vehicle). SPV akan
menerbitkan surat utang, sedangkan PT SMF atau wali amanat menerbitkan surat partisipasi.15
Dalam transaksi yang menerbitkan surat utang, maka kepemilikan kumpulan piutang
berpindah kepada penerbit (SPV). Namun, pada transaksi penerbitan surat pasrtisipasi, yang
menjadi pemilik akhir dari kumpulan piutang adalah pemodal secara bersama-sama karena
PT SMF atau wali amanat hanya menjadi perantara saja dalam mentransformasi kumpulan
piutang menjadi surat berharga. Pembayaran efek beragun aset dilaksanakan oleh wali
amanat, kustodian atau pihak lain yang ditunjuk oleh para pihak dalam dokumen transaksi.
Pembayaran atas efek beragun aset kepada pemodal utamanya bersumber dari arus kas yang

11
Ulfa Rahyunito Daulay, Op.Cit, h.25.
12
Ibid, h. 26.
13
Surat Utang adalah bukti utang yang dikeluarkan oleh penerbit yang memberikan hak kepada
pemegangnya untuk memeroleh oembayaran sebagai pemodal.
14
Surat Partisipasi adalah bukti pemilikan secara proporsional atas kumpulan piutang yang dimiliki
bersama oleh sejumlah pemodal yang diterbitkan oleh penerbit.
15
Pasal 6 Peraturan Presiden Nomor 1 Tahun 2008.
Fakultas Hukum Universitas
Airlangga
4
Makalah Hukum Pembiayaan

diperoleh dari kumpulan piutang dan apabila tidak mencukupi maka melalui pendukung
kredit16.

Seperti yang telah diuraikan di atas, pembiayaan sekunder perumahan tidak hanya
membutuhkan perjanjian kredit pemilikan rumah, namun juga dibutuhkan adanya penjualan
sekuritas di pasar modal. Oleh karena itu, sekuritisasi di pasar modal inilah yang akan
menentukan kelancaran sebuah pembiayaan sekunder perumahan. Peraturan perundang-
undangan juga telah mengatur secara singkat mengenai mekanisme sekuritisasi terkait model
pembiayaan ini.

Dalam hal efek beragun aset berbentuk surat utang, maka kumpulan piutang
merupakan agunannya, sedangkan dalam hal efek beragun aset berbentuk surat partisipasi,
kumpulan piutang merupakan milik bersama pemodal yang tidak terbagi.17 Oleh karena itu,
kedudukan jaminan hak tanggungan dalam pembiayaan sekunder perumahan juga merupakan
isu yang penting.

II. Rumusan Masalah

Dari pendahuluan di atas, dapat ditarik beberapa isu penting yang akan sibahas dalam
makalah ini yaitu:

1. Proses sekuritisasi dalam pembiayaan sekunder perumahan; dan

2. Kedudukan jaminan hak tanggungan dalam pembiayaan sekunder perumahan

III. Pembahasan

3.1 Proses Sekuritisasi Aset dalam Pembiayaan Sekunder Perumahan

3.1.1 Definisi Sekuritisasi Aset

16
Pendukung Kredit (credit enhancer) adalah pihak yang memberikan fasilitas untuk meningkatkan
kualitas dan nilai aset keuangan dan/atau surat berharga dalam transaksi sekuritisasi maupun untuk pemberian
fasilitas pinjaman.
17
Pasal 7 Peraturan Presiden Nomor 19 Tahun 2005.
Fakultas Hukum Universitas
Airlangga
5
Makalah Hukum Pembiayaan

Secara umum, definisi sekuritisasi aset menurut Peraturan Bank Indonesia Nomor
7/4/2005 adalah penerbitan surat berharga oleh penerbit Efek Beragun Aset yang didasarkjan
pada pengalihan aset keuangan dari kreditur asal yang diikuti dengan pembayaran yang
berasal dari hasil penjualan efek beragun aset kepada pemodal. Sedangkan menurut Bank for
International Settlements (BIS), sekuritisasi didefinisikan sebagai “securitization can
transform a pool of ordinarily illiquid and risky assets into larger assetes that be more liquid,
less risky, and more marketable.”18 Secara spesifik mengenai pembiayaan sekunder
perumahan, menurut pasal 1 angka 14 Peraturan Presiden Nomor 19 Tahun 2005, sekuritisasi
aset adalah transformasi aset yang tidak likuid menjadi likuid dengan cara pembelian aset
keuangan dari kreditor asal dan penerbit Efek Beragun Aset. Aset keuangan di sini meliputi
piutang yang diperoleh dari penerbitan Kredit Pemilikan Rumah (KPR), termasuk hak agunan
yang melekat padanya.19 Aset keuangan tersebut dibeli oleh kreditor asal yakni setiap bank
atau lembaga keuangan yang memiliki aset keuangan serta oleh penerbit Efek Beragun Aset
(EBA). Efek Beragun Aset didefinisikan dalam pasal 1 angka 5 Peraturan Presiden Nomor 19
Tahun 2005 sebagai surat berharga yang dapat berupa surat utang atau surat partisipasi yang
diterbitkan oleh penerbit yang pembayarannya terutama bersumber dari kumpulan piutang.

Proses sekuritisasi ini akan dilakukan oleh suatu entitas bisnis yang disebut dengan
special purpose vehicle (SPV). Special Purpose Vehicle adalah perseroan terbatas yang
ditunjuk oleh lembaga keuangan yang melaksanakan kegiatan pembiayaan sekunder
perumahan yang khusus didirikan untuk membeli aset keuangan dan sekaligus menerbitkan
efek beragun aset.20

Menurut Gunawan Widjaya, sekuritisasi memiliki beberapa manfaat antara lain


mengubah aset yang kurang likuid menjadi lebih likuid, mengubah aset yang tadinya kurang
menarik menjadi mudah untuk diperdagangkan di pasar, dan agar terjadi perluasan investor
terhadap suatu aset.21

18
Michela Scatigna, Camilo E Tovar, ‘Securitisation in Latin America’, Bank for International
Settlement Quarterly Review, September 2007, h. 1, diunduh dari http://www.bis.org/publ/qtrpdf/r_qt0709h.pdf.
19
Pasal 1 angka 2 Peraturan Presiden Nomor 19 Tahun 2005.
20
Pasal 1 angka 15 Peraturan Presiden Nomor 19 Tahun 2005.
21
Gunawan Widjaya, Sekuritisasi Aset di Indonesia (Kritisi terhadap RUU Sekuritisasi, Jurnal Hukum
dan Pasar Modal, Edisi 3 April-Juni, 2006 dikutip dari Anggo Doyoharjo, ‘Sekuritisasi Aset sebagai Alternatif
Sumebr Pembiayaan Perumahan (Merubah Piutang menjadi Surat Berharga)’, Jurnal Wacana Hukum, Vol.
VII, No. 2, 2006, h. 32-43, diunduh dari
http://download.portalgaruda.org/article.php?article=114757&val=5264.
Fakultas Hukum Universitas
Airlangga
6
Makalah Hukum Pembiayaan

3.1.2 Pihak dalam Sekuritisasi Aset

Menurut Han dan Lai, setidaknya terdapat empat pihak yang terlibat dalam
sekuritisasi aset, yaitu peminjam (borrower), pemberi pinjaman/penjual aset (originator),
pembeli aset (SPV atau grantor trust) dan investor dari sekuritas yang dijamin oleh aset
(security backed by asset).22

Sedangkan menurut ketentuan pasal 12 Peraturan Presiden Nomor 19 Tahun 2005,


pihak-pihak dalam sekuritisasi terdiri dari kreditor asal, penerbit, pemodal23, penata
sekuritisasi, wali amanat, administrator transaksi, kustodian pendukung kredit dan pemberi
jasa. Beberapa pihak telah dijelaskan pada bagian sebelumnya, oleh karena itu uraiannya
dapat dilihat lagi pada bagian masing-masing. Penerbit adalah perusahaan yang melaksanakan
kegiatan pembiayaan sekunder atau SPV.24 Sedangkan penata sekuritisasi adalah orang atau
badan efek beragun aset yang ditunjuk oleh lembaga keuangan yakni dalam hal ini adalah PT
Sarana Multigriya Finansial untuk mengatur dan menyiapkan proses sekuritisasi. Wali amanat
juga merupakan pihak yang sangat penting dalam sekuritisasi karena wali amanat merupakan
wakil dari investor dalam bernegosiasi di kemudian hari bila terjadi permasalahan.25 Wali
amanat juga harus terdaftar di Badan Pengawas Pasar Modal dan PT SMF. Administrator
transaksi adalah pihak yang mewakili dan melindungi kepentingan pemegang efek beragun
aset.26

Kustodian merupakan pihak yang memberikan jasa penitipan (kolektif) efek dan
harta lain. Terkait dengan efek beragun aset, kewajiban bank kustodian yaitu (1)
melaksanakan penitipan kolektif dan penyimpanan atas seluruh dokumen berharga berkaitan
dengan KIK-EBA (Kontrak Investasi Kolektif Efek Beragun Aset), (2) melaksanakan
penyimpanan dana yang merupakan aset keuangan dalam portofolio KIK-EBA, (3)

22
Han, Lai, An Analysis of Securitization in the Insurance Industry, 1995, h. 286-296 dikutip dari
Working Paper oleh Sri Liani Suselo, Shinta R.I. Soekro, R. Aga Nugraha, Sekuritisasi Aset Lembaga
Pembiayaan dan Pengembangan Pasar Secondary Mortgage Facility dalam Rangka Pendalaman Pasar
Keuangan Indonesia, Bank Indonesia, Jakarta, 2013, h. 8, diunduh dari
http://www.bi.go.id/id/publikasi/wp/Documents/Sekuritisasi%20Aset-Revisi-revisi-%20final%20juni-5-
2013.pdf.
23
Pemodal adalah badan atau orang yang membeli efek beragun aset.
24
Pasal 1 angka 13 Peraturan Presiden Nomor 19 Tahun 2005.
25
Adler Haymans Manurung, Panduan Lengkap Reksa Dana Investasiku, Kompas Media Nusantara,
Jakarta, 2008, h. 49.
26
Pasal 1 angka 1 Peraturan Presiden Nomor 19 Tahun 2005.
Fakultas Hukum Universitas
Airlangga
7
Makalah Hukum Pembiayaan

menyerahkan dan menerima aset keuangan untuk kepentingan KIK EBA, (4) melakukan
pembayaran semua transaksi atas perintah manager investasi yang berkaitan dengan KIK-
EBA, (5) mendaftarkan atas nama bank kustodian aset keuangan dalam portofolio KIK-EBA
sebagai wakil dari pemegang EBA, (6) melakukan pembukuan terkait KIK-EBA, (7)
membuat dan menyimpan daftar pemegang EBA dan mencatat perpindahan kepemilikan
EBA atau menunjuk Biro Administrasi Efek untuk melakukan jasa tersebut dengan
persetujuan manager investasi, (8) memisahkan aset keuangan KIK EBA dari aset keuangan
bank kustodian, (9) melaporkan secara tertulis kepada Bapepam bila manager investasi
melakukan kegiatan yan merugikan pemegang EBA paling lambat pada akhir hari kerja
berikutnya, dan (10) melaksanakan tugas lain terkait portofolio EBA sesuai dengan KIK.27
Sedangkan pendukung kredit adalah kreditor asal atau pihak lain misalnya perusahaan
asuransi, bank, dan perusahaan efek yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas aset
keuangan. Peningkatan kualitas aset keuangan tersebut tercermin pada hasil pemeringkatan
kredit.28

Pihak pemberi jasa adalah pihak yang ditunjuk oleh wali amanat atau administrator
transaksi untuk mengurus aset keuangan. Pemberi jasa bertugas untuk (1) mengatur,
memproses, memantau, dan menagih aset keuangan, (2) meneruskan hasil tagihan kepada
wali amanat atau administrator transaksi atau kustodian, (3) melaksanakan eksekusi agunan
yang melekat pada aset keuangan, (4) melaksanakan hal-hal lain sebagaimana dimuat dalam
dokumen transaksi. Apabila pemberi jasa tidak dapat memenuhi tugasnya, maka tugas
tersebut akan dilakukan oleh pemberi jasa cadangan yang ditunjuk oleh penerbit atau wali
manat atau administrator transaksi yang penunjukannya dimuat dalam dokumen transaksi. PT
SMF yang menjadi lembaga keuangan berwenang dalam pembiayaan sekunder perumahan
dapat bertindak sebagai koordinator global29, penjamin30, penata sekuritisasi, dan/atau

27
Hutari Hayuning W.P., “Pelaksanaan Secondary Mortgage Facility (SMF) sebagai Alternatif
Penyediaan Dana Kredit Pemilikan Rumah (KPR) melalui Sekuritisasi Aset”, Tesis, Fakultas Hukum
Universitas Indonesia, Jakarta, 2011, h. 78-79.
28
Penjelasan pasal 12 Peraturan Presiden Nomor 19 Tahun 2005.
29
Koordinator global adalah pihak yang bertanggung jawab dalam mengkoordinasikan secara
keseluruhan proses transaksi, termasuk melakukan penunjukan para pihak yang terlibat dalam transaksi
sekuritisasi, mengkoordinir dan menjadi penghubung dengan instansi dan lembaha pemerintah terkait, serta
bertanggung jawab terhadap kinerja pihak-pihak penunjang transaksi sekuritisasi KPR.
30
Penjamin adalah pihak yang menjamin pembayaran efek beragun aset sesua dengan dokumen
transaksi yang dibuat oleh para pihak dalam transaksi sekuritisasi.
Fakultas Hukum Universitas
Airlangga
8
Makalah Hukum Pembiayaan

pendukung kredit dalam transaksi sekuritisasi. SPV selaku penerbit juga harus bersifat
bankruptcy remote untuk memberikan keamanan bagi pemodal.

3.1.3 Proses Sekuritisasi Aset

Tidak semua aset dapat disekuritisasi. Menurut Vera Intani Dewi, aset yang dapat
disekuritisasi harus memenuhi beberapa kriteria antara lain cash flow yang dapat diprediksi,
rata-rata jatuh tempo minimal satu tahun, tingkat tunggakan yang rendah, amortisasi seluruh
pinjaman pokok pada saat jatuh tempo, tingkat keragaman debitur berdasarkan demografi dan
geografi, dan jaminan yang memiliki nilai dan manfaat yang tinggi bagi debitur.31 Sedangkan
menurut penjelasan pasal 8 Peraturan Presiden Nomor 1 Tahun 2008, persyaratan aset
keuangan yang dapat dibeli dalam transaksi sekuritisasi sekurang-kurangnya memenuhi
standardisasi dokumen KPR yang antara lain meliputi standardisasi desain, pedoman analisis
risiko, dan pedoman penilaian real estat. Transaksi sekuritisasi aset juga harus memenuhi
beberapa persyaratan yaitu (1) penerbit merupakan suatu badan hukum khusus yang
melakukan pembelian aset keuangan dan penerbitan EBA serta tidak memiliki keterkaitan
dengan kreditor asal, (2) penjualan aset keuangan dari kreditor asal kepada penerbit
menggunakan penjualan putus (true sale)32, (3) pengalihan aset keuangan serta semua hak
dan jaminan yang melekat harus sempurna secara hukum (bankruptcy remoteness)33, (4)
harus ada peringkat yang diberikan lembaga pemeringkat yang mengatakan bahwa transaksi
tersebut adalah transaksi sekuritisasi aset, serta (5) aliran arus kas terhadap pokok dan bunga
atas efek beragun aset tidak melalui penerbit.34

Pengaturan mengenai sekuritisasi di Indonesia pertama kali diuraikan dalam


Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Nomor KEP-
28/PM/2003 yang menyebutkan bahwa Kontrak Investasi Kolektif-Efek Beragun Aset (KIK-
EBA) adalah kontrak antara manajer investasi dan bank kustodian yang mengikat efek
beragun aset. EBA juga diatur di beberapa peraturan Bapepam lain. Namun spesifik mengenai

31
Ibid.
32
True Sale yaitu pengalihan aset dari kreditur awal kepada SPV secara hukum.True Sale diperlukan
untuk memastikan bahwa seluruh aset yang telah disekuritisasi telah ditransfer dan tidak diklaim sebagai aset
kreditur awal apabila terjadi kebangkrutan.
33
Konsep bankruptcy remoteness mendalilkan bahwa sebuah entitas tersebut tidak dapat dipailitkan
secara hukum sehingga kreditor awal tidak dapat mengklaim kepailitan.
34
Ibid, h. 11.
Fakultas Hukum Universitas
Airlangga
9
Makalah Hukum Pembiayaan

landasan hukum sekuritisasi aset dalam pembiayaan sekunder perumahan berada di Peraturan
Presiden Nomor 19 Tahun 2005. Sekuritisasi aset juga hendaknya memerhatikan beberapa
ketentuan pada peraturan lain yaitu:

1. Undang-Undang Nomor 77 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan Undang-


Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan;
2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal;
3. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah beserta
Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah;
4. Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2005 tentang Penyertaan Modal Negara Republik
Indonesia untuk Pendirian Perusahaan Perseroan (Persero) di Bidang Pembiayaan
Sekunder Perumahan;
5. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 123/KMK.014/1998 tentang Perusahaan Fasilitas
Pembiayaan Sekunder Perumahan;
6. Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan No. KEP-
493/BL/2008 Tahun 2008 Tentang Perubahan Peraturan No. IX.K1 Tentang Pedoman
Kontrak Investasi Kolektif Efek Beragun Aset (Asset Backed Securities);
7. Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan No. KEP-
178/BL/2008 Tahun 2008 Tentang Perubahan Peraturan No. V.G.5 Tentang Fungsi
Manager Investasi Berkaitan Dengan Efek Beragun Aset (Asset Backed Securities);
8. Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan No. KEP-
50/PM/1997 Tentang Peraturan No. IX.C.9 Pernyataan Pendaftaran Dalam Rangka
Penawaran Umum Efek Beragun Aset (Asset Backed Securities);
9. Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan No. KEP-
51/PM/1997 Tentang Peraturan No. IX.C.10 Pedoman Bentuk Dan Isi, Prospektus Dalam
Rangka Penawaran Umum Efek Beragun Aset (Asset Backed Securities);
10. Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan No. KEP-
47/PM/1997 Tentang Peraturan No. VI.A.2 Fungsi Bank Kustodian Berkaitan Dengan
Efek Beragun Aset (Asset Backed Securities);
11. Keputusan Direksi PT. Bursa Efek Surabaya No. SK-006/LGL/BES/VII/2006 Tahun
2006 Tentang Pencatatan Efek Beragun Aset;
12. Keputusan Direksi PT. Bursa Efek Indonesia No. KEP-00011/BEI/02-2009 Tahun 2002
Tentang Efek Beragun Aset (EBA) Di Bursa; dan

Fakultas Hukum Universitas


Airlangga
10
Makalah Hukum Pembiayaan

13. Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/4/PBI/2005 tentang Prinsip Kehati-Hatian dalam
Aktivitas Sekuritisasi Bank Umum.35

Fang dan Long dalam penelitiannya yang berjudul A Preliminary Look at Effects of
Asset-Backed Securitization on Shareholders, menguraikan bahwa proses sekuritisasi dimulai
dari originator yang menjual aset keuangan yang bersifat future cash inflows36 kepada SPV.37
SPV kemudian melakukan penggolongan aset keuangan ke dalam kumpulan aset (pool of
assets) dan melakukan pendukungan kredit (credit enhancement) terhadap aset-aset tersebut
agar mendapatkan rating dari lembaga pemeringkat, selanjutnya SPV menerbitkan surat
berharga untuk membiayai pembelian aset.38

Seperti yang telah dijelaskan secara singkat dalam bagian pendahuluan, kegiatan
pembiayaan sekunder perumahan dilakukan dengan cara pembelian kumpulan aset keuangan
dari kreditor asal dan penerbitan Efek Beragun Aset. Penerbitan EBA dapat berupa penerbitan
surat utang atau penerbitan surat partisipasi oleh PT SMF. Dalam penerbitan surat utang,
kumpulan piutang milik satu originator saja berupa KPR dijual kepada SPV, kemudian atas
kumpulan piutang tersebut dilakukan sekuritisasi aset dan dibuat Global Note39 kepada PT
SMF.40 Kumpulan piutang tersebut dipisahkan berdasarkan kriteria tertentu (pooling).
Sebelum dijual kepada pemodal, piutang diperingkat oleh lembaga pemeringkat agar pemodal
percaya bahwa efek yang dikeluarkan dapat memenuhi kewajibannya. Sekuritisasi aset dari
diterbitkannya Global Note dari kumpulan piutang yang telah dikuasakan pada PT SMF
sebagai penjaminan. Namun terhadap penerbitan surat utang yang diterbitkan oleh SPV, SPV
hanya dapat melakukan satu transaksi sekuritisasi.41 Dengan adanya penjaminan melalui
sekuritisasi maka risiko terhadap suatu peristiwa menjadi lebih terjamin.

Uang hasil penjualan obligasi oleh SPV kepada investor diserahkan kepada
originator dengan ketentuan bahwa dana tersebut harus disalurkan lagi dengan bentuk KPR
kepada masyarakat.42 Karena originator merupakan suatu lembaga yang melayani maka atas
transaksi tersbut akan dibebankan bunga, angsuran maupun pelunasan KPR dari debitur asal

35
Hutari Hayuning W.P., Op.Cit, h. 74-75.
36
Future cash inflows adalah aset keuangan yang dapat memberikan pendapatan selanjutnya.
37
Sri Liani Suselo, Shinta R.I. Soekro, R. Aga Nugraha, Op.Cit., h. 8-9.
38
Ibid.
39
Global Note merupakan suatu induk perjanjian penerbitan obligasi
40
Anggo Doyoharjo, Op.Cit, h. 40.
41
Pasal 6A Peraturan Presiden Nomor 1 Tahun 2008.
42
Ibid.
Fakultas Hukum Universitas
Airlangga
11
Makalah Hukum Pembiayaan

untuk membayar bunga obligasi kepada investor dan pembayaran kembali atas obligasinya
pada saat jatuh tempo.43 Uang hasil penjualan piutang digunakan lagi untuk membiayai KPR
lain.

Sedangkan dalam penerbitan surat partisipasi, seperti yang telah disinggung dalam
pendahuluan bahwa kumpulan piutang yang dibeli secara langsung oleh PT SMF secara tunai
dan atas pembelian tersebut harus hanya digunakan oleh originator sebagai kreditur asal
pemberian kredit pemilikan rumah. Sekuritisasi aset yang berupa surat partisipasi diawali
dengan credit enhancement44 yang meningkatkan kualitas aset keuangan sehingga investor
akan menjadi lebih terjamin. Kumpulan piutang tersebut menjadi milik bersama para investor
yang bersangkutan sesuai dengan presentase yang terdapat dalam surat partisipasi.

Menurut PT SMF, agar sekuritisasi berjalan aman dan lancar, terdapat tigagolongaan
tahapan proses, yaitu persiapan, structuring, dan penutupan. Tahap persiapan terdiri dari
proses identifikasi kebutuhan dan tujuan transaksi, analisis awal atas kreditur asal, dan
penunjukkan partisipan terkait. Lalu pada tahap structuring terdapat pelaksanaan due
dilligence, pengumpulan data, pembentukan EPA (eligible pool assets) berdasarkan kriteria
seleksi tertentu, penyiapan dokumen transaksi, dan pembentukan struktur Efek Beragun Aset.
Terakhir, tahapan penutupan terdiri dari finalisasi dokumen, proses sosialisasi dan pemasaran,
serta proses closing.45 Pembentukan EPA diawali dengan melihat portofolio KPR kemudian
dicocokkan dengan kriteria seleksi yang merupakan kesepakatan antara SMF dan lembaga
pemeringkat nasional. Bagi yang memenuhi maka termasuk eligible pool of assets.Portofolio
KPR yang disekuritisasi merupakan aset dengan kualitas tinggi karena memiliki dokumentasi
yang lengkap, memiliki credit history yang cukup lama, dan menggunakan seperangkat
kriteria seleksi yang ketat sehingga memiliki tingkat non-performing loan yang rendah.
Dalam melakukan aktivitas sekuritisasi aset bagi bank umum hendaknya perlu diterapkan pula
prinsip kehati-hatian agar piutang yang dialihkan atau dijual oleh bank merupakan piutang-
piutang yang sehat.

43
Ibid, h. 41.
44
Credit enhancement dapat berupa seleksi atas kredit KPR yang tidak macet atau melalui perlindungan
asuransi atau dengan dilakukukannya rating untuk mengukur kualitasnya sebagai pendoman bagi investor.
45
PT Sarana Multigriya Finansial, “Efek Beragun Aset”, www.dayamandiri.co.id, 2008, h. 22,
dikunjungi pada tanggal 20 November 2016.
Fakultas Hukum Universitas
Airlangga
12
Makalah Hukum Pembiayaan

Dalam sekuritisasi, benda yang akan dipindahkan adalah hak tagih atau piutang
sehingga untuk penyerahan piutang dilakukan berdasarkan ketentuan pasal 613 ayat (1)
KUHPer, yaitu dengan membuat suatu perjanjian penyerahan melalui cessie, sedangkan
peristiwa perdatanya berupa perjanjian jual beli. Kepastian hukum pemindahan hak milik atas
kumpulan aset keuangandari kreditor asal kepada pembeli telah terjadi dengan adanya
perjanjian jual beli dan perjanjian penyerahan berupa cessie yang dapat digabungkan dalam
satu perjanjian.46

3.2 Kedudukan Jaminan Hak Tanggungan dalam Pembiayaan Sekunder Perumahan

Hak Tanggungan diatur secara spesifik dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996
tentang Hak Tanggungan atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah
pasal 1 angka 1 yang berbunyi Hak Tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang
berkaitandengan tanah, yang selanjutnya disebut Hak Tanggungan, adalah hak jaminan
yangdibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor
5Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-
benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untukpelunasan utang tertentu,
yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditor-
kreditor lain.

Karena pembiayaan sekunder perumahan melibatkan jual beli piutang, maka sesuai
dengan konsep KUHPer pasal 1533, terhadap jual beli tersebut meliputi juga segala sesuatu
yang melekat padanya, seperti penanggungan-penanggungan, hak istimewa, dan hipotik-
hipotik atau yang kini disebut sebagai hak tanggungan. Dengan adanya pengaturan ini, maka
hak tanggungan juga ikut beralih seiring dengan beralihnya perjanjian pokok secara hukum
kepada kreditor baru.47

Senada dengan ketentuan dalam KUHPer, pasal 16 ayat (1) Undang-Undang Nomor
4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan
dengan Tanah menyatakan bahwa piutang yang dijamin dengan hak tanggungan beralih
karena cessie, subrogasi, pewarisan atau sebab-sebab lain, hak tanggungan tersebut ikut

46
Penjelasan pasal 4 ayat (1) Peraturan Presiden Nomor 1 Tahun 2008.
47
Hutari Hayuning W.P., Op.Cit, h. 86.
Fakultas Hukum Universitas
Airlangga
13
Makalah Hukum Pembiayaan

beralih karena hukum kepada kreditor yang baru. Namun dalam ketentuan UU Nomor 4
Tahun 1996 ini mewajibkan pendaftaran atas beralihnya hak tanggungan oleh kreditor yang
baru kepada Kantor Pertanahan.48 Pendaftaran beralihanya hak tanggungan dilakukan oleh
kantor pertanahan dengan mencatatnya pada buku tanah hak tanggungan dan buku tanah hak
atas tanah yang menjadi objek hak tanggungan serta menyalin catatan tersebut pada setifikat
hak tanggungan dan sertifikat hak atas tanah yang bersangkutan.49 Beralihnya hak tanggungan
mulai berlaku bagi pihak ketiga pada hari tanggal pencatatan yakni pada hari ketujuh setelah
diterimanya secara lengkap surat-surat yang diperlukan bagi pendaftaran beralihnya hak
tanggungan.50

Oleh karena itu kedudukan hak tanggungan bergantung pada letak piutangnya.
Dalam perjanjian pembiayaan perumahan sekunder, nasabah pada mulanya mengajukan
permohonan KPR kepada bank. Nasabah yang berkedudukan sebagai kreditor memberikan
jaminan hak tanggungan kepada bank sebagai agunan dari pinjaman KPR yang diberikan
padanya. Kemudian bank selaku kreditor yang membutuhkan pembiayaan sekunder
perumahan menjual kumpulan piutang yang telah dibebani oleh hak tanggungan tadi kepada
PT SMF agar mendapatkan pinjaman. Dengan adanya perpindahan kepemilikan kumpulan
piutang tersebut kepada PT SMF selaku perusahaan pembiayaan sekunder perumahan, maka
secara otomatis hak tanggungan juga ikut berpindah ke PT SMF. Perpindahan hak tanggungan
yang demikian wajib untuk didaftarkan ke Badan Pertanahan Nasional sesuai dengan
ketentuan UU Nomor 4 Tahun 1996. Dengan diterbitkannya surat utang atau surat partisipasi
untuk proses sekuritisasi yang kemudian dimiliki oleh pemodal, maka hak tanggungan juga
ikut berpindah dan akhirnya jatuh ke pemodal atau wali amanat dan bank kustodian yang
bertindak sebagai wakilnya. Perpindahan hak tanggungan ini juga wajib didaftarkan.51

Karena piutang yang dijadikan dasar penerbitan EBA cukup besar, maka banyak
diantara piutang tersebut yang dibebankan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan
(SKMHT) sebagai jaminannya hingga kredit tersebut selesai.52 Sehingga pihak yang
memegang SKMHT dapa dengan mudah mendaftarkan peralihan hak tanggungannya selama

48
Pasal 16 ayat (2) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996.
49
Pasal 16 ayat (3) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996.
50
Pasal 16 ayat (3) dan (4) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996.
51
Sesuai dengan ketentuan pasal 9 UU Nomor 4 Tahun 1999 maka pemegang hak tanggungan adalah
orang perseorangan atau badan hukum yang berkedudukan sebagai pihak yang berpiutang.
52
Ibid, h. 87.
Fakultas Hukum Universitas
Airlangga
14
Makalah Hukum Pembiayaan

masa kredit tanpa masalah. Namun, undang-undang belum mengatur mengenai pendaftaran
peralihan hak tanggungan secara kolektif, sehingga memakan waktu yang cukup lama
mengingat jumlah piutang yang sangat banyak.

IV. Kesimpulan

Pembiayaan sekunder perumahan diatur secara spesifik pada Peraturan Presiden


Nomor 19 Tahun 2005 sebagaimana diubah oleh Peraturan Presiden Nomor 1 Tahun 2008
tentang Pembiayaan Sekunder Perumahan. Proses sekuritisasi dalam skema pembiayaan
sekunder perumahan tidak hanya memperhatikan pengaturan pada Perpres tersebut tapi juga
peraturan perundang-undangan lain, peraturan Bapepam, dan peraturan Bank Indonesia. Pada
intinya, struktur dasar dari sekuritisasi dimulai dari adanya perjanjian kredit dari
debitor/borrower kepada originator yakni bank dengan kegiatan usaha KPR. Kemudian
untuk mendapatkan pembiayaan, originator melakukan jual beli piutang kepada Special
Purpose Vehicle (SPV). Proses sekuritisasi kemudian dilakukan melalui PT SMF (PT Sarana
Multigriya Finansial) selaku perusahaan pembiayaan sekunder perumahan. Prinsip hukum
sekuritisasi aset adalah merubah piutang yang tidak likuid menjadi likuid baik berupa Surat
Utang maupun Surat Partisipasi dari kumpulan piutang.

Pembelian aset piutang juga dijamin melalui hak tanggungan. Kedudukan hak
tanggungan sesuai dengan ketentuan KUHPer dan UU Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak
Tanggungan atas Tanah beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah ikut beralih pada
kreditor baru apabila terjadi cessie, subrogasi, pewarisan atau sebab lain. Sehingga setiap
beralihnya aset piutang, maka hak tanggungan yang melekat juga ikut beralih dan oleh karena
itu wajib didaftarkan pada kantor pertanahan.

Daftar Pustaka

Buku

Manurung, Adler Haymans, Panduan Lengkap Reksa Dana Investasiku, Kompas Media
Nusantara, Jakarta, 2008.

Fakultas Hukum Universitas


Airlangga
15
Makalah Hukum Pembiayaan

Jurnal

Doyoharjo, Anggo, ‘Sekuritisasi Aset sebagai Alternatif Sumebr Pembiayaan Perumahan


(Merubah Piutang menjadi Surat Berharga)’, Jurnal Wacana Hukum, Vol. VII, No. 2,
2006, diunduh dari
http://download.portalgaruda.org/article.php?article=114757&val=5264.

Nugroho, Sri Liani Suselo, Shinta R.I. Soekro, R. Aga, ‘Sekuritisasi Aset Lembaga
Pembiayaan dan Pengembangan Pasar Secondary Mortgage Facility dalam Rangka
Pendalaman Pasar Keuangan Indonesia’, Working Paper Bank Indonesia, Jakarta,
2013, diunduh dari
http://www.bi.go.id/id/publikasi/wp/Documents/Sekuritisasi%20Aset-Revisi-revisi-
%20final%20juni-5-2013.pdf.

Tovar, Michela Scatigna, Camilo E, ‘Securitisation in Latin America’, Bank for International
Settlement Quarterly Review, September 2007, diunduh dari
http://www.bis.org/publ/qtrpdf/r_qt0709h.pdf.

Skripsi/Tesis

Daulay, Ulfa Rahyunito, “Aspek Hukum Secondary Mortagge Facility (SMF) dalam Rangka
Sekuritisasi Kredit Pemilikan Rumah (KPR) Perbankan”, Skripsi, Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara, Medan, 2008, diunduh dari
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/12100/1/09E02101.pdf.

W.P, Hutari Hayuning, “Pelaksanaan Secondary Mortgage Facility (SMF) sebagai Alternatif
Penyediaan Dana Kredit Pemilikan Rumah (KPR) melalui Sekuritisasi Aset”, Tesis,
Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, 2011.

Internet

Aini, Nur “SMF Kucurkan Kredit Rp 200 Miliar untuk Bank Jateng”, www.republika.co.id,
22 Oktober 2015, dikunjungi pada 20 November 2016.

Asia Development Bank, “Technical Assistance Republic of Indonesia: Secondary Mortgage


Facility”, http://smf-indonesia.co.id/, 2006, dikunjungi pada tanggal 20 November
2016.

Fakultas Hukum Universitas


Airlangga
16
Makalah Hukum Pembiayaan

Otoritas Jasa Keuangan, “Visi dan Misi Otoritas Jasa Keuangan”, https://id-static.z-dn.net/,
2012, dikunjungi pada tanggal 19 November 2016.

PT Sarana Multigriya Finansial, “Efek Beragun Aset”, www.dayamandiri.co.id, 2008,


dikunjungi pada tanggal 20 November 2016.

Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang Nomor 77 Tahun 1992 jo. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang
Perbankan

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah Beserta Benda-
Benda yang Berkaitan dengan Tanah

Peraturan Presiden Nomor 1 Tahun 2008 jo. Peraturan Presiden Nomor 19 Tahun 2005
tentang Pembiayaan Sekunder Perumahan

Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2005 tentang Penyertaan Modal Negara Republik
Indonesia untuk Pendirian Perusahaan Perseroan (Persero) di Bidang Pembiayaan
Sekunder Perumahan

Keputusan Menteri Keuangan Nomor 123/KMK.014/1998 tentang Perusahaan Fasilitas


Pembiayaan Sekunder Perumahan, Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/4/PBI/2005
tentang Prinsip Kehati-Hatian dalam Aktivitas Sekuritisasi Bank Umum.

Fakultas Hukum Universitas


Airlangga
17

Anda mungkin juga menyukai